BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Negara-negara Afrika
telah bangkit dari status jajahan menjadi negara-negara merdeka yang tampil
bersama sebagai kekuatan baru dalam percaturan politik dunia. Meskipun
demikian, pergolakan terus saja berlangsung. Afrika khususnya menjadi medan
perebutan pengaruh antara Blok barat dan blok timur, yang masing-masing
berusaha untuk memperbaiki kedudukannya sambil membendung atau mengurangi
pengaruh lawan.
Suatu peralihan
yang mudah menuju suatu masyarakat post-kolonial yang merdeka, mantap, dan
mampu untuk berkembang secara swadaya tidaklah mungkin bagi negara-negara baru
di Afrika. Mengingat adanya masalah-masalah struktur dan kebudayaan yang
diwarisi dari masa lampau, baik prakolonial maupun kolonial, yang mengherankan
ialah perdamaian relatif yang berlangsung sejak proses menuju terbentuknya
negara modern mulai menanjak pada pertengahan 1950. Peperangan dan
tembak-menembak memang terjadi sejak itu, tetapi hampir seluruhnya tidaklah
berarti jika dibandingkan dengan peprangan kemerdekaan yang berkobar di
Madagaskar, Aljazair, Kenya, dan lain-lain negara
Mempelajari historigrafi
pada hakekatnya memahami “sejarahnya penulisan sejarah” sebab didalamnya
terdapat perkembangan penulisan sejarah, pengaruh persamaan lingkungan
kebudayaan pada setiap penulisan sejarah serta penggunaan teori dan metodologi
sejarah dalam mengungkap dan menyajikan materi penulisan sejarah. Historigrafi
merupakan representasi dan kesadaran sejarawan dalam zamannya dan lingkungan kebudayaan
setempat dimana sejarawan itu hidup.
Sejarah dalam arti
objektif adalah kejadian sejarah yang sebenarnya maksudnya hanya sekali terjadi
dan bersifat unik. Historiografi bermula dari pertanyaan dan berkembang dari
peningkatan kematangan pertanyaan historis yang diajukan. Tetapi, inipun belum
mencakup semua aspek permasalahan. Dari penghayatan kultural inilah
sesungguhnya merekonstruksi aspek-aspek tertentu dari kelampauan ternyata
adalah gagasan yang relatif baru dalam sejarah historiografi.
Penulisan sejarah pada
mulanya lebih merupakan ekspresi kultural daripada usaha untuk merekam hari
lampau. Dalam konteks ini maka makna dan fungsi sejarah lebih berarti daripada
peristiwa-peristiwa yang diungkapkan dengan hari lampau itu. Bukan kebenaran historis
yang menjadi tujuan utama, tetapi pedoman dan peneguhan nilai yang perlu
didapatkan. Karena itu, dalam historiografi tradisional terjalinlah dengan erat
unsur-unsur sastra, sebagai karya imajinatif, dan mitologi, sebagai pandangan
hidup yang dikisahkan, serta sejarah sebagai uraian peristiwa pada masa lalu.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, rumusan masalah yang diambil adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana tradisi
penulisan sejarah di Afrika pada masa kuno?
2.
Apa ciri-ciri khusus historiografi
abad pertengahan ?
3.
Seperti apakah pemikiran, tokoh dan
karya historiografi Abad Pertengahan?
4.
Bagaimana Perkembangan historiografi barat?
C. Tujuan
Penulisan Makalah
Historiografi Afrika memiliki beberapa tujuan, yakni:
1.
Menjelaskan tradisi penulisan
sejarah di Afrika pada masa kuno.
2.
Mengetahu
ciri-ciri khusus historiografi zaman abad pertengahan.
3.
Mengetahui pemikiran, tokoh dan karya historiografi Abad Pertengahan.
4.
Mengetahui Perkembangan historiografi barat
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Tradisi
Penulisan Sejarah Masa Afrika Kuno
a. Tradisi
Mengenai Asal Mula
Setiap komuniti
keluarga, klien, desa, kota, atau negara besar atau kecil, mempunyai tradisi
yang tetap mengenal asal mulanya. Komuniti itu mungkin terpecah-pecah,
bermigrasi, dan mengasimilasi tradisi-tradisi yang baru, atau ditaklikkan oleh
yang lainnya dan diserap oleh imigran-imigran yang baru. Pada setiap tingkat
dari tranformasi, tradisi berada dalam pengkristalan dan kembali untuk
mengakomodasi kondisi-kondisi yang berubah, dan suatu tradisi yang baru
mengenal asal mula diformulasikan oleh komuniti yang baru. Tradisi-tradisi ini
menjadi dasar pokok dari pandangan komuniti mengenai sejarah. Prosese yang
sesungguhnya dari pembuatan tradisi dan akulturasi di dalam komuniti, dan dari
penyampaian tradisi ke generasi-generasi yang berikutnya, mengembangkn suatu
kesadaran sejarah yang menjadi tersebar luas di Afrika.
