Beranda

Welcome

Selamat Datang di Blog Sarana Informasi ...... Welcome on this blog...benvenuti nel nostro blog..bienvenue sur notre blog...Willkommen in unserem Blog... bienvenido a nuestro blog...... 블로그에 오신 것을 환영합니다 beullogeue osin geos-eul hwan-yeonghabnida....

Friday, January 19, 2024

Sejarah Masyarakat Pra Aksara

 


Pra aksara adalah zaman dimulai sejak adaanya manusia disuatu wilayah dan berakhir ketika manusia itu mengenal tulisan. Manusia pra aksara memiliki tradisi pewarisan peninggalan yaitu denga cara :

  • Dengan pelatihan
  • Dengan karya-karya
  • Certita/tradisi lisan

Zaman Batu Tua

Zaman batu tua (palaeolitikum) disebut demikian sebab alat-alat batu buatan manusia masih dikerjakan secara kasar, tidak diasah atau dipolis. Apabila dilihat dari sudut mata pencariannya, periode ini disebut masa food gathering (mengumpulkan makanan), manusianya masih hidup secara nomaden (berpindah-pindah) dan belum tahu bercocok tanam.

Zaman batu tua berlangsung pada 50.000-10.000 SM. Zaman praaksara ini disebut sebagai zaman batu tua karena pada saat itu manusia menggunakan alat-alat batu yang masih dibuat secara kasar dan sederhana. Pada zaman praaksara ini manusia hidup secara nomaden atau berpindah-pindah dalam kelompok kecil (10-15 orang) untuk mencari makanan.

Pada zaman praaksara ini, manusia hanya mengenal berburu (hewan) dan mengumpulkan makanan (buah dan umbi-umbian), mereka belum mulai memasak atau bercocok tanam. Mereka berlindung dari alam dan hewan buas dengan tinggal di dalam gua. Pada masa ini, manusia purba sudah mengenal api.




Berdasarkan penemuan fosil, jenis manusia purba yang hidup di zaman paleolitikum, antara lain:

– Pithecanthropus Erectus

– Meganthropus paleojavanicus

– Homo Erectus

– Homo Soliensis

– Homo Wajakensis

– Homo Floresiensis

 

Di Indonesia sendiri khususnya di Jember, berdasarkan asumsi di era paleolitikum terbagi menjadi tiga periodisasi yaitu awal, tengah, dan akhir. Dimana terdapat beberapa peninggalan yang menjadi bukti akan hal tersebut yang dapat kamu baca pada buku Babad Bumi Sadeng Mozaik Historiografi Jember Era Paleolitik oleh Zainollah Ahmad.

Terdapat dua kebudayaan yang merupakan patokan zaman ini, yaitu:

  • Kebudayaan Pacitan (Pithecanthropus)
  • Kebudayaan Ngandong, Blora (Homo Wajakinensis dan Homo Soloensis)
  • Alat-alat yang dihasilkan antara lain: kapak genggam/perimbas (golongan chopper/pemotong), Alat-alat dari tulang binatang atau tanduk rusa dan Flakes dari batu Chalcedon (untuk mengupas makanan)

Zaman Batu Tengah

1. Ciri zaman Mesolithikum

  • Nomaden dan masih melakukan food gathering (mengumpulkan makanan)
  •  Alat-alat yang dihasilkan nyaris sama dengan zaman palaeolithikum yakni masih merupakan alat-alat batu kasar.
  • Ditemukannya bukit-bukit kerang di pinggir pantai yang disebut Kjoken Mondinger (sampah dapur)
  • Alat-alat zaman mesolithikum antara lain: Kapak genggam (Pebble), Kapak pendek (hache Courte) Pipisan (batu-batu penggiling) dan kapak-kapak dari batu kali yang dibelah.
  • Alat-alat diatas banyak ditemukan di daerah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Flores.
  • Alat-alat kebudayaan Mesolithikum yang ditemukan di gua Lawa Sampung, Jawa Timur yang disebut Abris Sous Roche antara lain: Flakes (Alat serpih),ujung mata panah, pipisan, kapak persegi dan alat-alat dari tulang.


