Beranda

Welcome

Selamat Datang di Blog Sarana Informasi ...... Welcome on this blog...benvenuti nel nostro blog..bienvenue sur notre blog...Willkommen in unserem Blog... bienvenido a nuestro blog...... 블로그에 오신 것을 환영합니다 beullogeue osin geos-eul hwan-yeonghabnida....

Monday, May 30, 2022

Konsep Manusia Dalam Pendidikan



Manusia disebut “Homo Sapiens”. Artinya, makhluk yang mempunyai kemampuan untuk berilmu pengetahuan. Salah satu insting manusia adalah selalu cenderung ingin mengetahui segala sesuatu disekelilingnya, yang belum diketahuinya. Berawal dari rasa ingin tahu maka timbulah ilmu pengetahuan.


Dalam hidupnya manusia digerakan sebagian oleh kebutuhan untuk mencapai sesuatu, dan sebagian lagi oleh tanggung jawab sosial dalam masyarakat. Manusia bukan hanya mempunyai kemampuan-kemampuan, tetapi juga mempunyai keterbatasan-keterbatasan, dan juga tidak hanya mempunyai sifat-sifat yang baik, namun juga mempunyai sifat-sifat yang kurang baik.


Menurut pandangan pancasila, manusia mempunyai keinginan untuk mempertahankan hidup dan menjaga kehidupan lebih baik. Ini merupakan naluri yang paling kuat dalam diri manusia. Pancasila sebagai falsafah hidup manusia Indonesia, memberikan pedoman bahwa kehidupan manusia didasarkan atas keselarasan, keserasian, dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia sebagai individu, hubungan manusia dengan masyarakat, hubungan manusia dengan alam, hubungan bangsa dengan bangsa, dan hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun manusia dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan rohaniah.


Ajaran Islam memandang manusia sebagai tubuh, akal dan hati nurani. Potensi dasar manusia yang dikembangkan itu, tidak lain adalah bertuhan dan cenderung kepada kebaikan bersih dari dosa, berilmu pengetahuan serta bebas memilih dan berkreasi. kemampuan kreatif manusia pun berkembang secara bertahap sesuai ukuran tingkat kekuatan dan kelemahan unsur penunjang kreativitas seperti pendengaran, penglihatan serta pikiran. Sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi, manusia dituntut mampu mengelola alam dengan beragam ilmu pengetahuan.


Tampaklah bahwa manusia itu sangat membutuhkan pendidikan. Karena melalui pendidikan manusia dapat mempunyai kemampuan-kemampuan mengatur dan mengontrol serta menentukan dirinya sendiri. Melalui pendidikan pula perkembangan kepribadian manusia dapat diarahkan kepada yang lebih baik. Dan melalui pendidikan kemampuan tingkah laku manusia dapat didekati dan dianalisis secara murni.

ANALISIS ARTIKEL SEKOLAH DAN PEMAKSAAN KEDEWASAAN KEPADA ANAK



Berdasarkan artikel diatas mengenai sekolah dan pemaksaan kedewasaan pada anak, dapat diambil beberapa catatan  penting yang mendasar bagi pendidikan anak dan posisi anak baik sebagai makhluk kecil didalam masyarakat dan sebagai objek pendidikan atau sasaran pendidikan, dalam artikel tersebut dapat diambil beberapa cacatan penting antara lain

1.      Bagaimana posisi anak dalam masyarakat, keluarga dan lingkungan pendidikan. Dalam arti posisiskan anak dalam keluarga dan masyarakat sebagai anak yang sesuai dengan usianya, tidak memaksakan suatu keinginan dan harapan melebihi kemampuan dan tahapan perkembangannya. Begitupula dalam hal lingkungan pendidikan tuntutan kurikulum hendaklah disesuaikan dengan usia,tahap perkembangannya serta bakat minat anak tersebut.

2.      Perlakuan oranmg tua, guru serta masyarakat yang merasa bangga atas anak yang lebih dewasa daripada usianya, padahal jiwa seorang anak dalam mencari jati diri dan menjadi manusia seutuhnya bukanlah dipandang dari sebagaimana dewasanya anak tersebut melainkan bagaimana  anak tersebut dapat tumbuh dan berkembang sesuai tahapannya dan lajur perkembangannya.

3.      Proses pendidikan yang diberikan kepada anak baik oleh pendidik ataupun keluarga sekiranya masih perlu diperbaiki kembali, terdapat berbagai penyimpangan pemnnyajian pendidijkan yang membuat anak jenuh dan tidak bersemangat untuk belajar. Seorang guru terkadang hanya menekankan sisi akademik pada anak, anak diharapkan dapat mengusai berbagai keterampilan dan pengetahuan tanpa diperhatikan kesiapan pribadi anak tersebut, tuntutan kurikulum yang berstandar tinggi menjadi target seorang guru untuk berlomba-lomba menjejali anak didiknya tentang berbagai hal dan terkadang mengabaikan sisi anak yang perlu dengan bermain dan bergembira. Kelas pun disajikan dengan suasana belajar yang membosankan bagi anak tanpa ada sentuhan keceriaan bagi anak. Begitupun orang tua, mereka memberikan tambahan pelajaran diluar jam sekolah bertujuan agar anak cepat menguasai berbagai pengetahuan sseprti baca dan hitung. Tnpa mereka sadari pula anak akan semakiun terbebani dengan hal tersebut. Hal ini akan menimbulkan titik jenuh dalam belajar suatau saat, banyak kejadian anak mogok sdekolahnya dan tidak mau belajar lagi misalkan pada kelas 4 atau kelas 5 SD. Padahal ketika anak pada usia TK dan kelas selanjutnya anak menunjukkan prestasi yang cukup mempuni dan rajin dalam mengikuti les-les. Dalam artikel ini pun diceritakan tentang keluhan yang dialami anak seperti sakit kepala dan susah tidur yang persis dialami seorang menejer perusahaan. Maka dapat terlihat betapa pendidikan yang kita sajikanselaku orang dewasa sangatlah jauh dari menghormati anak sebagai makluk kecil yang butuh ekklplorasi dan ekspresi diri, melainkan menjejali mereka dengan segala hal yang seharusnya diberikan nnati ketika mereka dewasa. Dalam artikel ini pun digambarkan betapa metode yang diberikan pada anak pun disamaratakan dengan orang dewasa yang tidak seusia dengan mereka, pendekatan pembelajaran tidak disesuaikan dengan tahap perkembangan anak.

4.      Peran televisi pun ikut berpera dalm pembentukan pemaksaan pendewasaan anak, dinegeri ini seolah-olah tidak ada sekat yang membedakan mana tontonan yang baik dan bergizi bagi anak dan mana yang belum saatnya nbak menikmatinya, berbagai tayangan televisi yang ditayangkan memperlihatkan kegiatan orang dewasa dan apa yang oarng dewasa boleh lakukan seakan-akan menyeret anak untuk ikut menikmati dan meneladani serta seolah-olah mereka pun berhak menjadi seperti itu.


Berdasarkan catatan yang saya peroleh dalam artikel tersebut maka dapat saya simpulkan bahwa pendidikan anak tidaklah semata-mata bertujuan untuk mendewasakan anak, melainkan menjadikan anak sebangai dirinya sebndiri sebagi manusia yang seutuhnya sesuai dengan usianya dan siap dalam menghadapi berbagai tantangan kelak nanti mereka dewasa

Kurikulum yang disajikan pun hendaknya berpihak pada anak, tidak menuntut anak dengan berbagai keahlian dan pengetahuan yang sepertinya belum saatnya anak mengusainya, metode yang disajikan pun hendaknya memberikan pendekatan yang semenarik mungkin bagi anak agar anak tertarik dan tidak menjadi bosan.

Peran orang tua serta pemerintah pun dalam hal ini kiranya mempunyai konstribusi besar,  dalam menyaring apa-apa yang mestinya dapat dinikmati anak dalam tayangan televisi. Sebagai orang tua dirumah wajib kiranya menbemani anak dan membimbing anak ketika sedang menonton tayangan televisi sehingga dapat terkontrol mana tayangan yang sekiranya baik auntuk anak atau tidak, dan begitupula pemerintah dalam kendali penyiaran sudah sepatunya memberikan batasan yang jelas agar tayangan televisi lebih berpihak bagi tumbuh kembang anak yang lebih baik.

Berbagai analisa dan catatan dalam artikel ini bukan semata-mata untuk menyalahkan berbagi pihak ataupun cara pembelajaran , akan tetapi lebih mengharapkan dapat menyadarkan kita selaku orangtua, masyarakat dan pendidik akan berbagi kekurangan yang kita lakukan yang mengakibatkan seorang anak akan tunbuh dan berkembang seolah-olah tidak sesuai usianya, dan seoga tulisan ini dapat menjadi titik tolak bagi perbaikan pendidikan dan pengajaran yang lebih baik lagi selajutnya.

TEKNIK ANALISIS DATA DALAM PENELITIAN



Proses analisis data dimulai dengan menelah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan, yang sudah ditulis dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar foto, dan sebagainya. Data tersebut banyak sekali, setelah dibaca, dipelajari, dan ditelah maka langkah berikutnya adalah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya. Langkah selanjutnya adalah menyusunya dalam satuan-satuan.          Satuan-satuan itu kemudian dikategorisasikan pada langkah berikutnya. Kategori-kategori itu dilakukan sambil membuat koding. Tahap akhir dari analisis data ialah mengadakan pemeriksaan keabsahan data.. setelah selesai tahap ini, mulailah kini tahap penafsiran data dalam mengolah hasil sementaramenjadi teori substantif dengan menggunakan beberapa metode tertentu.

sehubungan dengan uraian tentang proses analisia dan penafsiran data di atas, maka dapat dijelaskan pokok-pokok persoalan sebagai berikut: Konsep dasar analisis data, Pemerosotan satuan, kategorisasi termasuk pemeriksahan keabsahan data, kemudian diakhiri dengan penafsiran data.

B. Konsep Dasar Analisi Data.

Menurut Patton, 1980 (dalam Lexy J. Moleong 2002: 103) menjelaskan bahwa analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikanya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Sedangkan menurut Taylor, (1975: 79) mendefinisikan analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide) seperti yang disarankan dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan dan tema pada hipotesis. Jika dikaji, pada dasarnya definisi pertama lebih menitikberatkan pengorganisasian data sedangkan yang ke dua lebih menekankan maksud dan tujuan analisis data. Dengan demikian definisi tersebut dapat disintesiskan menjadi: Analisis data proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang didasarkan oleh data.

Dari uraian tersebut di atas dapatlah kita menarik garis bawah analisis data bermaksud pertama- tama mengorganisasikanm data. Data yang terkumpul banyak sekali dan terdiri dari catatan lapangan dan komentar peneliti, gambar, foto, dokumen, berupa laporan, biografi, artikel, dan sebagainya. Pekerjaan analisis data dalam hal ini ialah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode, dan mengategorikannya. Pengorganisasian dan pengelolaan data tersebut bertujuan menemukan tema dan hipotesis kerja yang akhirnya diangkat menjadi teori substantif.

Akirnya perlu dikemukakan bahwa analisis data itu dilakukan dalam suatu proses. Proses berarti pelaksanaannya sudah mulai dilakukan sejak pengumpulan data dilakukan dan dikerjakjan secara intensif, yaitu sudah meninggalkan lapangan. Pekerjaan menganalisis data memerlukan usaha pemusatan perhatian dan pengerahan tenaga, pikiran peneliti. Selain menganalisis data. Peneliti juga perlu dan masih perlu mendalami kepustakaan guna mengkonfirmasikan teori atau untuk menjastifikasikan adanya teori baru yang barangkali ditemukan.

C. Pemrosesan Satuan

Uraian tentang pemerosotan satuan ini terdiri dari tipelogi satuan dan penyususnan satuan.

1. Tipelogi satuan.

Satuan atau unit adalah satuan suatu latar sosial. Pada dasarnya satuan ini merupakan alat untuk menghaluskan pencatatan data. Menurut Lofland dan Lofland, (!984) (dalam lexy 2002: 190), satuan kehidupan sosial merupakan kebulatan di mana seseorang mengajukan pertanyaan. Linciln dan Guba (1985: 344) menamakan satuan itu sebagai satuan informasi yang berfungsi untuk menentukan atau mendefinisikan kategori.

Sehubungan dengan itu, Patton, (1987: 306-310) membedakan dua jenis tipe satuan yaitu (1) tipe asli dan (2) tipe hasil konstruk analisis. Patton menyatakan bahwa tipe asli inilah yang menggunakan prespektif emik dan antropologi. Hal ini didasarkan atas asumsi bahwa prilaku sosial dan kebudayaan hendaknya dipelajari dari segi pandangan dari dalam dan definisi prilaku manusia. Jadi, konseptualisasi satuan hendaknya ditemukan dengan menganalisis proses kognitif orang-orang yang diteliti, bukan dari segi entnosentrisme peneliti.

 Pendekatan ini menuntut adanya analisis kategori verbal yang digunakan oleh subjek untuk merinci kompleksitas kenyataan ke dalam bagian-bagian. Patton, menyatakn bahwa secara fundamental maksud penggunaan bahasa itu penting untuk memberikan ”nama” sehingga membedakan dengan yang lain dengan ”nama” yang lain pula. Setelah ”label” tersebut ditemukan dari apa yang dikatakan oleh subjek, tahap berikutnya ialah berusaha menemukan ciri atau karakteristik yang membedakan sesuatu dengan sesuatu yang lain.      Untuk itu, tipelogi asli ini merupakan kunci bagi peneliti untuk memberikan nama sesuai dengan apa yang sedang dipikirkan, dirasakan, dan dihayati oleh para subjek dan dihendaki oleh latar peneliti.