Tradisi-tradisi asal
mula ini tidaklah mengusahakan suatu penjelasan secara sejarah di dalam
pandangan modern Eropa mengenai teks-teks dan kronologi yang dapat dibuktikan.
Mereka mengembangkan pengertian dan penghormatan terhadap pranata-pranata dan
praktek-praktek dari komuniti. Mereka memberikan penjelasan mengenai dunia
sebagaimana dilihat oleh komuniti asal mula dari tanah dan laut, manusia dan
berbagai macam jenis makhluk yang lain, asal mula dari negara, dasar dari
adanya hukum-hukum adat istiadat yang berbeda, hak komunitas atas tanah yang
dimiliki, bagaimana dan mengapa dewa-dewa yang mereka puja berbeda dengan dewa-dewa
yang dipuja oleh tetangganya, dan lain-lain.
Kronologi dan
sebab-musabab yang tepat tidaklah begitu relevan. Sampai kepada batas-batas
tertentu, sejarah dan mitos menjadi satu dan merupakan suatu bagian dari
filsafat hidup. Dalam hal ini historiografi tradisional Afrika menyerupai
historiografi Eropa sebelum revolusi ilmu pengetahuan memecah filsafat ke dalam
berbagai bagian. Pembuatan dan penyampaian tradisi bukanlah pekerjaan ahli-ahli
sejarah sebagaimana menurut pandngan modern, tetapi pekerjaan pendeta dan
ahli-ahli agama, orang-orang tua, dan orang-orang bijaksana pada umumnya.
Tradisi tidak hanya menjelaskan hubungan antara para nenek moyang dari
komuniti-komuniti yang berbeda tetapi juga hubungan dengan komuniti yang
dinyatakan dalam bentuk cerita, puisi suci, ritual agama, dan
manifestasi-manifestasi cara hidup dalam masyarakat.
Pembuatan dan
penyampaian tradisi adalah berlainan dari suatu tempat ke tempat yang lain. Hal
itu tergantung pada luas, sifat alamiah, kepercayaan, dan sumber-sumber penghasilan
dari suatu komuniti tertentu. Dalam masyarakat-masyarakat yang terdiri atas
berbagai segmen-segmen dimana peranan-peranan seringkali tidak dibeda-bedakan,
adalah suatu bagian dari fungsi-fungsi kepala klien untuk memegang peranan
politik dan agama yang khusus. Tetapi dalam negara-negara yang terorganisasi,
khususnya negara-negara dengan monarkhi yang terpusat, misal: Benin, Ashanti,
atau Dahomey, dimana implikasi-implikasi politik dan legal dari tradisi
merupakan hal-hal yang penting sehari-hari, pembuatan dan penyampaian tradisi
menjadi suatu spesialisasi yang terkontrol dan penuh aturan.
b. Penyampaian
dari mulut ke mulut
Cara yang paling umum
dalam menyampaikan tradisi adalah melalui cerita-cerita, fabel-fabel, dan
peribahasa-peribahasa yang diceritakan oleh orang-orang yang lebih tua kepada
mereka yang lebih muda sebagai bagian dari pendidikan umum. Di dalam kesempatan
bercerita itu, sesudah makan malam di dalam kelompok-kelompok keluarga atau
selama pesta-pesta bulan purnama ketika orang-orang tidak tidur hingga larut
malam. Tradisi-tradisi menceritakan asal mula adanya hubungan dari seluruh
komuniti atau dari keluarga klien tertentu. Kejadian-kejadian yang lebih akhir,
yang telah muncul di dalam sejarah dapat diingat, khususnya hal-hal yang
terjadi dua atau tiga generasi yang terdahulu juga diceritakan.
