Beranda

Welcome

Selamat Datang di Blog Sarana Informasi ...... Welcome on this blog...benvenuti nel nostro blog..bienvenue sur notre blog...Willkommen in unserem Blog... bienvenido a nuestro blog...... 블로그에 오신 것을 환영합니다 beullogeue osin geos-eul hwan-yeonghabnida....

Sunday, August 28, 2022

Hakikat Bahasa Sebagai Sarana Komunikasi Ilmiah

 Latar Belakang

Manusia memiliki akal yang digunakan untuk berpikir. Berpikir dimaksudkan untuk mengetahui segala sesuatu, memecahkan masalah atau mencari kebenaran. Dalam proses berpikir, terjadi pengorganisasian dari pengalaman-pengalaman secara empiris atau eksperimen sehingga tercapailah suatu  pengetahuan.

Dalam melakukan proses berpikir, manusia membutuhkan sarana untuk berpikir. Sarana pada dasarnya adalah sesuatu yang digunakan sebagai alat. Hal tersebut termasuk ke dalam ciri manusia yang disebut homo faber, yaitu mahluk yang dapat menciptakan alat.

Pada dasarnya sarana ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah. Melalui sarana berpikir ini, manusia dapat melakukan penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Adapun sarana dalam proses berpikir yaitu: bahasa, logika, matematika, dan statistika. Masing-masing sarana ini memiliki fungsi-fungsi yang khas dalam kegiatan ilmiah secara menyeluruh.

Bahasa sebagai salah satu sarana berpikir ilmiah memegang peran yang penting mengingat bahasa merupakan alat komunikasi manusia dalam peranannya sebagai mahluk sosial yang berinteraksi dengan manusia lain. Sebagai peranannya sebagai sarana berpikir, bahasa digunakan dalam proses berpikir itu sendiri dan untuk mengkomunikasikan pengetahuan yang didapat kepada pihak lain.


HAKIKAT  BAHASA

Bahasa memegang peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Keunikan manusia bukan pada kemampuannya berpikir tetapi pada kemampuannya berbahasa. Ernst Cassier (jujun: 2003) menyebutkan bahwa manusia adalah animal symbolicum yaitu mahluk yang mengunakan simbol. Simbol-simbol ini merupakan hasil trasformasi dari objek-objek yang faktual. Simbol-simbol inilah yang memungkinkan manusia untuk berpikir.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa pengertian bahasa antara lain:

Sistem lambang bunyi berartikulasi ( yang dihasilkan alat ucap) yang dipakai untuk melahirkan perasaan dan pikiran.

perkataan-perkataan yang dipakai suatu bangsa

Percakapan ( perkataan yang baik, sopan santun, tingkah laku yang baik)

Dapat dikatakan bahwa bahasa adalah serangkaian bunyi yang bermakna. Dalam hal ini, bunyi yang dimaksud adalah bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang kemudian dirangkai untuk menjadi simbol hasil transformasi dari objek yang faktual.

Menurut Jujun, Bahasa memungkinkan manusia untuk berpikir secara abstrak dimana objek-objek yang faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol yang bersifat abstrak.   

Perbendaharaan kata atau simbol abstrak dari suatu objek faktual merupakan hasil kesepakatan masyarakat pemakai bahasa. Misalnya masyarakat pengguna bahasa Indonesia sepakat bahwa tempat tinggal seseorang disimbolkan rumah. Sedangkan Masyarakat pengguna bahasa inggris sepakat untuk objek yang sama menyebutnya dengan simbol house.

Transformasi obyek faktual menjadi simbol abstrak terwujud dalam bentuk perbendaharaan kata yang dirangkai dan diatur oleh tata bahasa tertentu yang kemudian digunakan untuk mengemukakan jalan pikiran atau ekspresi perasaan. Mengemukakan jalan pikiran merupakan aspek informatif dari bahasa sedangkan mengungkapan perasaan merupakan aspek emotif dari bahasa. Menurut Kneller (Jujun:2003) mengungkapkan bahwa bahasa dalam kehidupan manusia mempunyai fungsi simbolik, emotif, dan afektif. Fungsi simbolik menonjol dalam komunikasi ilmiah sedangkan fungsi emotif menonjol dalam komunikasi estetik.


Bahasa memungkinkan manusia memikirkan sesuatu meskipun objek tersebut tidak berada didekat kita. Misalnya, pada saat istirahat makan siang, seorang karyawan memikirkan laporan yang akan disampaikan pada atasannya. Hal ini membuat bahasa memungkinkan manusia untuk memikirkan suatu masalah terus menerus. Jujun menyatakan bahwa melalui bahasa manusia hidup di dunia nyata yakni dunia pengalaman yang nyata dan dunia simbolik yang dinyatakan dengan bahasa.

Perbendaharaan kata yang dimiliki seorang manusia merupakan hasil  akumulasi dari pengalaman dan pemikiran manusia itu sendiri. Dengan Perbendaharaan kata yang dimiliki, manusia dapat mengkomunikasikan segenap pengalaman dan pemikiran mereka. Sejalan dengan semakin maju dan berkembangnya manusia , maka semakin berkembang pulalah bahasa. Bahkan, di setiap komunitas tertentu banyak yang memiliki kosakata yang khas dalam bidang masing-masing , misalnya kosakata yang dimiliki oleh para dokter, para guru, atau bahkan profesi copet. Manusia selalu mencoba memberi simbol pada semua gejala fisik yang dialami.

HAKIKAT  BAHASA SEBAGAI SARANA KOMUNIKASI ILMIAH

Sebagai mahluk sosial manusia harus dapat  berkomunikasi dengan manusia lainnya. Komunikasi berarti upaya untuk membuat pendapat, menyatakan perasaan, menyampaikan informasi dan sebagainya agar diketahui atau dipahami oleh orang lain. Proses komunikasi dikatakan efektif jika pesan atau informasi yang akan disampaikan oleh seorang komunikator sama dengan yang didapatkan oleh komunikan. Syarat utama bahasa digunakan sebagai sarana komunikasi ilmiah adalah Komunikatif.

Komunikasi terbagi menjadi komunikasi verbal dan nonverbal. Komunikasi verbal yaitu komunikasi melalui bahasa. Sedangkan komunikasi nonverbal melalui isyarat (gestur), gerak-gerik, suatu barang atau hal yang lainnya. Dalam komunikasi ilmiah yang digunakan tentu komunikasi verbal. Komunikasi verbal yaitu komunikasi yang mengunakan bahasa sebagai hasil transformasi dari objek yang bersifat faktual menjadi simbol yang abstrak. Hal inilah yang kemudian menyebabkan manusia mampu memikirkan sesuatu.

Komunikasi ilmiah bertujuan untuk menyampaikan informasi yang berbentuk pengetahuan. Hal yang perlu diperhatikan dalam komunikasi ilmiah adalah bahwa bahasa harus terhindar dari unsur-unsur emotif. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi adanya salah informasi atau informasi yang didapat tidak sesuai dengan informasi yang ingin disampaikan. Bahasa dalam komunikasi ilmiah bersifat reproduktif artnya apa yang disampaikan oleh komunikator maka itu pula yang didapatkan oleh komunikan. Oleh karena itu bahasa dalam komunikasi ilmiah  harus jelas dan objektif.


Komunikasi ilmiah menuntut kemampuan berbahasa dengan jelas. Hal ini berarti kata-kata yang digunakan harus diungkapkan secara eksplisit untuk mencegah kasalahpahaman makna. Oleh karena itulah dalam komunikasi ilmiah sering ditemukan definisi dari kata-kata yang dipergunakan. Hal ini dilakukan agar komunikan tidak memberi arti atau definisi yang berbeda dari makna yang dimaksudkan komunikator. Jika hal tersebut terjadi, maka akan menghasilkan proses berpikir yang berbeda pula.


Kemampuan berbahasa yang baik dan benar merupakan syarat mutlak untuk melakukan kegiatan ilmiah. Tanpa penguasaan tata bahasa dan kosakata yang baik, maka akan sulit bagi ilmuan untuk dapat mengkomunikasikan gagasan kepada pihak lain. Karya ilmiah pada dasarnya merupakan kumpulan pernyataan yang mengemukakan informasi tentang pengetahuan maupun jalan pikiran dalam mendapatkan pengetahuan itu. Agar dapat mengemukakan informasi dan jalan pikirannya, seorang ilmuwan dituntut mampu menguasaai pengunaan ejaan dan tanda baca yang benar serta mampu membuat kalimat-kalimat yang efektif.


Melalui  bahasa sebagai alat komunikasi ilmuwan bukan hanya menyampaikan informasi, gagasan, atau pengetahuan saja tetapi juga harus menyertakan argumentasi yang menuntut kejelasan kosakata dan logika tata bahasa. Charlton laird dalam Jujun mengatakan bahwa  tata bahasa merupakan alat dalam mempergunakan aspek logis dan kreatif dari pikiran untuk mengungkapkan arti dan emosi dengan mempergunakan aturan-aturan tertentu. Hal ini berarti penguasaan tata bahasa yang baik  harus dimiliki dalam komunikasi ilmiah.


Karya ilmiah yang berbentuk tulisan harus menggunakan ragan bahasa formal yang memenuhi kaidah tata bahasa baku. Hal ini untuk menghindari ketaksaan/keambiguan makna. Masalah  ilmiah biasanya menyangkut hal yang bersifat abstrak atau konseptual yang sulit dicari analoginya dengan keadaan nyata. Untuk mengungkapkan  hal tersebut, dibutuhkan kemampuan berbahasa penulisnya agar gagasan dapat terungkap dengan cermat tanpa kesalahpahaman makna.

Seorang ilmuwan sangat dituntut untuk menguasai bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah. Hal ini diperlihatkan dengan kemampuannya menyampaikan gagasan, konsep atau informasi melalui tata bahasa yang baik dan kosakata yang tepat. Dalam menggunakan bahasa sebagai sarana komunikasi ilmiah harus dihindari kecenderungan yang bersifat emosional.  Selain itu, seorang ilmuwan juga harus memperhatikan format-format penulisan karya ilmiah seperti penulisan catatan kaki atau daftar pustaka. Bila semua telah dikuasai, maka seorang ilmuwan akan mampu untuk berkomunikasi dengan baik.

KEKURANGAN BAHASA SEBAGAI SARANA KOMUNIKASI ILMIAH

Ada beberapa gejala yang dalam keadaan tertentu  menjadi kekurangan bahasa sebagai sarana komunikasi. Pertama,  bahasa memiliki multifungsi yaitu emotif, afektif, dan simbolik. Dalam komunikasi ilmiah tentu saja hanya fungsi simbolik yang dibutuhkan dari bahasa karena bahasa ilmiah harus bersifat objektif dan reproduktif.

Kekurangan yang kedua terjadi ketika penulis akan memberi definisi atau batasan dari sebuah kata/simbol tertentu. Hal ini terjadi karena batasan arti sebuah kata/simbol tersebut tidak jelas dan tidak pasti. Misalnya saat kita berusaha memberi arti dari istilah motivasi, sulit sekali untuk memberi gambaran, batasan atau arti yang jelas tentang kata tersebut.  Hal ini terlihat dengan banyak sumber ahli yang memberikan definisi motivasi dengan redaksi yang berbeda.

Kekurangan ketiga adalah dalam kondisi tertentu bahasa bersifat majemuk (pluralistik). Hal ini terlihat dengan adanya kata yang memiliki lebih dari satu arti. Misalnya kata bisa melambangkan dua konsep yang berbeda dalam kalimat ” Bisa ular itu bisa mematikan”. Kata bisa yang pertama menyimbolkan racun, sedangkan bisa yang kedua menyimbolkan mampu/dapat. Selain itu, dalam kondisi tertentu ada pula satu konsep yang dapat disimbolkan oleh beberapa kata yang berbeda. Misalnya konsep untuk sesuatu yang tidak memiliki tanda kehidupan bisa disimbolkan oleh mati, tewas, wafat, mampus, gugur, dan lain-lain. Sifat kemajemukan bahasa ini sering menyebabkan kekacauan semantik. Kekacauan akan terjadi jika dua pihak yang berkomunikasi memiliki konsep makna yang berbeda untuk simbol/kata yang sama atau mereka menggunakan sebuah kata yang berbeda untuk konsep yang sama.

Kelemahan lain dari bahasa yaitu dalam kondisi tertentu bahasa bersifat berputar-putar(sirkular) dalam menggunakan kata-kata terutama dalam pemberian definisi dari suatu kata. Kata data misalnya, diartikan sebagai bahan yang diolah menjadi informasi, dan kata informasi diartikan sebagai keterangan yang didapat dari data.  Hal ini tentu dapat menimbulkan kebingungan atau ketidakjelasan.

