Beranda

Welcome

Selamat Datang di Blog Sarana Informasi ...... Welcome on this blog...benvenuti nel nostro blog..bienvenue sur notre blog...Willkommen in unserem Blog... bienvenido a nuestro blog...... 블로그에 오신 것을 환영합니다 beullogeue osin geos-eul hwan-yeonghabnida....

Tuesday, April 18, 2017

Peran Guru Dalam Meningkatkan Motivasi Siswa


Dalam kamus bahasa Indonesia peran mempunyai arti perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat, peran yang terutama ditentukan oleh ciri-ciri individual yang sifatnya khas dan istimewa (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008 : 751). Pendidik adalah komponen yang sangat penting dalam system kependidikan, karena ia yang akan mengantarkan anak didik pada tujuan yang telah ditentukan, bersama komponen yang lain terkait dan lebih bersifat komplementatif.
Al-Ghazali mempergunakan istilah pendidik dengan bebagai kata seperti, al-mualim (guru), al-mudarris (pengajar), al-muaddib (pendidik), dan al-walid (orang tua). Dalam Islam yang paling bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik adalah orang tua (ayah-ibu) anak didik (Muhaimin, 2003: 210). Sebagai tenaga pengajar guru harus mempunyai kemampuan profesional dalam bidangnya maka guru dapat melaksanakan perannya yakni (Hamalik, 2004: 9) :
1)        Sebagai fasilitator yang memudahkan siswa untuk melaksanakan kegiatan belajar.
2)        Sebagai pembimbing yang membantu siswa mangatasi kesulitan.
3)        Sebagai penyedia lingkungan yang menciptakan lingkungan yang menantang bagi siswa agar malakukan kegiatan belajar.
4)        Sebagai komunikator yang melakukan komunikasi dengan siswa.
5)        Sebagai inovator yang turut menyebarkan usaha-usaha pembaruan kepada masyarakat.
6)        Sebagai model yang mampu memberi contoh baik kepada siswa.
7)        Sebagai agen kognitif yang menyebarkan ilmu pengetahuan.
8)        Sebagai agen moral dan politik yang membina moral peserta didik dan menunjang upaya pembelajaran.
Di samping guru sebagai sumber belajar ternyata masih banyak peran yang harus dilaksanakan dalam upaya membelajarkan siswa (Sanjaya, 2005: 148):
1). Guru sebagai fasilitator
2). Guru sebagai pengelola
3). Guru sebagai demonstrator
4). Sebagai evaluator
Al-Ghazali mengemukakan bahwa pendidik atau guru mempunyai kewajiban (Ridla, 2002: 129-132):
1). Menyayangi peserta didik.
2). Mau menyampaikan atau mengajarkan ilmunya dengan ikhlas.
3). Dalam memberi pelajaran mengikuti tuntunan Rosululloh SAW.
4). Memberi nasihat kepada peserta didik.
5). Mencegah siswa agar tridak jatuh kepada akhlak tercela.
6). Menyampaikan materi sesuai kemapuan siswa.
7). Tidak memandang rendah keilmuan yang lain.
b. Upaya guru dalam meningkatkan motivasi.
1) Memberikan contoh atau teladan
2) Membiasakan ibadah
3) Menegakan disiplin
4) Memberikan motivasi atau dorongan
Bentuk-bentuk motivasi yang dapat digunakan guru untuk meningkatkan motivasi belajar siswa (Djamarah, 2006 : 149) :
a). Memberi Angka
b).Hadiah
c).Pujian
d).Gerakan Tubuh
e). Memberi Tugas
f). Memberi Ulangan
g). Mengetahui Hasil
h). Hukuman