Tradisi-tradisi
disampaikan secara lebih formal bila ada pranata-pranata pendidikan yang
terorganisasi, umpamanya yang berhubungan dengan ritual masa dewasa, inisiasi
ke dalam tingkat-tingkat umur dan kelompok-kelompok rahasia, atau selama
latihan atau pendidikan untuk menjadi pendeta atau ahli agama. Rite-rite
inisiasi untuk seorang calon raja yang terpilih menduduki tahta kerajaan adalah
amat menarik perhatian. Sebagai penerus dan wakil para nenek moyang, raja
menjadi penjaga dari tradisi-tradisi komuniti. Salah satu dari fungsi-fungsi
terpenting dari rite-rite mendahului pentahbisannya sebagai raja adalah
menginisiasinya ke dalam rahasia-rahasia para nenek moyang dan kepercayaan
tradisional rakyatnya. Raja yang baru seringkali mengumumkan gelarnya sendiri,
hali ini dimaksud untuk mrnandai harapan-harapan dari masa pemerintahannya.
Proses penyampaian dari mulut ke mulut tersebut meliputi:
1) Genealogi-genealogi
Dalam genealogi dapat dibedakan menjadi
tiga bagian, yakni: nenek moyang pertama, keturunan yang terakhir, dan rentetan
orang-orang antara 1 dan 2. Struktur genealogi itu divergen dari nenek moyang
pertama ke keturunan kemudian.
2) Kejadian-kejadian
simbolik dari masa lampau yang didramatisasikan ke hadapan umum
3) Gelar-gelar
4) Nyanyian-nyanyian
untuk pemujaan
Proses penyampaian
tradisi tidak terlepas dari pembentukan tradisi. Tradisi dibuat oleh mereka
yang menyampaikan tradisi, misalnya orang-orang yang lebih tua di desa dan di
klien. Orang-orang tersebut kadang ditunjuk dari anggota-anggota suatu keluarga
yang dianggap mampu melakukan. Cara penyampaian tradisi:
1) Cara secara umum
melalui cerita, fable, dan peribahasa yang diceritakan secara turun-temurun.
2) Dalam acara yang
formal seperti ritual masa dewasa, latihan menjadi pendeta atau ritual menjadi
calon raja.
c. Unsur
historiografi tradisional Afrika adalah:
1) Kepercayaan yang asasi
akan adanya kelanjutan hidup. Misalnya: mitos Horus yaitu raja-raja yang sudah
mati, tetap terus mempengaruhi perbuatan dari luapan sungai Nil.
2) Penghormatan pada
nenek moyang. Yaitu setiap komuniti didirikan oleh seorang nenek moyang atau
sekelompok nenek moyang. Nenek moyang telah menetapkan dasar dari hak dan
kewajiban hidup yang berlaku untuk segala zaman.
d. Ciri-ciri
tradisi mengenai asal mula, yaitu:
1) Tidak mengusahakan
suatu pejelasan secara sejarah dalam pandangan masyarakat modern.
2) Mengembangkan
perhatian dan penghormatan terhadap pranata-pranata dan praktek dari komuniti.
3) Memberikan penjelasan
mengenai dunia dan bersifat filsafat, kesusasteraan dan pendidikan.
4) Kronologi dan penyebab
terjadinya sesuatu tidak relevan.
5) Sejarah dan mitos
menjadi satu dan menjadi bagian dari filsafat hidup.
6) Pembuatan dan
penyampaian tradisi melalui ahli-ahli agama, orang-orang tua, dan orang-orang
bijaksana.
B. Ciri-Ciri Khusus Historiografi Eropa Abad
Pertengahan
Eropa pada masa abad pertengahan
berada dalam kondisi dimana rasio tidak begitu mendapatkan tempat. Agama
(kristen) menjadi kekuatan yang begitu dominan saat itu. Keadaan kebudayaan semacam itu tentu saja juga
dipengaruhi oleh “jiwa jaman” yang bisa diketahui dari pandangan dunia (hidup)
dari masyarakat Abad Pertengahan yaitu:
1. Teosentrisme, yaitu
pandangan hidup yang berpusat pada Tuhan, dalam arti bahwa kehidupan manusia
itu berpusat pada Tuhan, dan Tuhanlah yang mengatur hidup manusia baik per
individu maupun masyarakat. Dalam hal ini Tuhan juga berperan mengatur sejarah
manusia.
2. Providensi, yaitu
pandangan hidup yang mengangap bahwa segala sesuatu di dunia dan seisinya ini
berjalan menurut rencana Tuhan (God Plan). Sengsara merupakan peringatan
terhadap manusia. Faktor Tuhan selalu dikaitkan dengan segala hal, demikian
juga sejarah selalu dikembalikan kepada Tuhan.