Beberapa kelemahan bahasa sebagai sarana komunikasi ilmiah ini menjadi bahan pemikiran yang sungguh-sungguh dari para filsafat modern. Kekacauan dalam filsafat menurut Wittgetstein dalam Jujun mengatakan bahwa kebanyakan dari pernyataan dan pertanyaan ahli filsafat timbul dari kegagalan mereka menguasai logika berbahasa.

Kekurangan bahasa sebagai sarana komunikasi ilmiah seperti yang telah dikemukakan sebelumnya dalam beberapa hal akan diefisienkan  melalui sarana berpikir ilmiah yang lain yaitu matematika. Melalui matematika, sifat kabur, majemuk, dan emosional dari bahasa dapat dikurangi.Dalam matematika dibuat lambang-lambang secara artifisial dan individual yang merupakan perjanjian yang berlaku khusus untuk masalah yang sedang dikaji. Jujun menyebutkan bahwa matematika adalah bahasa yang melambangkan makna dari pernyataan yang ingin disampaikan

KESIMPULAN

Bahasa memiliki peranan yang penting dalam kehidupan manusia yaitu sebagai alat komunikasi verbal dan sebagai sarana berpikir. Sebagai sarana berpikir ilmiah, bahasa juga memegang perangan yang tak kalah pentingnya. Melalui bahasa manusia mampu memberikan simbol terhadap suatu objek faktual tertentu. Hal ini memungkinkan manusia memikirkan suatu objek meski objek tersebut tak berada di dekatnya. Sebagai sarana komunikasi ilmiah, bahasa memungkinkan seseorang untuk berpikir dan harus mampu menyampaikan hasil pemikirannya tersebut kepada pihak lain.

Seorang ilmuwan yang baik dituntut untuk dapat menguasai tata bahasa dan kosakata yang baik dan benar agar dapat memikirkan sesuatu dengan sistematis dan teratur. Selain itu, seorang ilmuwan harus mampu menyampaikan gagasan atau pikirannya itu kepada pihak lain dengan tidak terjadi kesalahpahaman. Bahasa sebagai sarana komunikasi ilmiah harus bersifat reproduktif, apa yang ingin disampaikan komunikator sama dengan yang didapatkan oleh komunikan. Hal ini berarti bahasa yang digunakan sebagai sarana komunikasi yaitu harus komunikatif.


Dalam kondisi atau keadaan tertentu bahasa memiliki beberapa gejala yang dapat menjadi kekurangan bahasa sebagai sarana komunikasi ilmiah seperti emosional, kabur,  majemuk, dan sirkular( berputar-putar). Kekurangan ini dalam keadaan tertentu dapat diefisienkan melalui sarana berpikir yang lain yaitu matematika.

Laporan Studi Kasus Observasi di TK

 BAB I

PENDAHULUAN



A.  Latar Belakang

Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal. Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke beberapa arah, yaitu pertumbuhan dan perkembangan fisik, kecerdasan dan sosioemosional.

Pendidikan anak usia dini memiliki peran yang sangat penting seperti yang tertuang dalam UU PA (Undang Undang Pendidikan Anak), yaitu anak mempunyai hak untuk tumbuh, berkembang, bermain, beristirahat, berekreasi dan belajar dalam suatu pendidikan. Jadi, belajar adalah hak, bukan kewajiban. Karena belajar adalah hak, maka belajar harus menyenangkan, kondusif, dan memungkinkan anak menjadi termotivasi dan antusias.

Aspek yang dikembangkan dalam pendidikan anak usia dini adalah aspek pengembangan perilaku dengan pembiasaan meliputi sosial, emosi, kemandirian, nilai moral dan agama, serta pengembangan kemampuan dasar, yang meliputi pengembangan bahasa, kognitif, seni, dan fisik motorik Usia dini merupakan masa keemasan (golden age). Oleh karena itu, pendidikan pada masa ini merupakan pendidikan yang sangat fundamental dan sangat menentukan perkembangan anak selanjutnya.

Anak-anak mendapat kesempatan untuk mengembangkan kreativitas melalui kegiatan yang ekspresif, bermain seni dan gerakan, guna mengembangkan gerakan motoriknya. Apabila anak mendapatkan stimulus yang baik, maka seluruh aspek perkembangan anak akan berkembang secara optimal. Oleh karena itu pendidikan anak usia dini harus dapat merangsang seluruh aspek perkembangan anak baik perkembangan perilaku, bahasa, kognitif, seni maupun fisik motorik

Taman Kanak-kanak (TK)/Raudlatul Athfal (RA) merupakan salah  satu lembaga pendidikan yang sangat penting, karena TK adalah salah satu lembaga pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan anak usia 4 – 6 tahun, dimana pada usia tersebut merupakan masa peka bagi anak dalam menerima berbagai upaya perkembangan seluruh potensi anak. Masa peka adalah masa terjadinya pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini merupakan masa  untuk meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, nilai-nilai agama, emosional, konsep diri, disiplin, kemandirian, seni, moral dan sosial.

Anak TK/RA adalah sosok individu yang sedang berada dalam proses perkembangan dan mereka juga individu yang unik, artinya sikap anak yang satu berbeda dengan anak  yang lain baik itu dari segi fisik, psikis, kecerdasan, minat, bakat, emosi, dan sosial anak.

Berdasarkan keunikan/perbedaan tersebut timbullah berbagai permasalahan pada anak yang dapat menghambat perkembangan anak. Permasalahan itu dapat dilihat melalui perilaku anak saat mengikuti proses Pembelajaran atau pada saat anak bermain. Perilaku yang tampak dalam kehidupan sehari-sehari anak di sekolah salah satunya adalah anak pendiam, sering menangis, penakut, tidak mau berteman/bermain dengan teman sebayanya. Oleh karena itu pernulis tertarik untuk melakukan studi kasus tentang anak yang mengalami penyesuaian diri.


B. Tujuan Studi Kasus

            Tujuan dari studi kasus ini pada lembaga TK adalah menemukan penyebab anak menjadi pendiam, atau kurang penyesesuaian diri merumuskan alternatif pemecahan masalahnya, dan melaksanakan solusi penanganannya sekaligus sebagai pembelajaran bagi kami. Hal ini dilakukan agar kami sebagai  mahasiswa mengetahui secara langsung kasus-kasus yang dialami anak didik dengan melakukan praktek secara langsung melakukan bimbingan dan konseling dengan menentukan langkah penanganan yang tepat dengan kondisi anak yang mengalami kesulitan atau permasalahan tersebut.


C. Manfaat

Bagi Penulis Studi kasus ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan yang didapat selama perkuliahan serta dapat mengaplikasikan dalam penanganan kasus krisis penyesuaian diri anak.

Bagi Lembaga Pendidikan TK Studi kasus ini diharapkan mampu menjadikan acuan dan berguna untuk memberikan informasi, pengetahuan dan ilmu baru bagi kemajuan dibidang bimbingan sebagai bahan referensi guna pengembangan ilmu pengetahuan.



















BAB II

PEMBAHASAN



A. Deskripsi Anak TK

1.      Pengertian Anak TK

Anak merupakan individu yang unik dimana masing-masing memiliki bawaan, minat, kapabilitas, dan latar belakang kehidupan yang berbeda satu sama lain. Di samping memiliki kesamaan, anak juga memiliki keunikan tersendiri seperti dalam gaya belajar, minat, dan latar belakang keluarga. Meskipun terdapat pola urutan umum dalam perkembangan anak yang dapat diprediksi, namun pola perkembangan dan belajarnya tetap memiliki perbedaan satu sama lain.

Anak di bawah usia 5 tahun bisa dengan mudah menyerap informasi dalam jumlah yang luar biasa banyaknya. Pada anak yang berusia kurang dari 4 tahun akan lebih mudah dan lebih efektif. Di bawah 3 tahun bahkan jauh lebih mudah lagi dan jauh lebih efektif. Dan di bawah 2 tahun merupakan usia yang paling mudah menyerap dan paling efektif untuk menyerap informasi. Anak di bawah usia 5 tahun mempunyai energi yang sangat besar. Anak di bawah usia 5 tahun mempunyai keinginan belajar yang sangat besar (Aulia, 2011:62)

Anak usia Taman Kanak-kanak adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan yang sangat pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Anak memiliki dunia dan karakteristik tersendiri yang jauh berbeda dari dunia dan karakteristik orang dewasa. Anak sangat aktif, dinamis, antusias dan hampir selalu ingin tahu terhadap apa yang dilihat dan didengarnya, seolah-olah tak pernah berhenti untuk belajar.

Seorang anak sudah dapat melihat sejak lahir. Seorang anak sudah dapat berkomunikasi sejak lahir dengan menangis, ekspresi muka dan gerakan-gerakan. Apabila anak berinteraksi dengan lingkungan berarti sekaligus anak dipengaruhi dan mempengaruhi lingkungan. Dengan demikian hubungan anak dengan lingkungan, bersifat timbal balik, baik yang bersifat perkembangan psikologis maupun pertumbuhan dan perkembangan fisik.

Perkembangan kognitif dan sosial dipengaruhi oleh pertumbuhan sel otak dan perkembangan hubungan antar sel otak. Kondisi kesehatan dan gizi anak walaupun masih dalam kandungan itu akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.

Menurut Coughlin (dalam Sujiono dan Sujiono, 2010:24) ciri-ciri umum anak dalam rentang usia 3-6 tahun, diantaranya:

1)      Anak-anak pada usia tersebut menunjukkan perilaku yang bersemangat, menawan, dan sekaligus tampak kasar pada saat-saat tertentu.

2)     Anak mulai berusaha untuk memahami dunia di sekeliling mereka walaupun mereka masih sulit untuk membedakan antara khayalan dan kenyataan.

3)     Pada suatu situasi tertentu anak tampak sangat menawan dan dapat bekerja sama dengan teman dan orang lain tetapi pada saat yang lain mereka menjadi anak yang pengatur dan penuntut.

4)     Anak mampu mengembangkan kemampuan berbahasa dengan cepat, mereka seringkali terlihat berbicara sendiri dengan suara keras ketika mereka memecahkan masalah atau menyelesaikan suatu kegiatan, serta

Secara fisik, anak memiliki tenaga yang besar tetapi rentang konsentrasinya pendek sehingga cenderung berpindah dari satu kegiatan ke kegiatan lain.

2.      Karakteristik Anak TK

Pandangan para ahli pendidikan tentang anak cenderung berubah dari waktu kewaktu, dan berbeda satu sama lain sesuai dengan landasan teori yang digunakannya. Ada yang memandang anak sebagai makhluk yang sudah terbentuk oleh bawaannya atau memandang anak sebagai makhluk yang dibentuk oleh lingkungannya. Ada ahli lain yang  menganggap anak sebagai miniatur orang dewasa, dan ada pula yang memandang anak sebagai individu yang berbeda  total dari orang dewasa.

Anak adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan sangat pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Ia memiliki dunia dan karakteristik sendiri yang jauh berbeda dari dunia dan karakteristik orang dewasa. Ia sangat aktif, dinamis, antusias, dan hampir selalu ingin tahu terhadap apa yang dilihat dan didengarkannya, serta seolah-olah tak pernah berhenti belajar.

Pada hakikatnya anak adalah makhluk individu yang membangun sendiri pengetahuannya. Itu artinya guru dan pendidik anak usia dini lainnya tidaklah dapat menuangkan air begitu saja ke dalam gelas yang seolah-olah kosong melompong. Anak lahir dengan membawa sejumlah potensi yang siap untuk ditumbuhkembangkan asalkan lingkungan menyiapkan situasi dan kondisi yang dapat merangsang kemunculan dari potensi yang tersembunyi tersebut (Sujiono, 2009:55).

Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentangan usia 0 tahun (dari lahir) sampai 8 tahun. Anak usia pra sekolah merupakan kelompok anak berusia sekitar 4-6 tahun yang merupakan bagian dari anak usia dini. Pada usia ini secara terminologi disebut sebagai anak usia prasekolah. Perkembangan kecerdasan pada masa ini mengalami peningkatan dari 50% menjadi 80% (Departemen Pendidikan Nasional, 2004:1).