 

2. Tiga bagian penting kebudayaan Mesolithikum

a. Pebble-Culture (alat kebudayaan kapak genggam dari Kjoken Mondinger)

b. Bone-Culture (alat kebudayaan dari Tulang)

c. Flakes Culture (kebudayaan alat serpih dari Abris Saus Roche)




Hasil budaya lain yang menonjol yaitu lukisan gua berupa cap tangan yang diyakini sebagai bagian dari ritual agama, dianggap memiliki kekuatan magis. Lukisan tersebut banyak ditemukan di gua Leang-Leang, Sulawesi Selatan. Cap jari tangan warna merah diperkirakan sebagai simbol kekuatan dan perlindungan dati roh-roh jahat, sementara cap tangan jadi jarinya tidak lengkap diperkirakan merupakan ungkapan duka atau berkabung.

3. Manusia pendukung kebudayaan Mesolithikum adalah bangsa Papua--Melanosoid

Zaman Batu Muda

 

Ciri utama pada zaman batu Muda (neolithikum) adalah alat-alat batu buatan manusia sudah diasah atau dipolis sehingga halus dan indah. Alat-alat yang dihasilkan antara lain:

  • Kapak persegi, misalnya beliung, pacul, dan torah yang banyak terdapat di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, Kalimantan
  • Kapak batu (kapak persegi berleher) dari Minahasa,
  • Perhiasan (gelang dan kalung dari batu indah) ditemukan di Jawa,
  • Pakaian dari kulit kayu
  • Tembikar (periuk belaga) ditemukan di Sumatera, Jawa, Melolo (Sunda)
  • Manusia pendukung Neolithikum adalah Austronesia (Austria), Austro-Asia (Khamer-Indocina)

Zaman Batu Besar

 Zaman ini disebut juga sebagai zaman megalithikum. Hasil kebudayaan Megalithikum, antara lain: 1. Menhir: tugu batu yang dibangun untuk pemujaan terhadap arwah-arwah nenek moyang. 2. Dolmen: meja batu tempat meletakkan sesaji untuk upacara pemujaan roh nenek moyang 3. Sarchopagus/keranda atau peti mati (berbentuk lesung bertutup) 4. Punden berundak: tempat pemujaan bertingkat 5. Kubur batu: peti mati yang terbuat dari batu besar yang dapat dibuka-tutup 6. Arca/patung batu: simbol untuk mengungkapkan kepercayaan mereka

Kebudayaan pada zaman praaksara megalitikum diperkirakan berkembang dari zaman neolitikum sampai zaman perunggu. Manusia sudah dapat membuat dan meningkatkan kebudayaan menghasilkan bangunan-bangunan dari batu besar. Mereka telah membuat berbagai macam bangunan batu untuk kepentingan upacara keagamaan dan mengubur jenazah. Manusia pendukung pada zaman praaksara ini didominasi oleh Homo Sapiens.

 

Menurut Von Heine Geldren, kebudayaan megalitikum menyebar ke Indonesia melalui 2 gelombang. Pertama adalah Megalitikum Tua (2500-1500 SM) yang menyebar ke Indonesia pada zaman neolitikum dibawa oleh pendukung Kebudayaan Kapak Persegi (Proto Melayu). Contoh bangunan Megalithikum adalah menhir, punden berundak-undak, arca-arca statis.

 

Sedangakan masa Megalitikum Muda (1000-10 SM), menyebar pada zaman perunggu dibawa oleh pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu). Contoh bangunan megalitikum adalah peti kubur batu, dolmen, waruga , sarkofagus dan arca-arca dinamis.

Hasil kebudayaan zaman megalitikum:

– Menhir: tiang atau tugu batu untuk pemujaan dan peringatan akan roh nenek moyang. Menhir banyak ditemukan di Sumatera Selatan, Kalimantan, dan Sulawesi Tengah.

– Punden berundak: bangunan yang tersusun bertingkat, berfungsi sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang. Punden berundak bertingkat tiga yang memiliki makna tersendiri. Tingkat pertama melambangkan kehidupan saat masih dikandungan ibu, tingkat kedua melambangkan kehidupan didunia dan tingkat ketiga melambangkan kehidupan setelah meninggal. Punden berundak ditemukan di daerah Lebak Sibedug, Banten Selatan.