Pemanfaatan Media Gambar Dalam Proses Belajar Mengajar


Di antara media pendidikan, gambar/foto adalah media paling umum dipakai. Dia merupakan bahasa yang umum, yang dapat dimengerti dan dinikmati di mana-mana. Oleh karena itu ada pepatah Cina mengatakan bahwa sebuah gambar berbicara lebih banyak dari pada seribu kata.
Gambar ilustrasi fotografi adalah gambar yang tidak dapat diproyeksikan, dapat dipergunakan, baik dalam lingkungan anak-anak maupun dalam lingkungan orang dewasa. Gambar yang berwarna umumnya menarik perhatian. Semua gambar mempunyai arti, uraian dan tafsiran sendiri, karena itu gambar dapat dipergunakan sebagai media pendidikan dan mempunyai nilai-nilai pendidikan bagi peserta didik yang memungkinkan belajar secara efisien. Beberapa ahli memberikan rambu yang perlu diperhatikan berkaitan dengan media gambar yaitu:
1.    Prinsip-prinsip Pemakaian Media Gambar
Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan antara lain:
a.     Pergunakanlah gambar untuk tujuan-tujuan pengajaran yang spesifik, yaitu dengan cara memilih gambar tertentu yang akan mendukung penjelasan inti pelajaran atau pokok-pokok pelajaran. Tujuan khusus itulah yang mengarahkan minat peserta didik kepada pokok-pokok pelajaran. Bilamana tujuan instruksional yang ingin dicapainya adalah kemampuan peserta didik membandingkan kelompok hewan bertulang belakang dengan tidak, maka gambar-gambarnya harus memperhatikan perbedaan yang mencolok.
b.    Padukan gambar-gambar kepada pelajaran, sebab keefektivan pemakaian gambar-gambar di dalam proses belajar mengajar memerlukan keterpaduan. Bilamana gambar-gambar itu akan dipakai semuanya, perlu dipikirkan kemungkinan dalam kaitan pokok-pokok pelajaran. Pameran gambar di papan pengumuman pada umumnya mempunyai nilai kesan sama seperti di dalam ruang kelas. Gambar-gambar yang ril sangat berfaedah untuk suatu mata pelajaran, karena maknanya akan membantu pemahaman para peserta didik dan cara itu akan ditiru untuk hal-hal yang sama dikemudian hari.
c.     Pergunakanlah gambar-gambar itu sedikit saja, daripada menggunakan banyak gambar tetapi tidak efektif. Hematlah penggunaan gambar yang mendukung makna. Jumlah gambar yang sedikit tetapi selektif, lebih baik daripada dua kali mempertunjukkan gambar yang serabutan tanpa pilih-pilih. Banyaknya ilustrasi gambar-gambr secara berlebihan, akan mengakibatkan para peserta didik merasa dirongrong oleh sekelompok gambar yang mengikat mereka, akan tetapi tidak menghasilkan kesan atau inpresi visual yang jelas, jadi yang terpenting adalah pemusatan perhatian pada gagasan utama. Sekali gagasan dibentuk dengan baik, ilustrasi tambahan bisa berfaedah memperbesar konsep-konsep permulaan. Penyajian gambar hendaknya dilakukan secara bertahap, dimulai dengan memperagakan konsep-konsep pokok artinya apa yang terpenting dari pelajaran itu. Lalu diperhatikan gambar yang menyertainya, lingkungannya, dan lain-lain berturut-turut secara lengkap.
d.    Kurangilah penambahan kata-kata pada gambar oleh karena gambar-gambar itu sangat penting dalam mengembangkan kata-kata atau cerita, atau dalam menyajikan gagasan baru. Misalnya dalam mata pelajaran biologi. Para peserta didik mengamati gambar-gambar candi gaya Jawa Tengah dan Jawa Timur menjelaskan bahwa mengapa bentuk tidak sama, apa ciri-ciri membedakan satu sama lain. Guru bisa saja tidak bisa mudah dipahami oleh para peserta didik yang bertempat tinggal di lingkungan hutan tropis asing. Demikian pula istilah supermarket  terdengar asing bagi peserta didik-peserta didik yang hidup si kampung. Melalui gambar itulah mereka akan memperoleh kejelasan tentang istilah Verbal
e.     Mendorong pernyataan yang kreatif, melalui gambar-gambar para peserta didik akan didorong untuk mengembangkan keterampilan berbahasa lisan dan tulisan, seni grafis dan bentuk-bentuk kegiatan lainnya. Keterampilan jenis keterbacaan visual dalam hal ini sangat diperlukan bagi para peserta didik dalam membaca gambar-gambar itu.

f.     Mengevaluasi kemajuan kelas, bisa juga dengan memanfaatkan gambar baik secara umum maupun secara khusus. Jadi guru bisa mempergunakan gambar datar, slides atau transparan untuk melakukan evaluasi belajar bagi para peserta didik. Pemakaian instrumen tes secara bervariasi akan sangat baik dilakukan guru, dalam upaya memperoleh hasil tes yang komprehensip serta menyeluruh.