Pada masa anak usia dini merupakan periode kritis dalam perkembangan anak. Hasil kajian neurologi menunjukkan bahwa pada saat lahir otak bayi membawa potensi sekitar 100 milyar yang pada proses berikutnya sel-sel dalam otak tersebut berkembang dengan begitu pesat dengan menghasilkan bertrilyun-trilyun sambungan antar neuron. Supaya mencapai perkembangan optimal sambungan ini harus diperkuat melalui berbagai rangsangan psikososial, karena sambungan yang tidak diperkuat akan mengalami penyusutan dan musnah (Jalal dalam Wahyudin dan Agustin, 2010:2)

Anak usia dini merupakan masa peka bagi anak. Anak mulai sensitif untuk menerima berbagai upaya perkembangan seluruh potensi anak. Masa peka adalah masa terjadinya pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini merupakan masa untuk meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional, konsep diri, disiplin, kemandirian, seni, moral, dan nilai-nilai agama. Oleh sebab itu dibutuhkan kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal (Departemen Pendidikan Nasional, 2004:1)

Banyak teori perkembangan yang dihasilkan oleh para ahli; suatu teori mempunyai perbedaan dan persamaan dengan teori lainnya serta terjadinya perubahan dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, Solehuddin (2002) mengidentifikasikan sejumlah karakteristik anak usia prasekolah sebagi berikut.

1)      Anak bersifat unik. Anak sebagai seorang individu berbeda dengan individu lainnya. Perbedaan ini dapat dilihat dari aspek bawaan, minat, motivasi dan pengalaman yang diperoleh dari kehidupannya masing-masing. Ini berarti bahwa walaupun ada acuan pola perkembangan anak secara umum, dan kenyataan anak sebagai individu berkembang dengan potensi yang berbeda-beda.

2)      Anak mengekspresikan prilakunya secara relatif spontan. Ekspresi perilaku secara spontan oleh anak akan menampakan bahwa perilaku yang dimunculkan anak bersifat asli atau tidak ditutup-tutupi. Dengan kata lain tidak ada penghalang yang dapat membatasi ekspresi yang dirasakan oleh anak. Anak akan membantah atau menentang kalau ia merasa tidak suka. Begitu pula halnya dengan sikap marah, senang, sedih, dan menangis kalau ia dirangsang oleh situasi yang sesuai dengan ekspresi tersebut.

3)      Anak bersifat aktif dan energik. Bergerak secara aktif bagi anak usia prasekolah merupakan suatu kesenangan yang kadang kala terlihat seakan-akan tidak ada hentinya. Sikap aktif dan energik ini akan tampak lebih intens jika ia menghadapi suatu kegiatan yang baru dan menyenangkan.

4)      Anak itu egosentris. Sifat egosentris yang dimiliki anak menyebabkan ia cenderung melihat dan memahami sesuatu dari sudut pandang dan kepentingan sendiri.

5)      Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal. Anak pada usia ini juga mempunyai sifat banyak memperhatikan, membicarakan dan mempertanyakan berbagai hal yang dilihat dan didengarnya terutama berkenaan dengan hal-hal yang baru.

6)      Anak bersifat eksploratif dan petualang. Ada dorongan rasa ingin tahu yang sangat kuat terhadap segala sesuatu, sehingga anak lebih anak lebih senang untuk mencoba, menjelajah, dan ingin mempelajari hal-hal yang baru. Sifat seperti ini misalnya, terlihat pada saat anak ingin membongkar  pasang alat-alat mainan yang ada.

7)      Anak umumnya kaya dengan fantasi. Anak menyenangi hal yang bersifat imajinatif. Oleh karena itu, mereka mampu untuk bercerita melebihi pengalamannya. Sifat ini memberikan implikasi terhadap pembelajaran bahwa bercerita dapat dipakai sebagai salah satu metode belajar.

8)      Anak masih mudah frustrasi. Sifat frustrasi ditunjukkan dengan marah atau menangis apabila suatu kejadian tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya. Sifat ini juga terkait dengan sifat lainnya seperti spontanitas dan egosentris.

9)      Anak masih kurang pertimbangan dalam melakukan sesuatu. Apakah suatu aktivitas dapat berbahaya atau tidak terhadap dirinya, seorang anak bahaya belum memiliki pertimbangan yang matang untuk itu. Oleh karena itu lingkungan anak terutama untuk kepentingan pembelajaran perlu terhindar dari hal atau keadaan yang membahayakan.

10)  Anak memiliki daya perhatian yang pendek. Anak umumnya memiliki daya perhatian yang pendek kecuali untuk hal-hal yang sangat disenanginya.

11)  Anak merupakan usia belajar yang paling potensial Dengan mempelajari sejumlah ciri dan potensi yang ada pada anak, misalnya rasa ingin tahu, aktif, bersifat eksploratif dan mempunyai daya ingat lebih kuat, maka dapat dikatakan bahwa pada usia anak-anak terdapat kesempatan belajar yang sangat potensial. Dikatakan potensial karena pada usia ini anak secara cepat dapat mengalami perubahan yang merupakan hakikat dari proses belajar. Oleh karena itu, lingkungan pembelajaran untuk anak perlu dikembangkan sesuai potensi yang dimilikinya.

12)  Anak semakin menunjukkan minat terhadap teman. Anak mempunyai keinginan yang tinggi untuk berteman. Anak memiliki kemampuan untuk  bergaul dan bekerjasama dengan teman lainnya.

                        (http://www.scribd.com/doc/43291483/Karakteristik-Anak-TK)

Beberapa ahli dalam bidang pendidikan dan psikologi memandang periode usia dini merupakan periode yang penting yang perlu mendapat penanganan sedini mungkin. Maria Montessori (Elizabeth B. Hurlock, 1978:3) berpendapat bahwa usia 3-6 tahun merupakan periode sensitif atau masa peka pada anak, yaitu suatu periode dimana suatu fungsi tertentu perlu dirangsang, diarahkan sehingga tidak terhambat perkembangannya. Misalnya masa peka berbicara pada periode ini tidak terpenuhi maka anak akan mengalami kesukaran dalam berbahasa untuk periode selanjutnya.

Masa-masa sensitif anak pada usia ini mencakup sensitif pada :

a.      Keteraturan lingkungan

b.      Mengeksplorasi lingkungan dengan lidah dan tangan.

c.      Berjalan

d.      Sensitif terhadap obyek-obyek kecil dan detil

e.      Sensitif terhadap aspek-aspek sosial kehidupan


B. Identifikasi Kasus

Dalam memudahkan kami untuk mengadakan studi kasus yang terjadi pada TK Bhayangkari 11 Kab. Purwakarta, adalah 1 (satu) anak  dari sekian  anak didik kami dengan data sebagai berikut:

Nama                                       : RAGIL AGUSTINO

Jenis Kelamin                          : Laki-laki

Tempat Tgl Lahir                     : Purwakarta, 04 April 2009

Kelompok                                : B

Jarak dari rumah ke sekolah    : 5 KM

Nama Ayah                             : Ahmad

Nama Ibu                                : Sri Ngati Ningsih

Pekerjaan Ayah                       : Swasta

Pekerjaan Ibu                          : Swasta

Pendidikan Ayah                    : MI

Pendidikan Ibu                        : SMA


C. Gambaran Umum Kasus

            Dari pengamatan dan Observasi kami telah diperoleh data melalui penilaian sehari-hari di lembaga pada waktu proses pembelajaran baik dalam kelas maupun di luar kelas adalah sebagai berikut:

§  Sering berada di luar kelas pada waktu proses pembelajaran

§  Tidak mau berpisah dengan ibu pada waktu dalam kelas

§  Selama proses pembelajaran selalu minta panduan

§  Sering menangis,rewel,ngambek

§  Sering tidak mengikuti aktivitas pembelajaran didalam  maupun di luar kelas

§  Tidak mau berinteraksi atau bergaul dengan teman yang lain

§  Sering menyendiri

Penanganan anak yang mengalami gangguan penyesuaian diri :

1)      Menerima anak dengan baik termasuk kekurangan dan kelemahannya

2)      Mampu memberikan pujian

3)      Memperlakukan anak secara bijaksana yang diwarnai dengan kejujuran

4)      Menciptakan suasana yang aman

5)      Menciptakan suasana hidup yang penuh toleransi

6)      Memberi anak perhatian secara khusus setiap anak melakukan tugas-tugasnya.

7)      Menempatkan anak pada kegiatan kelompok.

8)      Memberi kesempatan pada anak untuk maju kedepan untuk menyiapkan do’a

9)      Melalui permainan yang membuat anak senang

10)  Menciptakan komunikasi antara guru dan orang tua dalam membimbing anak



BAB III

PENUTUP



A.    Kesimpulan

Dari permasalahan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa anak pendiam atau kurang penyesuaian diri harus mendapatkan penanganan tidak hanya dari guru saja, melainkan juga membutuhkan dukungan dari orang tua sehingga mampu mengurangi bahkan menghilangkan trauma ketakutan yang menjadikannya pendiam atau kurang penyesuaian diri


B.  Saran

Disarankan kepada guru, agar terus melakukan pengamatan perkembangan anak didiknya yang bermasalah tanpa meninggalkan tanggung jawab kepada anak yang lain, dan harus mampu menggali potensi untuk memberikan media pembelajaran agar anak terus tertarik untuk berpartisipasi dalam kegiatan belajar mengajar.

Kepada orangtua, disarankan agar mengurangi bahkan merubah pola asuh yang mungkin dapat menyebabkan anak menjadi terganggu perkembangan mentalnya, misalnya tidak mudah membentak, tidak mudah melarang hal yang dilakukan anak selagi aman dan terkendali, sering mengajak berbincang tentang dunia anak dan sering memberikan pujian agar anak merasa bahwa dirinya disayang oleh keluarganya.






DAFTAR PUSTAKA




Aulia. (2011). Mengajarkan Balita Anda Membaca.  Jogjakarta: Intan Media


http://www.scribd.com/doc/43291483/Karakteristik-Anak-TK


Hurlock, E.B. (1978). Perkembangan Anak Jilid I (terjemahan). Jakarta: Erlangga


Sujiono, Y. (2009). Konsep Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks.


Sujiono, Y.N dan Sujiono, B. (2010). Bermain Kreatif Berbasis Kecerdasan Jamak.  Jakarta: Indeks


Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.


Wahyudin, U. dan Agustin, M. (2011). Penilaian Perkembangan Anak Usia Dini. Bandung: Refika Aditama

PENGELOLAAN SENTRA MAIN PERAN DAN SENTRA SAINS DI TAMAN PENITIPAN ANAK DAN KELOMPOK BERMAIN

 


A. Pengelolaan kegiatan sentra main peran di Kelompok Bermain dan Taman Penitipan Anak.

1. Bermain peran adalah kegiatan bermain, dimana anak melakukan kegiatan meniru perilaku. Perilaku ini dapat berupa perilaku manusia, hewan, tumbuhan dan kejadian.

2. Sentra bermain peran adalah tempat dimana anak dapat melakukan peran sesuai dengan keinginan anak.

3. Pentingnya kegiatan main peran yaitu

a. Belajar untuk mempelajari diri sendiri dan lingkungannya,

b. Belajar untuk bersosialisasi,

c. Mempelajari ketrampilan hidup,

d. Belajar mengatasi rasa takut,

e. Mengembangkan berbagai macam aspek perkembangan anak.

4. Bermain peran memiliki tiga kelompok besar yaitu

a. Permainan peran meniru,

b. Permainan khayalan,

c. Bermain sosio - drama.

5. Terdapat enam tahap perkembangan sosial dalam bermain yang dikemukakan oleh Mildred Parten, yaitu

a. Perilaku tidak peduli,

b. Perilaku penonton,

c. Main sendiri,

d. Main berdampingan,

e. Main kerja sama.



6. Faktor yang mempengaruhi perkembangan bermain peran, yaitu

a. Anak memiliki ritme perkembangan yang berbeda,

b. Pengalaman yang diperoleh oleh anak.

7. Terdapat dua jenis main peran dalam pendekatan BCCT, yaitu bermain peran makro dan bermain peran mikro.

8. Pada pendekatan BCCT terdapat empat pijakan yang perlu dilakukan pendidik dalam sentra bermain peran, yaitu

a. Pijakan lingkungan main,

b. Pijakan sebelum bermain,

c. Pijakan saat main dan

d. Pijakan setelah bermain.

9. Terdapat lima komponen yang harus diperhatikan dalam menata sentra bermain peran yaitu menciptakan ruang, memilih alat dan bahan bermain, penataan dan penyimpanan, memberikan label pada alat dan perlengkapan, serta mempertimbangkan efektivitas penggunaan area bermain peran.