3. Yenseitigheit, yaitu
pandangan hidup yang mementingkan kehidupan di alasm baka atau akhirat. Atinya
yang terpenting dalam hidup ini adalah untuk mempersiapkan diri demi kehidupan
di dunia (alam) baka.
Demikianlah bisa dikatakan bahwa jiwa jaman masyarakat Abad
Pertengahan adalah bersifat spiritual. Dalam hal ini semua kehidupan masyarakat
bersumber dan berpedoman pada ajaran agama (Kristen). Fenomena tersebut berlaku
pula dalam bidang historiografi dan filsafat sejarah yang umumnya bertema
orang-orang suci, sejarah penciptaan dan sebagainya. Penulisan sejarah berpusat
pada gereja dan negara, dengan pendeta dan raja sebagai pelaku utama.
C. Pemikiran, Tokoh, dan karya Historiografi
Eropa Abad Pertengahan
Masa abad pertengahan berlangsung
cukup lama (1000 tahun jika dihitung dari abad ke-5 sampai abad ke-15) dan
pengaruhnya dirasakan di banyak tempat. Tetapi tentu bukan perkara mudah
melacak semua historiografi berabad-abad yang luas itu. Di sini hanya akan
dikemukakan beberapa nama, yaitu Cassiodorus, Procopius, Gregory, dan Bede.
1. Cassiodorus
(480-570)
Cassiodorus,
pegawai tinggi dari istana kaisar suku Goth Timur yaitu Theodorik. Akan tetapi
ia sendiri sebenarnya adalah orang Romawi katolik. Ia sesunguhnya keturunan
orang Siria, akan tetapi sudah sejak lama nenek moyangnya bekerja sebagai
pejabat tinggi pada kekaisaran Romawi. Ia juga pernah belajar pada sekolah
“artes liberals (seni yang bebas, yaitu retorica, gramatika dan dialektika).
Buku pertamanya adalah Chronika, yang merupakan buku asal-usul politik dari
putra mahkota Kaisar Goth Timur sebelum tahun 519. Oleh karena mempunyai
pandangan atau misi politik, maka tidak dilaporkan mengenai kelahiran Kristus
dan kejatuhan dari kekaisaran Romawi Barat.
Setelah tidak
menjadi pejabat, Cassiodorus masih menulis suatu karya lagi yang berasal dari
surat-surat resmi yang sangat banyak ketika masih menjadi pejabat. Karyanya
itu diberi judul Variae, yang bisa dianggap sebagai terbitan
sumber-sumber sejarah tertua. Ketika itu ia juga mengalami penyadaran agama
(masuk agama Kristen), dan sesudah itu terutama sibuk dengan kebudayaan. Selama
lebih dari seperempat abad, walaupun ia sendiri bukan seorang biara, ia
mempelajari Injil, sejarah para murid Yesus dan para penulispenulis antik.
Hasil dari studinya disusun dalam suatu karangan yang berjudul Institutiones.
Dalam edisi bahasa Latin karyanya terkenal dengan namahistoria exclesiastica
of Historia tripatita, yang tidak lain adalah sejarah gereja.
2. Procopius (500-565)
Tulisan-tulisan
Procopius umumnya dalam bahasa Yunani. Menulis The History of His Own Time yang
menceritakan perang-perang Byzantium melawan Persia, Afrika, dan bangsa Goths.
Ia menyertai seorang jenderal Byzantium dalam perang, sehingga sebagian
tulisannya bisa dikatan sebagai saksi mata. Kelemahannya terletak dalam biasnya
sebagai pengagum empirium dan penggunaan sumber yang tanpa seleksi
3. Gregory
(538-594)
Tulisannya yang
terkenal yaitu History of The Franks yang menceritakan sejarah dunia sejak
zaman kuno sampai abad ke-5. Sejarah bangsa Franka dimulainya dari 417 sampai
591, lima puluh tahun terakhir ditulisnya dari sudut pandang saksi mata. Dia
menulis dalam bahas latin, bahasa yang dimengerti kebanyakan orang pada
masanya. Gregory menulis keajaiban-keajaiban sebagai umsur yang membuat
tulisannya saksi kekuasaan agama atas bangsa Franka. Tulisannya menandai
peralihan menuju abad pertengahan.