– Dolmen: meja batu tempat meletakkan sesaji untuk persembahan pada roh nenek moyang. Dolmen yang merupakan tempat pemujaan ditemukan di Telagamukmin, Sumberjaya, Lampung Barat. Di bawah dolmen sering ditemukan kubur batu untuk meletakkan mayat.

– Sarkofagus: peti kubur batu yang terdiri dari wadah dan tutup, pada ujung-ujungnya terdapat tonjolan. Sarkofagus memiliki jenis bentuk dan ornamen yang berbeda. Di dalamnya ditemukan tulang-tulang manusia dan bekal kubur berupa periuk, beliung persegi, perhiasan dari perunggu dan besi. Sarkofagus banyak ditemukan di daerah Bali.

– Kubur batu: peti mati yang dibentuk dari 6 papan batu. Paling banyak ditemukan di daerah Sumba dan Minahasa.

– Waruga: Kubur batu khas Minahasa, kebanyakan berupa kotak batu dengan tutup berbentuk segitiga mirip bangunan rumah sederhana.

– Arca batu: patung-patung dari batu berbentuk binatang atau manusia. Bentuk binatang yang digambarkan yaitu gajah, kerbau, harimau dan monyet. Daerah penemuannya yaitu di Pasemah (Sumatera Selatan), Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur.

 

Zaman Logam

Pada zaman Logam orang sudah dapat membuat alat-alat dari logam di samping alat-alat dari batu. Orang sudah mengenal teknik melebur logam, mencetaknya menjadi alat-alat yang diinginkan. Teknik pembuatan alat logam ada dua macam, yaitu dengan cetakan batu yang disebut bivalve dan dengan cetakan tanah liat dan lilin yang disebut a cire perdue. Periode ini juga disebut masa perundagian karena dalam masyarakat timbul golongan undagi yang terampil melakukan pekerjaan tangan. Zaman logam ini dibagi atas:


 Zaman logam disebut juga sebagai zaman perundagian karena di masyarakat timbul golongan undagi yang terampil dalam melakukan pekerjaan tangan. Pada zaman ini, manusia purba sudah mulai mengenal teknologi dan pertukangan dengan membuat peralatan yang sesuai dengan kebutuhan hidup. Manusia sudah mulai membuat alat dari logam seperti perunggu dan besi.

 

Ada 2 teknik pembuatan alat logam, yaitu dengan cetakan batu (bivalve) dan dengan cetakan tanak liat dan lilin (a cire perdue). Zaman logam dibagi menjadi 3 zaman yaitu zaman tembaga, zaman perunggu, dan zaman besi, namun zaman tembaga tidak terjadi di Indonesia.

 

Zaman Perunggu

Pada zaman perunggu atau yang disebut juga dengan kebudayaan Dongson-Tonkin Cina (pusat kebudayaan)ini manusia purba sudah dapat mencampur tembaga dengan timah dengan perbandingan 3 : 10 sehingga diperoleh logam yang lebih keras.

Alat-alat perunggu pada zaman ini antara lain :

  • Kapak Corong (Kapak perunggu, termasuk golongan alat perkakas) ditemukan di Sumatera Selatan, Jawa-Bali, Sulawesi, Kepulauan Selayar, Irian
  • Nekara Perunggu (Moko) sejenis dandang yang digunakan sebagai maskawin. Ditemukan di Sumatera, Jawa-Bali, Sumbawa, Roti, Selayar, Leti


 


  • Benjana Perunggu ditemukan di Madura dan Sumatera.
  • Arca Perunggu ditemukan di Bang-kinang (Riau), Lumajang (Jawa Timur) dan Bogor (Jawa Barat)

Zaman Besi


 

Pada zaman ini orang sudah dapat melebur besi dari bijinya untuk dituang menjadi alat-alat yang diperlukan. Teknik peleburan besi lebih sulit dari teknik peleburan tembaga maupun perunggu sebab melebur besi membutuhkan panas yang sangat tinggi, yaitu ±3500 °C.