B. Pengelolaan kegiatan sentra sains di Kelompok Bermain dan Taman Penitipan Anak.

1. Sentra sains adalah sentra yang dapat mengembangkan kemampuan anak untuk melakukan eksplorasi dan investigasi.

2. Pentingnya sentra sains bagi seorang anak, yaitu

a. Berpengaruh pada dimensi perkembangan,

b. Memahami konsep dasar sains,

c. Adanya pengetahuan lain yang terintegrasi di dalam sentra sains.

3. Pada pendekatan BCCT terdapat empat pijakan dalam sentra sains, yaitu

a. Pijakan lingkungan,

b. Pijakan sebelum kegiatan sentra,

c. Pijakan pengalaman kegiatan,

d. Pijakan setelah kegiatan sentra.

4. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menata sentra sains, yaitu

a. Pemilihan tempat,

b. Pemilihan alat dan bahan,

c. Penataan alat dan bahan.

Pepeling (Bahasa Sunda)

 


1.     Hayu urang sarerea

Meungpeung keur hirup di dunya

Amal keur sampeureun jaga

Di ahir moal sulaya


2.     sabab maot ngadodoho

anus ok dipoho-poho

datangna teu mere nyaho

ngageretek teu aya tempo


3.     Taya Raja taya kuring

Dimana ajal geus sumping

Teu meunang tempo anaking

Taya beurang taya peuting


4.     Renghap Ranjug mungguh bingung

Nyawa nganseg na genggerong

Lisan geus teu bisa ngomong

Nu deukeut geus teu katembong


5.     Horeng ieu the sakarat

Di cabut ku Malaikat

Nyawa ngangseg mapay urat

Teu aya daya keur lumpat


6.     Ngajolopong dituruban

Diriung di tarungguan

Logodor datang pasaran

Rek kumaha pangharepan


7.     Mana harta banda kuring

Nu dipuhit beurang peuting

Cik, mana anu ngageuing

Geuning geus kieu mah kuring


8.     Harta anu gunung-gunung

Pakean duit satangtung

Nu sok dipake adigung

Kana solat mah sok embung


9.     Maot henteu angkaribung

Sagala harta teu nulung

Ngan boeh eujeung asiwung

Tambah ku kai keur padung



10.      Ema bapa geus teu nulung

Anak bojo ngarariung

Tatangga ge ulubiung

Sarerea pada bingung


11.      Ngaleut ngeungkeuy ngabandalaeut

Beuki deukeut beuki deukeut

Mayit anu meunang meungkeut

Kana logak rupek heureut


12.      Rup ku padung rap ku lemah

Poek mongkleng jeung teu geunah

Heunteu bisa tumaninah

Ngarumas teu cara diimah


13.      Mana batur mana dulur

Kabeh ge balik ka lembur

Sumawona nambihan umur

Heunteu maturan di kubur


14.      Hanjakal abdi hanjakal

Teu sadia bekel amal

Padahal geuning padahal

Ngan amal nu jadi bekel


15.      Geus entong arek sasambat

Heunteu guna geus kaliwat

Bongan di dunya teu solat

Teurang anu nasehat


16.      Lain meureun lain sugan

Da iyeu mah kanyataan

Pasti kabeh ngalakonan

Geuning awak urang pisan


17.      Ieu nadom parantosan

Mugi janten peremutan

Kasadaya ihwan-ihwan

Mangga urang laleunyepan


18.      Disuhunkeun hapuntena

Ka sadaya nu hadirna

Mangga urang sulih dua

Nu sami pada araya

PEMBELAJARAN BAHASA SUNDA DI TK

 A.    Latar Belakang

Anak usia 4-6 tahun merupakan bagian dari anak usia dini yang berada pada rentang usia lahir sampai 6 tahun. Juga disebut anak usia prasekolah. Perkembangan kecerdasan pada masa ini mengalami peningkatan 50-80%.  Hasil penelitian Pusat Kurikulum Balitbang Diknas tahun 1999, dalam berbagai aspek perkembangan anak, anak yang masuk TK lebih tinggi daripada anak yang tidak masuk TK di kelas I SD.

Data angka mengulang kelas tahun 2001/2002 untuk kelas I SD (10,85%), kelas II (6,6*%), kelas III (5,48%), kelas IV (4,28%), kelas V (2,92%), dan kelas VI (0,42%). Angka mengulang kelas I dan II lebih tinggi daripada kelas lain. Diperkirakan anak-anak yang mengulang kelas tersebut adalah anak-anak yang tidak masuk pendidikan prasekolah (baca: TK/RA) sebelum masuk SD. Mereka adalah anak yang belum siap dan tidak dipersiapkan oleh orang tuanya memasuki SD. Adanya perbedaan yang besar antara pola pendidikan informal di rumah dan pendidikan formal di sekolah menyebabkan anak yang masuk pendidikan prasekolah (TK/RA) mengalami kejutan sekolah dan mereka mogok sekolah atau tidak mampu menyesuaikan diri sehingga tidak dapat berkembang secara optimal. Hal ini menunjukkan pentingnya upaya pengembangan seluruh potensi anak masa prasekolah.

Usia 4-6 tahun merupakan masa peka bagi anak. Anak mulai sensitif untuk menerima berbagai upaya perkembangan seluruh potensinya. Masa peka ini akan mematangkan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungannya. Masa ini menjadi masa peletak dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional, konsep diri, disiplin, kemandirian, seni, moral, dan nilai-nilai agama. Oleh karena itu, diperlukan kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak agar tumbuh dan berkembang secara optimal.

Peran pendidik (orang tua, guru, dan orang dewasa lain) sangat diperlukan dalam upaya pengembangan potensi anak 4-6 tahun. Upaya pengembangan tersebut harus dilakukan melalui kegiatan “bermain sambil belajar” atau “belajar seraya bermain”. Dengan bermain, anak memiliki kesempatan untuk bereksplorasi, menemukan, berekspresi diri, berkreasi, dan belajar secara menyenangkan. Selain itu, bermain dapat membantu anak mengenal dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungan.

Salah satu aspek perkembangan anak adalah aspek berbahasa. Perkembangan bahasa anak berkaitan erat dengan perkembangan mental dan perilakunya. Apabila dibiasakan berbahasa dengan baik dan santun, anak akan tumbuh dan berkembang untuk berkomunikasi secara baik dan santun pula.

            Anak cenderung dekat dengan ibunya. Komunikasi ibu dengan anak lebih erat, efektif, dan efisien. Salah satu bahasa yang dekat dengan anak adalah bahasa ibu mereka. Di Jawa Barat, misalnya, bahasa ibu bagi anak-anak adalah bahasa Sunda, meskipun terdapat bahasa Indonesia atau bahasa daerah lain. Bahasa ibu menjadi landasan awal anak dalam belajar berbahasa, berekspresi, dan berpikir. Anak yang pandai berbahasa ibunya cenderung akan lebih mudah belajar bahasa kedua (bahasa Indonesia) atau bahasa asing. Oleh karena itu, bahasa Sunda sebagai bahasa ibu bagi anak-anak di Jawa Barat perlu diperkenalkan kepada anak-anak usia dini atau usia prasekolah (TK/RA).

Pada dasarnya pendidikan TK/RA mengacu pada dua aspek perkembangan dalam pembentukan perilaku melalui dua cara, yakni (1) pembiasaan dan (2) pengembangan kemampuan dasar. Pertama, Pengembangan pembentukan perilaku melalui pembiasaan dilakukan secara terus-menerus dan ada dalam kehidupan sehari-hari anak sehingga menjadi kebiasaan yang baik. Bidang ini meliputi pengembangan moral dan nilai-nilai agama, sosial, emosional, dan kemandirian. Kedua, pengembangan kemampuan dasar merupakan kegiatan yang dipersiapkan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan dan kreativitas sesuai dengan tahap perkembangan anak. Pengembangan kemampuan dasar meliputi kemampuan berbahasa, kognitif, fisik/motorik, dan seni.

Melalui kedua pengembangan pembentukan kebiasaan dan kemampuan dasar tersebut, terutama kemampuan berbahasa Sunda, anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi anak yang cageur, bageur, bener, pinter teu kabalinger, singer, tur pangger.


B. Pengertian

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kemampuan Berbahasa Sunda TK/RA adalah program untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi melalui bahasa Sunda, yakni mengungkapkan pikiran dan perasaan melalui bahasa yang sederhana secara tepat.


C. Fungsi dan Tujuan

1. Fungsi

            Pengembangan kemampuan berbahasa Sunda bagi anak TK/RA berfungsi sebagai berikut, yakni:

1) alat untuk berkomunikasi dengan lingkungan;

2) alat untuk mengembangkan intelektual anak;

3) alat untuk mengembangkan ekspresi anak; dan

4) alat untuk menyatakan perasaan dan buah pikiran kepada

    orang lain.


2. Tujuan

Pengembangan kemampuan berbahasa Sunda di TK/RA bertujuan agar:

1)  Anak didik memperoleh pengalaman berbahasa Sunda;

2)  Anak didik mampu berkomunikasi dengan menggunakan

     bahasa Sunda.

3)      Anak didik menghargai dan membanggakan bahasa Sunda sebagai bahasa ibu, bahasa daerah, dan bahasa resmi kedua di Jawa Barat setelah bahasa Indonesia


D.Standar Kompetensi Lulusan TK/RA

            Standar kompetensi lulusan (SKL) Taman Kanak-kanak (TK)/Raudhatul Athfal (RA) dalam berbahasa Sunda adalah sebagai berikut.

a. Mampu bermain dengan menggunakan bahasa Sunda.

b. Mampu mengenal dan mengucapkan kosa kata bahasa

    Sunda sederhana yang berkaitan dengan lingkungan

    kehidupan dirinya.


E. Aspek Pengembangan Bahasa Sunda di TK/RA

            Pengembangan kemampuan berbahasa Sunda di TK/RA pada dasarnya mencakup empat keterampilan berbahasa secara sederhana.

a. Menyimak (ngaregepkeun)

    Mendengarkan dan memahami berbagai bentuk wacana lisan

b. Berbicara (nyarita)

    Mampu mengungkapkan pesan dalam bentuk wacana lisan di berbagai kesempatan berbicara.

c. Membaca (maca)

    Mampu membaca dan  memahami berbagai simbol bahasa atau gambar tulisan, cuaca, situasi, ekspresi, dsb.

d. Menulis (nulis)

    Mampu menggoreskan pensil untuk mengungkapkan pesan dan kreativitas bahasa seperti menggambar, membentuk  berbagai goresan/garis, dan simbol sederhana.

Makalah Manusia dan Kegelisahan

 BAB I

PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG

Kegelisahan sangat dihindari oleh semua umat manusia, Kecemasan moral adalah kecemasan yang disebabkan oleh kemauan yang tidak terbendung, sehingga timbul perasaan negatif dan sumbernya adalah dari dalam hati seseorang. Seseorang merasa gelisah karena harapannya belum terpenuhi atau hasil kerja yang didapat tidak sesuai dengan yang diharapkan.


1.2  TUJUAN

v  Mengetahui arti kegelisahan

v  Mengatasi kegelisahan yang terjadi pada diri manusia

v  Memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Budaya Dasar




BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kegelisahan

Kegelisahan berasal dari kata gelisah, yang berarti tidak tenteram hatinya, selalu merasa khawatir tidak tenang, tidak sabar, cemas. Sehingga kegelisahan merupakan hal yang menggambarkan seseorang tidak tentram hati maupun perbuatannya, merasa khawatir, tidak tenang dalam tingkah lakunya, tidak sabar ataupun dalam kecemasan. Kegelisahan hanya dapat diketahui dari gejala tingkah laku atau gerak gerik seseorang dalam situai tertentu. Kegelisahan merupakan salah satu ekspresi kecemasan. Karena itu dalam pengertian sehari-hari kegelisahan juga diartikan kecemasan, kekhawatiran ataupun ketakutan. Masalah kecemasan atau kegelisahan berkaitan juga dengan masalah frustasi, yang secara definisi dapat disebutkan, bahwa seseorang mengalami frustasi karena apa yang diinginkan tidak tercapai.


Takut atau gelisah menurut istilah biasanya disebut ansietas. Ansietas merupakan suatu jenis neurosis yang tanda utamanya adalah rasa cemas atau takut berkebihan, sering sekali datangnya secara tiba- tiba, timbul sebagai akibat dari adanya konflik internal atau konflik dari dalam hati, misalnya perasaan tentang kehilangan seseorang atau sesuatu yang dicintainya.



