Beranda

Welcome

Selamat Datang di Blog Sarana Informasi ...... Welcome on this blog...benvenuti nel nostro blog..bienvenue sur notre blog...Willkommen in unserem Blog... bienvenido a nuestro blog...... 블로그에 오신 것을 환영합니다 beullogeue osin geos-eul hwan-yeonghabnida....

Friday, August 28, 2020

Pengertian Hasil Belajar

 


Hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah mengalami proses belajar. Menurut Sudjana dalam Kunandar (2010: 276) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2016:4) , “Hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam bentuk angka – angka atau skor setelah diberikan tes hasil belajar pada setiap akhir pembelajaran. Nilai yang diperoleh siswa menjadi acuan untuk melihat penguasaan siswa dalam menerima materi pelajaran.

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2010 : 22). Sedangkan menurut Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar : (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2010 : 22).

Perubahan dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap tidak sopan menjadi sopan dan sebagainya. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2016:4-5) dampak pembelajaran adalah hasil yang dapat diukur seperti tertuang dalam raport, angka dalam ijazah atau kemampuan meloncat setelah latihan. Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak dari suatu interaksi dalam proses pembelajaran.

Hasil belajar yang ideal adalah meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Namun perubahan tersebut sangat sulit untuk diungkapkan atau ditampilkan secara menyeluruh, terutama perubahan ranah rasa siswa. Guru dapat mengambil cuplikan perubahan hasil belajar yang dianggap penting yang mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta, karsa dan rasa.

Evaluasi keseluruhan proses belajar dilihat dari hasil belajar. Dengan melakukan evaluasi terhadap hasil belajar kita dapat memperoleh gambaran tentang efek-efek belajar yang telah dilakukan. Dengan demikian hasil belajar adalah hasil yang diperoleh seseorang yang berpartisipasi dalam kegiatan belajar (Sukardi, 2010:253).

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Menurut pemikiran Gagne, hasil belajar berupa :

a.   Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis.

b.   Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Kemampuan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasikan, kemampuan analitis fakta-fakta konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan.

c.   Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

d.   Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urutan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani. (Suprijono, 2019:6)

Hasil belajar adalah perubahan perilaku yang terjadi setelah mengikuti proses belajar mengajar. Manusia mempunyai potensi perilaku kejiwaan yang dapat dididik dan diubah perilakunya yang meliputi domain kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar atau perubahan perilaku menimbulkan perubahan kemampuan dapat hasil-hasil utama pengajaran. Hasil utama pengajaran adalah kemampuan hasil belajar yang memang direncanakan untuk diwujudkan dalam kurikulum dan tujuan pembelajaran (Susanto, 2013:5).

Menurut Woordworth (dalam Ismihyani 2010:56), hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar. Woordworth juga mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan aktual yang diukur secara langsung. Hasil pengukuran belajar inilah akhirnya akan mengetahui seberapa jauh tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah dicapai.

Dari penjelasan beberapa ahli, dapat diambil kesimpulan bahwa belajar pada hakekatnya adalah proses perubahan perilaku siswa dalam bakat pengalaman dan pelatihan. Artinya tujuan kegiatan belajar mengajar ialah perubahan tingkahlaku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan, sikap, bahkan meliputi segenap aspek pribadi. Kegiatan belajar mengajar seperti mengorganisasi pengalaman belajar, menilai proses dan hasil belajar, termasuk dalam cakupan tanggung jawab guru dalam pencapaian hasil belajar siswa.

Pengertian Discovery Learning

 


Model pembelajaran biasanya disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori pengetahuan. Para ahli menyusun model pembelajaran berdasarkan prisip-prinsip pembelajaran. Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum, merancang bahan-bahan, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain (Rusman, 2015:132-133).

Model pembelajaran Discovery Learning merupakan model pembelajaran berbasis penemuan. Menurut Hamalik (Takdir, 2012:29) menyatakan bahwa discovery adalah porses pembelajaran yang menitikberatkan pada mental intelektual para anak didik dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi, sehingga menemukan suatu konsep atau generalisasi yang dapat ditetapkan di lapangan.