Alat-alat besi yang dihasilkan antara lain:

a. Mata Kapak bertungkai kayu

b. Mata Pisau

c. Mata Sabit

d. Mata Pedang

e. Cangkul

Alat-alat tersebut ditemukan di Gunung Kidul (Yogyakarta), Bogor (Jawa Barat), Besuki dan Punung (Jawa Timur) Zaman logam di Indonesia didominasi oleh alat-alat dari perunggu sehingga zaman logam juga disebut zaman perunggu. Alat-alat besi yang ditemukan pada zaman logam jumlahnya sedikit dan bentuknya seperti alat-alat perunggu, sebab kebanyakan alat-alat besi, ditemukan pada zaman sejarah. Antara zaman neolitikum dan zaman logam telah berkembang kebudayaan megalitikum, yaitu kebudayaan yang menggunakan media batu-batu besar sebagai alatnya, bahkan puncak kebudayaan megalitikum justru pada zaman logam.

MAKALAH DEFINISI DAN TUJUAN PENDIDIKAN MENURUT FILSAFAT PERENIALISME

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

 

 

 

1.1    Latar Belakang

Di zaman kehidupan modern ini banyak menimbulkan krisis diberbagai bidang kehidupan manusia, terutama dalam bidang pendidikan. Untuk mengembalikan keadaan krisis ini, maka perenialisme memberikan jalan keluar yaitu berupa kembali kepada kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal dan teruji ketangguhannya. Untuk itulah pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya kepada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Perenialisme memandang pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya kepada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Dengan kata lain pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kepada masa lampau, karena dengan mengembalikan keadaan masa lampau ini, kebudayaan yang dianggap krisis ini dapat teratasi melalui perenialisme karena ia dapat mengarahkan pusat perhatiannya pada pendidikan zaman dahulu dengan sekarang

Filsafat perennialisme merupakan terapan dari filsafat umum. Filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai. Berikut ini filsafat perennialisme dalam filsafat pendidikan.

Perennialisme diambil dari kata perennial, yang dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English diartikan sebagai “continuing throughout the whole year” atau “lasting for a very long time” – abadi atau kekal. Dari makna yang terkandung dalam kata itu adalah filsafat perennialisme mengandung kepercayaan filsafat yang berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal abadi.

Perennialisme lahir pada tahun 1930-an sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perennialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan suatu yang baru. Perennialisme memandang situasi didunia ini penuh kekacauan, ketikdak pastian dan ketidak teraturan, terutama pada kehidupan moral, intelektual dan sosial kultural. Maka perlu ada usaha untuk mengamankan ketidak beresan ini.

 

1.2    Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian filsafat perennialisme?

2.      Bagaimana tujuan pendidikan menurut filsafat perennialisme?

 

1.3    Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah yang kami tulis, dalam pembuatan makalah Filsafat Filsafat Pendidikan Perennialismedengan perumusan masalah di atas adalah :

1.      Menjelaskanpengertian filsafat perennialisme.

2.      Menjelaskan tujuan pendidikan menurut filsafat perennialisme.

 

 

 

 

 

 

 

 

 


BAB II

PEMBAHASAN

 

 

 

2.1    Pengertian Perennialisme

Perennialisme diambil dari kata perennial, yang dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English diartikan sebagai “continuing throughout the whole year” atau “lasting for a very long time” – abadi atau kekal [1].Dari makna yang terkandung dalam kata itu adalah filsafat perennialisme mengandung kepercayaan filsafat yang berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal abadi.

