Beranda

Welcome

Selamat Datang di Blog Sarana Informasi ...... Welcome on this blog...benvenuti nel nostro blog..bienvenue sur notre blog...Willkommen in unserem Blog... bienvenido a nuestro blog...... 블로그에 오신 것을 환영합니다 beullogeue osin geos-eul hwan-yeonghabnida....

Sunday, March 12, 2017

Makalah Sejarah Asia Tenggara

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan maritim besar pada masanya yang menguasai jalur perdagangan di selat Malaka khususnya dan jalur perdagangan di Asia Tenggara pada umumnya. Jalur perdagangan ini menghubungkan antara kawasan Asia Timur yaitu Cina dengan kawasan Asia Barat seperi India dan Persia. Keberadaan Sriwijaya sangat berperan penting dalam hubungan dagang tersebut.
Karena berada di jalur perdagangan antar kawasan maka sebagian besar penduduk Sriwijaya memiliki mata pencaharian sebagai pedagang. Selain itu juga didukung dengan wilayah Sriwijaya yang sebagian besar memiliki kawasan perairan sehingga kerajaan ini dijuluki kerajaan maritim.

1.2 Maksud dan Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Sejarah Asia Tenggara.
Adapun maksud pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
  1. Menguraikan Sejarah yang terjadi di Asia Tenggara.
  2. Mendeskripsikan Salah satu kerajaan yang pernah berdiri di kawasan Asia Tenggara yaitu kerajaan Sriwijaya.

1.3 Sistematika Makalah
Terdiri dari :
I.          Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Maksud dan Tujuan
1.3 Sistematika Makalah
II.        Pembahasan
III.       Penutup
3.1 Kesimpulan
Daftar Pustaka

BAB II

PEMBAHASAN


Kerajaan Sriwijaya dalam sejarah disebut sebagai kerajaan maritim yang menguasai jalur dagang di Laut Cina Selatan dan Selat Malaka. Kerajaan ini menjadi aktor utama dan mampu memanfaatkan posisi strategisnya dalam perdagangan antara Cina dan India.
Informasi tentang kerajaan Sriwijaya diperoleh dari sumber - sumber asing dan dalam negeri. Sumber dalam negeri berupa prasasti - prasasti seperti berikut ini :
1.    Prasasti Kedukan Bukit (683 M) di Palembang
2.    Prasasti Talang Tuo (684 M) di Palembang
3.    Prasasti Kotakapur (686 M) di Pulau Bangka
4.    Prasasti-prasasti Siddhayatra (tidak berangka tahun) di Palembang
5.    Prasasti Telaga Batu (683 M) di Palembang, dan
6.    Prasasti Karang Birahi (tidak berangka tahun) di Jambi
Sumber – sumber asing diperoleh dari Cina, India (antara lain Prasasti Nalanda, dan Cola), Srilangka, Arab, dan Parsi, serta Prasasti Ligor, Tanah Genting Kra, Malaysia yang berangka tahun 775 M.
Kerajaan Sriwijaya bercorak Budha dan menjadi pusat kajian agama Budha di Asia Tenggara. Berdasarkan catatan perjalanan pendeta Budha Cina bermana I-Tsing banyak pelajar Cina yang hendak belajar agama Budha di India belajar terlebih dahulu dasar-dasar agama Budha di Sriwijaya selama satu sampai dua tahun. Pada zaman keemasannya, kota Palembang menjadi pusat peziarah pendeta Budha. Kemungkinan, bahasa Melayu telah menjadi bahasa pengantar dalam sistem pendidikan Sriwijaya. Berdasarkan beberapa prasasti yang ditemukan di Palembang, bahasa yang digunakan dalam prasasti-prasati tersebut bukan bahasa Sansekerta melainkan bahasa Melayu kuno. Dengan demikian, kerajaan ini telah mengembangkan bahasa sendiri tanpa menggunakan bahasa asing.