Menurut Hosnan (2014: 282) Discovery Learning adalah belajar untuk menemukan, dimana seorang siswa dihadapkan dengan suatu masalah atau situasi yang tampaknya ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan pemecahan secara individu ataupun kelompok sehingga hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan.

Model Discovery Learning berusaha meletakkan dasar dan mengembangkan cara berpikir ilmiah, murid ditempatkan sebagai subjek yang belajar, peranan guru dalam model Discovery Learning adalah pembimbing belajar dan fasilitator belajar. Menurut Budiningsih (2015:43) model  Discovery  Learning  adalah  memahami  konsep,  arti,  dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan.

Menurut Sani (2015: 97), menyatakan bahwa pembelajaran Discovery Learning merupakan metode pembelajaran kognitif yang menuntut guru lebih kreatif menciptakan situasi yang dapat membuat peserta didik belajar aktif menemukan pengetahuan sendiri. Dalam model pembelajara Discovery Learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran Discovery Learning adalah proses pembelajaran yang menuntut siswa menemukan suatu konsep yang belum diketahui sebelumnya dengan cara melakukan suatu pengamatan dan penelitian dari masalah yang diberikan oleh guru yang bertujuan agar siswa berperan sebagai subjek belajar  terlibat  secara  aktif  dalam pembelajaran  di kelas.

Teori Perkembangan Peserta Didik

 

Secara etimologis perkembangan berasal dari kata kembang yang berarti maju menjadi lebih baik. Secara terminologis perkembangan diartikan sebagai sebuah proses kualitatif yang mengacu pada penyempurnaan fungsi sosial dan psikologis dalam diri seseorang dan berlangsung sepanjang hidup manusia.

Kasiram menegaskan bahwa perkembangan mengandung makna adanya pemunculan sifat-sifat yang baru yang berbeda dari sebelumnya mengandung arti bahwa perkembangan merupakan perubahan sifat individu menuju kesempurnaan yang merupakan penyempurnaan dari sifat-sifat sebelumnya (Syamsussabri, 2013:3).

Kaum tradisional berpandangan bahwa perkembangan lebih ditekankan pada kematangan, pertumbuhan, perubahan yang ekstrem selama bayi, anak-anak dan remaja. Selama perubahan masa dewasa dan penurunan pada usia lanjut kurang mendapat perhatian. Sedangkan kaum kontemporer berpandangan bahwa perkembangan manusia ditekankan pada perkembangan rentang hidup yakni perubahan yang terjadi selama rentang kehidupan mulai dari konsepsi sampai dengan meninggal.


Perkembangan dapat pula diartikan sebagai suatu proses perubahan dalam diri individu atau organisme baik fisik (jasmani) maupun psikis (rohani) menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan.

Perubahan berlangsung sistematis, progresif dan berkesinambungan maksudnya perubahan dalam perkembangan menjadi lebih maju, meningkat, mendalam atau meluas baik fisik maupun psikis berlangsung secara beraturan atau berurutan bukan kebetulan. Perkembangan tersebut bersifat saling ketergantungan atau saling mempengaruhi antara bagian-bagian organisme (fisik dan psikis) dan merupakan satuan harmonis (Yusuf, 2012:2).

Ada tiga faktor dominan yang mempengaruhi proses perkembangan individu yaitu faktor pembawaan yang bersifat alamiah, faktor lingkungan yang merupakan kondisi yang memungkinkan berlangsungnya proses perkembangan dan faktor waktu yaitu saat-saat tibanya masa peka atau kematangan (Makmun, 2016:57).