Istilah philosophia perennis (filsafat keabadian) barangkali digunakan  untuk pertama kalinya di dunia Barat oleh Augustinus Steuchus sebagai judul karyanya De Perenni Philosophia yang diterbitkan pada tahun 1540[2]. Istilah  tersebut dimasyhurkan oleh Leibniz dalam sepucuk surat yang ditulis pada 1715  yang menegaskan pencarian jejak-jejak kebenaran di kalangan para filosof kuno dan tentang pemisahan yang terang dari yang gelap, sebenarnya itulah yang dimaksud dengan filsafat perenial.[3]

Sebagaimana diungkapkan oleh Leibniz filsafat perenial merupakan metafisika yang mengakui realitas ilahi yang substansial bagi dunia benda-benda,  hidup dan pikiran ; merupakan psikologi yang menemukan sesuatu yang sama di  dalam jiwa dan bahkan identik dengan realitas ilahi. Unsur-unsur filsafat perenial  dapat ditemukan pada tradisi bangsa primitif dalam setiap agama dunia dan pada  bentuk-bentuk yang berkembang secara penuh pada setiap hal dari agama-agama yang lebih tinggi.[4]

Istilah perenial biasanya muncul dalam wacana filsafat agama dimana agenda yang dibicarakan adalah pertama, tentang Tuhan, wujud yang absolut,  sumber dari sagala sumber. Kedua, membahas fenomena pluralisme agama secara  kritis dan kontemplatif. Ketiga, berusaha menelusuri akar-akar religiusitas  seseorang atau kelompok melalui simbol-simbol serta pengalaman keberagamaan.[5]

Ada perbedaan pandangan diantara para tokoh berkenaan dengan awal  kemunculan filsafat perenial. Satu pendapat mengatakan bahwa istilah filsafat  perenial berasal dari Leibniz, karena istilah itu digunakan dalam surat untuk  temannya Remundo tertanggal 26 Agustus 1714, meskipun demikian Leibniz tidak pernah menerapkan istilah tersebut sebagai nama terhadap sistem filsafat siapapun termasuk sistem filsafatnya sendiri.[6]

Kemudian pada pertengahan abad ini (1948) Adolf Huxley mempopulerkan istilah filsafat perenial tersebut dengan menulis buku yang diberi judul The Perennial Philosophi.[7] Pandangan lain yang menyangkal pendapat ini telah menunjukkan bukti bahwa jauh sebelum tanggal tersebut Augustino Steucho  (1490-1518) telah menerbitkan sebuah buku yang diberi judul “De Perenni  Philosophia” pada tahun 1540. Buku tersebut merupakan upaya untuk  mensintesiskan antara filsafat, agama, dan sejarah berangkat dari sebuah tradisi  filsafat yang sudah mapan. Karya Steuchus De Perenni Philosophia telah  mempengaruhi banyak orang, antara lain Ficino dan Pico. Bagi Ficino, filsafat  perenial disebutnya sebagai filsafat kuno yang antik (philosophia priscorium) atau prisca theologi, yang berarti filsafat atau teologi kuno yang terhormat.[8]

Steuco menggunakan istilah perenni untuk menyebut sistemnya sendiri  yang sudah mapan dan kompleks. Dalam konteks ini istilah perenial dapat dipahami dalam dua arti : pertama, sebagai suatu nama dari suatu tradisi filsafat  tertentu, kedua, sebagai sifat yang menunjuk pada filsafat yang memiliki keabadian ajaran, apapun namanya.[9]

Namun jika dilihat dari segi makna, sebenarnya jauh sebelum Steuchus  atau Leibniz, agama hindu telah membicarakannya dalam istilah yang disebut  Sanatana Darma. Demikian juga di kalangan kaum Muslim, mereka telah  mengenalnya lewat karya ibnu Miskawaih (932-1030), al-Hikmah al-Khalidah  yang telah begitu panjang lebar membicarakan filsafat perenial. Dalam buku itu,  Miskawaih banyak membicarakan pemikiran-pemikiran dan tulisan-tulisan orang orang suci dan para filosof, termasuk di dalamnya mereka yang berasal dari Persia Kuno, India, dan Romawi.[10]