Penduduk kerajaan yang pada umumnya menggantungkan hidup dari hasil tangkapan ikan dan pedagang lebih bersifat terbuka terhadap pengaruh asing. Mereka bisa berkomunikasi dan bergaul dengan berbagai bangsa yang menyinggahi pelabuhan-pelabuhan dagang di Sriwijaya. Meskipun menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar, mereka juga mengadopsi budaya dari India, seperti penggunaan nama-nama India, adat istiadat, serta tradisi dalam agama Budha.

Pada masa pemerintahan Balaputra Dewa, kerajaan Sriwijaya mengalami perkembangan pesat yang ditandai dengan tumbuhnya perdagangan di perairan Sriwijaya sebagai jalur dagang internasional. Raja-raja Sriwijaya memiliki pandangan jauh mengenai pemanfaatan posisi strategis kerajaannya di jalur perdagangan internasional. Untuk memajukan perdagangan, ibukota yang semual terletak di Palembang dipindahkan ke Minanga Tamwan, suatu daerah pertemuan antara Sungai Kampar Kanan dan Kampar Kiri. Daerah ini dianggap lebih strategis dibandingkan dengan Palembang.

Pada tahun 775 M, seperti tertera dalam Prasasti Ligor, Sriwijaya membangun ibukota baru di Semenanjung Malaysia. Tujuannya agar pemerintah lebih mampu mengawasi keghiatan dagang di Selat Malaka serta untuk mencegah para pedagang memotong jalur darat melewati Tanah Genting Kra. Dengan demikian, semua pedagang yang berasal dari Cina atau Asia Tenggara yang menuju Sriwijaya dan India atau sebaliknya harus melewati Selat Malaka, selat yang dikuasai oleh Sriwijaya.

            Kegiatan dagang telah meningkatkan tarap kemakmuran Sriwijaya. Menurut berita dari Cina, raja-raja Sriwijaya sangat terkenal karena kekayaannya. Menurut sebuah legenda Cina, salah seorang raja Sriwijaya telah membuang sebungkal emas ke kolam pada setiap hari ulang tahunnya. Legenda ini, walaupun diragukan kebenarannya, menunjukkan bahwa raja-raja Sriwijaya mengalami kemakmuran karena kegiatan dagang.

Di bidang pendidikan serta kajian ajaran Budha, kerajaan ini bukan hanya pusat pendidikan Budha dengan mendatangkan pelajar dari luar negeri melainkan juga mengirimkan pelajar-pelajarnya untuk belajar agama Budha dan ilmu pengetahuan di India. Berdasarkan berita yang termuat dalam Prasasti Nalanda (India), hubungan raja Sriwijaya, Balaputra Dewa, dengan raja Benggala, India, bernama Raja Dewapaladewa, sangat erat. Raja dari India menghadiahkan sebidang tanah untuk mendirikan asrama bagi pelajar dari Sriwijaya yang belajar di Nalanda. Raja-raja Sriwijaya yang terbuka terhadap pengaruh asing memiliki pandangan positif untuk memajukan rakyatnya dengan belajar dari negara lain, India. Hasilnya adalah lahirnya beberapa pelajar terkemuka yang menguasai ilmu pengetahuan serta bidang agama Budha.

Hubungan diplomatik dengan kerajaan Cola, India, juga terpelihara dengan baik, sebelum kerajaan ini menyerangnya pada abad ke-11. ketika hubungan baik terpelihara, salah seorang raja Sriwijaya, telah memberikan hadiah sebuah desa untuk diabdikan kepada sang Budha di Cola. Begitu juga hubungan dengan kerajaan Cina di Utara. Pada abad ke-11, maharaja Sriwijaya membantu membiayai sebuah perbaikan kuil milik penganut Taois di kanton. Hubungan baik dengan negeri Cina dianggap penting agar negeri tersebut tidak menjalin perjanjian dagang langsung dengan negara-negara saingan Sriwijaya. Hasil dari hubungan tersebut adalah terpeliharanya barang-barang dagangan Sriwijaya dari ancaman kerugian yang disebabkan oleh penentuan harga pihak pedagang lain. Hubungan luar negeri yang bersifat aktif tersebut menunjukkan peran besar Sriwijaya dalam menjalin persahabatan dengan negara-negara tetangga.

Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan di Sumatera, raja-raja Sriwijaya sangat taat dalam menjalankan ajaran Budha serta sangat keras sikapnya terhadap pelanggaran – pelanggaran yang dilakukan oleh raja-raja kecil taklukkannya. Sikap keras juga ditujukan terhadap para pelanggar aturan raja, termasuk anggota keluarga raja. Sikap demikian diperlukan agar segala aturan dalam negara maritim ini bisa ditegakkan serta kegiatan dagang bisa berjalan dengan baik. Untuk mempertahankan perannya sebagai negara dagang, kerajaan ini menjalin hubungan diplomatik serta menunjukkan sikap ekspansif terhadap negara tetangganya. Hubungan baik dengan negara tetangganya tidak selamanya bisa dipertahankan karena sikap ekspansif tersebut.

Negara – negara tetangga yang semula bersikap positif menaruh curiga terhadap tindak tanduk Sriwijaya. Pada abad ke-11, Sriwijaya mendapat serangan dari kerajaan Cola, India, yang berambisi menguasai Selat Malaka. Dalam serangan itu raja Sriwijaya yang bernama Sanggrama Wijayattunggawarman ditawan. Namun, kerajaan ini masih tetap eksis dan tetap bisa menguasai jalur dagang di Selat Malaka. Pada abad ke-13, salah satu taklukkan Sriwijaya, yaitu kerajaan Melayu, berhasil dikuasai Singasari, kerajaan dari Jawa yang dipimpin oleh Raja Kertanegara. Melalui ekspedisi Pamalayu, Raja Kertanegara berhasil menjalin hubungan baik dengan kerajaan Melayu, sementara kerajaan Sriwijaya yang mulai lemah tidak bisa mencegah negara taklukkannya menjalin hubungan dengan negara saingan di Jawa. Kelemahan Sriwijaya benar-benar bisa dimanfaatkan oleh kerajaan Sukhodaya dari Thailand di bawah raja Kamheng. Wilayah Sriwijaya semenanjung Malaysia, berhasil direbut sehingga selat Malaka bisa dikontrolnya. Pada akhir abad ke – 14, Sriwijaya benar-benar runtuh akibat serangan Majapahit dari Jawa.        

 



BAB III

PENUTUP



3.1 Kesimpulan
            Kerajaan Sriwijaya sebagai salah satu kerajaan yang pernah berdiri dan berkuasa di kawasan Asia Tenggara khususnya di Kawasan Selat Malaka memiliki peranan penting di kawasan tersebut. Selat Malaka mengalami perkembangan pesat sebagai salah satu jalur perdagangan baik antar pedagang yang datang dari dari Asia Timur seperti dari Cina hingga pedagang yang berasal kawasan Asia Barat seperti Gujarat, Persia.
            Perkembangan Kerajaan Sriwijaya tidak didukung dengan pertahanan kerajaan yang kuat. Selain itu dengan semakin banyaknya kerajaan-kerajaan kecil taklukkan Sriwijaya banyak yang memberontak sehingga hal ini menyebabkan kekuatan Sriwijaya menjadi lemah. Sriwijaya kemudian diserang oleh kerajaan dari Thailand serta kerajaan Majapahit sehingga Sriwijaya menjadi hancur.   
             








DAFTAR PUSTAKA





Ratmaningsih, (1995), Sejarah Nasional dan Umum, Bandung: Ganeca Exact

Supriatna, N., (1997), Sejarah Nasional Indonesia dan Umum, Bandung: Grafindo Media Pratama











No comments:

Post a Comment

About

Popular Posts