Kajian Materi Pembelajaran IPA SD


Untuk menanggapi kemajuan era global dan semakin pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi, kurikulum sains termasuk IPA terus disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara nasional. Agar tidak tertinggal dan untuk terus menyelaraskan dengan perkembangan jaman maka kita dituntut untuk terus memajukan ilmu pengetahuan tersebut.
Sehubungan dengan hal itu, sains memegang peran yang cukup signifikan dalam peningkatan kualitas sumber daya teknologi karena di dalamnya dipelajari berbagai sumber, asal, pemberdayaan serta pemanfaatan teknologi baik yang berasal dari alam maupun rekayasa manusia.
1. Pengertian IPA
Ilmu Pengetahuan Alam adalah istilah yang digunakan yang merujuk pada rumpun ilmu dimana obyeknya adalah benda-benda alam dengan hukum-hukum yang pasti dan umum, berlaku kapan pun dimana pun. Ilmu alam mempelajari aspek-aspek fisik & nonmanusia tentang Bumi dan alam sekitarnya. Ilmu-ilmu alam membentuk landasan bagi ilmu terapan, yang keduanya dibedakan dari ilmu sosial, humaniora, teologi, dan seni.
2. Fungsi IPA di Sekolah Dasar
Dalam kehidupan sehari-hari IPA berfungsi sebagai media untuk menguasai konsep dan manfaat IPA serta memberikan bekal pengetahuan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
3. Tujuan Pembelajaran
Adapun tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar adalah sebagai berikut:
  1. Untuk menekankan pemahaman tentang pengetahuan dan konsep-konsep IPA yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
  2. Untuk membangun imaginasi dan rasa ingin tahu siswa dan agar bisa bersikap positif menanggapi kemajuan sains dan teknologi.
  3. Untuk meningkatkan kompetensi siswa untuk menyelidiki alam sekitarnya, memecahkan masalah dan membuat kesimpulan.
  4. Ikut serta dalam memelihara dan menjaga lingkungan alam.

4. Ruang Lingkup
Di tingkat sekolah dasar (SD), Ruang lingkup mata pelajaran IPA meliputi dua aspek diantaranya:
  1. Pemahaman konsep dan penerapannya dalam kehidupan.
  2. Penyelidikan atau penelitian, berkomunikasi ilmiah, pengembangan kreatifitas, dan pemecahan masalah, sikap dan nilai ilmiah sebagai kerja ilmiah.
  3. Pemahaman konsep dan penerapannya.

Pendek kata, untuk mencapai kesuksesan dalam pembelajaran IPA guru, siswa, alat peraga adalah faktor penting yang sangat mendukung keberhasilan. Selain itu penggunaan strategi pembelajaran yang relevan atau sesuai dengan materi pembelajaran juga merupakan faktor penunjang untuk bisa memahami materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru.

Senam dan Lagu bagi Anak Usia Dini


Kegiatan senam yang biasa dilakukan anak usia dini atau TK adalah senam yang diringi dengan lagu atau disebut senam irama. Dalam senam ini terbentuk suatu koordinasi gerak antara gerak anggota badan, seperti tangan, kaki, dan kepala dengan alunan irama, baik berupa lagu, musik dan nyanyian.
Nenggala (2006: 82) senam irama adalah salah satu jenis senam yang dilakukan dengan mengikuti irama musik atau nyanyian. Nenggala juga mengungkapkan bahwa musik, nyanyiannya dan hitungan merupakan aspek daam senam yang menjadikannya menyenangkan untuk dilakukan.
Senam irama mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1)      Mudah diikuti
2)      Tidak membutuhkan biaya yang mahal
3)      Diiringi musik atau nyanyian
4)      Melibatkan banyak peserta
5)      Bermanfaat untuk kesehatan tubuh

Senam dengan diiringi lagu termasuk ke dalam jenis olahraga senam umumnya. Adapun manfaat dari olahraga yang teratur, adalah sebagai berikut:
  1. Memiliki otot dan tulang yang lebih kuat
  2. Memiliki tubuh yang lebih ramping karena olahraga dapat mengendalikan lemak tubuh
  3. Menurunkan resiko timbulnya diabetes
  4. Memiliki tekanan darah kolesterol yang lebih rendah
  5. Memiliki kehidupan yang lebih baik
  6. Memiliki kondisi tubuh yang fit akan mempunyai kualitas tidur yang lebih baik
  7. Menurunkan resiko mengalami kelebihan berat badan
  8. Memiliki kemampuan yang lebih dalam mengatasi tantangan fisik dan emosi yang harus mereka hadapi seperti berlari mengejar bis, membungkukkan badan untuk mengikat tali sepatu.
Dalam kegiatan senam ini, anak diharapkan dapat mengikuti kegiatan pengembangan fisik, meskipun pada awalnya anak-anak tidak dituntut untuk melakukan gerakan sesuai dengan pola atau contoh. Anak bergerak sesuai dengan ekspresi jiwanya atau keinginan hatinya, namun anak juga tidak menutup kemungkinan pada akhirnya dapat mengikuti semua gerakan dikarenakan seringnya anak melakukan gerakan dengan berulang-ulang sehingga terbiasa.
Dengan ekspresi anak akan menemukan pengalaman baru dan dengan mengikuti irama anak lebih bebas bergerak, berimajinasi serta berani menghadapi tantangan baru. Seperti yang dikemukakan oleh Sujiono (2007:9) bahwa:
“Pendekatan dalam kegiatan gerak berirama harus menekankan pada metodologi yang kreatif dan fleksibel yang menempatkan proses gerakan dan ekspresi diri terhadap irama lebih penting dari pada pola gerak yang dihasilkan.

