Beranda

Welcome

Selamat Datang di Blog Sarana Informasi ...... Welcome on this blog...benvenuti nel nostro blog..bienvenue sur notre blog...Willkommen in unserem Blog... bienvenido a nuestro blog...... 블로그에 오신 것을 환영합니다 beullogeue osin geos-eul hwan-yeonghabnida....

Monday, February 27, 2023

Peranan Guru Dalam Menggambar

 


Guru memegang peranan penting dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, terutama dalam mengajarkan bagaimana cara menggambar atau memberikan contoh gambar untuk ditiru oleh anak. Peranan ugru memberikan inspirasi, memberikan kejelasan/klasifikasi, menerjemahkan gagasan, perasaan dan reaksi anak dalam bentuk-bentuk gambar atau menciptakan iklim yang menunjang bagi kegiatan menggambar anak.

Beberapa cara yang dapat dijadikan alat motivasi oleh guru pada awal pembelajaran seni yaitu insentif, membangun pengalaman probadi (ingatan, sosial emosional), pengalaman langsung kepada objek di lingkunagn, asosiasi gagasan dengan bahan/media dan perluasan pengetahuan.

Insentif dapat diartikan penguatan yang memungkinkan para anak didik terangkat minatnya untuk mengikuti pelajaran seperti kata-kata pujian, acungan jempol, gerak mimic atau tanda persetujuan dan penerimaan guru kepada anak yang mengemukakan gagasan menarik.

Membangun ingatan perlu dilakukan untuk mengungkapkan kembali pengalaman anak. Caranya dengan menggunakan pancingan-pancingan kata-kata. Asosiasi emosional dapat menyentuh perasaan dan imajinasi gagasan yang berkaitan dengan ekspresi menghasilkan karya yang lebih berkualitas. Guru berupaya agar pengetahuan siap mengenai suatu objek yang telah diimitasi oleh anak dapat dilakukan dengan diskusi pada awal kegiatan, waktu kegiatan sedang berlangsung atau setelah hasil karya selesai dibuat anak. Pengetahuan yang luas akan memperlancar proses kreasi bahkan meningkatkan daya tarik hasil karya (Wachowiah dan Clements, 1993)

Tahap Perkembangan Menggambar Anak

 


Dalam pembelajaran menggambar, guru perlu mengetahui bagaimana cara untuk mencapai tujuan yaitu anak mampu menggambar dengan baik. Sebelum  guru memberikan tugas, terlebih dahulu hendaknya memahami kondisi siswa yang akan dihadapi nanti.

Tahap perkembangan pada dasarnya sama bagi setiap anak, bila anak berbeda pada tiap tahap perkembangan, penyebabnya adalah kemungkinan dari pembawaan, pengalaman, kepercayaan diri, sosial budaya dan ekonomi

a. Masa Perkembangan Anak

1. Masa Mencoreng (Usia 2-4 tahun)

Pada masa mencoreng ini anak belum mampu berkomunikasi dengan baik terutama bahasa lisan, belum memiliki perbendaharaan kata-kata. Anak seusia ini masih mengalami hambatan dalam berkomunikasi. Untuk mengatasinya adalah dengan bahasa gambar. Pada usia ini anak belum mempunyai daya tangkap visual (pengamatan) terutama dalam pengamatan lingkungan masih sangat terbatas dan belum mempunyai keterampilan anggota tubuh secara baik, misalnya anak seusia ini diberi alat tulis, kemudian diminta untuk membuat gambar, hasil goresannya memperlihatkan bentuk garis beraneka ragam.

Dari goresan yang berupa garis-garis panjang yang tidak rata, garis-garis pendek yang tidak menentu arahnya, garis-garis putus, tegak lurus diulang-ulang. Kemudian berkembang menjadi benang kusut walaupun bentuk gambarnya demikian adalah merupakan curahan, ungkapan, keinginan, dan batin anak. Gambar  yang dihasilkan sukar untuk dimengerti oleh orang lain. Namun andaikata ditanya lagi pada esok harinya jawaban anak berubah tidak sama dengan jawaban kemarin. Oleh karena itu gambar merupakan bahasa anak dalam bentuk visual.