1.     Penyusunan satuan

Lincoln dan Guba (1985: 345) mengatakan bahwa langka pertama dalam pemerosotan satuan ialah analisis hendaknya membaca dan mempelajari secara teliti seluruh jenis data yang sudah terkumpul. Setelah itu, usahakan agar satuan-satuan itu diidentifikasi. Peneliti memasukan ke dalam kartu indeks. Penyusunan satuan dan pemasukan ke dalam kartu indeks hendaknya dapat dipahami oleh orang lain. Pada tahap ini analisis hendaknya jangan dulu membuang satuan yang ada walaupun mungkin dianggap tidak relevan.


1.     Kategorisasi

Kategorisasi dalam uraian ini terdiri atas (1) funsi dan prinsip kategorisasi dan (2) langka-langkah kategorisasi yang diuraikan sebagai berikut.

1. Funsi dan prinsip kategorisasi

Kategorisasi berarti penyusunan kategori. Kategori tidak lain adalah salah satu tumpukan dari seperangkat tumpukan yang disusun atas dasar pikiran,intuisi, pendapat, atau kriteria tertentu.Selanjutnya Linclon dan Guba menguraikan kategorisasi adalah (1) mengelompokkan kartu-kartu yang telah dibuat kedalam bagian-bagian isi yang secara jelas berkaitan, (2) merumuskan aturan yang menguraikan kawasan kategori dan yang akhirnya dapat digunakan untuk menetapkan inklusi setiap kartu pada kategori dan juga sebagai dasar untuk pemeriksaan keabsahan data, dan (3) menjaga agar setiap kategori yang telah disusun satu dengan yang lain megikuti prinsip taat asas.

2. Langkah-langkah kategorisasi

Metode yang digunakan dalam kategorisasi didasarkan atas metode analisis komparatif yang langkah-langkahnya dijabarkan atas sepuluh langka, yang mana langkah yang terakhir adalah analisis harus menelah sekali lagi seluruh kategori agar jangan sampai ada yang terlupakan. Setelah selesai di analisis, sebelum menafsirkan penulis wajib mengadakan pemeriksaan terhadap keapsahan datanya, pemeriksaan itu dapat dilakukan dengan menggunakan teknik pemeriksaan keabsahan data.

E. Keabsahan data

Untuk menghindari kesalahan atau kekeliruan data yang telah terkumpul,perlu dilakukan pengecekan keabsahan data. Pengecekan keabsahan data didasarkan pada kriteria deraja kepercayaan (crebility)dengan teknik trianggulasi,ketekunan pengamatan, pengecekan teman sejawat (Moleong, 2004).

Triangulasi merupakan teknik pengecekan keabsahan data yang didasarkan pada sesuatu di luar data untuk keperluan mengecek atau sebagai pembanding terhadap data yang telah ada (Moleong,200). Trigulasi yang digunakan adalah trigulasi dengan sumber, yaitu membandingkan data hasil obserfasi, hasil pekerjaan siswa dan hasil wawancara terhadap subjek yang ditekankan pada penerapan metode bantuan alat pada efektif membaca .

Ketekunan pengamatan dilakukan dengan teknik melakukan pengamatan yang diteliti, rinci dan terus menerus selama proses pembelajaran berlangsung yang diikuti dengan kegiatan wawancara secara intensif terhadap subjek agar data yang dihasilkan terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Pengecekan teman sejawat/kolega dilakukan dalam bentuk diskusi mengenai proses dan hasil penelitian dengan harapan untuk memperoleh masukan baik dari segi metodelogi maupun pelaksanaan tindakan.

Makalah Sejarah Konstitusi Indonesia


BAB I

PENDAHULUAN



1.1.Latar Belakang

Setiap Negara yang merdeka dan berdaulat sudah barang tentu memiliki dasar Negara yang berbeda. Perbedaan dasar Negara yang diterapkan didalam suatu Negara sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai social-budaya, patriotism dan nasionalisme yang telah terkritalisasi dalam perjuangan untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan Negara yang hendak dicapainya. Bagi bangsa Indonesia, dasar Negara yang dianut adalah Pancasila. Dalam tinjauan yudiris konstitusional, Pancasila sebagai dasar Negara berkedudukan sebagai norma objektif dan norma tertinggi dalam Negara, serta sebagai sumber segala sumber hukum sebagaimana tertuang di dalam TAP. MPRS No. XX/MPRS/1996, jo. MPR No. V/MPR/1973, jo. TAP. MPR No. IX/mpr/1978. Penegasan kembali Pancasila sebagai dasar Negara tercantum dalam TAP. MPR No. XVIII/MPR/1998.

Para ahli memiliki pandangan yang bervariasi mengenai “konstitusi” dan “Undang-Undang Dasar”. Ada yang berpendapat sama, tetapi ada juga yang berpendapat berbeda. Kata konstitusi secara etimologis berasal dari bahasa Latin (constitutio), Inggris (constitution), Prancis (constituer), Belanda (constitutie), dan Jerman (Konstitution). Dalam pengertian ketatanegaraan, istilah konstirusi mengandung arti undang-undang dasar, hukum dasar atau susunan badan. Suatu konstitusi menggambarkan seluruh sistem ketatanegaraan suatu Negara, yaitu berupa kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur dan memerintah Negara. Peraturan-peraturan tersebut ada yang berbentuk tertulis sebagai keputusan badan yang berwenang, ada pula yang bersumber dari peraturan yang tidak tertulis seperti norma, kebiasaan adat istiadat, dan konvensi di dalam masyarakat.

Sifat pokok konstitusi Negara adalah flexible (luwes) dan rigid (kaku). Konstitusi dikatakan fleksibel, bila pembuat konstitusi menetapkan cara mengubahnya tidak berat, mempertimbangkan perkembangan masyarakat sehingga mudah mengikuti perkembangan masyarakat sehingga mudah mengikuti perkembangan zaman ( contoh Inggris dan Selandia Baru ). Konstitusi bersifat rigid apabila pembuat konstitusi menetapkan cara perubahan yang sulit dengan maksud agar tidak mudah di ubah hukum dasarnya ( contoh Amerika, Kanada, Jerman dan Indonesia).

Fungsi pokok konstitusi dan Undang-Undang Dasar adalah untuk membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Menurut Carl J. Friedrich, konstitusionalisme merupakan gagasan di mana pemerintah dipasang sebagai suatu kumpulan kegiatan yang diselenggarakan oleh dan atas nama rakyat.

Meskipun Undang-Undang Dasar bukan merupakan salah satu syarat untuk berdirinya suatu Negara beserta dengan penyelenggaranya yang baik, tetapi dalam perkembangan zaman modern dewasa ini, Undang-Undang Dasar mutlak adanya. Sebab dengan adanya Undang-Undang Dasar baik penguasa Negara maupun masyarakat dapat mengetahui aturan atau ketentuan pokok atau dasar-dasar mengenai ketatanegaraannya.


1.2.Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut :

1.      Apa substansi adanya UUD 1945 sebagai konstitusi Indonesia ?

2.      Bagaimana gerak pelaksanaan UUD 1945 sebagai konstitusi Indonesia sejak awal sampai saat ini ?


1.3.Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :

1.      Untuk mengetahui substansi UUD 1945 sebagai konstitusi Indonesia.

2.      Untuk mengetahui perbedaan prinsipil khususnya mengenai otonomi daerah antar periode pelaksanaan UUD 1945.




BAB II

PEMBAHASAN




A. Substansi UUD 1945 (termasuk UUD 1945 Setelah Perubahan)

UUD 1945 berkedudukan sebagai: (1) hukum dasar tertulis, (2) sumber hukum positif tertinggi, (3) UU tentang pembentukkan/pendirian NKRI, (4) wujud kontrak-sosial tertinggi bangsa Indonesia. Karena sebagai hukum, ia mengikat dan memaksa: (1) setiap lembaga negara, (2) setiap warganegara Indonesia, (3) setiap penduduk Indonesia, dan (4) setiap lembaga/organisasi kemasyarakatan (LSM, ormas, partai politik). UUD 1945 bersifat fleksibel dan singkat. Fleksibel karena dapat dirubah (Pasal 37) sesuai dengan perkembangan zaman. Singkat karena hanya memuat aturan-aturan pokoknya saja (37 pasal); kecuali UUD Setelah Perubahan, karena ia sudah tidak singkat lagi.


1. Pembukaan UUD 1945

Pada Sidang Istimewa MPR tahun 1998, Sidang Umum MPR 1999, dan Sidang Tahunan MPR 2000; Pembukaan UUD 1945 disepakati untuk tidak dirubah. Pembukaan UUD 1945 terdiri atas empat (4) alinea. Alinea I sebagai konsekuensi dari Teks Proklamasi. Alinea II sebagai konsekuensi dari Alinea I. Alinea III sebagai konsekuensi dari Alinea II. Alinea IV sebagai konsekuensi dari Alinea III. Terakhir, Alinea IV memberi konsekuensi pada Pokok-pokok Pikiran Pembukaan UUD 1945.

Dalam Alinea I, bangsa Indonesia menyatakan: (1) anti terhadap penjajahan, dan (2) menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM). Dalam Alinea II, bangsa Indonesia menyatakan: (1) perjuangan kemerdekaan sudah di depan pintu gerbang, dan (2) cita-cita bangsa selanjutnya (merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur). Dalam Alinea III, bangsa Indonesia menyatakan: (1) kemerdekaan sudah diproklamasikan, (2) kemerdekaan itu atas rahmat Tuhan, (3) selain itu, kemerdekaan itu sebagai hasil perjuangan sendiri. Dalam Alinea IV, bangsa Indonesia menyatakan: (1) susunan pemerintahan negara, (2) tujuan/fungsi negara, (3) UUD negara Indonesia, (4) sistem pemerintahan republik, (5) bentuk kedaulatan rakyat, (6) ideologi Pancasila.

Keempat alinea itu harus dipahami menurut tuntunan Pokok-pokok Pikiran Pembukaan (lihat Penjelasan UUD 1945), yaitu bahwa setiap penyelenggara negara di Indonesia harus mendahulukan persatuan dan kesatuan (Pokok Pikiran I), setelah itu baru menjalankan pembangunan nasional (Pokok Pikiran II), yang dilaksanakan secara demokratis (Pokok Pikiran III), yang dilandaskan pada taqwa yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan (bertaqwa secara beradab) (Pokok Pikiran IV).

Nilai-nilai yang terdapat pada ideologi Pancasila berkedudukan sebagai Nilai Luhur (NL), sementara nilai-nilai lainnya yang terdapat pada Pembukaan berkedudukan sebagai Nilai Dasar (ND). Kedua derajat nilai ini bersifat universal dan lestari, tetapi pemahamannya bersifat eksklusif Indonesia. Nilai-nilai (NL dan ND) itu selanjutnya diwujudkan dan dijabarkan dalam bentuk pasal-pasal/ayat-ayat pada Batang Tubuh UUD 1945. Penafsiran dan/atau perubahan Batang Tubuh UUD 1945 (sebagaimana ternyata telah dirubah untuk yang Pertama (1999) dan Kedua (2000) oleh MPR) tidak boleh menyimpang dari semangat NL dan ND yang termuat di dalam Pembukaan UUD 1945. Tegasnya, perubahan (dalam Batang Tubuh) itu dapat dilakukan sejauh masih dalam kerangka penjabaran/pewujudan nilai-nilai (NL dan ND) yang terdapat pada Pembukaan UUD 1945. Itulah hubungan Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945.


2 Batang Tubuh UUD 1945

Dalam Batang Tubuh UUD 1945 dia tur hal-hal sebagai berikut. Sistem Pemerintahan Negara (UUD 1945) didasarkan pada tujuh kunci pokok (tucipok):

(1) NKRI sebagai negara hukum;

(2) NKRI menganut sistem konstitusional;

(3) MPR sebagai pelaku sepenuhnya kedaulatan rakyat (sudah dirubah);

(4) Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi di bawah MPR;

(5) DPR tidak dapat dibubarkan oleh Presiden; Presiden tidak dapat dijatuhkan oleh DPR;

(6) Menteri Negara sebagai Pembantu Presiden; dan

(7) Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.

Untuk kunci yang ketujuh terkandung makna bahwa kekuasaan Presiden selaku Kepala Negara dibatasi. Ia dibatasi oleh: (1) Kewenangan MPR, (2) Peraturan perundang-undangan (Tap MPR dan UU), (3) Kedudukan DPR yang kuat, dan (4) Pengaruh para Menteri. Kedudukan DPR itu kuat, karena ia: (1) semua anggotanya adalah juga anggota MPR, (2) setiap UU harus disetujui oleh DPR, (3) APBN harus disetujui oleh DPR, (4) setiap perjanjian dengan Luar Negeri harus diratifikasi oleh DPR, (5) setiap pemberian amnesti dan abolisi, pengangkatan dan penerimaan duta, pernyataan perang, dan beberapa hal yang lainnya harus disetujui oleh DPR.

Berdasarkan hal tersebut dan pokok-pokok kaidah hukum dalam Batang Tubuh UUD 1945 (termasuk setelah Perubahan), negara Republik Indonesia: (1) lebih banyak menerapkan prinsip-prinsip sistem pemerintahan presidentil, (2) berbentuk negara kesatuan, (3) berbentuk pemerintahan republik, (4) bersistem politik demokrasi, (5) berbentuk kedaulatan rakyat, (6) berpemilihan Presiden, (7) semakin terdapat keseimbangan kekuasaan antara Legislatif (DPR) dan Eksekutif (Presiden) dengan koridor tetap sistem presidensil, (8) semakin melindungi dan menegakkan HAM (melalui perincian Pasal-pasal 26—34) , (9) dan seterusnya.