Bahwa dalam perkembangan umumnya anak TK dapat melakukan kegiatan-kegiatan bergerak sebagai berikut :
a.    Menirukan, seperti yang telah penulis ungkapkan sebelumnya dalam upaya pengembangan kreativitas tari bahwa dalam bermain anak senang menirukan sesuatu yang dilihat. Anak dapat menirukan gerakan-gerakan yang dilihat baik dari televisi ataupun gerakan-gerakan yang secara langsung dilakukan oleh orang lain, berdasarkan tema maupun gerakan-gerakan binatang yang diamati.
b.    Manipulasi, dalam kegiatan ini anak-anak secara spontan menampilkan berbagai gerak-gerak dari obyek yang diamatinya. Namun dalam pengamatan dari obyek tersebut anak akan menampilkan sebuah gerakan yang hanya disukainya.
Menurut Kamtini dan Tanjung (2005:10) dalam bukunya yang berjudul Bermain Melalui Gerak dan Lagu di TK bahwa secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa karakteristik gerak fisik anak TK adalah :
1.        bersifat sederhana,
2.        bersifat maknawi dan bertema, artinya tiap gerak mengandung tema tertentu,

3.        gerak anak menirukan gerak keseharian orang tua dan juga orang-orang yang berada di sekitarnya,

Faktor yang Mempengaruhi Laju Perkembangan Motorik


Hurlock (1978:25) menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi laju perkembangan motorik yaitu faktor keturunan, kehamilan dan kelahiran, kondisi anak, dan motivasi.
1. Faktor keturunan
Sifat dasar genetik, termasuk bentuk tubuh dan kecerdasan mempunyai pengaruh yang menonjol terhadap laju perkembangan motorik. Anak yang memiliki IQ tinggi menunjukkan perkembangan motorik yang lebih cepat daripada anak yang memiliki IQ normal atau di bawah normal.
2. Kehamilan dan kelahiran
Kondisi status gizi ibu dan lingkungan yang baik saat ibu hamil mendorong perkembangan janin yang baik sehingga perkembangan motorik anak juga akan baik. Kelahiran yang sukar terlebih lagi kelahiran yang mengakibatkan trauma kepala akibat jalan lahir pada umumnya menghambat perkembangan motorik. Anak dengan riwayat lahir prematur juga memiliki perkembangan motorik yang lebih lambat daripada anak yang lahir normal.
3. Kondisi anak
Status gizi anak yang baik pada dasarnya akan mempercepat perkembangan motorik anak. Keadaan cacat fisik yang terdapat pada anak, seperti kebutaan akan memperlambat perkembangan motorik.
4. Motivasi
Adanya rangsangan, dorongan, dan kesempatan anak untuk menggerakkan semua bagian tubuh akan mempercepat perkembangan motorik. Perlindungan orangtua yang berlebihan akan menghambat berkembangnya kemampuan motorik.  Perkembangan keterampilan motorik merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangan pribadi secara keseluruhan.
Hurlock (1956, dalam Yusuf, 2004:46) menyatakan ada beberapa alasan penting tentang fungsi perkembangan motorik bagi konstelasi perkembangan anak, yaitu:
a.       Melalui keterampilan motorik, anak dapat menghibur dirinya dan memperoleh perasaan senang. Misalnya anak merasa senang dengan memiliki keterampilan memainkan boneka, melempar, dan memainkan alat-alat mainan.
b.      Melalui keterampilan motorik, anak dapat beranjak dari kondisi tidak berdaya (helplessness) pada bulan-bulan pertama dalam kehidupannya, ke kondisi yang bebas atau tidak bergantung (indenpendence). Anak dapat bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya dan dapat berbuat sendiri untuk dirinya. Kondisi ini akan dapat menunjang perkembangan rasa percaya diri (self confidence).
c.       Melalui keterampilan motorik, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekolah. Pada usia prasekolah atau usia kelas-kelas awal sekolah dasar, anak sudah dapat dilatih menulis, menggambar, melukis, dan baris-berbaris.
d.      Melalui perkembangan motorik yang normal, anak dapat bermain atau bergaul dengan teman sebayanya, sedangkan yang tidak normal akan menghambat anak untuk dapat bergaul dengan teman sebayanya bahkan dia akan terkucil.
Perkembangan keterampilan motorik sangat penting bagi perkembangan self consept atau kepribadian anak