Meminjam istilah Sayyed Hussein Nasr, filsafat perennial juga bisa disebut  sebagai tradisi dalam pengertian al-din, al-sunnah dan al-silsilah. Al-din dimaksud  adalah sebagai agama yang meliputi semua aspek dan percabangannya. Disebut  al-sunnah karena perennial mendasarkan segala sesuatu atas model-model sakral  yang sudah menjadi kebiasan turun-temurun di kalangan masyarakat tradisional.  Disebut al-silsilah karena perennial juga merupakan rantai yang mengaitkan  setiap periode, episode atau tahap kehidupan dan pemikiran di dunia tradisional  kepada sumber segala sesuatu, seperti terlihat secara jelas dalam dunia tasawuf.  Dengan demikian filsafat perenial adalah tradisi yang bukan dalam pengertian  mitologi yang sudah kuno yang hanya berlaku bagi suatu masa kanak-kanak, melainkan merupakan sebuah pengetahuan yang benar-benar riil.[11]

Perennialisme melihat bahwa akibat dari kehidupan zaman moderen telah menimbulkan krisis di berbagai bidang kehidupan umat manusia. Mengatasi krisis ini perenialisme memberikan jalan keluar berupa “kembali kepada kebudayaan masa lampau” regresive road to culture. Oleh sebab itu perennialisme memandang penting peranan pendidikan dalam proses mengembalikan keadaan manusia zaman modren ini kapada kebudayaan masa lampauyang dianggap cukup ideal yang telah teruji ketangguhan nya.

Asas yang dianut perennialisme bersumber pada filsafat kebudayaan yang terkiblat dua, yaitu (a) perennialisme yang theologis – bernaung dibawah supremasi gereja katolik. Dengan orientasipada ajaran dan tafsir Thomas Aquinas – dan (b) perennialisme sekuler berpegang pada ide dan cita Plato dan Aristoteles.[12]

 

 

2.2    Prinsip-Prinsip Pendidikan Perennialisme

Dibidang pendidikan, perennialisme sangat dipengaruhi oleh tokoh tokohnya: Plato, Aristoteles dan Thomas Aquinas. Dalam hal ini pokok pikiran Plato tentang ilmu pengetahuan dan nilai-nilai adalah manifestasi dari pada hukum universal yang abadi dan sempurna, yakni ideal, sehingga ketertiban sosial hanya akan mungkin bila ide itu menjadi ukuran, asas normatif dalam tata pemerintahan. Maka tujuan utama pendidikan adalah “membina pemimpin yang sadar dan mempraktekkan asas-asas normatif itu dalam semua aspek kehidupan.

Menurut Plato, manusia secara kodrati memiliki tiga potensi, yaitu: nafsu, kemauan dan pikiran. Pendidikan hendaknya berorientasi pada potensi itudan kepada masyarakat, agar supaya kebutuhan yang ada disetiap lapisan masyarakat bisa terpenuhi. Ide-ide Plato itu dikembangkan oleh Aristoteles dengan lebih mendekat pada dunia kenyataan. Bagi Aristoteles, tujuan pendidikan adalah “kebahagiaan”. Untuk mencapai tujuan pendidikan itu, maka aspek jasmani, emosi yang intelek harus dikembangkan secara seimbang.

Seperti halnya prinsip-prinsip Plato dan Aristoteles, pendidikan yang dimaui oleh Thomas Aquinas adalah sebagai ”Usaha mewujutkan kapasitas yang ada dalam individu agar menjadi aktualitas” aktif dan nyata. Dalam hal ini peranan guru adalah mengajar – memberi bantuan pada anak didik untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada padanya.

Prinsip pendidikan perenialisme tersebut perkembangannya telah mempengaruhi sistem pendidikan modern, seperti pembagian kurikulum untuk sekolah dasar, menengah perguruan tinggi dan pendidikan orang dewasa[13].

 

2.3    Pandangan-Pandangan Filsafat Perenialisme tentang pendidikan

Perenialisme memandang edukation as cultural regresion: pendidikan sebagai jalan kembali,atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam

kebudayaan masa lampau yang dianggap sebagai kebudayaan yang ideal. Tugas pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang nilai-nilai kebenaran yang pasti, absolut, dan abadi yang terdapat dalam kebudayaan masa lampau yang dipandang kebudayaan ideal tersebut.