Selanjutnya, yang tidak kalah penting untuk dipahami selain beberapa konsep perkembangan peserta didik di atas adalah beberapa teori-teori perkembangan lain yang relevan diantaranya adalah :

a.         Teori Nativisme

Kaum nativisme ini berpendirian bahwa perkembangan anak ditentukan oleh pembawaannya sedangkan pengaruh lingkungan hidupnya hanya sedikit saja. Baik buruknya perkembangan anak sepenuhnya tergantung pada pembawaannya. 

b.         Teori Empirisme

Kaum empiris (John Lock) berpendirian bahwa perkembangan anak sepenuhnya tergantung pada faktor lingkungan, sedang faktor bakat tidak ada pengaruhnya. Dasar pikiran yang digunakan ialah bahwa pada waktu dilahirkan jiwa anak dalam keadaan suci, bersih seperti kertas putih yang belum ditulisi sehingga dapat ditulisi menurut kehendak penulisnya. Pendapat ini terkenal dengan nama teori tabularasa.

c.         Teori Konvergensi

Teori ini merupakan perpaduan antara pandangan nativisme dan empirisme yang keduanya dipandang sangat berat sebelah. Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan anak dihasilkan dari kerja sama antara kedua faktor yaitu pembawaan dan lingkungan. Seorang anak pada waktu dilahirkan telah membawa potensi yang akan berkembang maka lingkungan yang memungkinkan potensi-potensi tersebut berkembang dengan baik

d.         Teori Rekapitulasi

Menurut teori rekapitulasi perkembangan individu merupakan ulangan dari perkembangan sejenisnya. Teori rekapitulasi dikemukakan oleh Stanley Hall. Sebagai pakar biologi dia berpendapat bahwa perkembangan jasmani indivdu merupakan ulangan dari pertumbuhan jenisnya (Umam, 2008:34).

Monday, August 3, 2020

Sistim organisasi masarakat Sunda


Sistim organisasi masarakat Sunda digundukkeun dumasar kana tilu rupa, nyaéta (1) kelompok umur; (2) sistim pancakaki; jeung (3) ajén inajén kapamingpinan.
a. Kelompok Umur
Dina kahirupan masarakat urang Sunda, masarakat téh dipasing-asing jadi génep kelompok nurutkeun umurna, nyaéta (a) nu disebut orok, umur 0 – 12 bulan; (b) budak, umur 1 – 15 taun; (c) bujang atawa jajaka (pikeun lalaki), lanjang, mojang atawa parawan (awéwé), umur 16 – 25 taun; (d) sawawa (déwasa), 25 – 40 taun; (é) tengah tuwuh (madya), umur 41 – 50 taun; jeung (f) kolot (tua) nu umurna 51 taun ka luhur.
Husus keur sebutan sawawa, nu umur 17 taun gé bisa disebut sawawa, asal geus nikah (Sudaryat, 2014, kaca 16) Dina émprona gaul sapopoé, aya sebutan sahandapeun, sasama, jeung saluhureun; aya deui nu disebut pakokolot supa, hartina umurna teu pati géséh – bédana sataun atawa bubulanan. Unggal kelompok umur miboga wanda gaulna séwang-séwangan.
Dina kelompok umur barudak aya nu disebut kaulinan urang lembur, upamana waé: kakawihan, ucing-ucingan, jeung kaparigelan séjénna (nyieun kukudaan tina palapah daun cau, nyieun wawayangan tina gagang daun sampeu). Dina sistim kamasarakatan urang Sunda, umur téh nangtukeun strata sosialna, beuki kolot umurna, stratana beuki luhur.
Éta téh katingali tina ungkara kalimah “sepuh ti payun, barudak ti tukang”. Péta kitu téh pikeun masrakat urang Sunda henteu ngandung harti diskriminatif, tapi leuwih ngutamakeun norma étika atawa kasopanan ka  nu leuwih kolot. Mun kajadian aya budak ngora tapi milaku kolot, disebut kokolot begog; sabalikna jalma nu geus kolot tapi masih kénéh bubudakeun disebut aki-aki tujuh mulud mun awéwé disebut nini-nini beberenjén.
b. Sistim Pancakaki
Kahirupan masarakat Sunda nganut sistim pancakaki bilateral hartina katurunan ti pihak bapa atawa pihak indung henteu dibéda-bédakeun. Béda jeung sélér bangsa lian, sélér Batak sistim patrilinéal, katurunan ti pihak bapa; sélér Padang sistim matrilinéal, katurunan ti pihak indung. Pancakaki téh mangrupa unit-unit sosial anu miboga hubungan pernikahan, hubungan darah.
Masalah pancakaki dina kahirupan masarakat Sunda kawilang penting, lantaran upama kajadian aya dua jalma panggih di panyabaan, nu pangheulana diseleser téh sual turunan bisi aya patula-patalina: ti mana, saha rama, kapikumaha ka anu, jst. Tina hasil pancakaki, lamun nétélakeun aya hubungan darah duanana bagja, meunang kabungah dipanggihkeun jeung baraya di panyabaan.
Ari di Wewengkon Baduy (Kanékés) aya sesebutan Puun, hartina nyaéta nu dikolotkeun tur ngawasa adat jeung agama, istri puun disebutna Puun Bikang. Enggoning ngajalankeun kakawasaanana, puun téh dibantu ku Seurat (Kokolot Girang, Jaro Tangtu, Tangkesan). Baduy téh dibagi jadi dua wilayah/daérah (Tangtu), nyaéta Baduy Jero jeung Baduy Panamping.
Adat istiadat urang Baduy teu kapangaruhan ku adat-istiadat luar. Hal ieu katémbong pisan dina basa nu digunakeunana. Di Baduy teu dipiwanoh ayana konsép undak usuk basa, saperti dina basa Sunda urang. Konsép undak usuk basa téh mangrupa pangaruh tina basa Jawa. Najan urang Baduy teu ngagunakeun konsép undak usuk basa, teu ngandung harti urang Baduy teu butuh ku silihhormat, tetep dina émprona mah maranéhna ogé silihhormat ku basa jeung paripolah nu geus biasa dipaké jeung dilampahkeun dina hirup kumbuhna sapopoé.