Perubahan UUD 1945, dengan demikian, sebagaimana yang termuat dalam UUD 1945 Setelah Perubahan, pada dasarnya lebih banyak mengurangi kekuasaan Presiden (yang executive-heavy) yang dominan, yang kemudian  “diserahkan” kepada DPR (menjadi legislative-heavy) untuk meningkatkan fungsi kontrolnya terhadap Presiden (Pemerintah).


3 Gerak Pelaksanaan UUD 1945

Di zaman Revolusi Fisik (1945—1959), UUD 1945 lebih banyak ditafsirkan dan dipraktekkan secara parlementer baik kedalam bentuk peraturan perundang-undangan maupun gerak kenegaraan. Hal ini ditunjukkan dengan pernah berlakunya KRIS 1949 dan UUDS 1950. Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) ketika berlaku UUD 1945 (1945—1949) yang berposisi sebagai Pembantu/Penasehat Pemerintah (Presiden) telah berubah menjadi menjalankan fungsi-fungsi Parlemen.

Perjalanan negara baru Republik Indonesia tidak luput dari rongrongan pihak Belanda yang menginginkan menjajah kembali Indonesia. Belanda berusaha memecahbelah bangsa Indonesia dengan cara membentuk negaranegara ”boneka” seperti Negara Sumatera Timur, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, dan Negara Jawa Timur di dalam negara RepubIik Indonesia. Bahkan, Belanda kemudian melakukan agresi atau pendudukan terhadap ibu kota Jakarta, yang dikenal dengan Agresi Militer I pada tahun 1947 dan Agresi Militer II atas kota Yogyakarta pada tahun 1948.

Untuk menyelesaikan pertikaian Belanda dengan RepubIik Indonesia, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turun tangan dengan menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag (Belanda) tanggal 23 Agustus – 2 November 1949. Konferensi ini dihadiri oleh wakil-wakil dari RepubIik Indonesia, BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg, yaitu gabungan negara-negara boneka yang dibentuk Belanda), dan Belanda serta sebuah komisi PBB untuk Indonesia.

Namun begitu, terdapat satu hal yang tetap, yaitu dijadikannya Pancasila sebagai dasar negara dalam ketiga konstitusi/UUD itu. Di zaman Orde Lama (1959—1966), UUD 1945 diberlakukan kembali melalui Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959. Secara formal berlaku segala kaidah yang termuat dalam UUD 1945, tetapi secara praktek ternyata berlaku peraturan perundang-undangan yang melanggar isinya. Hal ini ditunjukkan dengan adanya:

(1) Penetapan Presiden (Penpres) yang mengganti posisi UU, (2) Ketua DPA dirangkap oleh Presiden, (3) DPR dibubarkan oleh Presiden karena telah menolak RAPBN untuk menjadi APBN, (4) Pancasila yang terdapat di dalam Pembukaan UUD 1945 dipahamkan sebagai Trisila (Nasakom) dan bahkan Ekasila (Gotong Royong), (5) Pidato-pidato Presiden dijadikan “GBHN”, (6) dan yang lainnya.

Di zaman Orde Baru (1966—1998), UUD 1945 dikukuhkan sebagai tekad Orde Baru—bersama-sama dengan Pancasila—untuk dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Permasalahannya adalah: (1) Pancasila dan UUD 1945 diposisikan secara “sakral” sehingga jauh dari wacana dan proses demokratis, (2) KKN semakin merusak kepercayaan rakyat dan dunia internasional terhadap Pemerintah, (3) Pemilu yang seringkali cenderung formalitas, (4) Alat pertahanan dan keamanan negara (ABRI) berposisi tidak netral dan independen terhadap semua kekuatan sosial politik, (4) Pegawai Negeri Sipil beserta Birokrasinya diposisikan untuk “monoloyalitas”, (5) kebijakan massa mengambang, (6) Presiden sebagai Ketua Dewan Pembina Golkar, (7) dan yang lainnya. Tegasnya, kekuasaan tidak terdistribusi secara demokratis.

Di era Global, UUD 1945 sedang dituntut direformasi, yang prosesnya masih sedang diperjuangkan, sekurang-kurangnya masih menunggu sampai bulan Agustus 2002 tatkala UUD 1945 selesai dirubah secara “menyeluruh” oleh MPR. Pelaksanaannya kini, ternyata berada pada posisi transisi/dilematis. Di satu sisi, prakteknya ingin serba reformatif; di lain sisi, peraturan perundang-undangannya—sebagai penjabaran dari UUD 1945—belum begitu memadai. Sehingga, yang tampak adalah seakan-akan terjadi perebutan pengaruh untuk saling menafsirkan UUD 1945 antara Legislatif (MPR, DPR) dan Eksekutif (Presiden). Di sisi ketiga, Mahkamah Agung (MA) tidak memiliki kewenangan untuk melakukan judicial review terhadap hukum di atas UU (yaitu Ketetapan MPR dan UUD).


B. Penerapan UUD 1945

Di dalam UUD 1945 (setelah Perubahan) terdapat Pembukaan dan Batang Tubuh. Di dalam Pembukaan terdapat Pancasila sebagai dasar negara, tetapi juga ia sebagai ideologi negara. Sebagai ideologi negara—menurut studi Filsafat—, Pancasila berperanan sebagai pandangan hidup, dasar negara, dan tujuan nasional. Karenanya, penerapan UUD 1945 dapat dilakukan melalui cara berpikir filsafati.

Beberapa karakteristik yang harus ditampilkan dari warga negara yang berkarakter dan berjiwa demokratis, yaitu ; Memilki sikap rasa hormat dan tanggung jawab, bersikap kritis, membuka diskusi dan dialog, bersikap terbuka, bersikap rasional, adil, dan selalu bersikap jujur. Warga negara yang otonom harus melakukan tiga hal untuk mewujudkan demokrasi konstitusional, yaitu menciptakan kultur taat hukum yang sehat dan aktif (culture of law), ikut mendorong proses pembuatan hukum yang aspiratif (process of law making), mendukung pembuatan materi-materi hukum yang responsif (content of law), ikut menciptakan aparat penegak hukum yang jujur dan bertanggung jawab (structure of law).





BAB III

KESIMPULAN



UUD 1945 bersifat fleksibel dan singkat. Fleksibel karena dapat dirubah (Pasal 37) sesuai dengan perkembangan zaman. Singkat karena hanya memuat aturan-aturan pokoknya saja (37 pasal); kecuali UUD Setelah Perubahan, karena ia sudah tidak singkat lagi.

Di zaman Orde Baru (1966—1998), UUD 1945 dikukuhkan sebagai tekad Orde Baru—bersama-sama dengan Pancasila—untuk dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Permasalahannya adalah: (1) Pancasila dan UUD 1945 diposisikan secara “sakral” sehingga jauh dari wacana dan proses demokratis, (2) KKN semakin merusak kepercayaan rakyat dan dunia internasional terhadap Pemerintah, (3) Pemilu yang seringkali cenderung formalitas, (4) Alat pertahanan dan keamanan negara (ABRI) berposisi tidak netral dan independen terhadap semua kekuatan sosial politik.

Pelaksanaan UUD 1945 kini, ternyata berada pada posisi transisi/dilematis. Di satu sisi, prakteknya ingin serba reformatif; di lain sisi, peraturan perundang-undangannya—sebagai penjabaran dari UUD 1945—belum begitu memadai. Sehingga, yang tampak adalah seakan-akan terjadi perebutan pengaruh untuk saling menafsirkan UUD 1945 antara Legislatif (MPR, DPR) dan Eksekutif (Presiden). Di sisi ketiga, Mahkamah Agung (MA) tidak memiliki kewenangan untuk melakukan judicial review terhadap hukum di atas UU (yaitu Ketetapan MPR dan UUD).




DAFTAR PUSTAKA




Jimly Asshiddiqie. Pengantar Pemikiran UUD Negara Kesatuan Rl. Jakarta: The Habibie Center. 2001


Manan, Bagir. (2004). Teori dan Politik Konstitusi. Yogyakarta: UII Press


Moh. Kusnardi dan Harmailly Ibrahim. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta:PSHTN FH-UI. 1983.


RM. A.B. Kusuma, (2004). Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia


Sabon, Max B. (1991). Fungsi Ganda Konstitusi Suatu Jawaban Alternatif Tentang Tepatnya Undang-Undang Dasar 1945 Mulai Berlaku. Bandung: Grafitri

KETERAMPILAN MEMBACA PERMULAAN ANAK USIA DINI MELALUI MEDIA KARTU SERI


A. PENDAHULUAN

          Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis. Suatu proses yang menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas dan makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini tidak terpenuhi, pesan yang tersurat dan yang tersirat tidak akan tertangkap atau dipahami, dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik.

Menurut Anderson (dalam Tarigan, 2008:7) membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembacaan sandi (a recording and decoding process), berlainan dengan berbicara dan menulis yang justru melibatkan penyandian (encoding). Sebuah aspek pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis (written word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning) yang mencakup pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna.

Membaca merupakan suatu proses yang kompleks dengan melibatkan kedua belahan otak. Membaca merupakan dasar utama untuk memperoleh kemampuan belajar di berbagai bidang. Melalui membaca seseorang dapat membuka cakrawala dunia, mengetahui apa yang sebelumnya tidak diketahui (Subini, 2011:53).

Pengajaran membaca permulaan di taman kanak-kanak umumnya sudah dimulai sejak awal tahun pertama. Anak-anak diberi stimulasi berupa pengenalan huruf-huruf dalam alfabet. Praktik ini langsung disandingkan dengan keterampilan menulis, di mana anak diminta mengenal bentuk dan arah garis ketika menulis huruf. Metode belajar membaca di taman kanak-kanak biasanya mendapat hambatan dalam penerapannya.

Metode ini diberikan sama pada setiap anak, dan materi ajaran umumnya hanya berasal dari buku penunjang. Jika melihat perbedaan anak dalam gaya belajar, hal ini akan kurang memberi hasil yang optimal. Penanganan secara individual di kelas saat belajar membaca tidaklah dimungkinkan, karena ketersediaan tenaga guru yang terbatas. Untuk mengatasinya guru pun membagi anak dalam kelompok-kelompok kecil setiap harinya.

Dalam hal baca tulis, siswa kelas A (nol kecil) sudah mendapatkan rangsangan berupa huruf abjad sejak minggu kedua mereka bersekolah. Praktek selanjutnya adalah mengenal bentuk dengan belajar menulis huruf dengan menebalkan garis atau meniru tulisan guru di buku kotak-kotak. Praktek ini bisa jadi memang membuat anak mampu menulis atau memegang pensil, tapi anak tidak tahu apa yang ia tulis karena ia hanya sekedar mengikuti pola yang ada.


B. PEMBAHASAN

1.       Kemampuan Membaca Anak Taman Kanak – Kanak

Bahasa terdiri dari berbagai simbol yang dapat terungkap secara lisan maupun tulisan. Pemerolehan bahasa terjadi pada subtahap pemikiran simbolik tahap praoperasional tersebut, sehingga menurut Piaget, bahasa merupakan hasil dari perkembangan intelektual secara keseluruhan dan sebagai bagian dari kerangka fungsi simbolik.

Bahasa berkaitan erat dengan perkembangan kognisi anak, terutama dalam hal kemampuan berpikir. Prinsip yang mempengaruhi penyatuan itu adalah pertama, semua fungsi mental memiliki asal-usul eksternal atau sosial. Anak–anak harus menggunakan bahasa dan menggunakannya pada orang lain sebelum berfokus dalam proses mental mereka sendiri. Kedua, anak–anak harus berkomunikasi secara eksternal menggunakan bahasa selama periode yang lama sebelum transisi kemampuan bicara eksternal ke internal berlangsung.

Jadi, anak perlu belajar bahasa untuk mengasah Keterampilan mereka dalam melakukan proses mental seperti berpikir dan memecahkan masalah, karena bahasa merupakan alat berpikir. Demikian pula dengan membaca, yang merupakan salah satu komponen bahasa yang perlu dipelajari sejak dini.

Salah satu teori membaca yang amat berpengaruh adalah teori rute ganda. Teori rute ganda menjelaskan mekanisme yang terjadi pada pembaca awal dalam mencoba mengatasi kata–kata yang belum dikenal. Pembaca awal akan melalui dua rute yang akan menentukan suatu kata akan dikenali (berhasil dibaca) atau tidak.

Rute pertama (rute visual), merupakan rute pengenalan yang tergantung pada pendekatan mencocokkan pola visual, di mana anak–anak menatap jalinan huruf cetak dan membandingkan pola itu dengan simpanan kata–kata yang telah mereka kenal dan pelajari sebelumnya. Rute kedua (rute fonologis), pembaca mengubah simbol (huruf) menjadi bunyi. Rute kedua mungkin hanya digunakan bila rute pertama gagal.

Pembaca lemah sebagaimana pembaca awal menggunakan metode rute visual, namun mereka berbeda dalam hal kesadaran fonemis, karena anak–anak normal memiliki kesadaran fonemis yang memungkinkan mereka memanfaatkan asosiasi bunyi/simbol dan kemampuan memetakan bunyi ke dalam kata berdasarkan konsep mereka tentang bentuk huruf yang benar.

Maka dapat disimpulkan bahwa anak–anak usia Taman Kanak-kanak memiliki potensi yang terpendam untuk menjadi pembaca yang baik. Tahap perkembangan yang memungkinkan mereka mengerti simbol-simbol dalam bahasa memberi kesempatan untuk cepat belajar dan mengasah ketajaman berpikir.