Prinsip Perkembangan Motorik Kasar


Hurlock (1978:60) menyatakan dari beberapa studi perkembangan motorik yang diamatinya, ada lima prinsip perkembangan motorik kasar.
Adapun lima prinsip perkembangan motorik kasar yaitu :
1. Perkembangan motorik kasar bergantung pada kematangan otot dan syaraf.
Perkembangan motorik sangat dipengaruhi oleh organ otak. Otak lah yang mengatur setiap gerakan yang dilakukan anak. Semakin matangnya perkembangan sistem syaraf otak yang mengatur otot, semakin baik kemampuan motorik anak. Hal ini juga didukung oleh kekuatan otot anak yang baik.
2. Perkembangan yang berlangsung terus menerus.
Perkembangan motorik berlangsung secara terus menerus sejak pembuahan.  Urutan perkembangan cephalocaudal dapat dilihat pada masa awal bayi, pengendalian gerakan lebih banyak di daerah kepala. Saat perkembangan syaraf semakin baik, pengendalian gerakan dikendalikan oleh batang tubuh kemudian di daerah kaki. Perkembangan secara proximodistal dimulai dari gerakan sendi utama sampai gerakan bagian tubuh terpencil. Misal bayi menggunakan bahu dan siku dalam bergerak sebelum menggunakan pergelangan tangan dan jari tangan.
3. Perkembangan motorik memiliki pola yang dapat diramalkan.
Perkembangan motorik dapat diramalkan ditunjukkan dengan bukti bahwa usia ketika anak mulai berjalan konsisten dengan laju perkembangan keseluruhannya. Misalnya, anak yang duduknya lebih awal akan berjalan lebih awal ketimbang anak yang duduknya terlambat. Breckenridge dan Vincent menyatakan cara yang cukup teliti untuk memperkirakan pada umur berapa anak akan mulai berjalan yakni dengan mengalikan umur anak mulai merangkak dengan 1,5 atau dengan mengalikan umur anak mulai duduk dengan 2.
4. Reflek primitif akan hilang dan digantikan dengan gerakan yang disadari.
Reflek primitif ialah gerakan yang tidak disadari, berlangsung secara otomatis dan pada usia tertentu harus sudah hilang karena dapat menghambat gerakan yang disadari.
5. Urutan perkembangan pada anak sama tetapi kecepatannya berbeda
Tahap perkembangan motorik setiap anak sama. Akan tetapi kondisi bawaan dan lingkungan mempengaruhi kecepatan perkembangannya

Penilaian Kemampuan Bercerita


            Penilaian kemampuan bercerita harus dilakukan pada saat kegiatan berbicara sedang berlangsung. Butir-butir penilaian bercerita menyangkut ketepatan isi cerita, jalan cerita, penggunaan bahasa, dan kelancaran cerita. Dalam kaitan ini, Djago Tarigan (1988:614) mengemukakan beberapa aspek penilaian kemampuan bercerita, yaitu ketepatan isi cerita, sistematika (jalan) cerita, penggunaan bahasa (pelafalan, intonasi, pilihan kata, struktur kata, struktur kalimat) dan kelancaran bercerita.
            Selain itu, Nurgiyantoro (1988:262) mengemukakan aspek-aspek penilaian berbicara yaitu tekanan, tata bahasa, kosa kata, kelancaran dan pemahaman. Dalam konteks penelitian ini, penulis menetapkan sepuluh aspek penilaian bercerita dengan menggunakan teknik melanjutkan cerita. Kesepuluh aspek itu adalah sebagai berikut.
1)        Kemenarikan isi cerita
2)        Kejelasan struktur Isi cerita
3)        Kesesuaian dengan cerita awal
4)        Ketepatan pelafalan bercerita
5)        Kejelasan intonasi bercerita
6)        Kesesuaian kosakata
7)        Ketepatan struktur kalimat
8)        Kelancaran bercerita
9)        Kewajaran bercerita

10)    Kekomunikasian bercerita.