4. Bede (672-735)
Menulis sebuah
buku Ecclesiastical History of English Poeple, isinya menceritakan tentang
terbentuknya kebudayaan Anglo-Saxon. Ia menulisnya dalam bahasa latin. Bede
menggunakan banyak sumber dan berkonsultasi dengan gerejawan. Ia sangat
berhati-hati dengan hal-hal yang ajaib, sehingga tulisannya terkesan objektif.
Bukunya dirancang secara sistematis. Biografi dalam bukunya menjadi bagian yang
sangat penting, karena dia menulis tentang orang-orang yang berjasa dalam
membawa misi kristen di Inggris.
D. Perkembangan
Historiografi Barat
Dalam
sebuah tatanan keilmuwan, semua aspek yang dikaji secara ilmiah akan memiliki
suatu model perkembangan kea rah yang lebih up to date.
Perkembangan ilmu sejalan dengan perkembangan zaman dan tuntutan zaman. Karunia
akal yang dimiliki oleh umat manusia telah memberikan sebuah konsep terbaik
untuk mendinamiskan kehidupan dunia.
Historiografi
sebagai salah satu aspek kajian dalam ilmu sejarah (humaniora) telah mengalami
beberapa perkembangan struktur dan konsep. Secara geo-histori, Historiografi
Barat mengalami periodisasi perkembangannya sendiri, yakni:
a)
Historiografi Yunani Kuno;
b)
Historiografi Romawi;
c)
Historiografi Abad Pertengahan;
d)
Historiografi Zaman Renaissance; serta; dan
e)
Historiografi Modern.
Kelima periode diatas
adalah bagian dari perjalanan sejarah penulisan sejarah bangsa barat. Namun,
penulis hanya akan menyoroti kajian mengenai dua poin teratas, yakni
historiografi Yunani dan historiografi Romawi.
1 .Historiografi Yunani
Periode
Yunani dalam aspek historiografi berawal dari tatanan pemerintahan yang ada
pada saat itu. Para sejarawan Yunani pada umumnya berasal dari lingkungan orang
berada atau yang secara material berasal dari kalangan masyarakat yang posisi
ekonominya baik. Mereka nampaknya telah menjalani masa kehidupan sebagai
pengarang, atau bahkan sebagai ilmuwan.
Akan
tetapi kebanyakan dari mereka adalah para politikus, pegawai negeri,
militer, dokter (tabib) atau guru, dan pada waktu yang sama atau
sesudahnya juga masih tetap menjalankan pekerjaan penulisan sejarah.
Dalam ruang lingkup
zaman Yunani, penulisan sejarah hanya sebatas pada cerita mitos dan legenda
belaka. Unsur objektivitas dalam sejarah sebagai sebuah peristiwa yang
benar-benar nyata terjadi belum mengalami internalisasi. Orientasi mythe lebih
dominan ketimbang logika realitas.
Dalam
mengkisahkan sejarah masa lampau yang jauh ke belakang, para sejarawan Yunani
pada umumnya mendasarkan pada cerita rakyat dan kisah-kisah yang
disampaikan secara turun menurun atau atas karya para penulis terdahulu, yang
sesungguhnya juga berasal dari para penulis-penulis yang mendahuluinya.
Namun demikian sejauh bisa diketahui, tradisi penulisan sejarah yang paling
awal pada jaman Yunani kuno adalah apa yang disebut dengan istilah tradisi
Homerus kemudian disusul dengan munculnya para Logograaf , dan
yang terakhir zaman keemasan historiografi Yunani kuno.
2. Historiografi
Romawi
Periode
historiografi Romawi tidaklah jauh berbeda dengan periode Yunani. Para
sejarawan memiliki orientasi terhadap kesusastraan. Lebih banyak yang
menceritakan sejarahnya hanya sebatas pengalaman, perasaan, mitos, legenda,
ketimbang peristiwa sejarah sesungguhnya yang lebih besar. Mungkin karena pada
dua zaman ini para sejarawan adalah sebagai pegawai pemerintahan, guru,
pedagang,dsb. Oleh karena itu, mereka menceritakan sejarah (historiografi
lisan) hanya sebatas ruang lingkup retoris.
Ada
kebisaaan para penulis sejarah zaman Romawi, bahwa publikasi sejarah harus
didahului atau diawali dengan pembacaan naskah secara terbuka untuk umum.