c. Ajén-inajén Kapamingpinan Sunda
Sakumaha anu kaunggél dina Sanghyang Siksa Kandang Karesian (SSKK) layeut tur ngalagénana pamaréntahan téh ku ayana Tri Tangtu di Buana atawa Tri Tangtu di Bumi, maksudna tilu katangtuan hirup di alam dunya: Sang Prabu, Sang Rama, jeung Sang Resi. Sang Prabu minangka lambang Wisnu, Sang Rama minangka lambang Brahma, jeung Sang Resi minangka lambang Iswara (Atja jeung Danasismita, dina Sudaryat, 2015:19).
Sang Prabu nyaéta pamingpin roda pamaréntahan (éksékutif), pamingpin formal, birokrat, pamaréntah (presidén, raja) nu miboga kawijakan. Nu jadi Prabu kudu boga falasifah “ngagurat batu” boga watek panceg, hartina taat jeung patuh kana hukum enggoning ngajalankeun pamaréntahanana, teu ngarékayasa, éstu ngadék sacékna nilas saplasna. Kudu patuh jeung taat kana hukum agama, hukum nurani, hukum adat pon kitu deui hukum positif. Lamun pamingpin taat azas, mangka komunitas nu dipingpinna bakal lumansung dina koridor anu bener.
Sang Rama nyaéta golongan masarakat anu dikolotkeun pikeun ngawakilan di lembaga legislatif. Sang Rama kudu boga filosofis “ngagurat lemah”, maksudna kudu bisa nangtukeun naon anu bisa jadikeun titincakan. Fungsi Sang Rama nyaéta ngawujudkeun kulawarga anu silih asih, silih asuh jeung silih asah atawa kulawarga anu sakinah, mawadah jeung warohmah.
Sang Resi nyaéta golongan masarakat nu boga pancén pikeun ngokolakeun hukum agama jeung hukum darigama, hukum nagara (yudikatif). Sang Resi téh minangka simbul jalma anu jembar ku élmu panemuna, pinter tur singér, ulama, guru anu mampuh ngatik ngadidik geusan kamajuan bangsana. Sang Resi kudu miboga falasifah “ngagurat cai” tegesna tiis tengtrem dina prosés peradilan nu ngandung harti jembar


About

Popular Posts