Selain itu, anak-anak sebagai pembaca awal umumnya memiliki kesadaran fonemis yang cukup baik dan sangat berguna dalam proses membaca. Karena itu, diperlukan adanya pemilihan metode yang tepat dengan harapan anak dapat belajar membaca dengan efektif, memanfaatkan segala potensinya dan merasa nyaman dalam belajar menggunakan metode yang memperhatikan kebutuhan belajar mereka.


2.       Kemampuan Membaca Permulaan

Salah satu prinsip perkembangan menyatakan bahwa perkembangan merupakan hasil proses kematangan dan belajar. Proses kematangan adalah terbukanya karakteristik yang secara potensial ada pada individu dan berasal dari warisan genetik. Beberapa proses belajar berasal dari latihan atau pengulangan suatu tindakan yang nantinya menimbulkan perubahan dalam perilaku (Hurlock, dalam eprints.undip.ac.id).

Kematangan menentukan siap atau tidaknya seseorang untuk belajar, karena betapapun banyaknya rangsangan yang diterima anak, mereka tidak dapat belajar dan menghasilkan perubahan perilaku sampai mereka dinyatakan siap menurut taraf perkembangannya. Havighurst (Hurlock, 1991:30) menamakan kondisi kesiapan belajar yang ditentukan oleh kematangan ini sebagai teachable moment, atau saat yang tepat bagi anak untuk “diajar”.

Menurut Montessori (Hainstock dalam etd.eprints.ums.ac.id), masa peka anak untuk belajar membaca dan berhitung berada di usia 4–5 tahun, karena di usia ini anak lebih mudah membaca dan mengerti angka. Doman (2005:44) menyarankan sebaiknya anak mulai belajar membaca di periode usia 1 hingga 5 tahun. Menurutnya, pada masa ini otak anak bagaikan pintu yang terbuka untuk semua informasi, dan anak bisa belajar membaca dengan mudah dan alamiah. Pada sisi lain, pentingnya pengajaran membaca permulaan pada anak diberikan sejak usia dini ini juga bertolak dari kenyataan bahwa masih terdapat sebelas juta anak Indonesia dengan usia 7-8 tahun tercatat masih buta huruf (ptk-masnur-muslich.blogspot.com).

Dardjowidjojo (2003:301) kemudian menyebutkan bahwa membaca hanya dapat dilakukan ketika anak sudah memenuhi prasyarat-prasyarat tertentu untuk berbicara. Prasyarat ini antara lain: menguasai sistem fonologis (bunyi), sintaksis (struktur kalimat), dan kemampuan semantik (kaitan makna antar kata). Sementara menurut Grainger (2003:185), kesiapan untuk memulai pengajaran membaca tergantung pada kesadaran fonemis. Istilah ini meliputi banyak aspek kepekaan anak terhadap struktur bunyi kata lisan, menentukan kemampuan memetakan bunyi ke simbol yang penting untuk membaca, menulis, dan mengeja.

Faktor ini pula yang nantinya menjadi dasar untuk membedakan kemampuan membaca pada anak normal dan pembaca lemah. Pernyataan di atas memberi makna bahwa kematangan sangat berperan dalam menentukan waktu yang tepat hingga anak dinyatakan siap untuk belajar membaca.

Keterampilan membaca harus dimulai sejak dini. Guru sedapat mungkin membimbing anak untuk mengembangkan dan meningkatkan keterampilan membaca. Misalnya membimbing siswa dalam memperkaya kosakata dan memahami makna struktur kata atau makna kiasa dan ungkapan (Ernalis, 2006:26).

Anak yang berada pada masa peka untuk belajar membaca akan dengan mudah menerima dan menanggapi rangsangan yang diberikan padanya dalam bentuk huruf, suku kata, kata, atau kalimat. Anak pun akan cepat memberi respon tiap kali stimulus yang sama muncul, dan sebagai hasilnya anak akan menunjukkan perubahan perilaku sebagai indikator keberhasilan proses belajarnya, yang dalam hal ini berarti anak menguasai kemampuan-kemampuan yang diperlukan dalam membaca.


3.       Tujuan Umum Pengajaran Membaca Permulaan

Pengajaran membaca permulaan, menurut Soejono (Dahlan, 1992:12) memiliki tujuan yang memuat hal-hal yang harus dikuasai siswa secara umum, yaitu:

a.         Mengenalkan siswa pada huruf-huruf dalam abjad sebagai tanda suara atau tanda bunyi.

b.        Melatih keterampilan siswa untuk mengubah huruf-huruf dalam kata menjadi suara.

c.         Pengetahuan huruf-huruf dalam abjad dan keterampilan menyuarakan wajib untuk dapat dipraktikkan dalam waktu singkat ketika siswa belajar membaca lanjut.

Selain itu tujuan pengajaran membaca permulaan yang dilakukan sejak anak usia 4-6 tahun (usia prasekolah) yaitu:

a.         Mampu mengungkapkan pikiran melalui bahasa sederhana secara tepat.

b.        Mampu berkomunikasi secara efektif.

c.         Membangkitkan minat untuk dapat berbahasa Indonesia.

Jika hal ini benar-benar dilaksanakan dalam pembelajaran maka bahasa Indonesia akan memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, social, dan emosional anak dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari seluruh aspek perkembangan pembelajaran (tikmathlab.wordpress.com).


4.       Media Kartu Seri

Kartu seri merupakan media yang termasuk pada jenis media grafis atau media dua dimensi, yaitu media yang mempunyai ukuran panjang dan lebar. Menurut Wibawa (Ratnasari, 2003:16) kartu seri biasanya berisi kata-kata, gambar atau kombinasinya dan dapat digunakan untuk mengembangkan perbendaharaan kata dalam pelajaran bahasa pada umumnya dan bahasa asing khususnya.

Kartu seri merupakan kartu yang berisi gambar, teks atau tanda simbol yang mengingatkan atau menuntun anak kepada sesuatu yang berhubungan dengan gambar tersebut. Kartu seri juga berupa kartu gambar yang memiliki dua sisi, sisi yang satu menampilkan gambar obyek dan sisi yang lain menampilkan kata yang menerangkan objek.

Kartu gambar tersebut disimpan dalam satu kotak yang menunjukkan jumlah kartu dari sebuah kelompok gambar. Kelompok gambar menunjukkan tema gambar (binatang, sayuran, buah-buahan, bagian-bagian tubuh, nama bilangan, nama kendaraan).

Media kartu seri mempunyai kegunaan sebagai berikut.

Untuk memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis;

Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera;

Menimbulkan kegairahan belajar;

Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan;

Memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya.

Kartu seri bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan kosakata anak TK. Bagi guru, media ini bertujuan untuk mempermudah dalam mengkondisikan situasi belajar. Keterlibatan anak secara aplikatif dengan bantuan guru yang proaktif akan menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif dan efisien.

Kartu seri memiliki peran dalam membantu memudahkan anak dalam pembelajaran kosakata bahasa Indonesia dan kemampuan membaca. Pemilihan gambar-gambar pada kartu seri dalam pembelajaran pun harus memperlihatkan sasaran yang harus disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.

Menurut Sadiman (2008:33) mengatakan bahwa Pemilihan gambar-gambar dalam pembelajaran hendaknya memperhatikan unsur-unsur sebagai berikut : 1) harus autentik, situasi yang sebenarnya; 2) sederhana, komposisi harus jelas; 3) ukuran relatif; 4) mengandung gerakan/perbuatan; 5) sesuai dengan tujuan pengajaran; 6) bagus dari sudut seni.


C. KESIMPULAN

Media pendidikan merupakan segala sesuatu yang dijadikan perantara dalam proses interaksi antara penelitian dengan anak dengan tujuan untuk memperjelas proses yang berupa informasi materi pelajaran yang sedang dipelajari. Dalam proses pembelajaran kedudukan media pendidikan merupakan perantara komunikasi antara guru dengan anak.

Begitu pun dengan kartu seri, kartu gambar yang diperlihatkan kepada anak diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berbahasa, menimbulkan sikap aktif dan dapat berkomunikasi di lingkungannya. Media kartu seri tergolong dalam media berbasis visual yang memegang peranan penting dalam proses belajar.

KONSEP PRODUK PAPAN PARTIKEL





A.      KARAKTERISTIK FISIKA

1. Dimensi Papan Partikel

Pada industri papan partikel berbahan baku onggok diproduksi berukuran panjang dan lebar 25x25 cm dan 25x50 cm. Tebal papan 2 cm dan mempunyai berat papan yang diproduksi sebesar 3,58 Kg. massa jenis produk ini sebesar 1,3 g/cm3     

2. Daya Tahan dan Kekerasan Papan Partikel

Daya tahan dari papan partikel yang disebut juga modulus patah yang  menunjukkan kekuatan papan tersebut dalam menahan beban yang dikenakan padanya. Dari beberapa hasil penelitian modulus patah yang dihasilkan rata-rata 5.65 kg/cm2. Kekerasan papan partikel disebut juga modulus elastis yang menunjukkan sifat kekakuan dan merupakan ukuran dari perubahan papan dalam menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat adanya pembebanan sampai batas proporsi. Dari beberapa hasil penelitian modulus elastis yang dihasilkan rata-rata 103.97 kg/cm2.


B.      BAHAN BAKU PEMBUATAN PAPAN PARTIKEL

1.       Gipsum

Gipsum adalah mineral lunak tidak berwarna bila murni, merupakan salah satu bahan baku yang dapat diolah menjadi kapur tulis. Dalam perdagangan biasanya gipsum mengandung 90% CaSO4.2H2O. Gipsum sebagai perekat mineral mempunyai sifat yang lebih baik dibandingkan dengan perekat organik karena tidak menimbulkan pencemaran udara, murah, tahan api dan tahan terhadap zat kimia.

2.       Boraks sebagai Bahan Penghambat.

Dalam pembuatan papan partikel dibutuhkan penghambat yang dapat memperlambat proses pengerasan gipsum tanpa  merusak sifat gipsum sebagai perekat.


3.                   Onggok

Onggok merupakan limbah dari industri tepung tapioka yang tidak bermanfaat. Oleh pihak industri berusaha membantu pemanfaatan onggok yang banyak dari industri Tapioka

4.       Pasir Kuarsa.

Pasir kuarsa digunakan  untuk memberikan sifat kekakuan pada produk akhir yang dihasilkan

5.       Serat Kayu

Merupakan salah satu bahan baku yang digunakan dalam industri papan partikel, terutama papan yang ringan.

6.       Semen

Semen berguna sebagai perekat antara campuran bahan – bahan yang digunakan dalam memproduksi papan partikel berbahan baku onggok.


C.      PRO DAN KONTRA

1.                       Kelebihan Produk yang Dihasilkan

Kelebihan produk yang dihasilkan dibandingkan dengan produk lainnya adalah memanfaatkan limbah hasil pertanian sehingga menghasilkan produk yang ramah lingkungan dan mempunyai harga terjangkau.  Produk yang dihasilkan juga dapat dibentuk menjadi aneka ragam dan jenis, walaupun sebagian besar desain hanya dapat dilakukan dengan membentuk sesuai cetakan kuat. Produk ini juga mempunyai karakteristik ringan dan mudah di pakai untuk aneka keperluan seperti interior dan furniture.

2.   Kekurangan Produk yang dihasilkan


Kekurangan produk yang dihasilkan adalah mempunyai kecenderungan tidak tahan terhadap aiar dan juga mudah terbakar (kecuali telah ditambahkan zat kimia sehingga resisten terhadap api). Kekuatan terhadap tekanan juga agak kecil sehingga transportasinya harus hati-hati. 

Thursday, May 26, 2022

Metode Quantum Learning


Teknik-teknik yang digunakan dalam pembelajaran keterampilan bahasa hendaknya sesuai dengan metode yang dipilih. Sebab teknik-teknik pembelajaran adalah penerapan atau realisasi praktis dari metode. Muradi (2006) mengatakan “Metode merupakan pemikiran dan langkah-langkah pokok dalam approach (suatu keyakinan tentang hakikat bahasa atau pengajaran bahasa) pada batas pelaksanaan”.   

Metode adalah rencana menyeluruh penyajian bahasa secara sistematis berdasarkan pendekatan yang ditentukan, mencakup tujuan, kriteria pemilihan dan pengorganisasian materi, bentuk kegiatan belajar mengajar, peran guru, peran siswa, dan peran bahan ajar. Hubungan satu metode dengan metode yang lain tidak dipandang sebagai penoakan melainkan sebagai pengembangan, perbaikan dan penyempurnaan (Fuad,2003 : 30).

Quantum Learning merupakan seperangkat metode dan falsafah belajar yang terbukti efektif untuk semua umur. Quantum Learning berakar dari upaya Dr. Georgi Lozanov, seorang pendidik berkebangsaan Bulgaria yang bereksperimen dengan apa yang disebutnya sebagai “suggestology”. Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar (De Porter, 2006: 14). Quantum Learning didefinisikan sebagai “interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya”. Semua kehidupan adalah energi. Rumus yang terkenal dalam fisika quantum adalah massa kali kecepatan cahaya kuadrat sama dengan energi. Quantum Learning menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar, dan neurolinguistik (NLP) dengan konsep-konsep kunci dari berbagai teori dan strategi belajar (De Porter, 2006: 16).

Metode Quantum Learning memiliki asas utama, yaitu  bawalah dunia mereka ke dunia kita, antarkan dunia kita ke dunia mereka. Metode ini memberikan suasana yang memberdayakan, landasan yang kukuh, lingkungan yang mendukung dan rancangan belajar yang dinamis melalui penyajian prima, fasilitas yang luwes, keterampilan belajar, dan keterampilan hidup (De Porter, 2006: 9). 