Prinsip dan Prosedur Penggunaan Teknik Melanjutkan Cerita


Ada beberapa prinsip penerapan teknik melanjutkan cerita dalam pembelajaran bercerita. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut.
1)        Disediakan sebuah cerita yang menggantung (dihilangkan sebagian) yang diperdengarkan atau dibaca siswa. Cerita yang dijadikan model adalah cerita dengan menghilangkan bagian akhir, awal atau tengah karangan.
2)        Sepenggal cerita model disediakan dengan memperhatikan kesesuaian dengan latar belakang siswa dan kemungkinan pengembangannya.
3)        Urutan isi dan penyelesaian bercerita dapat menggunakan pola urutan logis atau kronologis dan dapat juga dengan teknik penceritaan tertentu.
4)        Pengembangan cerita bersifat kontekstual bergantung pada imajinasi, kreasi, dan kedalaman gagasan.
5)        Kriteria penyelesaian cerita harus mengandung unsur kesatuan, kepaduan, kelengkapan, kelajuan cerita dan bahasa.
Sementar itu prosedur penyajiannya adalah sebagai berikut. Pertama, diperdengarkan/dibaca teks cerita yang sudah dihilangkan setengahnya pada bagian akhir. Kedua, siswa membaca/menyimak dan menangkap jalan pikiran/alur cerita. Ketiga, siswa mengembangkan imajinasi dan gagasan untuk menerka kelanjutan cerita tersebut. Keempat siswa bercerita atau mengembangkan sendiri kelanjutan cerita itu berdasarkan versinya sendiri secara kreatif dan imajinatif. Kemungkinan prosedur pembelajaran bercerita dengan menggunakan teknik melanjutkan cerita ialah sebagai berikut.
1)        Guru menyiapkan cerita yang menggantung dan dibacakan atau meminta siswa untuk membacanya.
2)        Siswa diminta menyimak/membaca cerita yang menggantung dalam beberapa waktu dan disuruh menangkap jalan pikiran yang ada serta mempertimbangkan kemungkinan pengembangannya atau penyelesaiannya.
3)        Siswa diminta menyiapkan catatan-catatan kecil sebagai persiapan bercerita atau melanjutkan cerita.

4)        Siswa diminta menyelesaikan cerita yang menggantung secara logis, sistematis, koheren dan kohesif.

Tujuan dan Manfaat Teknik Melanjutkan Cerita


Pateda (1989:86) mengindikasikan adanya beberapa kesalahan dalam bercerita, yaitu “kesalahan pelafalan dan diksi”. Pendapat yang lebih lengkap dikemukakan Semi (1996:12) yang berpendapat sebagai berikut.
Setiap orang mestinya memiliki kemampuan berbicara. Bila tidak memiliki kemampuan itu, tentu saja kurang mampu melakukan hubungan baik dengan lingkungannya. Walaupun penting, tidak banyak orang yang memiliki kemampuan berbicara. Dengan mudah kita jumpai orang yang tidak dapat menyampaikan pendapatnya dengan bahasa yang lancar dan mudah dimengerti. Kalaupun ia dapat berbicara, caranya berbicara tidak menarik.

Ada beberapa indikator kekurangmampuan siswa dalam bercerita. Kelemahan bercerita berkaitan dengan aspek-aspek bercerita yang baik, yaitu tidak memiliki ketepatan isi, sistematika, kelancaran, dan kebahasaan. Masalah kesulitan bercerita disebabkan oleh faktor psikologis dan metodologis. Biasanya kesulitan untuk bercerita disebabkan karena miskinnya bahan yang akan diceritakan. Selain itu, aspek kejiwaan masih mewarnai kekurangmampuan siswa dalam bercerita. Misalnya, masih ada perasaan malu, tidak berani, kurang percaya diri, dan sebagainya. Tambahan lagi, dalam struktur bahasa, ekspresi lisan tersebut masih belum sistematis. Masalah tersebut setidaknya dapat dikurangi dengan penerapan teknik pembelajaran bercerita yang stimulatif, diantaranya teknik melanjutkan cerita.
Tujuan penggunaan teknik melanjutkan cerita dalam berbicara atau bercerita berkaitan dengan upaya metodologis untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan siswa dalam berbicara, meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan prosedur mengajar yang terfokus pada membantu siswa dalam berbicara, dan menghidupkan  kondisi pengajaran berbicara agar lebih menarik atau tidak monoton. Secara umum tujuan penggunaan teknik tersebut adalah membantu siswa menentukan bahan karangan dan mendorongnya untuk meningkatkan daya konseptual dan persepsi yaitu kemampuan menangkap gagasan yang telah disediakan (dibaca atau dibacakan) sebagai bahan bercerita dan meningkatkan daya ekspresi atau kreasi, yaitu kemampuan menuangkan gagasan lanjutan secara kreatif, imajinatif kontinu, kohesi dan koheren, serta sistematis. Dalam konteks fungsionalitas teknik tersebut, Djago Tarigan (1991:59), mengemukakan beberapa manfaat penggunaan teknik melanjutkan cerita, yaitu “siswa terlatih mendalami jalan pikiran orang lain, terlatih melanjutkan jalan pikiran orang lain yang belum selesai menjadi pikiran yang lengkap, melatih siswa berpikir logis”.