Pendidikan menurut aliran ini bukanlah semacam imitasi kehidupan, tetapi tidak lain adalah suatu upaya mempersiapkan kehidupan. Sekolah menurut kelompok ini tidak akan pernah dapat menjadi situasi kehidupan yang ril. Anak dalam hal ini menyusun rancangan dimana ia belajar dengan prestasi-prestasi warisan budaya masa lalu. Tugasnya kemudian adalah bagaimana merealisasikan nilainilai yang diwariskan kepadanya dan jika memunginkan meningkatkan dan menambah prestasi-prestasi itu melalui usaha sendiri.[14]

Perenialisme sebagai sebuah aliran dalam filsafat pendidikan yang mendasari dirinya pada keyakinan bahwa pengetahuan sejatinya yang didapat melalui ruang dan waktu mestilalah membentuk dasar-dasar pendidikan seseorang. Oleh karena itu tugas pendidikan itu adalah mengajar, termasuk mengajar pengetahuan yang mana pengetahuan itu termasuk kebenaran. Kebenaran itu sendiri dimana-mana sama, sedemikian rupa menjadikan pendidikan itu dimana pun mestilah sama, sedangkan anak didik sebagai individu dipandang oleh kelompok ini adalah sebagai makhluk rasional dan spiritual. Secara implisit tentunya juga anak didik adalah makhluk moral dan etik[15]

Kelompok perenialisme misalnya, menyebebutkan pendidikan itu pada dasarnya meningkatkan kualitas manusia sebagai manusia dalam kerangka nilai-nilai kebenaran yang universal, tidak terikat oleh ruang dan waktu. Dengan demikian system pendidikan apapun dan di dalam masyarakat manapun mesti mengacu pada nilai-nilai kebenaran universal. Sedemikian rupa anak didik dalam pendidikan dibantu untuk menemukan dan menjalin nilai-nilai universal ini dalam kehidupan mereka.

Sejalan dengan hal diatas, perenialist percaya bahwa prinsip-prinsip pendidikan juga bersifat universal dan abadi. Robert M. Hutchins mengemukakan ”Pendidikan mengimplikasikan pengajaran. Pengajaran mengiplikasikan pengetahuan. Pengetahuan adalah kebenaran. Kebenaran dimana pun dan kapan pun adalah sama”. Selain itu, pendidikan dipandang sebagai suatu persiapan untuk hidup, bukan hidup itu sendiri.

b.      Tujuan pendidikan

Bagi perenialist bahwa nilai-nilai kebenaran bersifat universal dan abadi, inilah yang harus menjadi tujuan pendidikan yang sejati. Sebab itu, tujuan pendidikannya adalah membantu peserta didik menyingkapkan dan menginternalisasikan nila-nilai kebenaran yang abadi agar mencapai kebijakan dan kebaikan dalam hidup.

c.       Sekolah

Sekolah merupakan lembaga tempat latihan elite intelektual yang mengetahui kebenaran dan suatu waktu akan meneruskannya kepada generasi pelajar yang baru. Sekolah adalah lembaga yang berperan mempersiapkan peserta didik atau orang muda untuk terjun kedalam kehidupan. Sekolah bagi perenialist merupakan peraturan-peraturan yang artificial dimana peserta didik berkenalan dengan hasil yang paling baik dari warisan sosial budaya.

d.      Kurikulum

Kurikulum pendidikan bersifat subject centered berpusat pada materi pelajaran. Materi pelajaran harus bersifat uniform, universal dan abadi, selain itumateri pelajaran terutama harus terarah kepada pembentukan rasionalitas manusia, sebab demikianlah hakikat manusia. Mata pelajaran yang mempunyai status tertinggi adalah mata pelajaran yang mempunyai “rational content” yang lebih besar.          

e.       Metode

Metode pendidikan atau metode belajar utama yang digunakan oleh perenialist adalah membaca dan diskusi, yaitu membaca dan mendikusikan karya-karya besar yang tertuang dalam the great books dalam rangka mendisiplinkan pikiran.

f.       Peranan guru dan peserta didik

Peran guru bukan sebagai perantara antara dunia dengan jiwa anak, melainkan guru juga sebagai “murid” yang mengalami proses belajar serta mengajar. Guru mengembangkan potensi-potensi self-discovery, dan ia melakukan moral authority (otoritas moral) atas murid-muridnya karena ia seorang propesional yang qualifiet dan superior dibandingkan muridnya. Guru harus mempunyai aktualitas yang lebih, dan perfect knowladge[16].