Bentuk- Bentuk Permainan


Kegiatan bermain menurut jenisnya terdiri atas bermain aktif dan bermain pasif (Tedjasaputra, 2001:50). secara umum bermain aktif banyak dilakukan pada masa kanak-kanak awal sedangkan kegiatan bermain pasif lebih mendominasi pada masa akhir kanak-kanak yaitu sekitar usia pra remaja karena adanya perubahan fisik, emosi, minat dan lainnya.

Permainan aktif yaitu jenis permainan yang banyak melibatkan banyak aktifitas tubuh atau gerakan-gerakan tubuh, diantaranya adalah :

1)      Permainan bebas dan spontan, kegiatan bermain ini dilakukan dimana saja. Tidak ada peraturan selama ia suka, ia dapat melakukannya.

2)      Permainan konstruktif adalah permainan yang menggunakan berbagai benda yang ada untuk menciptakan suatu hasil karya tertentu, gunanya untuk meningkatkan kreativitas anak, melatih motorik halus, melatih konsentrasi, ketekunan dan daya tahan.

3)      Permainan Khayal/Peran. Yakni permainan pemberian atribut tertentu terhadap benda, situasi dan anak memerankan tokoh yang ia pilih.

4)      Mengumpulkan benda-benda. Anak akan mengumpulkan benda-benda yang ia kagumi dan menarik minatnya.

5)      Melakukan penjelajahan.

6)      Permainan (games) dan olah raga. Permainan dan olah raga merupakan kegiatan yang ditandai oleh aturan serta persyaratan yang disetujui bersama dan ditentukan dari luar untuk melakukan kegiatan dalam tindakan yang bertujuan.

7)      Musik. Kegiatan bermain musik misalnya bernyanyi, memainkan alat musik tertentu atau melakukan gerakan-gerakan tarian yang diiringi musik.

8)      Melamun. Melamun bisa bersifat reproduktif, artinya mengenang kembali peristiwa-peristiwa yang telah dialami tapi bisa juga produktif dimana kreativias anak lebih dilibatkan untuk memasukan unsur-unsur baru dalam lamunannya.

Permainan pasif yaitu anak memperoleh kesenangan bukan berdasarkan kegiatan yang dilakukannya sendiri yang termasuk dalam kategori permainan ini adalah :

1)      Membaca. Dari kegiatan membaca minat anak bisa dipupuk dan dapat memperoleh pengetahuan baru, anak juga akan mendapatkan pemahaman yang baru

2)      Melihat Komik. Komik yaitu cerita kartun bergambar dimana unsur gambar lebih penting dari pada cerita.

3)      Menonton film. Dengan adanya kemajuan teknologi, maka anak dapat menikmati film tidak hanya di bioskop tapi juga di rumah. Televisi bisa dianggap pengganti “pengasuh anak” karena anak menjadi asyik sendiri tanpa perlu terlampau banyak diawasi oleh orang tua

4)      Mendengarkan radio. Mendengarkan radio kurang disukai oleh anak-anak kecil, tapi cukup disukai oleh anak-anak lebih besar/ remaja awal.

Mendengarkan musik. Musik dapat didengar melaui Radio, TV dan Kaset. Dengan meningkatnya usia, anak lebih gemar mendengarkan musik dan akan memuncak pada masa remaja.

Konsep Dasar Pembelajaran



Pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu cara yang tepat untuk merangsang, memelihara dan meningkatkan terciptanya proses berpikir dari setiap individu yang belajar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 17)  “Pembelajaran adalah proses, cara menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.” Sedangkan menurut Sudjana (2004: 28) pengertian pembelajaran yaitu:

“Pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik dan sengaja untuk menciptakan agar terjadi kegiatan interaksi edukatif antara dua pihak, yaitu antara peserta didik (warga belajar) dan pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan membelajarkan”.

Proses pembelajaran memiliki prosedur dan sistematika yang berbeda di setiap disiplin ilmunya, termasuk prosedur yang dilakukan di dalam pembelajaran seni musik.

Sebagai contoh sebuah prosedur biasa dilakukan dalam pembelajaran music, seorang individu harus melakukan kegiatan mengamati dan memahami bahasan yang sedang dibahas, membaca notasi, menirukan, mencoba dan melatih teknik-teknik yang diberikan oleh pengajar, seperti yang dikatakan oleh Spears dalam Agung (2010: 13) “ Learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction.” (belajar meliputi kegiatan mengamati, membaca, menirukan, mencoba mendengarkan dan mengikuti arahan). Seluruh kegiatan tersebut tidak lepas dari peranan guru sebagai subjek dalam proses pembelajaran dalam menerapkan metode pembelajarannya sehingga kegiatan siswa sebagai peserta didik sebagai objek dalam pembelajaran akan sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Spears dan sesuai dengan kurikulum yang sudah ditetapkan.

Dalam pembelajaran angklung guru dan siswa selalu berinteraksi dengan baik dan saling membantu satu sama lain untuk kemajuan pembelajaran angklung tersebut, siswa dituntut untuk dapat memainkan lagu dan mengahafalnya dalam setiap latihan. Karena itu merupakan langkah untuk menjadikan siswa tersebut untuk selalu belajar dan memahami materi atau lagu yang disampaikan oleh pelatih. Oleh karena itu, proses pembalajaran dan berinteraksi yang baik akan membuat siswa lebih maju dan mempunyai bekal untuk masa yang akan datang.

1.        Materi Pembelajaran

Materi pembelajaran secara garis besar terdiri dari pengetahuan< keterampilan dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan (Mulyasa 2006: 126), secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan , keterampilan dan sikap atau nilai,\. Materi pembelajaran adalah bahan yang harus disampaikan guru dan harus dipelajari siswa dengan baik agar sasaran dapat dicapai dengan baik pula. Udin dalam Yudhansyah (2008: 17) menyatakan bahwa, “Materi pembelajaran merupakan isi yang dipelajari siswa yang direncanakan sesuai dengan tujuan pembelajaran” dengan demikian, materi pembelajaran merupakan salah satu komponen penting dalam mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.

Materi pembelajaran merupakan salah satu komponen penting dalam mencapai tujuan pembelajaran. Upaya guru dalam memotivasi siswa agar mau belajar sangat erat kaitannya dengan strategi yang digunakan. Oleh karena itu guru sangat memiliki kebebasan untuk mengembangkan sendiri proses pembelajarannya. Sehingga seluruh materi yang telah disampaikan oleh guru akan diterima oleh siswa dengan baik.

Dalam proses pembelajaran angklung, memilih materi lagu yang popular dan disukai siswa sangat efektif, karena hal ini dapat membangkitkan motivasi siswa salah satunya adalah mempelajari lagu yang mereka senangi, sehingga guru lebih mudah untuk memberikan materi yang akan disampaikan. Materi yang diberikan guru pun disesuaikan dengan kemampuan siswa.


2.        Metode Pembelajaran

Cara yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan pesan pembelajaran kepada siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran salah satunya dengan metode pembelajaran. Karena keberhasilan guru dalam menciptakan lingkungan belajar yang efektif salah satunya oleh metode yang digunakan. Metode yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran oleh guru merupakan alat untuk memudahkan mencapai tujuan pembalajaran. Menurut Djamarah dan Zaim (1991: 72) :

Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir. Seorang guru tidak akan dapat melaksanakan tugasnya bila dia tidak menguasai satupun metode mengajar yang telah dirumuskan dan dikembangkan para ahli psikologi dan pendidikan.


Dengan demikian metode adalah cara seorang guru yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam kegiatan belajar mengajar. Guru harus menguasai materi agar tercapainya tujuan pembelajaran. Oleh karena itu peranan metode dalam kegiatan pembelajaran sangatlah penting, begitu pula dalam proses pembelajaran angklung. Adapun metode yang digunakan dalam kegiatan ekstrakurikuler angklung  di antaranya:

a.         Metode Demostrasi

Dalam kegiatan belajar mengajar guru harus menunjukan dan memeragakan keterampilan fisik atau kegiatan lain. Untuk melakukan hal tersebut guru dapat menggunakan metode demonstrasi. Metode ini adalah suatu metode yang pertama kali digunakan oleh manusia sebagaimana digunakan oleh manusia gua yaitu pada saat mereka menambah kayu untuk memperbesar api unggun, sementara anak-anak mereka  memperhatikan dan menirukannya (Staton, 1978: 91).

Sudjana (1989: 83) menjelaskan bahwa, “Demonstrasi dan eksperimen merupakan metode mengajar paling efektif, sebab membantu para siswa untuk mencari jawaban dengan usaha sendiri berdasarkan fakta yang benar”. Sedangkan menurut Zakiah Daradjat (2000: 289) “Metode demonstrasi ini menggunakan peragaan atau pencontohan kepada anak didik sehingga anak bisa meniru dan mendapat pengalaman praktis yang biasanya bersifat tahan lama.

Dalam pembelajaran angklung metode demonstrasi sangat membantu siswa dalam mengingat pola-pola permainan angklung yang telah diberikan guru. Karena biasanya siswa akan lebih mudah memainkan, ketika dia mendengar pola itu sebelumnya.

b.        Metode Imitasi

Dalam pembelajaran menggunakan metode imitasi, biasanya dilakukan pada pembelajaran seni khususnya pada pembelajaran alat musik, dangan tujuan agar siswa dapat memperoleh suatu gambaran realitas tentang kualitas bermain instrument musik yang baik, seperti diutarakan oleh Gunter dan Yudhansyah (2007: 16) bahwa “imitasi meliputi tindakan mendengar dan mengamati keterampilan teknik danartistik (posisi tubuh, diksi dan interpretasi)”. Dalam pembelajaran angklung guru memberikan rangsangan dengan memberi contoh pola dan mengintruksikan siswa untuk mengimitasi dari contoh yang diberikan. Metode imitasi dapat merangsang kreatifitas siswa, namun siswa tidak dapat mandiri bila mempelajari lagu. Dalam metode ini, guru terus memantau siswa selama proses imitasi berjalan dan melakukan proses evaluasi terhadap hasil dari proses tersebut.

c.         Metode Drill

Metode drill yaitu suatu metode yang digunakan pengajar untuk melatih siswa agar dapat memahami, hafal dan mengerti dengan materi yang disampaikan, khususnya yang berhubungan dengan teknik keterampilan.  Seperti diutarakan oleh Sudjana (1989: 86), metode drill adalah “Metode yang digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan atau keterampilan dari apa yang telah dipelajari”. Dalam pembelajaran musik, metode drill merupakan salah satu metode yang penting untuk digunakan, karena pembelajaran musik erat kaitannya dengan teknik keterampilan. Misalnya dalam pembelajaran angklung, siswa sering terjadi kesalahan seperti terlalu cepat atau terlalu lambat membunyikan angklung. Untuk itu siswa mengulang-ulang pola lagu tersebut dengan tujuan agar siswa dapat menguasai dan mengingat lagu yang diajarkan dengan akurat.


3.        Media Pembalajaran

Media pembelajaran adalah semua alat yang dapat mendukung dan dapat mempermudah lancarnya proses pembelajaran. Sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Segala sesuatu dapat digunakan sebagai media pembelajaran apabila media tersebut dapat menyampaikan pesan atau maksud pembelajaran sehingga proses belajar berjalan dengan baik. Sebagaimana dijelaskan oleh National Education Association (1969) bahwa:

Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhitungan dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.

Sementara itu Kemp & Dayton (1985: 3) mengemukakan bahwa beberapa hasil penelitian yang menunjukan dampak positif dari penggunaan media sebagai integral pembelajaran di kelas atau sebagai cara utama pembelajaran langsung sebagai berikut:

1.         Penyampaian pembelajaran menjadi lebih baku

2.         Pembelajaran bisa lebih menarik

3.    Pembelajaran menjadi interaktif dengan diterapkan teori belajar dengan prinsip-prinsip psikologis yang diterima dalam hal partisipasi siswa, umpan balik dan penguatan

4.       Lama waktu pembelajaran yang diperlukan dapat dipersingkat karena kebanyakan media hanya memerlukan waktu singkat untuk mengantarkan pesan-pesan dan isi pelajaran dalam jumlah yang cukup banyak dan kemungkinan dapat diserap oleh siswa.


Dalam pembelajaran angklung, media sangat penting karena dalam pembelajaran, semua alat pembelajaran seperti buku atau partitur, alat musik, alat elektronik dapat menumbuhkan minat siswa dalam mempelajari musik dan merupakan salah satu factor utama yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran, karena pembelajaran musik khususnya angklung mengarah pada kegiatan praktek atau keterampilan.


4.        Evaluasi

Evaluasi merupakan cara yang digunakan oleh guru untuk melakukan penilaian. Dengan evaluasi, guru dapat mengetahui perkembangan hasil belajar siswa. Tujuan dilakukannya evaluasi adalah untuk mengetahui kemajuan belajar siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dalam jangka waktu tertentu dan untuk mengetahui efektifitas metode pembelajaran serta untuk mengetahui apabila ada permasalahan dalam proses belajar agar tercapainya tujuan pembelajaran.

Menurut Milyartini (2009: 3) bahwa “Evaluasi adalah upaya untuk mengkaji kembali kegiatan atau peristiwa yang telah terjadi, dengan cara menelaah bukti-bukti yang ada”. Upaya ini dilakukan untuk menilai apakah hal yang sudah terjadi sudah sesuai dengan harapan atau belum. Bila belum sesuai dicoba untuk ditemukan dimana letak permasalahannya. Temuan tersebut amat bermakna dalam upaya memperbaiki keadaan atau mencapai harapan yang diinginkan.

Sedangkan menurut Arikunto (2002: 13) bahwa “ada dua tujuan evaluasi yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan kepada program secara keseluruhan, sedangkan tujuan khusus lebih difokuskan pada masing-masing komponen”.