Takut atau gelisah dalam bahasa arab sering disebut khauf yang artinya keadaan jiwa disaat manusia terancam. Takut atau gelisah menurut istilah biasanya disebut ansietas. Ansietas merupakan suatu jenis neurosis yang tanda utamanya adalah rasa cemas atau takut berkebihan, sering sekali datangnya secara tiba- tiba, timbul sebagai akibat dari adanya konflik internal atau konflik dari dalam hati, misalnya perasaan tentang kehilangan seseorang atau sesuatu yang dicintainya.


Takut atau gelisah dalam bahasa arab sering disebut khauf yang artinya keadaan jiwa disaat manusia terancam.


A.    Faktor terjadinya kegelisahan atau kecamasan :

1.      Ketidakmampuan seorang dalamenghadapi kenyataan hidup.

2.       Munculnya rasatakut tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan.

3.      Situasi budaya kita yang belum mapan betul.

4.       Adanya dorongan kegelisahan dari dalam hati nuraninya sendiri.

5.      Adanya perasaan takut kehilangan hak maupun nama baiknya.

6.       Karena sedang menunggu sesuatu.

7.       Faktor dari luar yang terjadi karena lingkungan dimana ia tinggal dan masyarakat sekitarnya.





B.     Sebab-sebab timbulnya rasa takut

1.   Kurang beriman

Pengaruh iman terhadap jiwa dan kehidupan manusia, diantaranya berani, sebab bagi yang beriman tidak ada yang l ebih kuat dari kekuatan Allah dan tidak ada kebesaran yang melebihi kebesaran Allah.


2.   Kurang atau tidak yakin akan kekuatn diri sendiri

Kurang yakin akan kekuatan diri sendiri menjadi seorang yang pengecut, ancaman yang dihadapinya terasa begitu besar sebaliknya diri merasa kecil.


3.   Karena merasa bersalah atau berdosa

Karena perbuatan dosa akan mengguncangkan jiwa dan menimbulkan keraguan didalam hatinya, oleh sebab itu orang yang jiwanya labil tidak akan memiliki keyakinan dan keberanian.


2.2  Penanggulangan kegelisahan atau ketakutan


1.      Menjelaskan kelainan yang dideritanya, yakni mengungkapkan trauma dimasa lampau yang mungkin mengakibatkan konflik dihatinya.

2.      Psikoterapi, yakni memberikan kepastian dan keyakinan bahwa sang penderita akan selalu dilindungi fan dimengerti serta diberikan rasa simpati dan perhatian kepadanya.

3.      Berupaya agar dirinya memasuki suatu keadaan yang rileks.

4.      Mendekatkan diri kepada Allah.

5.      Pemberian obat penenang

BAB III

PENUTUP


3.1  KESIMPULAN


Gelisah yang berarti tidak tenteram hatinya, selalu merasa khawatir tidak tenang, tidak sabar, cemas. Masalah kecemasan atau kegelisahan berkaitan juga dengan masalah frustasi, yang secara definisi dapat disebutkan, bahwa seseorang mengalami frustasi karena apa yang diinginkan tidak tercapai.


3.2  SARAN


Kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan seharusnya mampu mengatur atau menjaga perasaan dari kegelisahan, contohnya seperti lebih mendekatkan diri kepada Allah.

Karena gelisah tidak baik untuk diri kita.


KEPEMIMPINAN DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN

 BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

               Menurut kodrat serta irodatnya bahwa manusia dilahirkan untuk menjadi pemimpin. Sejak Adam diciptakan sebagai manusia pertama dan diturunkan ke Bumi, Ia ditugasi sebagai Khalifah fil ardhi. Sebagaimana termaktub dalam Al Quran Surat Al Baqarah ayat 30 yang berbunyi : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat”;  “Sesungguhnya Aku akan mengangkat Adam menjadi Khalifah di muka Bumi”.

        Menurut Bachtiar Surin yang dikutif oleh Maman Ukas bahwa “Perkataan Khalifah berarti penghubung atau pemimpin yang diserahi untuk menyampaikan atau memimpin sesuatu”.[1]

        Dari uraian tersebut jelaslah bahwa manusia telah dikaruniai sifat dan sekaligus tugas sebagai seorang pemimpin. Pada masa sekarang ini setiap individu sadar akan pentingnya ilmu sebagai petunjuk/alat/panduan untuk memimpin umat manusia yang semakin besar jumlahnya serta komplek persoalannya. Atas dasar kesadaran itulah dan relevan dengan upaya proses pembelajaran yang mewajibkan kepada setiap umat manusia untuk mencari ilmu. Dengan demikian upaya tersebut tidak lepas dengan pendidikan, dan tujuan pendidikan tidak akan tercapai secara optimal tanpa adanya manajemen atau pengelolaan pendidikan yang baik, yang selanjutnya dalam kegiatan manajemen pendidikan diperlukan adanya pemimpin yang memiliki kemampuan untuk menjadi seorang pemimpin.

B.    Pembatasan Masalah

               Dalam penulisan makalah ini, penulis membatasi masalahnya sebagai berikut :

a.     Hakikat pemimpin

b.     Tipe-tipe kepemimpinan

c.  Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan.dalam manajemen pendidikan.

C.    Tujuan Penulisan Makalah

               Sesuai dengan permasalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penulisan ini diarahkan untuk :

a.     Untuk mengetahui hakikat pemimpin

b.     Untuk mengetahui tipe-tipe kepemimpinan

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan dalam manajemen pendidika

D.    Sistematika Penulisan

              Sebagai langkah akhir dalam penulisan makalah ini, maka klasifikasi sistematikan penulisannya sebagai berikut :

·           Bab I : Pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan.

·           Bab II : Dibahas tentang tinjauan hakikat pemimpin, tipe-tipe kepemimpinan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan dalam manajemen pendidikan.

·           Bab III : Merupakan bab terakhir dalam penulisan makalah ini yang berisikan tentang kesimpulan.




BAB II

PEMBAHASAN

KEPEMIMPINAN DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN

A.    Hakikat Pemimpin

               “Pemimpin pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk memepengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan.”[2] 

               Dalam kegiatannya bahwa pemimpin memiliki kekuasaan untuk mengerahkan dan mempengaruhi bawahannya sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakan. Pada tahap pemberian tugas pemimpin harus memberikan suara arahan dan bimbingan yang jelas, agar bawahan dalam melaksanakan tugasnya dapat dengan mudah dan hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

               Dengan demikian kepemimpinan mencakup distribusi kekuasaan yang tidak sama di antara pemimpin dan anggotanya. Pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan anggota dan juga dapat memberikan pengaruh, dengan kata lain para pemimpin tidak hanya dapat memerintah bawahan apa yang harus dilakukan, tetapi juga dapat mempengnaruhi bagaimana bawahan melaksanakan perintahnya. Sehingga terjalin suatu hubungan sosial yang saling berinteraksi antara pemimpin dengan bawahan, yang akhirnya tejadi suatu hubungan timbal balik. Oleh sebab itu bahwa pemimpin diharapakan memiliki kemampuan dalam menjalankan kepemimpinannya, kareana apabila tidak memiliki kemampuan untuk memimpin, maka tujuan yang ingin dicapai tidak akan dapat tercapai secara maksimal

B.    Tipe-Tipe Kepemimpinan

               Dalam setiap realitasnya bahwa pemimpin dalam melaksanakan proses kepemimpinannya terjadi adanya suatu permbedaan antara pemimpin yang satu dengan yang lainnya, hal sebagaimana menurut G. R. Terry yang dikutif Maman Ukas, bahwa pendapatnya membagi tipe-tipe kepemimpinan menjadi 6, yaitu :

1. Tipe kepemimpinan pribadi (personal leadership). Dalam system kepemimpinan ini, segala sesuatu tindakan itu dilakukan dengan mengadakan kontak pribadi. Petunjuk itu dilakukan secara lisan atau langsung dilakukan secara pribadi oleh pemimpin yang bersangkutan.

2.  Tipe kepemimpinan non pribadi (non personal leadership). Segala sesuatu kebijaksanaan yang dilaksanakan melalui bawahan-bawahan atau media non pribadi baik rencana atau perintah juga pengawasan.

3. TIpe kepemimpinan otoriter (autoritotian leadership). Pemimpin otoriter biasanya bekerja keras, sungguh-sungguh, teliti dan tertib. Ia bekerja menurut peraturan-peraturan yang berlaku secara ketat dan instruksi-instruksinya harus ditaati.

4. Tipe kepemimpinan demokratis (democratis leadership). Pemimpin yang demokratis menganggap dirinya sebagai bagian dari kelompoknya dan bersama-sama dengan kelompoknya berusaha bertanggung jawab tentang terlaksananya tujuan bersama. Agar setiap anggota turut bertanggung jawab, maka seluruh anggota ikut serta dalam segala kegiatan, perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan, dan penilaian. Setiap anggota dianggap sebagai potensi yang berharga dalam usahan pencapaian tujuan.

5.   Tipe kepemimpinan paternalistis (paternalistis leadership). Kepemimpinan ini dicirikan oleh suatu pengaruh yang bersifat kebapakan dalam hubungan pemimpin dan kelompok. Tujuannya adalah untuk melindungi dan untuk memberikan arah seperti halnya seorang bapak kepada anaknya.

6.  Tipe kepemimpinan menurut bakat (indogenious leadership). Biasanya timbul dari kelompok orang-orang yang informal di mana mungkin mereka berlatih dengan adanya system kompetisi, sehingga bisa menimbulkan klik-klik dari kelompok yang bersangkutan dan biasanya akan muncul pemimpin yang mempunyai kelemahan di antara yang ada dalam kelempok tersebut menurut bidang keahliannya di mana ia ikur berkecimpung.[3]

               Selanjutnya menurut Kurt Lewin yang dikutif oleh Maman Ukas mengemukakan tipe-tipe kepemimpinan menjadi tiga bagian, yaitu :

1.     Otokratis, pemimpin yang demikian bekerja kerang, sungguh-sungguh, teliti dan tertib. Ia bekerja menurut peraturan yang berlaku dengan ketat dan instruksi-instruksinya harus ditaati.

2.    Demokratis, pemimpin yang demokratis menganggap dirinya sebagai bagian dari kelompoknya dan bersama-sama dengan kelompoknya berusaha bertanggung jawab tentang pelaksanaan tujuannya. Agar setiap anggota turut serta dalam setiap kegiatan-kegiatan, perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan dan penilaian. Setiap anggota dianggap sebagai potensi yang berharga dalam usaha pencapaian tujuan yang diinginkan.

3.  Laissezfaire, pemimpin yang bertipe demikian, segera setelah tujuan diterangkan pada bawahannya, untuk menyerahkan sepenuhnya pada para bawahannya untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Ia hanya akan menerima laporan-laporan hasilnya dengan tidak terlampau turut campur tangan atau tidak terlalu mau ambil inisiatif, semua pekerjaan itu tergantung pada inisiatif dan prakarsa dari para bawahannya, sehingga dengan demikian dianggap cukup dapat memberikan kesempatan pada para bawahannya bekerja bebas tanpa kekangan.[4]

               Berdasarkan dari pendapat tersebut di atas, bahwa pada kenyataannya tipe kepemimpinan yang otokratis, demokratis, dan laissezfaire, banyak diterapkan oleh para pemimpinnya di dalam berbagai macama organisasi, yang salah satunya adalah dalam bidang pendidikan. Dengan melihat hal tersebut, maka pemimpin di bidang pendidikan diharapkan memiliki tipe kepemimpinan yang sesuai dengan harapan atau tujuan, baik itu harapan dari bawahan, atau dari atasan yang lebih tinggi, posisinya, yang pada akhirnya gaya atau tipe kepemimpinan yang dipakai oleh para pemimpin, terutama dalam bidang pendidikan benar-benar mencerminkan sebagai seorang pemimpinan yang profesional.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Pemimpin Dalam Manajemen Pendidikan

               Dalam melaksanakan aktivitasnya bahwa pemimpin dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Faktor-faktor tersebut sebagaimana dikemukakan oleh H. Jodeph Reitz (1981) yang dikutif Nanang Fattah, sebagai berikut :

1.   Kepribadian (personality), pengalaman masa lalu dan harapan pemimpin, hal ini mencakup nilai-nilai, latar belakang dan pengalamannya akan mempengaruhi pilihan akan gaya kepemimpinan.

