Beranda

Welcome

Selamat Datang di Blog Sarana Informasi ...... Welcome on this blog...benvenuti nel nostro blog..bienvenue sur notre blog...Willkommen in unserem Blog... bienvenido a nuestro blog...... 블로그에 오신 것을 환영합니다 beullogeue osin geos-eul hwan-yeonghabnida....

Sunday, March 12, 2017

SYARAT SAH AKAD RAHN


                   Agar pelaksanaan akad rahn sempurna, berikut beberapa syarat dari sahnya akad rahn :     
Syarat Pihak yang berakad[9]   :
 i.   Cakap hukum ( Baligh & Berakal ), anak yang tergolong mumayyiz & tidak dalam keadaan gila.
ii.   Tidak sepihak, khusus untuk akad rahn dalam konteks perwalian.
iii.   Sukarela (ridha), tidak dalam keadaan dipaksa / terpaksa /dibawah tekanan.
Syarat Obyek yang diagunkan [10]:
i.   Barang itu bernilai harta dan boleh dimanfaatkan dalam Islam (mâl mutaqawwim)
ii.   Barang itu ada pada waktu akad[11].
iii.   Barang itu milik sah & sempurna dari râhin (milk al-tâm) atau Barang itu tidak terkait dengan hak orang lain.
iv.   Barang itu jelas dan tertentu.
 v.   Barang itu dapat diserahkan baik materi maupun manfaatnya
Syarat Utang (marhun bih)[12]:
 i.   Merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada pemberi utang, meliputi hutang uang atau hutang barang.
ii.   Utang itu boleh dilunasi dengan barang yang diagunkan, sebab barang itu merupakan jaminan atas utang.
iii.   Utang itu jelas diketahui oleh kedua pihak yang berakad.
Syarat Akad /sighot :
i.   Tidak dikaitkan dengan syarat tertentu atau dikaitkan dengan masa yang akan datang. UlamaHanâfiyah menyatakan bahwa apabila akad rahn dibarengi dengan syarat tertentu, atau dikaitkan dengan dengan masa yang akan datang, maka syaratnya batal sedangkan akad rahn-nya sah. Misalnya, orang yang berutang mensyaratkan apabila tenggang waktu utang telah habis dan utang belum dibayar, maka akad rahn diperpanjang 1 (satu) bulan ; atau pemberi utang mensyaratkan harta agunan itu boleh ia manfaatkan. Sedangkan, Ulama Hanâbilah, Malikiyah dan Syafi’iyah menyatakan bilamana syarat itu adalah syarat yang mendukung kelancaran akad maka syarat itu diperbolehkan, tetapi apabila syarat itu bertentangan dengan tabiat akad rahn maka syaratnya batal. Kedua syarat dalam contoh di atas (perpanjangan rahn 1 (satu) bulan dan agunan boleh dimanfaatkan), tidak boleh menjual agunan jika masa akad rahn telah jatuh tempo, dan orang yang berutang tidak mampu bayar merupakan syarat yang tidak sesuai dengan tabiat akad rahn, karenanya syarat tersebut batal. Syarat yang dibolehkan itu, misalnya : pemberi utang meminta agar akad disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi.[13]
ii.   Merujuk pada Buku 2 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Bab XIII tentang Rahn pasal 329 ayat 2 dinyatakan : Akad (yang dimaksud dalam ayat (1) di atas harus dinyatakan oleh para pihak dengan cara lisan, tulisan, atau isyarat.
                 Di samping syarat-syarat di atas, para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa akad rahn baru dianggap sempurna apabila marhun secara hukum sudah ada di tangan pemberi utang. Syarat yang terakhir ini disebut sebagai qabdh al-marhun.[14] Terdapat 2 (dua) syarat dari qabdh al-marhun, yaitu : mendapat izin dari râhin dan dipegang atau telah dipindahtangakan kemurtahin.[15] Hal ini  sesuai dengan firman Allah SWT :
bÎ)ur óOçFZä. 4’n?tã 9xÿy™ öNs9ur (#r߉Éfs? $Y6Ï?%x. Ö`»yd̍sù ×p|Êqç7ø)¨B
     “Dan apabila kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak memperoleh seorang juru tulis maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang....”  { QS. Al-Bâqarah [2] : 283}
                 Ulama Malikiyah menganggap bahwa marhun tidak harus diserahkan secara aktual, tetapi boleh juga penyerahaanya secara hukum, seperti menjadikan sawah sebagai jaminan, maka yang diserahkan adalah surat jaminan atau sertifikat tanah.[16]
                 Imam Syafi’i melihat bahwa Allah tidak menetapkan satu hukum kecuali dengan jaminan yang memiliki kriteria jelas dalam serah terima. Apabila kriteria tersebut tidak ada maka hukumnya juga tidak ada. Mazhab Maliki berpendapat bahwa gadai wajib dengan akad dan bagi orang yang menggadaikan diharuskan menyerahkan barang jaminan untuk dikuasai oleh (murtahin).[17]
                 Merujuk pada Buku 2 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Bab XIII tentang Rahn pasal 331 dinyatakan : ”Akad gadai sempurna bila harta gadai (selanjutnya dibaca : marhun) telah dikuasai oleh penerima gadai (selanjutnya dibaca : murtahin)”. Pada pasal 332 ayat 1 dinyatakan : “Harta gadai harus bernilai dan dapat diserahkan-terimakan.” Sedangkan, pada pasal Apabila harta gadai belum diserah-terimakan kepada murtahin maka akad rahn yang telah disepakati dapat dibatalkan. 

No comments:

Post a Comment

About

Popular Posts