Pada dasarnya tujuan akhir evaluasi adalah untuk memberikan bahan-bahan pertimbangan untuk menentukan/membuat kebijakan tertentu, yang diawali dengan suatu proses pengumpulan data yang sistematis.

Kemampuan Berhitung Bagi Anak Usia Dini



a. Pengertian Kemampuan

Memberi bekal kemampuan berhitung pada anak sejak dini untuk membekali kehidupan anak di masa yang akan datang di rasa sangat penting. Istilah kemampuan dapat didefinisikan dalam berbagai arti, salah satunya menurut Munandar (Susanto, 2011:97), “kemampuan merupakan daya untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan”.

Senada dengan Munandar, Robin (Susanto, 2011:97) menyatakan bahwa kemampuan merupakan suatu kapasitas berbagai tugas dalam suatu pekerjaan tertentu. Dengan demikian, kemampuan adalah potensi atau kesanggupan seseorang yang merupakan bawaan dari lahir dimana potensi atau kesanggupan ini dihasilkan dari pembawaan dan juga latihan yang mendukung seseorang untuk menyelesaikan tugasnya.

Matematika pada hakekatnya merupakan cara belajar untuk mengatur jalan pikiran seseorang dengan maksud melalui matematika seseorang dapat mengatur jalan pikirannya Suriasumantri (Susanto, 2011:98). Dalam kaitannya, salah satu cabang dari matematika ialah berhitung. Berhitung merupakan dasar dari beberapa ilmu yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti, penambahan, pengurangan, pembagian, ataupun perkalian. Untuk anak usia dini dapat menambah dan mengurang serta membandingkan sudah sangat baik setelah anak memahami bilangan dan angka (Suyanto, 2005:73).

b. Pengertian Berhitung

Dalam pembelajaran permainan berhitung pemula di taman kanak-kanak (2000:1) dijelaskan bahwa berhitung merupakan bagian dari matematika, diperlukan untuk menumbuh kembangkan keterampilan berhitung yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, terutama konsep bilangan yang merupakan juga dasar bagi pengembangan kemampuan matematika maupun kesiapan untuk mengikuti pendidikan dasar.

Pengertian kemampuan berhitung permulaan menurut Susanto (2011:98) adalah kemampuan yang dimiliki setiap anak untuk mengembangkan kemampuannya, karakteristik perkembangannya dimulai dari lingkungan yang terdekat dengan dirinya, sejalan dengan perkembangan kemampuannya anak dapat meningkat ke tahap pengertian mengenai jumlah, yang berhubungan dengan penjumlahan dan pengurangan.

Sedangkan Sriningsih (2008:63) mengungkapkan bahwa kegiatan berhitung untuk anak usia dini disebut juga sebagai kegiatan menyebutkan urutan bilangan atau membilang buta. Anak menyebutkan urutan bilangan tanpa menghubungkan dengan benda-benda konkret. Pada usia 4 tahun mereka dapat menyebutkan urutan bilangan sampai sepuluh. Sedangkan usia 5 sampai 6 tahun dapat menyebutkan bilangan sampai seratus.

Dari pengertian berhitung di atas, dapat disimpulkan bahwa berhitung merupakan kemampuan yang dimiliki oleh setiap anak dalam hal matematika seperti kegiatan mengurutkan bilangan atau membilang dan mengenai jumlah untuk menumbuh kembangkan ketrampilan yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, yang merupakan juga dasar bagi pengembangan kemampuan matematika maupun kesiapan untuk mengikuti pendidikan dasar bagi anak.

c. Tujuan Pembelajaran Berhitung

Depdiknas (2000:2) menjelaskan tujuan dari pembelajaran berhitung di Taman Kanak-Kanak, yaitu secara umum berhitung permulaan di Taman Kanak-kanak adalah untuk mengetahui dasar-dasar pembelajaran berhitung sehingga pada saatnya nanti anak akan lebih siap mengikuti pembelajaran berhitung pada jenjang selanjutnya yang lebih kompleks. Sedangkan secara khusus dapat berpikir logis dan sistematis sejak dini melalui pengamatan terhadap benda-benda konkrit gambar-gambar atau angka-angka yang terdapat di sekitar, anak dapat menyesuaikan dan melibatkan diri dalam kehidupan bermasyarakat yang dalam kesehariannya memerlukan kemampuan berhitung, ketelitian, konsentrasi, abstraksi dan daya apresiasi yang lebih tinggi, memiliki pemahaman konsep ruang dan waktu serta dapat memperkirakan kemungkinan urutan sesuai peristiwa yang terjadi di sekitarnya, dan memiliki kreatifitas dan imajinasi dalam menciptakan sesuatu secara spontan.

Menurut Piaget (dalam Suyanto, 2005:161) menyatakan bahwa:

“Tujuan pembelajaran matematika untuk anak usia dini sebagai logicomathematical learning atau belajar berpikir logis dan matematis dengan cara yang menyenangkan dan tidak rumit. Jadi tujuannya bukan agar anak dapat

menghitung sampai seratus atau seribu, tetapi memahami bahasa matematis dan

penggunaannya untuk berpikir.”

Jadi dapat disimpulkan tujuan dari pembelajaran berhitung di Taman Kanak-Kanak, yaitu untuk melatih anak berpikir logis dan sistematis sejak dini dan mengenalkan dasar-dasar pembelajaran berhitung sehingga pada saatnya nanti anak akan lebih siap mengikuti pembelajaran berhitung pada jenjang selanjutnya yang lebih kompleks.

d. Prinsip-prinsip Berhitung

Menurut Depdiknas (2000:8) mengemukakan prinsip-prinsip dalam menerapkan permainan berhitung di Taman kanak-kanak yaitu permainan berhitung diberikan secara bertahap, diawali dengan menghitung benda-benda atau pengalaman peristiwa konkrit yang dialami melalui pengamatan terhadap alam sekitar dan melalui tingkat kesukarannya, misalnya dari konkrit ke abstrak, mudah ke sukar, dan dari sederhana ke yang lebih kompleks. Permainan berhitung akan berhasil jika anak diberi kesempatan berpartisipasi dan dirangsang untuk menyelesaikan masalah-masalahnya sendiri, Permainan behitung membutuhkan suasana menyenangkan dan memberikan rasa aman serta kebebasan bagi anak. Untuk itu diperlukan alat peraga/media yang sesuai dengan benda sebenarnya (tiruan), menarik dan bervariasi, mudah digunakan dan tidak membahayakan.

Selain itu bahasa yang digunakan didalam pengenalan konsep berhitung seyogyanya bahasa yang sederhana dan jika memungkinkan mengambil contoh yang terdapat di lingkungan sekitar. Lebih lanjut Yew (dalam Susanto, 2011:103) mengungkapkan beberapa prinsip dalam mengajarkan berhitung pada anak, diantaranya membuat pelajaran yang menyenangkan, mengajak anak terlibat secara langsung, membangun keinginan dan kepercayaan diri dalam menyesuaikan berhitung, hargai kesalahan anak dan jangan menghukumnya, fokus pada apa yang anak capai. Pelajaran yang mengasyikan dengan melakukan aktivitas yang menghubungkan kegiatan berhitung dengan kehidupan sehari-hari.

Dari prinsip-prinsip berhitung di atas, dapat disimpulkan prinsip-prinsip berhitung untuk anak usia dini yaitu pembelajaran secara langsung yang dilakukan oleh anak didik melalui bermain atau permainan yang diberikan secara bertahap, menyenangkan bagi anak didik dan tidak memaksakan kehendak guru dimana anak diberi kebebasan untuk berpartisipasi atau terlibat langsung menyelesaikan masalah-masalahnya.

e. Tahap Penguasaan Berhitung

Depdiknas (2000:7) mengemukakan bahwa berhitung di Taman Kanak-Kanak seyogyanya dilakukan melalui tiga tahapan penguasaan berhitung, yaitu Penguasaan konsep, masa transisi, dan lambang. Penguasaan konsep adalah pemahaman dan pengertian tentang sesuatu dengan menggunakan benda dan peristiwa konkrit, seperti pengenalan warna, bentuk, dan menghitung bilangan.

Masa transisi adalah proses berfikir yang merupakan masa peralihan dari pemahaman konkrit menuju pengenalan lambang yang abstrak, dimana benda konkrit itu masih ada dan mulai dikenalkan bentuk lambangnya. Hal ini harus dilakukan guru secara bertahap sesuai dengan laju dan kecepatan kemampuan anak yang secara individual berbeda. Misalnya, ketika guru menjelaskan konsep satu dengan menggunakan benda (satu buah pensil), anak-anak dapat menyebutkan benda lain yang memiliki konsep sama, sekaligus mengenalkan bentuk lambang dari angka satu itu.

Piaget (Suyanto, 2005:160) mengungkapkan bahwa matematika untuk anak usia dini tidak bisa diajarkan secara langsung. Sebelum anak mengenal konsep bilangan dan operasi bilangan, anak harus dilatih lebih dahulu mengkonstruksi pemahaman dengan bahasa simbolik yang disebut sebagai abstraksi sederhana (simple abstraction) yang dikenal pula dengan abstraksi empiris. Kemudian anak dilatih berpikir simbolik lebih jauh, yang disebut abstraksi reflektif (reflectife abstraction). Langkah berikutnya ialah mengajari anak menghubungkan antara pengertian bilangan dengan simbol bilangan.

Burns & Lorton (Sudono, 2010: 22) menjelaskan lebih terperinci bahwa setelah konsep dipahami oleh anak, guru mengenalkan lambang konsep. Kejelasan hubungan antara konsep konkrit dan lambang bilangan menjadi tugas guru yang sangat penting dan tidak tergesa-gesa. Sedangkan lambang merupakan visualisasi dari berbagai konsep.

Misalnya lambang 7 untuk menggambarkan konsep bilangan tujuh, merah untuk menggambarkan konsep warna, besar untuk menggambarkan konsep ruang, dan persegi empat untuk menggambarkan konsep bentuk. Burns & Lorton              (Sudono, 2010:22) mengungkapkan bahwa pada tingkat ini biarkan anak diberi kesempatan untuk menulis lambang bilangan atas konsep konkrit yang telah mereka pahami. Berilah mereka kesempatan yang cukup untuk menggunakan alat konkrit hingga mereka melepaskannya sendiri. Dapat disimpulkan bahwa berhitung di Taman Kanak-Kanak dilakukan melalui tiga tahapan penguasaan berhitung, yaitu Penguasaan konsep, masa transisi, dan lambang.

f. Manfaat Pengenalan Berhitung

Kecerdasaan matematika mencangkup kemampuan untuk menggunakan angka dan perhitungan, pola dan logika, dan pola pikir ilmiah. Secara umum permainan matematika bertujuan mengetahui dasar-dasar pembelajaran berhitung sejak usia dini sehingga anak-anak akan siap, mengikuti pembelajaran matematika pada jenjang berikutnya di sekolah dasar.

Menurut Suyanto (2005:57) manfaat utama pengenalan matematika, termasuk didalamnya kegiatan berhitung ialah mengembangkan aspek perkembangan dan kecerdasan anak dengan menstimulasi otak untuk berpikir logis dan matematis. Permainan matematika menurut Siswanto (2008:44) mempunyai manfaat bagi anak-anak, dimana melalui berbagai pengamatan terhadap benda disekelilingnya dapat berfikir secara sistematis dan logis, dapat beradaptasi dan menyesuaikan dengan lingkungannya yang dalam keseharian memerlukan kepandaian berhitung.

Memiliki apresiasi, konsentrasi serta ketelitian yang tinggi. Mengetahui konsep ruang dan waktu. Mampu memperkirakan urutan sesuatu. Terlatih, menciptakan sesuatu secara spontan sehingga memiliki kreativitas dan imajinasi yang tinggi. Anak-anak yang cerdas matematika-logika anak dengan memberi materi-materi konkrit yang dapat dijadikan bahan percobaan. Kecerdasaan matematika –logika juga dapat ditumbuhkan melalui interaksi positif yang mampu memuaskan rasa ingin tahu anak. Oleh karena itu, guru harus dapat menjawab pertanyaan anak dan memberi penjelasan logis, selain itu guru perlu memberikan permainan-permainan yang memotivasi logika anak.

Menurut Sujiono (2008:11.5) permainan matematika yang diberikan pada anak usia dini pada kegiatan belajar di TK bermanfaat antara lain, pertama membelajarkan anak berdasarkan konsep matematika yang benar, menarik dan menyenangkan. Kedua, menghindari ketakutan terhadap matematika sejak awal. Ketiga, membantu anak belajar secara alami melalui kegiatan bermain.

Permainan matematika yang diberikan pada anak usia dini pada kegiatan belajar di Taman Kanak-kanak bermanfaat antara lain, pertama membelajarkan anak berdasarkan konsep matematika yang benar, menarik dan menyenangkan. Kedua, menghindari ketakutan terhadap matematika sejak awal. Ketiga, membantu anak belajar secara alami melalui kegiatan bermain

Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) Sebagai Salah Satu Implementasi Model Pembelajaran Inovatif dan Kooperatif


Proses pembelajaran adalah suatu aspek dari lingkungan sekolah yang terorganisir. Lingkungan ini diatur serta diawasi agar kegiatan pembelajaran terarah sesuai dengan tujuan pendidikan. Pengawasan ini turut menentukan lingkungan itu membantu kegiatan pembelajaran. Lingkungan belajar yang baik adalah lingkungan yang menantang dan merangsang para peserta didik untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan serta mencapai tujuan yang diharapkan. Salah satu faktor yang mendukung kondisi belajar di dalam suatu kelas adalah “ job description”  merupakan proses pembelajaran yang berisi serangkaian pengertian peristiwa belajar yang dilakukan oleh kelompok-kelompok peserta didik.