 

 


BAB III

PENUTUP

 

 

 

3.1    Kesimpulan

Merupakan terapan dari filsafat umum. Filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai. Berikut ini dua filsafat-filsafat dalam filsafat pendidikan. Perenialisme diambil dari kata perennial, yang dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English diartikan sebagai “continuing throughout the whole year” atau “lasting for a very long time” – abadi atau kekal. Dari makna yang terkandung dalam kata itu adalah filsafat perenialisme mengandung kepercayaan filsafat yang berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal abadi.

Perenialisme lahir pada tahun 1930-an sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialsme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan suatu yang baru. Perenialisme memandang situasi didunia ini penuh kekacawan, ketikdak pastian dan ketidak teraturan, terutama pada kehidupan moral, intelektual dan sosial kultural. Maka perlu ada usaha untuk mengamankan ketidak beresan ini.

 

3.2    Saran

            Keterbatasan informasi dan ketelitian penulis dalam menyusun makalah ini, menjadi sebab adanya keurangan-kekurangan yang tidak dapat kami hindari. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi penambahan wawasan bagi para penulis khususnya.

 


DAFTAR PUSTAKA

 

 

A. Chaedra Alwasiah, Filsafat Bahasa dan Pendidikan, (Bandung):Pt Remaja Rosdakarya, 2008

 

Amsal Amri, studi filsafat pendidikan, (Banda Aceh): yayasan PeNA, 2009

 

Dinn Wahyudin, dkk, pengantar pendidikan, (Jakarta): Universitas Terbuka, 2010

 

M., Amril. 2002. Etika Islam Telaah Pemikiran Moral Raghib alIsfahani. Pekanbaru: LSFK2P.

 

Muhmidayeli. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Pekanbaru: LSFK2P.

 

Parasetya, filsafat pendidikan, (Bandung): Pustaka Setia, 2002

 

Zuhairini, dkk, filsafat pendidikan islam, (jakarta): penerbit BUMI AKSARA, 2008

 

http://blog.uin-malang.ac.id/fityanku/2016/10/10/filsafat-pendidikan/

http://luphypamali.blogspot.com/2016/10/perenialisme.html

http://kukuhsilautama.wordpress.com/2016/10/10/filsafat-perenialisme-dalam-pendidikan/

http://sentangperkasa.yolasite.com/blog/pendidikan-menurut-pandangan-perenialisme

http://dadanggani.blogspot.com/2016/10/filsafat-esensialisme-dalam-filsafat.html

 

 

 



[1] Drs. Zuhairini, dkk, filsafat pendidikan islam, (jakarta): penerbit BUMI AKSARA, 2008, hal 27

[2] Lihat pengantar Sayyed Hossein Nasr dalam buku Frithjof Schuon, Islam dan Filsafat Perenial, Op. Cit  7

[3] Komaruddin dan Nafis, Op. Cit  40

[4] Arqom Kuswanjono, Ketuhanan Dalam Telaah Filsafat Perenial Perenial : Refleksi Pluralisme Agama Di Indonesia, (Yogyakarta : Badan Penerbitan Filsafat UGM, 2006)

[5] Komaruddin  dan Nafis, Op. Cit 40

[6] Ibid, 10

[7] Aldous Huxley, Filsafat Perennial, Terjemah : Ali Nur Zaman, ( Yogyakarta : Qolam,  2001) 4

[8] Komaruddin dan Nafis, Op. Cit.  41

[9] Arqom Kuswanjono, ...Op. Cit 11

[10] Komaruddin dan Nafis, Op. Cit  40

[11] Ibid  42

[12] Drs, zuhairini, dkk, filsafat pendidikan islam, …,hal 28

[13] http://blog.uin-malang.ac.id/fityanku/2011/12/23/filsafat-pendidikan/

[14] Muhmidayeli, 2005: 180

[15] Amril M., 2005: 26-27

[16] http://luphypamali.blogspot.com/2012/03/perenialisme.html

About

Popular Posts