Berdasakan uraian di atas, secara khusus teknik ini bertujuan untuk membantu siswa : 1) menemukan unsur narasi; 2) menemukan bahan bercerita, 3) menangkap jalan pikiran; 4) melatih keterampilan dan ketelitian siswa dalam memperhatikan alur cerita; 5) mengembangkan daya interpretasi cerita ke dalam imajinasi pribadi; 6) menata urutan gagasan; 7) mengembangkan gagasan lanjutan seaera teratur, sistematis dan kontekstual; 8) mempertajam daya kognitif dan imajinatif; 9) melatih kecermatan. Sementara itu tujuan kedua menyangkut peran guru dalam mengelola pembelajaran menulis, yaitu : 1) menambah wawasan tentang fungsi teknik melanjutkan cerita dalam bercerita, 2) membantu menanggulangi kurang bervariasinya serta monotonitas pembelajaran bercerita atau berbicara; 3) menciptakan proses pengajaran yang efektif dan efisien; dan 4) membantu menciptakan kelas yang menarik.

Pengertian dan Ciri-ciri Teknik Melanjutkan Cerita


Secara konseptual dan prosedural, istilah teknik melanjutkan cerita sebagai salah satu teknik menulis dikemukakan oleh Tarigan & Tarigan (1990:200). Teknik melanjutkan cerita adalah “suatu cara bercerita dengan menyiapkan cerita yang belum tuntas untuk dilanjutkan oleh siswa (Tarigan, 1990:101). Secara konseptual teknik melanjutkan cerita merupakan cara bercerita dengan mengembangkan, melanjutkan atau menyelesaikan isi cerita yang sudah disediakan sebagai secara menggantung (belum selesai).
Bagian cerita ini diberikan kepada siswa sebagai stimulus untuk mampu membahasakan ide-ide lanjutan yang kreatif dan heterogen. Berdasarkan model cerita yang belum tuntas, siswa diminta untuk melengkapi dan melanjutkan cerita itu berdasarkan daya intelegensi, imajinasi, pengalaman, pengamatan dan lain-lain. Isi cerita yang menggantung bisa bersifat fiktif atau faktual. Akan tetapi, yang terpenting dalam melanjutkan cerita adalah adanya unsur kesatuan, kepaduan, kelengkapan, kevariasian, kelajuan dan kewajaran cerita.
Dari uraian di atas, teknik melanjutkan cerita dalam bercerita dapat dibatasi sebagai suatu cara dalam menuangkan atau mengembangkan gagasan, khayalan, perasaan dalam bentuk kisahan secara lisan berdasarkan cerita yang telah disediakan dengan sistematis, kronologis, dan efektif. Dengan perkataan lain, teknik melanjutkan cerita merupakan cara bercerita dengan melanjutkan fragmentasi cerita yang telah disediakan sebagian secara bebas, kreatif, dan imajinatif, tetapi tetap memperhatikan kelajuan dan kewajaran cerita.
Berdasarkan batasan itu, terdapat beberapa ciri teknik menyelesaikan cerita. Pertama, disediakan sebuah cerita yang belum selesai atau menggantung. Kedua, bercerita bertujuan untuk menyelesaikan sebuah cerita yang dihilangkan di bagian awal, tengah, atau akhir. Ketiga, pola dalam melanjutkan cerita dilakukan secara bebas, tetapi memperhatikan kesatuan, kepaduan, kelajuan, kelengkapan kewajaran, dan kebebasan mengekspresikan gagasan agar cerita tersebut menjadi lebih utuh dan tuntas.