Sehubungan dengan hal itu, job description  guru dalam implementasi proses pembelajaran adalah : 1. Perencanaan instruksional. Yaitu alat atau media untuk mengarahkan kegiatan-keggiatan organisasi belajar, 2. Organisasi belajar yang merupakan usaha menciptakan wadah dan fasilitas-fasilitas atau lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan yang mengandung kemungkinan terciptanya proses pembelajaran, 3. Menggerakan peserta didik yang merupakan usaha memancing, membangkitkan, dan mengarahkan motivasi belajar peserta didik. Penggerak atau motivasi di sini pada dasarnya mempunyai makna lebih dari memerintah, mengarahkan, mengaktualkan, dan memimpin, 4. Supervisi dan pengawasan. Yaitu usaha mengawasi, menunjang, membantu, menugaskan, dan mengarahkan kegiatan pembelajaran sesuai dengan perencanaan instruksional yang telah di desain sebelumnya, dan 5. Penelitian yang lebih bersifat penafsiran (assessment) yang mengandung pengertian yang lebih luas dibanding dengan pengukuran atau evaluasi pendidikan (Djamarah dan Aswan Zain, 2010: 29-30).

Proses pembelajaran juga merupakan inti dari kegiatan pendidikan di sekolah. Agar tujuan pendidikan dan pembelajaran berjalan dengan benar, maka perlu pengadministrasian kegiatan-kegiatan pembelajaran yang lazim disebut administrasi kurikulum. Bidang pengadministrasian ini sebenarnya merupakan pusat dari semua kegiatan di sekolah. Berdasarkan alasan tersebut, maka sangatlah penting bagi para pendidik untuk memahami karakteristik materi, peserta didik, dan metodologi pembelajaran, serta model-model pembelajaran modern. Dengan demikian, proses pembelajaran akan variatif, inovatif, dan konstruktif dalam merekonstruksi wawasan pengetahuan dan implementasinya. Sehingga, dapat meningkatkan aktivitas dan kreativitas peserta didik.

Untuk dapat merencanakan proses pembelajaran secara inovatif yang mampu memberikan pengalaman yang berguna bagi peserta didik, kita perlu memperhatikan komponen penting dalam proses pembelajaran. Dari proses komponen pembelajaran tersebut, guru dapat merencanakan kegiatan dan model pembelajaran yang relevan dengan tujuan belajar.

Menurut Gagne (1975) mengemukakan bahwa :

Proses belajar yang baik diawali dari fase motivasi. Jika motivasi tidak ada pada peserta didik, sulit akan diharapkan terjadi proses belajar dalam diri mereka. Dari motivasi ini akan melahirkan harapan-harapan yang tinggi, menurut teori dan berbagai penelitian, ada kemungkinan untuk berhasil dalam belajarnya. Oleh sebab itu, tugas utama guru dalam melakukan inovasi pembelajaran untuk terjadinya hasil belajar yang optimal pada siswa ialah menghidupkan motivasi belajar pada peserta didik (Hamzan dan Nurdin Mohamad, 2012: 304).


Pembelajaran inovatif adalah suatu proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga berbeda dengan pembelajaran pada umumnya yang dilakukan oleh guru (konvensional). Pembelajaran inovatif lebih mengarah pada pembelajarn yang berpusat pada peserta didik (student centered). Proses pembelajaran dirancang, disusun, dan dikondisikan untuk peserta didik agar belajar. Dalam pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, pemahaman konteks peserta didik menjadi bagian yang sangat penting. Karena, dari sinilah seluruh rancangan proses pembelajarn dimulai. Hubungan antara guru dengan peserta didik menjadi hubungan yang saling membangun. Otonomi peserta didik sebagai pribadi dan subjek pendidikan menjadi titik acuan seluruh perencanaan dan proses pembelajaran. Pembelajaran semacam ini disebut dengan pembelajaran aktif.

Pembelajaran aktif merupakan proses pembelajarn di mana seorang guru harus dapat menciptakan suasana yang sedemikian rupa sehingga peserta didik aktif bertanya, mempertanyakan, dan juga mengemukakan gagasan-gagasannya. Disamping aktif, pembelajaran juga harus menyenangkan. Pembelajaran menyenangkan berkaitan erat dengan suasana belajar yang menyenangkan. Sehingga, peserta didik dapat memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajarnya. Keadaan yang aktif dan menyenangkan tidaklah cukup, jika proses pembelajaran tidak efektif. Yaitu menghasilkan apa yang harus dikuasai oleh para peserta didik. Sebab, pembelajaran memiliki sejumlah tujuan yang harus dicapai. Untuk mencapai tujuan dan menghasilkan apa yang harus dikuasai peserta didik. Maka, ada beberapa model pembelajaran inovatif yang dapat di terapkan dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Adapun salah satu dari model pembelajaran inovatif adalah model pembelajaran cooperative integrated reading and composition (CIRC) (Hamzan dan Nurdin Mohamad, 2012: 105-115).

Model pembelajaran cooperative integrated reading and composition (CIRC) atau kooperatif terpadu membaca dan menulis dari Steven dan Slavin (1995) mengatakan bahwa :

“Model pembelajaran untuk melatih kemampuan peserta didik secara terpadu antara membaca dan menemukan ide pokok suatu wacana atau kliping tertentu dan memberikan tanggapan terhadap wacana atau kliping secara tertulis”.

Adapun langkah-langkahnya. Yaitu sebagai berikut : a. Membentuk kelompok yang anggotanya empat orang secara heterogen, b. Guru memberikan wacana atau kliping sesuai dengan topik pembelajaran, c. Peserta didik bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide-ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana atau kliping dan ditulis pada lembar kertas, d. Mempresentasikan atau membacakan hasil kelompok, e. Guru membuat kesimpulan bersama, dan f. Penutup (Komalasari Kokom, 2010: 67).

Model ini dikembangkan untuk meningkatkan kesempatan peserta didik untuk membaca dengan keras dan menerima umpan balik dari kegiatan membaca mereka dengan membuat para peserta didik membaca untuk teman satu timnya dengan melatih mereka mengenai saling merespons kegiatan membaca mereka dan menuliskan ide-ide pokok yang ada di dalam wacana atau kliping atau materi yang diberikan oleh guru. Model tersebut mengutaman kerja sama dalam kelompok atau tim dan saling membantu untuk mencapai tujuan bersama. Kelompok tersebut dibentuk secara heterogen, baik jenis kelamin maupun kemampuan membaca dan menulis peserta didik. Setiap kelompok terdiri dari dua sampai empat orang peserta didik. Pengaturan ruangan tidak diatur secara klasikal tetapi dibagi dalam kelompok-kelompok kecil.

Adapun tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran cooperative integrated reading and composition (CIRC). Yaitu : a. Tahan I, mengidentifikasikan topik dan mengorganisasikan ke dalam kelompok kerja, b. Tahap II, merencanakan kegiatan kelompok, c. Tahap III, melaksanakan pembelajaran, d. Tahap IV, mempersiapkan laporan akhir, e. Tahap V, menyajikan laporan, dan f. Tahap VI, evaluasi.

Keberhasilan di dalam belajar kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok (Slavin, 1984). Sehubungan dengan pengertian tersebut, Jhonson, et.al., 1994; Hamid Hasan, 1996 menegaskan bahwa :

“Pembelajaran kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil, dua sampai lima orang dalam pembelajaran yang memungkinkan peserta didik bekerja sama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok”. (Komalasari Kokom, 2010: 62).


Adapun salah satu model dari pembelajaraan kooperatif adalah cooperative integrated reading and composition (CIRC) yang merupakan kooperatif terpadu membaca dan menulis dari Steven dan Slavin (1995). 

Strategi Pelaksanaan Pembelajaran Menggunakan Kartu Huruf



a. Komponen-komponen Pembelajaran

1)   Kartu Huruf

Media yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah kartu huruf yang terdiri dari beberapa jenis. Ada kartu huruf yang menunjukkan huruf saja, ada kartu huruf dengan gambar dan lain-lain.

2)   Guru

Mengorganisir dan memotivasi anak-anak untuk melakukan kegiatan yang telah direncanakan dan melaksanakan kegiatannya.

3)   Anak-anak

Anak-anak dan guru berinteraksi dengan melakukan kegiatan dengan menggunakan media kartu huruf. Anak-anak dan guru memberi respon dalam berbagai cara (fisik, bernyanyi, menebak, dll)

b.  Strategi Pengaturan Ruangan/Kelas

        Agar pembelajaran berlangsung optimal, maka perlu ditunjang oleh ruang belajar yang menyenangkan sehingga perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1)   Ruangan selalu bersih

2)   Pada waktu mengikuti kegiatan pembelajaran dapat duduk di lantai beralas tikar atau karpet.

3)   Posisi guru dekat dengan anak,  Posisi anak membentuk kelompok lingkaran.

4)   Perabot dalam ruangan supaya ditata dengan rapi agar mewujudkan rasa aman dan menyenangkan.

5)   Ruang kelas berventilasi, sehingga memungkinkan terjadinya sirkulasi udara yang baik. Udara yang bersih dibutuhkan bagi tubuh. Kekurangan oksigen akan berakibat pusing, lemas, pernafasan terganggu.

6)   Jagalah agar suhu udara dalam ruangan tidak terlalu dingin atau panas. Suhu ideal dalam belajar antara 18-230C. Jika tidak ada alat pengatur suhu dalam ruangan, maka cara sederhana yang dianjurkan adalah bukalah semua jendela untuk menjaga kestabilan ruangan.

7)   Ruang kelas cukup luas dan kalau bisa kedap suara agar tidak mengganggu kelas lain.

c. Pengorganisasian Anak Didik


            Kegiatan pembelajaran menggunakan media kartu huruf dilaksanakan dalam bentuk klasikal, artinya kegiatan yang dilakukan oleh seluruh anak dalam satu kelas, dalam satu satuan waktu dengan kegiatan yang sama. Dalam kegiatan klasikal ini teknik yang digunakan hendaknya komprehensif seperti bernyanyi, bercerita, menggerakkan badan, mendemonstrasikan, menyimak, melakukan instruksi baik dari guru, dan lain-lain.

Pembelajaran Bahasa Untuk Anak Usia Dini



Menurut Vygotsky dalam Suyanto (2005: 34), pada umumnya bahasa dan pikiran anak berbeda. Kemudian secara perlahan, sesuai tahap perkembangan mentalnya, bahasa dan pikirannya menyatu sehingga bahasa merupakan ungkapan dari pikiran. Anak secara alami belajar bahasa dari interaksinya dengan orang lain untuk berkomunikasi, yaitu menyatakan pikiran dan keinginannya memahami pikiran dan keinginan orang lain. Oleh karena itu, belajar bahasa yang paling efektif ialah dengan bergaul dan berkomunikasi dengan orang lain.

Menurut Suyanto (2005: 34), melatih anak belajar bahasa dapat dilakukan dengan cara berkomunikasi melalui cara berikut ini, antara lain:

a.         Kegiatan bermain bersama, biasanya anak-anak secara otomatis berkomunikasi dengan temannya sambil bermain bersama.

b.        Cerita, baik mendengar cerita maupun menyuruh anak untuk bercerita.

c.         Bermain peran, seperti memerankan penjual dan pembeli, guru dan murid, atau orang tua dan anak.

d.        Bermain puppet dan boneka tangan yang dapat dimainkan dengan jari (vinggerplay) anak berbicara mewakili boneka ini.

e.         Belajar dan bermain dalam kelompok (cooperativelay dan coopratvelearning).



Bahasa dapat berupa bahasa lisan, yaitu bahasa yang dihasilkan dengan menggunakan alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasarnya. Sugono dalam Dhieni et al (2005: 5.5) dan bahasa tulisan, yaitu bahasa yang dihasilkan dengan menggunakan alat tulis.

a. Kemampuan berbahasa lisan meliputi:

1) Kemampuan menyimak

Menyimak merupakan kegiatan mendengarkan dengan kesengajaan, perhatian, dan usaha pemahaman akan sesuatu yang sedang disimak. Tarigan dalam Dhieni et al (2005: 5.5) mempertegas bahwa: Menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang -lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, ekpresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan.

2) Kemampuan berbicara

Berbicara merupakan proses dalam mengekspresikan keinginan atau menyampaikan informasi melalui suara kepada orang lain, yang mempunyai unsur fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan prakmatik bahasa.

b. Kemampuan berbahasa tulisan meliputi :

1) Kemampuan membaca.

Membaca merupakan proses dalam memahami tulisan yang bermakna. Kridalaksana dalam Dhieni et al (2005: 5.5) mengemukakan bahwa membaca adalah “ keterampilan mengenal dan memahami tulisan dalam bentuk urutan lambang-lambang grafis dan perubahannya menjadi wicara bermakna dalam bentuk pemahaman diam-diam atau pengujaran keras -keras”.

2) Kemampuan menulis.


Menulis merupakan kegiatan penyampaian kata-kata yang berbentuk simbol atau huruf menurut Webster new, world dictionary dalam Dhieni et al (2005: 5.5) menulis diartikan sebagai “ suatu kegiatan membuat pola atau menuliskan kata-kata huruf-huruf ataupun simbol-simbol pada suatu permukaan dengan memotong, mengukir atau menandai dengan pena ataupun pensil”. 

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kebugaran Jasmani



Berikut ini adalah beberpa hal yang terkait dengan kesegaran jasmani khususnya yang berhubungan dengan daya tahan kardiovaskuler. Moeloek (1984:3) menjelaskan tentang beberapa faktor fisiologis yang mempengaruhi daya tahan kardiovaskuler antara lain adalah:



1. Faktor Keturunan (Genetik)

Dari penelitian yang telah dilakukan, dibuat kesimpulan bahwa kesegaran jasmani dtentukan oleh faktor genetik yang hanya diubah dengan latihan sampai pada batas maksimal.