Demikian juga terjadi pada zaman Herodotus, dan masih tetap terjadi 8 abad
kemudian pada sejarawan Ammianus Maecellinus.
Historiografi pada zaman
Romawi adalah sejalan dengan kerajaan Romawi itu sendiri. Oleh karena itu,
histoiografi Romawi lebih banyak menghasilkan karya-karya sejarah yang bersifat
Rome-Oriented.
Berbeda
dengan generasi pertama para sejarawan Yunani, yang tertarik pada hal yang
bersifat cosmopolitan atau kekota-kotaan, sejarawan Romawi bisaanya hanya
mengenal 1 kajian, yaitu Roma. Namun harus diingat, jika dibandingkan dengan
Yunani yang secara politik terbagi menjadi wilayah-wilayah (polis) yang
kecil, Romawi sejak perang Punisia telah berkembang meluas dan relatif
mendunia.
Dalam
ikhtisar dari sejarah Romawi yang berawal dari “absolute” yaitu dengan
pendirian kota Roma, tetapi juga dengan perhatian yang besar untuk masa Romawi
yang terbaru, bisa ditemukan bentuk-bentuk annalistic yang luas,
sedangkan bentuk kronik relatif jarang ditemukan. Ikhtisar itu bisaanya
berakhir pada jamannya sendiri (si penulis). Sejarah umum yang universal yang
tidak hanya dalam kerangka sejarah Romawi hanya bisa ditemukan pada karya
Trogus. Untuk masa-masa yang terbaru Romawi, banyak ditemukan studi monografi,
misalnya memoires (tulisan peringatan) dan historien (cerita
yang lebih detail mengenai kejadian-kejadian masa kini) atau kadang
disebut dengan istilah annalen.
BAB
III
PENUTUP
Tradisi sejarah Afrika
kuno secara umum diceritakan melalui: cerita, fable, dan peribahasa yang
diceritakan secara turun-temurun, dan Dalam acara yang formal seperti ritual
masa dewasa, latihan menjadi pendeta atau ritual menjadi calon raja.
Perkembangan Historiografi Eropa
abad pertengahan sangat dipengaruhi oleh agama (kristen) yang waktu itu
mencengkram hampir seluruh aspek kehidupan. Penggunaan akal sehat sebagaimana
pada masa Yunani dan Romawi ditentang karena dianggap hasil dari setan.
Penulisan sejarah berpusat pada gereja dan negara dengan pelaku utama raja dan
pendeta. Kondisi seperti ini berlangsung cukup lama di Eropa yaitu sekitar 1000
tahun.
Rentan waktu yang cukup lama
tentunya memungkinkan banyak muncul karya-karya penulisan sejarah. Namun
penulisan sejarah saat itu bisa dikatakan jauh dari metode sejarah yang ilmiah.
Karya-karya penulisan sejarah sangat dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan
agama dan politik. Penulisan sejarah disesuaikan dengan doktrin agama dan
kepentingan negara.
Perkembangan
historiografi Barat mengalami proses fluktuasi. Pasang surut peristiwa di Eropa
memberikan efek domino bagi penulisan sejarahnya. Banyak terlahir karya sejarah
dunia dari historiografi barat ini. Kita kenal Historiae dari Herodotus yang
menceritakan Perang Parsi. Historie dari Polybius yang banyak menyorot soal
negara.
DAFTAR
PUSTAKA
Basil Davidson. 1984. Kerajaan-kerajaan di
Afrika. Jakarta: Tira Pustaka.
Danar Widiyanta. 2002. Perkembangan
Historiografi: Tinjauan Di Berbagai Wilayah Dunia. Yogyakarta: UNY
Press.
D. K. Kolit. 1972. Sedjarah Afrika.
Kupang: Penerbit Nusa Indah.
Kirti Dipoyudo. 1983. Afrika Dalam Pergolakan
2. Jakarta: Yayasan Proklamasi.
Kuntowijoyo.2001.Pengantar Ilmu Sejarah.Yogyakarta:Yayasan Bentang Budaya
Sartono Kartodirjo. Historiografi.
Yogyakarta: UGM Press.
Supriyono, Agust. 2003., “DIKTAT, Historiografi Eropa
Barat Abad Tengah & Modern”, Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas
Diponegoro, Semarang.
Taufik Abdullah, dkk. 1985. Ilmu Sejarah Dan
Historiografi: Arah Dan Perspektif. Jakarta: Gramedia.
No comments:
Post a Comment