2.    Harapan dan perilaku atasan.

3.   Karakteristik, harapan dan perilaku bawahan mempengaruhi terhadap apa gaya kepemimpinan.

4.  Kebutuhan tugas, setiap tugas bawahan juga akan mempengaruhi gaya pemimpin.

5.  Iklim dan kebijakan organisasi mempengaruhi harapan dan perilaku         bawahan.

6.      Harapan dan perilaku rekan.[5]

               Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka jelaslah bahwa kesuksesan pemimpin dalam aktivitasnya dipengaruhi oleh factor-faktor yang dapat menunjang untuk berhasilnya suatu kepemimpinan, oleh sebab itu suatu tujuan akan tercapai apabila terjadinya keharmonisan dalam hubungan atau interaksi yang baik antara atasan dengan bawahan, di samping dipengaruhi oleh latar belakang yang dimiliki pemimpin, seperti motivasi diri untuk berprestasi, kedewasaan dan keleluasaan dalam hubungan social dengan sikap-sikap hubungan manusiawi.

Selanjutnya peranan seorang pemimpin sebagaimana dikemukakan oleh M. Ngalim Purwanto, sebagai berikut :

1.      Sebagai pelaksana (executive)

2.      Sebagai perencana (planner)

3.      Sebagai seorangahli (expert)

4.  Sebagai mewakili kelompok dalam tindakannya ke luar (external group representative)

5.   Sebagai mengawasi hubungan antar anggota-anggota kelompok (controller of internal relationship)

6.  Bertindak sebagai pemberi gambaran/pujian atau hukuman (purveyor of rewards and punishments)

7.      Bentindak sebagai wasit dan penengah (arbitrator and mediator)

8.      Merupakan bagian dari kelompok (exemplar)

9.      Merupakan lambing dari pada kelompok (symbol of the group)

10.  Pemegang tanggung jawab para anggota kelompoknya (surrogate for individual responsibility)

11.     Sebagai pencipta/memiliki cita-cita (ideologist)

12.     Bertindak sebagai seorang aya (father figure)

13.    Sebagai kambing hitam (scape goat).[6]

Berdasarkan dari peranan pemimpin tersebut, jelaslah bahwa dalam suatu kepemimpinan harus memiliki peranan-peranan yang dimaksud, di samping itu juga bahwa pemimpin memiliki tugas yang embannya, sebagaimana menurut M. Ngalim Purwanto, sebagai berikut :

1.      Menyelami kebutuhan-kebutuhan kelompok dan keinginan kelompoknya.

2.    Dari keinginan itu dapat dipetiknya kehendak-kehendak yang realistis dan yang benar-benar dapat dicapai.

3.   Meyakinkan kelompoknya mengenai apa-apa yang menjadi kehendak mereka, mana yang realistis dan mana yang sebenarnya merupakan khayalan.

Tugas pemimpin tersebut akan berhasil dengan baik apabila setiap pemimpin memahami akan tugas yang harus dilaksanaknya. Oleh sebab itu kepemimpinan akan tampak dalam proses di mana seseorang mengarahkan, membimbing, mempengaruhi dan atau menguasai pikiran-pikiran, perasaan-perasaan atau tingkah laku orang lain.

Untuk keberhasilan dalam pencapaian suatu tujuan diperlukan seorang pemimpian yang profesional, di mana ia memahami akan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pemimpin, serta melaksanakan peranannya sebagai seorang pemimpin. Di samping itu pemimpin harus menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan bawahan, sehingga terciptanya suasana kerja yang membuat bawahan merasa aman, tentram, dan memiliki suatu kebebsan dalam mengembangkan gagasannya dalam rangka tercapai tujuan bersama yang telah ditetapkan.









BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A.    KESIMPULAN

               Pemimpin pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk memepengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan. Dalam kegiatannya bahwa pemimpin memiliki kekuasaan untuk mengerahkan dan mempengaruhi bawahannya sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakan.

               Tipe-tipe kepemimpinan pada umumnya adalah tipe kepemimpinan pribadi, Tipe kepemimpinan non pribadi, tipe kepemimpinan otoriter, tipe kepemimpinan demokratis, tipe kepemimpinan paternalistis, tipe kepemimpinan menurut bakat. Disamping tipe-tipe kepemimpinan tersebut juga ada pendapat yang mengemukakan menjadi tiga tipe antara lain : Otokratis, Demokratis, dan Laisezfaire. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas pemimpin meliputi ; kepribadian (personality), harapan dan perilaku atasan, karakteristik, kebutuhan tugas, iklim dan kebijakan organisasi, dan harapan dan perilaku rekan. Yang selanjutnya bahwa factor-faktor tersebut dapat mempengaruhi kesuksesan pemimpin dalam melaksanakan aktivitasnya. 

Tugas pemimpin dalam kepemimpinannya meliputi ; menyelami kebutuhan-kebutuhan kelompok, dari keinginan itu dapat dipetiknya kehendak-kehendak yang realistis dan yang benar-benar dapat dicapai, meyakinkan kelompoknya mengenai apa-apa yang menjadi kehendak mereka, mana yang realistis dan mana yang sebenarnya merupakan khayalan.Pemimpin yang professional adalah pemimpin yang memahami akan tugas dan kewajibannya, serta dapat menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan bawahan, sehingga terciptanya suasana kerja yang membuat bawahan merasa aman, tentram, dan memiliki suatu kebebsan dalam mengembangkan gagasannya dalam rangka tercapai tujuan bersama yang telah ditetapkan.

B.    Saran-saran

Berdasarkan pada uraian tersebut di atas, maka penulis mengemukakan saran-saran sebagai berikut :

1.    Hendaknya para pemimpin, khususnya pemimpin dalam bidang pendidikan dalam melaksanakan aktivitasnya kepemimpinannya dalam mempengaruhi para bawahannya berdasarkan pada kriteria-kriteria kepemimpinan yang baik.

2.     Dalam membuat suatu rencana atau manajemen pendidikan hendaknya para pemimpin memahami keadaan atau kemampuan yang dimiliki oleh para bawahannya, dan dalam pembagian pemberian tugas sesuai dengan kemampuannya masing-masing.

3.  Pemimpin hendaknya memahami betul akan tugasnya sebagai seorang pemimpin.

4.    Dalam melaksanakan akvititasnya baik pemimpin ataupun yang dipimpin menjalin suatu hubungan kerjsama yang saling mendukung untuk tercapainya tujuan organisasi atau instnasi.









DAFTAR PUSTAKA

Arief Furchan, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004).

Burhanuddin, Analisis Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan, (Malang : Bumi Aksara, 1994).

Dadang Sulaeman dan Sunaryo, Psikologi Pendidikan, (Bandung : IKIP Bandung, 1983).

I.Nyoman Bertha, Filsafat dan Teori Pendidikan, (Bandung : FIP IKIP Bandung, 1983).

M. Ngalim Purwanto, Administrasi Pendidikan, (Jakarta : Mutiara Sumber-Sumber Benih Kecerdasan, 1981).

Maman Suherman, Pengembangan Sarana Belajar, (Jakarta : Karunia, 1986).

Maman Ukas, Manajemen Konsep, Prinsip, dan Aplikasi, (Bandung : Ossa Promo, 1999).

Marsetio Donosepoetro, Manajemen dalam Pengertian dan Pendidikan Berpikir, (Surabaya : 1982).

Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung : Rosdakarya, 1996).

Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional, (Bandung : Angkasa, 1983).

Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Konteporer, (Bandung : Alfabeta, 2005).


Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah (Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995.


Stimulasi dalam Tumbuh Kembang Anak Prasekolah

 Stimulus adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar anak 0-6 tahun agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Setiap anak Perlu mendapatkan stimulus rutin sedini mungkin dan terus menerus pada setiap kesempatan. Stimulasi tumbuh kembang anak dilakukan oleh ibu dan ayang atau yang merupakan orang terdekat anak (Depkes, 2012).

Menurut Soetjiningsih (2013) beberapa stimulasi yang diperlukan untuk faktor tumbuh kembang anak antara lain sebagai berikut:

1)    Stimulasi aspek fisik

Rangsangan untuk fisik bayi dan balita amat diperlukan, karena pada usia mereka perkembangan syaraf-syaraf motorik sangat pesat. Melakukan gerakan-gerakan sederhana seperti berlari, berjalan, menari akan sangat membantu perkembangan mereka.

2)    Stimulasi aspek emosi

Kenalkan mereka dengan bentuk emosi dasar, bahagia dan sedih. Dengan menghiburnya pada saat menangis karena mainannya rusak akan membantu. Ajari pula mereka untuk berbagi dengan teman sebayanya, misalnya dengan berbagi mainan, sehingga dapat menimbulkan kepekaan untuk bertoleransi dan berperilaku menyenangkan.

3)    Stimulasi aspek spiritual.

Ajarilah anak untuk berdoa dengan menggunakan kata-kata yang sederhana, mengucapkan terimakasih kepada tuhan atas makanan, hari yang indah, dan meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan hari itu. Akan membuat anak semakin peka. Ajak juga mereka ke tempat ibadah, dan membacakan dongeng dan kisah-kisah para nabi juga akan membantu meningkatkan moral.

4)    Stimulasi aspek intelektual.

Rangsangan intelektual dapat dilakukan dengan sering memberikan buku bacaan, mengajak anak melakukan permainan, dan rekreasi bersama, dan juga dengan rajin menjawab keingintahuan anak. Jadi sebagai orangtua juga harus rajin belajar agar sanggup memenuhi dan menjawab keingintahuan anak dengan baik dan benar.

5)    Stimulasi aspek sosial.

Anak harus diajari untuk peka terhadap lingkungan sekitarnya, seperti: membantu menjaga saudaranya (adik), membantu orang tua yang sedang sibuk, akan merangsang kepekaan alaminya.

Teknik Analisis Domain (Domain Analysis)

 Analisis domain digunakan untuk menganalisis gambaran objek peneliti secara umum atau di tingkat permukaan, namun relatif utuh tentang objek penelitian tersebut. Teknik analisis ini terkenal sebagai teknik yang dipakai dalam penelitian yang bertujuan eksplorasi. Artinya, analisis hasil penelitian ini hanya ditargetkan untuk memperoleh gambaran seutuhnya dari objek yang diteliti, tanpa harus diperincikan secara detail unsur-unsur yang ada dalam keutuhan objek penelitian tersebut.

Seorang peneliti misalnya menganalisa lembaga sosial, maka domain atau kategori simbolik dari lembaga sosial antara lain: keluarga, perguruan tinggi, rumah sakit. Sehubungan dengan kemungkinan bervariasinya domain, maka disarankan menggunakan hubungan semantik (semantik relationship) yang bersifat universal dalam analisis domain, yakni:

·         Jenis,

·         Ruang,

·         Sebab akibat,

·         Rasional,

·         Lokasi kegiatan,

·         Cara ke tujuan,

·         Fungsi,

·         Urutan,

·         Atribut.


Terdapat 6 langkah dalam mengaplikasikan analisis domain, yakni:

Memilih pola hubungan semantik tertentu atas dasar informasi atau fakta yang tersedia dalam catatan harian peneliti di lapangan,

Menyiapkan kerja analisis domain,

Memilih kesamaan-kesamaan data dari catatan harian peneliti di lapangan,

Mencari konsep-konsep induk dan kategori-kategori simbolik dari tertentu yang sesuai dengan suatu pola hubungan semantik,

Menyusun pertanyaan-pertanyaan struktural untuk masing-masing domain,

Membuat daftar keseluruhan domain dari seluruh data yang ada.

Dengan analisis domain, hasil yang diperoleh merupakan kumpulan jenis domain atau kategori konseptual beserta simbol yang dirangkumnya. Teknik analisis ini sangat relevan untuk dipakai dalam studi yang bersifat eksploratif. Artinya, analisis hasil studi hanya ditargetkan untuk memperoleh gambaran seutuhnya dari sang tokoh, tanpa harus dirinci unsur-unsurnya secara detail.


Dalam situasi sosial terdapat ratusan atau ribuan kategori. Suatu domain adalah merupakan katagori budaya yang terdiri atas tiga elemen : Cover terms (nama suatu domain budaya), included terms (nama suatu kategori atau rincian domain), semantic relationship (hubungan semantik antar kategori).



Hasilnya masih berupa pengetahuan atau pengertian di tingkat permukaan tentang berbagai domain atau kategori-kategori konseptual (kategori simbolis yang mencakup atau mewadahi sejumlah kategori atau simbol lain secara tertentu). Domain atau kategori simbolis tersebut memiliki makna atau pengertian yang lebih luas dari kategori atau simbol yang merangkum. Perguruan tinggi misalnya, merupakan domain atau kategori simbolis dari kategori simbolis yang kita sebut universitas, institut sekolah tinggi, dan akademi. Dalam contoh ini kita menemukan atau memahami adanya domain jenis peguruan tinggi, katakanlah dari pembicaraan tentang sistem pendidikan di indonesia. Kita mengenal adanya domain-domain misalnya domain tenaga kependidikan tercakup di dalamnya kategori simbol seperti guru, dosen, konselor, penilik/ supervisor, perencana pendidikan, administrator pendidikan.