2. Faktor Usia

Menyatakan bahwa mulai anak-anak sampai sekitar usia 20 tahun, daya tahan kardiovaskuler meningkat, mencapai maksimal pada usia 20-30 tahun dan kemungkinan berbanding terbalik dengan usia, sehingga pada orang yang berusia 70 tahun diperoleh daya tahan 50% dari yang dimiliki pada usia 17 tahun.

3. Faktor Jenis Kelamin

Sampai dengan usia remaja tidak terdapat perbedaan daya tahan kardiovaskuler pria dan wanita. Setelah usia tersebut nilai pada wanita lebih rendah dari pada pria. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan maximal muscular power yang berhubungan dengan luas permukaan tubuh, komposisi tubuh, kekuatan otot, jumlah hemoglobin, kapasitas paru dan sebagainya.

4. Faktor Aktivitas Fisik

Berdasarkan hasil penelitian efek latihan aerobik selama delapan minggu setelah istirahat memperlihatkan peningkatan daya tahan kardiovaskuler 62% dari nilai akibat itirahat dan bila dibandingkan dengan keadaan sebelum istirahat di tempat tidur maka nilai peningkatan adalah 18%. Artinya bahwa aktivitas fisik yang terarah juga dapat meningkatkan kesegaran jasmani di samping terjadi penurunan berat badan.

Pembelajaran Konsep Warna Pada ANak Usia Dini




Warna termasuk salah satu unsur keindahan dalam seni dan desain selain unsur–unsur visual yang lain (Prawira, 1989: 4). Lebih lanjut, Sanyoto (2005: 9) mendefinisikan warna secara fisik dan psikologis. Warna secara fisik adalah sifat cahaya yang dipancarkan, sedangkan secara psikologis sebagai bagian dari pengalaman indera penglihatan. Nugraha (2008: 34) mengatakan bahwa warna adalah kesan yang diperoleh mata dari cahaya yang dipantulkan oleh benda–benda yang dikenai cahaya tersebut.

Selanjutnya, Laksono (1998: 42) mengemukakan bahwa warna merupakan bagian dari cahaya yang diteruskan atau dipantulkan. Terdapat tiga unsur yang penting dari pengertian warna, yaitu benda, mata dan unsur cahaya. Secara umum, warna didefinisikan sebagai unsur cahaya yang dipantulkan oleh sebuah benda dan selanjutnya diintrepetasikan oleh mata berdasarkan cahaya yang mengenai benda tersebut.

Warna dapat ditinjau dari dua sudut pandang, dari ilmu fisika dan ilmu bahan (Nugraha, 2008: 34). Lebih lanjut, warna dibagi menjadi dua menurut asal kejadian warna, yaitu warna additive dan subtractive (Sanyoto, 2005: 17–19). Warna additive adalah warna yang berasal dari cahaya dan disebut spektrum. Sedangkan warna subtractive adalah warna yang berasal dari bahan dan disebut pigmen. Kejadian warna ini diperkuat dengan hasil temuan Newton (Prawira, 1989: 26) yang mengungkapkan bahwa warna adalah fenomena alam berupa cahaya yang mengandung warna spektrum atau pelangi dan pigmen. Menurut Prawira (1989: 31), pigmen adalah pewarna yang larut dalam cairan pelarut.

Pada tahun 1831, Brewster (Nugraha, 2008: 35) mengemukakan teori tentang pengelompokan warna. Teori Brewster membagi warna–warna yang ada di alam menjadi empat kelompok warna, yaitu warna primer, sekunder, tersier, dan netral. Kelompok warna mengacu pada lingkaran warna teori Brewster dipaparkan sebagai berikut:

a. Warna Primer

Warna primer adalah warna dasar yang tidak berasal dari campuran dari warna–warna lain. Menurut teori warna pigmen dari Brewster, warna primer adalah warna–warna dasar (Nugraha, 2008: 37). Warna–warna lain terbentuk dari kombinasi warna–warna primer. Menurut Prang, warna primer tersusun atas warna merah, kuning, dan hijau (Nugraha, 2008: 37, Prawira, 1989: 21). Akan tetapi, penelitian lebih lanjut menyatakan tiga warna primer yang masih dipakai sampai saat ini, yaitu merah seperti darah, biru seperti langit/laut, dan kuning seperti kuning telur. Ketiga warna tersebut dikenal sebagai warna pigmen primer yang dipakai dalam seni rupa.

Secara teknis, warna merah, kuning, dan biru bukan warna pigmen primer. Tiga warna pigmen primer adalah magenta, kuning, dan cyan. Oleh karena itu, apabila menyebut merah, kuning, biru sebagai warna pigmen primer, maka merah adalah cara yang kurang akurat untuk menyebutkan magenta, sedangkan biru adalah cara yang kurang akurat untuk menyebutkan cyan.

b. Warna Sekunder

Warna sekunder merupakan hasil campuran dua warna primer dengan proporsi 1:1. Teori Blon (Prawira, 1989: 18) membuktikan bahwa campuran warna–warna primer menghasilkan warna–warna sekunder. Warna jingga merupakan hasil campuran warna merah dengan kuning. Warna hijau adalah campuran biru dan kuning. Warna ungu adalah campuran merah dan biru.

c. Warna Tersier

Warna tersier merupakan campuran satu warna primer dengan satu warna sekunder. Contoh, warna jingga kekuningan didapat dari pencampuran warna primer kuning dan warna sekunder jingga. Istilah warna tersier awalnya merujuk pada warna–warna netral yang dibuat dengan mencampur tiga warna primer dalam sebuah ruang warna. Pengertian tersebut masih umum dalam tulisan– tulisan teknis.

d. Warna Netral

Warna netral adalah hasil campuran ketiga warna dasar dalam proporsi 1:1:1. Campuran menghasilkan warna putih atau kelabu dalam sistem warna cahaya aditif, sedangkan dalam sistem warna subtraktif pada pigmen atau cat akan menghasilkan coklat, kelabu, atau hitam. Warna netral sering muncul sebagai penyeimbang warna–warna kontras di alam.

Munsell (Prawira, 1989: 70) mengemukakan teori yang mendukung teori Brewster. Munsell mengatakan bahwa:

“Tiga warna utama sebagai dasar dan disebut warna primer, yaitu merah (M), kuning (K), dan biru (B). Apabila warna dua warna primer masing–masing dicampur, maka akan menghasilkan warna kedua atau warnasekunder. Bila warna primer dicampur dengan warna sekunder akan dihasilkan warna ketiga atau warna tersier. Bila antara warna tersier dicampur lagi dengan warna primer dan sekunder akan dihasilkan warna netral.”


Rumus teori Munsell dapat digambarkan sebagai berikut:

Warna primer : Merah, Kuning, Biru

Warna Sekunder : Merah + Kuning = Jingga

Merah + Biru = Ungu

Kuning + Biru = Hijau

Warna Tersier : Jingga + Merah = Jingga kemerahan

Jingga + Kuning = Jingga kekuningan

Ungu + Merah = Ungu kemerahan

Ungu + Biru = Ungu kebiruan

Hijau + Kuning = Hijau kekuningan

Hijau + Biru = Hijau kebiruan


Pembelajaran Tentang Mengenal Warna

Pembelajaran mengenal warna merupakan salah satu indikator dari perkembangan kognitif anak di Taman Kanak–Kanak. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengenalan warna (Nugraha, 2008: 44), antara lain:

a.         Sesuai perkembangan kognitif dan cara berpikir anak.

b.        Penggunaan sumber belajar yang tersedia dan dekat dengan lingkungan anak.

c.         Konsisten menggunakan contoh dan aktivitas yang beragam, sehingga anak kaya dengan pengalaman belajar tentang warna.

d.        Kreatif dan bertanggung jawab dalam pembelajaran supaya anak memahami warna secara utuh.

Pengenalan warna pada anak usia prasekolah di Taman Kanak–kanak dapat dilakukan dengan praktik langsung. Praktik langsung yang dimaksud adalah praktik langsung dalam pandangan luas, yaitu pembelajaran dengan berbagai metode untuk menjadi perantara keberagaman anak didik di kelas. Anak terlibat aktif dalam kegiatan dan dapat memanipulasi warna secara langsung. Praktik langsung pengenalan warna di Taman Kanak–Kanak dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain:

a. Praktik Langsung

Praktik langsung sebagai metode adalah praktik langsung secara sempit (hands–on activity). Anak terlibat aktif dalam memanipulasi material dan objek pembelajaran, yaitu warna. Tidak ada tahapan yang khusus untuk pelaksanaan praktik langsung, akan tetapi terdapat beberapa panduan tentang langkah–langkah

yang dapat dilakukan sesuai proses pemikiran ilmiah yaitu:

1)   Pada tahap persiapan, guru menyiapkan lingkungan pembelajaran yang kondusif bagi kegiatan pembelajaran. Guru menyiapkan situasi pembelajaran yang beragam sehingga anak tertarik untuk mengamati, mengeksplorasi, dan melakukan percobaan. Selain itu, perlu disiapkan alat dan media yang mendukung proses pembelajaran dan sistem penilaian yang sesuai. Pada pengenalan warna, alat yang digunakan dapat berupa kertas warna, cat poster, kuas, dan krayon. Penilaian yang biasa digunakan dalam praktik langsung adalah portofolio dan daftar cek observasi.

2)   Tahap pelaksanaan

a)        Aktivitas dimulai dengan pengamatan terhadap objek atau fenomena.

Pengenalan warna dimulai dengan mengamati warna. Aktivitas harus memotivasi anak untuk bertanya secara alami dan anak harus bereksplorasi dengan melakukan kegiatan dan memahami fakta yang ditemukan.

b)        Guru mendorong anak untuk memperhatikan aspek atau situasi yang umumnya terlewatkan dalam kondisi normal. Eggers (2010) menambahkan bahwa bentuk stimulasi dapat berupa pertanyaan–pertanyaan terbuka. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang tidak mempunyai satu „jawaban benar‟ dan membantu anak membuat prediksi tentang suatu fenomena ilmiah. Pertanyaan terbuka bertujuan untuk membangkitkan rasa ingin tahu anak untuk melakukan kegiatan. Contoh pertanyaan terbuka tentang warna adalah tentang proses terjadinya warna sekunder dan tersier.

c)        Anak melakukan percobaan secara langsung untuk menjawab prediksi dan pertanyaan dalam diri anak (Eggers, 2010). Guru berperan sebagai fasilitator dan motivator. Guru bertugas menyediakan alat yang dapat digunakan anak untuk merekam kegiatan yang dilakukan, seperti kertas, cat poster, kuas, dan krayon.

d)       Setelah kegiatan selesai, anak harus merefleksikan prediksi awal dengan hasil yang didapat.

Menurut Eggers (2010), anak belajar paling baik dari pemahaman sendiri daripada diberitahu fakta oleh guru. Anak mengetahui proses perubahan warna karena anak mengalami sendiri perubahan warna tersebut. Peran guru adalah membantu anak mengevaluasi perbedaan dari prediksi suatu fenomena dan fakta ilmiah yang ada.

Menurut Lumpe dan Oliver (Haury & Rillero, 1994), praktik langsung pengenalan warna akan semakin bermakna apabila menggunakan berbagai kegiatan untuk membuat suatu penemuan. Selain itu, jumlah kegiatan pada setiap pokok bahasan dilakukan lebih dari tiga kali dan setiap kegiatan memiliki focus pada pokok bahasan tertentu.

b. Demonstrasi

Metode demonstrasi mengembangkan kemampuan mengamati secara teliti tentang warna. Kegiatan ini bertujuan supaya anak memahami langkah – langkah melakukan kegiatan yang benar (Departemen Pendidikan Nasional, 2006: 31). Guru menunjukkan dan menjelaskan per tahap pengenalan warna secara konkrit. Anak dapat mengkomunikasikan pengamatan tentang warna, menirukan, dan mempraktikkan secara langsung kegiatan mengenal warna. Salah satu kegiatan yang dapat menggunakan metode ini adalah kegiatan mencampur warna. Penilaian berdasarkan pada hasil karya anak.

c. Eksperimen

Metode eksperimen mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah anak. Contoh kegiatan dengan metode eksperimen adalah mencampur warna. Anak dilibatkan dalam pengalaman langsung tentang perubahan warna. Guru memberikan contoh hasil eksperimen warna dan anak mencari tahu proses terjadinya warna tersebut melalui percobaan. Melalui metode eksperimen, anak belajar menemukan fakta–fakta tentang warna dan mencari tahu sebab perubahan warna (Departemen Pendidikan Nasional, 2006: 32). Penilaian berdasarkan unjuk kerja anak.

d. Pemberian tugas

Guru memberikan tugas yang berkaitan tentang warna pada anak. Pemberian tugas dapat berupa mencampur warna, mewarnai gambar, dan menggambar bebas. Anak mengenal warna melalui pemilihan warna–warna saat melakukan tugas tersebut. Penilaian berdasarkan pada hasil karya anak.

e. Bercakap–cakap

Metode bercakap–cakap berfungsi sebagai proses pemahaman anak terhadap warna. Proses ini meliputi proses mengingat tanpa objek (recall) dan dengan contoh objek (recognition).

f. Bermain


Metode bermain juga dapat digunakan dalam pembelajaran mengenal warna. Pengenalan warna dilakukan dengan alat bantu permainan, dapat berupa senter dan plastik transparan yang berwarna–warni. Anak belajar mengenal warna dan perubahan warna melalui cahaya yang keluar dari senter (Nugraha, 2008: 44).

About

Popular Posts