Teknik Pembelajaran Bercerita


Dalam implementasi pembelajaran, kemampuan siswa dalam mengungkapkan pikirannya secara lisan dalam bentuk bercerita masih belum memuaskan. Indikator kekurangmampuan berbicara diantaranya tidak adanya keteraturan dalam mengungkapkan pikiran, kurang kaya akan isi gagasan, ketidak sistematisan sitematika cerita, ketidaklancaran, dan kelemahan aspek kebahasaan. Untuk dapat bercerita memang menuntut keterampilan berbicara. Gaya bercerita yang menarik, intonasi yang tepat, pengurutan cerita yang cocok, dan sebagainya harus dikuasai oleh siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurgiyantoro (1998:252) berikut.
Berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan berbahasa, yaitu setelah aktivitas mendengarkan. Berdasarkan bunyi-bunyi (bahasa) yang didengarnya itulah kemudian manusia belajar mengucapkan dan akhirnya mampu untuk berbicara. Untuk dapat berbicara dalam suatu bahasa secara baik, pembicara harus menguasai lafal, struktur, dan kosa kata yang bersangkutan. Di samping itu, diperlukan juga penguasaan masalah dan atau gagasan yang akan disampaikan, serta kemampuan memahami bahasa lawan pembicara.


Kesulitan berbicara disebabkan beberapa faktor, diantaranya faktor psikologis dan metodologis. Secara psikologis, kesulitan siswa dalam bercerita disebabkan oleh afeksi dan perasaan malu, tidak berani dan kurang percaya diri. Sementara apsek metodologis sering kurang diperhatikan, misalnya penggunaan metode pembelajaran bercerita yang tidak menarik. Untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam bercerita diperlukan latihan bercerita yang teratur, sistematis dan  berkesinambungan. Selain itu, diperlukan penentuan dan pemilihan teknik pengajaran bercerita dengan tepat. Hal ini sesuai dengan pendapat Mulyati, dkk (1999:122) yang mengatakan bahwa “kegiatan bercerita harus dirancang dengan baik”. Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan di atas adalah dengan mencoba menerapkan teknik pembelajaran bercerita yang lebih variatif, stimulatif, atau berorientasi kepada kegiatan siswa yang kreatif dan menyenangkan. Bentuk metodologis yang dapat digunakan adalah penggunaan teknik melanjutkan cerita.

Tujuan dan Fungsi Bercerita


Bercerita sangat penting sebagai upaya menunjang keterampilan berbicara dan berbahasa. Tujuan bercerita dapat dikaitkan dengan tujuan berbicara pada umumnya. Bercerita bertujuan untuk menyampaikan kisah bagi pendengar sehingga merasa terhibur dan memperoleh kenikmatan atau kesenangan estetis, artistik, dan imajinatif. Selain itu, bercerita bertujuan untuk meningkatkan wawasan dan kemampuan berbahasa lisan. Bercerita dapat difungsikan sebagai sarana menyampaikan pesan seperti menjelaskan sesuatu hal, kejadian, peristiwa, dan sebagainya kepada pendengar. Kegiatan ini secara langsung dapat menunjang keterampilan berbahasa. Hal ini sejalan dengan pendapat Djago Tarigan, dkk (1998:68) yang menyatakan demikian.
Kegiatan bercerita dapat meningkatkan  kemampuan berbahasa. Sebelum kegiatan bercerita dimulai, si pembicara sudah mempersiapkan bahan yang akan diceritakan melalui kegiatan menyimak atau membaca sumber bahan dan menyusunnya kembali. Ini berarti kegiatan bercerita ini jelas-jelas dapat meningkatkan kemampuan berbicara, menyimak, menulis dan membaca.

Karena itu keterampilan bercerita sebagai bagian dari berbicara menjadi salah satu aspek kompetensi dasar yang perlu disampikan kepada siswa SMP. Bagi siswa, kemampuan yang baik dalam bercerita akan membantu memperlancar interaksi dan komunikasi dalam mengekspresikan ide, pikian, perasaan, kehendak, keinginan, imajinasi, informasi dan sebagainya. Dalam konteks ini, Mulyati, dkk (1999:122) mengatakan sebagai berikut.
Bercerita dapat menuntut siswa menjadi pembicara yang baik dan kreatif. Dengan bercerita, siswa dilatih untuk berbicara jelas dengan intonasi yang tepat, mengusai pendengar, dan untuk berperilaku menarik. Namun, kegiatan bercerita harus dirancang dengan baik. Sebelum kegiatan bercerita dilaksanakan siswa bisa memilih cerita atau menghafalkan jalannya cerita agar nanti pada pelaksanaannya tidak mengalami kesulitan.


About

Popular Posts