Di bawah ini adalah hubungan semantik yang sifatnya universal dalam analisis domain menurut Spredly:

Hubungan Semantik  

Bentuk Hubungan

Contoh

Jenis (Strict Inclution)

X adalah jenis dari Y

Tukang batu adalah sejenis tukang kasar

Ruang (Spatial)

X adalah bagian dari Y

Komputer adalah bagian dari ruangan lab. Komputer

Sebab-Akibat (Cause-effect)

X adalah akibat dari Y

Menangis adalah akibat dari perasaan sedih


Y menjadi penyebab dari X

Kesedihan menyebabkan orang menangis

Rasional/ Alasan (Rationale)

X merupakan alasan melakukan Y

Kemiskinan merupakan alasan mencuri

Lokasi kegiatan (Location for Action)

X merupakan tempat berlangsungnya Y

Kampus merupakan tempat berlangsungnya perkuliahan

Cara ketujuan (Means- End)

X merupakan cara untuk mencapai atau melakukan Y

Bekerja merupakan cara untuk memperoleh  uang

Fungsi (Function)

X digunakan untuk Y


Komputer digunakan untuk menyimpan file

Urutan/ Tahap (Sequence)

X adalah langkah-langkah melakukan Y

Pernikahan merupakan tahap kehidupan berumah tangga

Atribut (Atribution)

X merupakan atribut atau karakteristik dari Y

Mobil mewah merupakan atribut dari kekayaan seseorang

                       

Langkah-langkah dalam analisis domain menurut Spredly yaitu:

1.      Menentukan pola hubungan semantik tertentu atas dasar fakta atau informasi yang telah tersedia di catatan harian peneliti lapangan.

2.      Mempersiapkan kerja analisis domain.

3.      Menentukan kesamaan data dari catatan harian peneliti lapangan.

4.      Melakukan pencarian konsep induk serta kategori simbolis dari domain tertentu yang ada kesesuaian dengan pola hubungan semantik.

5.      Menyusun daftar secara keseluruhan domain dari semua data yang tersedia.

Pengertian Yuridis Anak

 Sebagaimana telah diuraikan di muka bahwa pengaturan mengenai hukum anak tersebar dalam berbagai peraturan perundang – undangan. Dengan tersebarnya pengaturan hokum anak dalam berbagai peraturan perundang – undangan menimbulkan bermacam kriteria mengenai anak.

Di bawah ini penulis uraikan beberapa difinisi anak menurut berbagai peraturan perundang – undangan.

a.       Undang – Undang Pengadilan Anak  Nakal No.3 tahun 1997, dalam Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa yang dimaksud anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tapi belum mencapai umur 18(delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

b.      Pasal 45 KUHP mendefinisikan anak yang belum dewasa apabila berumur 16 (enam belas) tahun.

c.       Pasal 330 B.W. menyatakan anak adalah orang yang belum dewasa yaitu mereka yang belum mancapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun.

d.      Pasal 1 angka 1 Undang – Undang Ketenagakerjaan (Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003), menyatakan anak adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun.

e.       Pasal 1 angka 1 Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, menyatakan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang belum dilahirkan.

f.       Pasal 1 angka 2 Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, menyatakan anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.

g.      Pasal 7 ayat (1) Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, menyatakan seorang pria hanya diizinkan kawin apabila telah mencapai usia 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita telah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang pria yang telah mencapai usia 19 (Sembilan belas) tahun dan wanita yang telah mencapai usia 16 (enam belas) tahun telah dikatakan dewasa, sedangkan bila belum mencapai usia tersebut dapat dikategorikan sebagai belum dewasa atau masih anak-anak.

h.      Pasal 1 angka 8 Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Permasyarakatan, menyatakan anak pidana, anak Negara dan anak sipil yang dapat ditempatkan dan dididik di Lembaga Permasyarakatan paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.

Berdasarkan ketentuan berbagai peraturan perundang – undangan sebagai diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa yang dikategorikan anak apabila memenuhi criteria :

1.      Berumur dibawah 21 (dua puluh satu) tahun menurut B.W. dan Undang – Undang Kesejahteraan anak, atau 16 (enam belas) tahun menurut KUHP, 19 (Sembilan belas) tahun untuk laki-laki dan 16 (enam belas) tahun untuk wanita menurut Undang – Undang Perkawinan dan 18 (delapan belas) tahun menurut Undang – Undang Pengadilan Anak, Undang – Undang Perlindungan maupun Undang – Undang Permasyarakatan.

2.      Belum pernah kawin, bilama ada orang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun tapi telah kawin tidak dapat dikategorikan anak melainkan telah dikatakan dewasa.

Perbedaan dalam menentukan umur anak dalam berbagai peraturan tersebut di atas, sebagai akibat adanya perbedaan pandangan dalam menentukan kapan seseorang dikatakan dewasa. Pada saat B.W. diberlakukan seseorang dikatakan dewasa apabila telah mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun karena memang pada saat itu seseorang secara psikologis dan sosiologis dikatakan dewasa setelah berusia 21 (dua puluh satu) tahun. Namun dalam perkembangan selanjutnya usia dewasa berubah menjadi 18 (delapan belas) tahun sebagaimana menurut Undang – Undang Pengadilan Anak karena kondisi psikologis dan sosiologis dewasa ini menunjukan bahwa umur 18 (delapan belas) tahun  telah mencapai usia dewasa

Model Analisis Isi (Content Anlysis) Pada teknik Analisis Data

 Analisis Isi (Content Anlysis).


Pengertian teknik analisis isi (content analysis) adalah penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa. Pelopor analisis isi adalah Harold D. Lasswell, yang memelopori teknik symbol coding, yaitu mencatat lambang atau pesan secara sistematis, kemudian diberi interpretasi.Analisis isi dapat digunakan untuk menganalisis semua bentuk komunikasi. Baik surat kabar, berita radio, iklan televisi maupun semua bahan-bahan dokumentasi yang lain. Hampir semua disiplin ilmu sosial dapat menggunakan analisis isi sebagai teknik/metode penelitian.

Analisis isi dapat digunakan untuk menganalisis semua bentuk komunikasi. Baik surat kabar, berita radio, iklan televisi maupun semua bahan-bahan dokumentasi yang lain. Hampir semua disiplin ilmu sosial dapat menggunakan analisis isi sebagai teknik/metode penelitian. Holsti menunjukkan tiga bidang yang banyak mempergunakan analisis isi, yang besarnya hampir 75% dari keseluruhan studi empirik, yaitu penelitian sosioantropologis (27,7 persen), komunikasi umum (25,9%), dan ilmu politik (21,5%).


Sejalan dengan kemajuan teknologi, selain secara manual kini telah tersedia komputer untuk mempermudah proses penelitian analisis isi, yang dapat terdiri atas 2 macam, yaitu perhitungan kata-kata, dan “kamus” yang dapat ditandai yang sering disebut General Inquirer Program.

Analisis isi tidak dapat diberlakukan pada semua penelitian sosial. Analisis isi dapat dipergunakan jika memiliki syarat berikut.

1. Data yang tersedia sebagian besar terdiri dari bahan-bahan yang terdokumentasi (buku, surat kabar, pita rekaman, naskah/manuscript).

2. Ada keterangan pelengkap atau kerangka teori tertentu yang menerangkan tentang dan sebagai metode pendekatan terhadap data tersebut.

3. Peneliti memiliki kemampuan teknis untuk mengolah bahan-bahan/data-data yang dikumpulkannya karena sebagian dokumentasi tersebut bersifat sangat khas/spesifik.


 Beberapa pembedaan antara analisis isi dengan metode penelitian yang lain[6]:

1. Analisis isi adalah sebuah metode yang tak mencolok (unobtrusive). Pemanggilan kembali informasi, pembuatan model (modelling), pemanfaatan catatan statistik, dan dalam kadar tertentu, etno-metodologi, punya andil dalam teknik penelitian yang non-reaktif atau tak mencolok ini.

2. Analisis isi menerima bahan yang tidak terstruktur karena lebih leluasa memanfaatkan bahan tersebut dan ada sedikit kebebasan untuk mengolahnya dengan memanggil beberapa informasi.

3. Analisis isi peka konteks sehingga dapat memproses bentuk-bentuk simbolik.

4. Analisis isi dapat menghadapi sejumlah besar data.



Metode Content Analysis merupakan analisis ilmiah tentang isi pesan suatu komunikasi. Dalam hal ini, content analysis mencakup: klasifikasi tanda-tanda yang dipakai dalam komunikasi, menggunakan kriteria sebagai dasar klasifikasi, dan menggunakan teknik analisis tertentu sebagai pembuat prediksi[7]. Deskripsi yang diberikan para ahli sejak Janis (1949), Berelson (1952) sampai Lindzey dan Aronson (1968) yang dikutip Albert Widjaya dalam desertasinya (1982) tentang Content Analysis menampilkan tiga syarat, yaitu: objektivitas, dengan menggunakan prosedur serta aturan ilmiah; generalitas, dari setiap penemuan studi mempunyai relevansi teoritis tertentu; dan sistematis, seluruh proses penelitian sistematis dalam kategorisasi data[8].



Kelebihan Analisis Isi[9]:

a. Tidak dipakainya manusia sebagai objek penelitian sehingga analisis isi biasanya bersifat non-reaktif karena tidak ada orang yang diwawancarai, diminta mengisi kuesioner ataupun yang diminta datang ke laboratorium.

b. Biaya yang dikeluarkan lebih murah dibandingkan dengan metode penelitian yang lain dan sumber data mudah diperoleh (misal di perpustakaan umum).

c. Analisis isi dapat digunakan ketika penelitian survey tidak dapat dilakukan.


Kekurangan Analisis Isi[10]:

a. Kesulitan menentukan sumber data yang memuat pesan-pesan yang relevan dengan permasalahan penelitian.

b. Analisis isi tidak dapat dipakai untuk menguji hubungan antar variabel, tidak dapat melihat sebab akibat hanya dapat menerima kecenderungan (harus dikombinasikan dengan metode penelitian lain jika ingin menunjukkan hubungan sebab akibat).


Desain Analisis Isi

Setidaknya dapat diidentifikasi tiga jenis penelitian komunikasi yang menggunakan analisis isi. Ketiganya dapat dijelaskan dengan teori 5 unsur komunikasi yang dibuat oleh Harold D. Lasswell, yaitu who, says what, to whom, in what channel, with what effect. Ketiga jenis penelitian tersebut dapat memuat satu atau lebih unsur “pertanyaan teoretik” Lasswell tersebut.

Pertama, bersifat deskriptif, yaitu deskripsi isi-isi komunikasi. Dalam praktiknya, hal ini mudah dilakukan dengan cara melakukan perbandingan. Perbandingan tersebut dapat meliputi hal-hal berikut ini.


1. Perbandingan pesan (message) dokumen yang sama pada waktu yang berbeda. Dalam hal ini analisis dapat membuat kesimpulan mengenai kecenderungan isi komunikasi.

2. Perbandingan pesan (message) dari sumber yang sama/tunggal dalam situasi-situasi yang berbeda. Dalam hal ini, studi tentang pengaruh situasi terhadap isi komunikasi.

3. Perbandingan pesan (message) dari sumber yang sama terhadap penerima yang berbeda. Dalam hal ini, studi tentang pengaruh ciri-ciri audience terhadap isi dan gaya komunikasi.

4. Analisis antar-message, yaitu perbandingan isi komunikasi pada waktu, situasi atau audience yang berbeda. Dalam hal ini, studi tentang hubungan dua variabel dalam satu atau sekumpulan dokumen (sering disebut kontingensi (contingency).

5. Pengujian hipotesis mengenai perbandingan message dari dua sumber yang berbeda, yaitu perbedaan antarkomunikator.  Kedua, penelitian mengenai penyebab message yang berupa pengaruh dua message yang dihasilkan dua sumber (A dan B) terhadap variabel perilaku sehingga menimbulkan nilai, sikap, motif, dan masalah pada sumber B.

Ketiga, penelitian mengenai efek message A terhadap penerima B. Pertanyaan yang diajukan adalah apakah efek atau akibat dari proses komunikasi yang telah berlangsung terhadap penerima (with what effect)?


Tahapan Proses Penelitian Analisis Isi

Terdapat tiga langkah strategis penelitian analisis isi.

Pertama, penetapan desain atau model penelitian. Di sini ditetapkan berapa media, analisis perbandingan atau korelasi, objeknya banyak atau sedikit dan sebagainya.

Kedua, pencarian data pokok atau data primer, yaitu teks itu sendiri. Sebagai analisis isi maka teks merupakan objek yang pokok bahkan terpokok. Pencarian dapat dilakukan dengan menggunakan lembar formulir pengamatan tertentu yang sengaja dibuat untuk keperluan pencarian data tersebut.

Ketiga, pencarian pengetahuan kontekstual agar penelitian yang dilakukan tidak berada di ruang hampa, tetapi terlihat kait-mengait dengan faktor-faktor lain.


METODE ANALISIS ISI

Dasar-dasar Rancangan Penelitian Analisis Isi

Prosedur dasar pembuatan rancangan penelitian dan pelaksanaan studi analisis isi terdiri atas 6 tahapan langkah, yaitu (1) merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesisnya, (2) melakukan sampling terhadap sumber-sumber data yang telah dipilih, (3) pembuatan kategori yang dipergunakan dalam analisis, (4) pendataan suatu sampel dokumen yang telah dipilih dan melakukan pengkodean, (5) pembuatan skala dan item berdasarkan kriteria tertentu untuk pengumpulan data, dan (6) interpretasi/ penafsiran data yang diperoleh.

Urutan langkah tersebut harus tertib, tidak boleh dilompati atau dibalik. Langkah sebelumnya merupakan prasyarat untuk menentukan langkah berikutnya. Permulaan penelitian itu adalah adanya rumusan masalah atau pertanyaan penelitian yang dinyatakan secara jelas, eksplisit, dan mengarah, serta dapat diukur dan untuk dijawab dengan usaha penelitian.

Pada perumusan hipotesis, dugaan sementara yang akan dijawab melalui penelitian, peneliti dapat memilih hipotesis nol, hipotesis penelitian atau hipotesis statistik.


Penarikan sampel dilakukan melalui pertimbangan tertentu, disesuaikan dengan rumusan masalah dan kemampuan peneliti.Pembuatan alat ukur atau kategori yang akan digunakan untuk analisis didasarkan pada rumusan masalah atau pertanyaan penelitian, dan acuan tertentu. Misalnya, kategori tinggi-sedang-rendah, dengan indikator-indikator yang bersifat terukur.Kemudian, pengumpulan atau coding data, dilakukan dengan menggunakan lembar pengkodean (coding sheet) yang sudah dipersiapkan. Setelah semua data diproses, kemudian diinterpretasikan maknanya.


Teknik Pembuatan Skala pada Analisis Isi

Telah dijelaskan dua macam teknik penskalaan (scaling) yang bertujuan khusus untuk mengukur intensitas. Pertama, metode Q-Sort, menyediakan suatu cara penskalaan universe pernyataan-pernyataan mengenai variabel tertentu. Skala Q-Sort mempergunakan distribusi skala 9 titik. Pada lajur pertama, (Y) berisi 9 point nilai, yang menunjukkan tingkat terendah (1) sampai tingkat tertinggi (9), dan lajur kedua (X) yang menunjukkan persentase pernyataan dalam tiap kategori. Untuk menentukan item-item masuk pada kategori tertentu pada skala yang telah tersedia, dipakai orang-orang yang dianggap sebagai juri penilai. Dalam hal ini perlu ditetapkan keterandalan (reliabilitas) alat ukur, dan kesahihan (validitas) pengukuran.


Kedua, metode skala perbandingan pasangan (pair comparison scaling), yaitu teknik menentukan skala relatif item-item yang tidak melibatkan distribusi nyata. Penggunaan metode ini adalah untuk mengetahui pernyataan-pernyataan yang paling intens di antara pasangan-pasangan yang mungkin. Keseluruhan metode ini akan menghasilkan suatu skala relatif antaritem.


Reliabilitas dan Validitas

Masalah reliabilitas (keterandalan) dan validitas pengukuran (kesahihan) merupakan 2 hal pokok dalam penelitian yang tidak boleh ditinggalkan. Reliabilitas didefinisikan sebagai keterandalan alat ukur yang dipakai dalam suatu penelitian. Apakah kita benar-benar dapat mengukur dengan tepat sesuai dengan alat atau instrumen yang dimiliki.

Dikenal beberapa jenis reliabilitas, yaitu berikut ini.

1. Intercoder dan intracoder, yaitu pemberian kode dari luar dan dari dalam.

2. Pretest, yaitu pengujian atau pengukuran perbedaan nilai antara juri-juri pemberi nilai.

3. Reliabilitas kategori, yaitu derajat kemampuan pengulangan penempatan data dalam berbagi kategori.

Validitas adalah kesahihan pengukuran atau penilaian dalam penelitian. Dalam analisis isi, validitas dilakukan dengan berbagai cara atau metode sebagai berikut.

1. Pengukuran produktivitas (productivity), yaitu derajat di mana suatu studi menunjukkan indikator yang tepat yang berhubungan dengan variabel.

2. Predictive validity, yaitu derajat kemampuan pengukuran dengan peristiwa yang akan datang.

3. Construct validity, yaitu derajat kesesuaian teori dan konsep yang dipakai dengan alat pengukuran yang dipakai dalam penelitian tersebut.


ANALISIS ISI KUALITATIF

Analisis Wacana

Analisis wacana adalah analisis isi yang lebih bersifat kualitatif dan dapat menjadi salah satu alternatif untuk melengkapi dan menutupi kelemahan dari analisis isi kuantitatif yang selama ini banyak digunakan oleh para peneliti. Jika pada analisis kuantitatif, pertanyaan lebih ditekankan untuk menjawab “apa” (what) dari pesan atau teks komunikasi, pada analisis wacana lebih difokuskan untuk melihat pada “bagaimana” (how), yaitu bagaimana isi teks berita dan juga bagaimana pesan itu disampaikan.

Beberapa perbedaan mendasar antara analisis wacana dengan analisis isi yang bersifat kuantitatif adalah sebagai berikut.

Analisis wacana lebih bersifat kualitatif daripada yang umum dilakukan dalam analisis isi kuantitatif karena analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks daripada penjumlahan unit kategori, seperti dalam analisis isi. Analisis isi kuantitatif digunakan untuk membedah muatan teks komunikasi yang bersifat manifest (nyata), sedangkan analisis wacana justru memfokuskan pada pesan yang bersifat latent (tersembunyi).Analisis isi kuantitatif hanya dapat mempertimbangkan “apa yang dikatakan” (what), tetapi tidak dapat menyelidiki bagaimana ia dikatakan (how).Analisis wacana tidak berpretensi melakukan generalisasi, sedangkan analisis isi kuantitatif memang diarahkan untuk membuat generalisasi.


Model analisis wacana yang diperkenalkan oleh van Dijk sering kali disebut sebagai “kognisi sosial”, yaitu suatu pendekatan yang diadopsi dari bidang psikologi sosial. Menurut van Dijk, ada 3 dimensi yang membentuk suatu wacana sehingga analisis yang dilakukan terhadap suatu wacana harus meliputi ketiga dimensi tersebut, yaitu teks, kognisi sosial, dan konteks sosial.


Analisis Semiotik (Semiotic Analysis)

Pengertian semiotika secara terminologis adalah ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Menurut Eco, semiotik sebagai “ilmu tanda” (sign) dan segala yang berhubungan dengannya cara berfungsinya, hubungannya dengan kata lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya.


Menurut Eco, ada sembilan belas bidang yang bisa dipertimbangkan sebagai bahan kajian untuk semiotik, yaitu semiotik binatang, semiotik tanda-tanda bauan, komunikasi rabaan, kode-kode cecapan, paralinguistik, semiotik medis, kinesik dan proksemik, kode-kode musik, bahasa yang diformalkan, bahasa tertulis, alfabet tak dikenal, kode rahasia, bahasa alam, komunikasi visual, sistem objek, dan sebagainya. Semiotika di bidang komunikasi pun juga tidak terbatas, misalnya saja bisa mengambil objek penelitian, seperti pemberitaan di media massa, komunikasi periklanan, tanda-tanda nonverbal, film, komik kartun, dan sastra sampai kepada musik.


Analisis Framing


Analisis Framing adalah bagian dari analisis isi yang melakukan penilaian tentang wacana persaingan antarkelompok yang muncul atau tampak di media. Dikenal konsep bingkai, yaitu gagasan sentral yang terorganisasi, dan dapat dianalisis melalui dua turunannya, yaitu simbol berupa framing device dan reasoning device. Framing device menunjuk pada penyebutan istilah tertentu yang menunjukkan “julukan” pada satu wacana, sedangkan reasoning device menunjuk pada analisis sebab-akibat. Di dalamnya terdapat beberapa ‘turunan’, yaitu metafora, perumpamaan atau pengandaian.

Kriminalitas dan Demoralisasi

 Kriminalitas        

Kriminalitas menurut bahasa adalah sama dengan kejahatan (pelanggaran yang dapat dihukum) yaitu perkara kejahatan yang dapat dihukum menurut Undang-Undang.

Sedangkan pengertian kriminalitas menurut istilah diartikan sebagai suatu kejahatan yang tergolong dalam pelanggaran hukum positif (hukum yang berlaku dalam suatu negara).

Pengertian kejahatan sebagai unsur dalam pengertian kriminalitas, secara sosiologis mempunyai dua unsur-unsur yaitu:

1) Kejahatan itu ialah perbuatan yang merugikan secara ekonomis dan merugikan secara psikologis.

2) Melukai perasaan susila dari suatu segerombolan manusia, di mana orang-orang itu berhak melahirkan celaan.

Dengan demikian, pengertian kriminalitas adalah segala macam bentuk tindakan dan perbuatan yang merugikan secara ekonomis dan psikologis yang melanggar hukum yang berlaku dalam negara Indonesia serta norma-norma sosial dan agama.

Adapun motif yang mendorong mereka melakukan tindak kejahatan itu antara lain adalah:

1) Untuk memuaskan kecenderungan keserakahan.

2) Meningkatkan agresivitas dan dorongan seksual.

3) Salah-asuh dan salah-didik orang tua, sehingga anak tersebut menjadi manja dan lemah   mentalnya.

4) Hasrat untuk berkumpul dengan kawan senasib dan sebaya, dan kesukaan untuk meniru-niru.

5) Kecenderungan pembawaan yang patologis atau abnormal.

6) Konflik batin sendiri, dan kemudian menggunakan mekanisme pelarian diri serta pembelaan diri yang irrasional.


Demoralisasi

Dewasa ini banyak dijumpai keadaan dimana kualitas moral yang terjadi di masyarakat mengalami penurunan. Hal inilah yang dinamakan demoralisasi. Brooks dan Gable (1997) mengatakan bahwa demoralsasi berhubungan dengan rendahnya standar moral dan penetapan nilai serta norma dalam masyarakat.

Beberapa indikasi yang menunjukkan suatu bangsa mengalami gejala demoralisasi, adalah sebagai berikut:

a.    Kuantitas dan kualitas kriminalitas sosial semakin meningkat, seperti pencurian, perampokan, pembunuhan, dll.

b.    Terjadinya kerusuhan yang bersifat anarkis, seperti pembakar rumah, perusak fasilitas umum, penjarahan, dll.

c.    Konflik sosial semakin marak, baik vertikal maupun horizontal.

d.    Tindakan korupsi merajalela.

e.    Meningkatnya jumlah pemakai dan pengedar narkoba dikalangan masyarakat.

f.     Pergaulan bebas semakin merajalela.

Beberapa hal yang dapat menyebabkan demoralisasi di kalangan masyarakat, antara lain:

ü Krisis ekonomi yang berkepanjangan.

ü Pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi sehingga megakibatkan jumlah pencari kerja tidak sebanding dengan lapangan kerja.

ü Menurunnya kewibaan pemerintah yang ditandai dengan tidak berhasilnya pemerintah memenuhi tuntutan rakyat.

ü Meningkatnya angka kemiskinan.

ü Menurunnya kualitas aparat penegak hukum, seperti kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman.

ü Adanya sikap-sikap negatif, seperti: malas, boros, tidak disiplin, serta sikap apatis yang akhirnya, untuk mencapai sesuatu menggunakan jalan pintas.

ü Keengganan memahami, mendalami, dan melaksanakan ajaran-ajaran agama.

                                             

Beberapa solusi untuk upaya pencegahan ataupun setelah terjadinya demoralisasi:

Ø  Mempertebal keimanan dan ketaqwaan dikalangan generasi muda

Ø  Memanfaatkan media sosialisasi keluarga, sekolah


Ø  Aktif dalam kegiatan-kegiatan positif

About

Popular Posts