2. Masa Prabagan (Usia 4-7 tahun)

Pada masa prabagan, seiring dengan perkembangannya kemampuan motorik dan konsep-konsep yang dimiliki, gambar anak pun sudah menunjukkan kemiripan dengan objek yang digambar. Obyek yang mereka gambar pun biasanya lebih bervariasi. Hal ini disebabkan oleh pengalaman hidup mereka yang lebih kaya.

Pada masa ini perkembangan fisik, mental, pikiran dan perasaan anak mulai memiliki daya pengamatan, sedikit demi sedikit mulai mengenal bentuk. Anak sudah mulai menghubungkan hasil pengamatan baik pengamatan yang sudah tersimpan dalam otak maupun pengamatan langsung pada saat itu dengan tangan yang dikendalikan otak, sehingga menghasilkan gambar. Pada mulanya anak mulai mencoba-coba membentuk gambar yang sangat sederhana, misalnya lingkaran, segitiga, segiempat, dan sebagainya. Anak membuat lingkaran yang tidak rata dan tidak bulat. Pada masa ini bertambahnya usia anak, daya visual atau penglihatan semakin kuat, sehingga bentuk gambar mereka mudah dipahami orang lain (U. Danarto, 1990:32).

3. Masa Bagan

Pada masa bagan anak-anak sudah memahami bentuk-bentuk suatu benda di sekitar. Dari hasil pengamatan, mereka mengenal berbagai macam benda, kemudian mencoba membangun setiap benda yang pernah ditemuinya ke dalam gambar, misalnya bagan rumah, pohon, meja, kursi, bunga, gunung, sungai, orang, mobil dan binatang. Bagian yang dibuat anak nampaknya akan sama. Namun halnya membuat huruf setiap garis yang ditarik anak-anak ketika menghasilkan bagan menunjukkan ungkapan pikiran, perasaan dan watak mereka. Bagan buatan anak yang satu berbeda dengan bagan yang dibuat oleh anak yang lainnya. Bertambahnya usia anak, bagan yang dibuat anak akan mengalami perubahan, bergantung kepada lingkungan, suasana hati dan pikiran anak ketika menggambar sesuatu objek.

4. Karakteristik Gambar Anak

Karakteristik gambar anak terdiri dari enam karakter :

a.        Obyek tegak lurus di atas garis mendatar

Anak dalam membentuk ruangan dinyatakan dengan garis mendatar, tidak terpikirkan olehnya bahwa benda yang ada di belakang benda yang lain itu, bahkan ada sebagian lain yang terhalang oleh benda di depannya.

b.       Peristiwa beruntun

Pada aktivitas menggambar pun anak suka menggambar suatu peristiwa yang beruntun. Peristiwa beruntun adalah gambar yang menunjukkan beberapa peristiwa yang beruntun dalam lembar kertas gambar.

c.        Gambar bening/tembus pandang

Yang disebut gambar bening yaitu anak menggambar dengan memperlihatkan bagian luar dan dalam, seakan-akan rumah itu bening, seolah-olah dindingnya terbuat dari kaca.

 d.       Gambar rebahan

Gambar rebahan adalah gambar terlentang atau suatu gambar yang dilihat dari beberapa sudut atau dari atas, namun posisi orang dalam gambarnya seperti orang tidur terlentang.

e.        Mengutamakan kejelasan obyek dan pengetahuan aktif

Obyek lebih banyak ditentukan oleh pertalian batinnya dengan tiap-tiap sosok obyek itu. Sebuah bagan adalah pemahaman yang dicapai pada usia anak akan bertambah luas dan wawasannya berkembang dan merupakan perwujudan pengetahuan aktif dan dinamis tentang suatu obyek.

Misalnya anak biasanya menggambar sebuah rumah yang hanya beratap dan berjendela saja. Suatu ketika anak mengalami suatu peristiwa yang berarti baginya yaitu ia membuat pintu rumah, maka anak mengubah gambar rumahnya dengan menambah pintu. Melalu perubahan bagan seperti itu anak melahirkan pengalamannya yang baru dan akan berubah pada aktivitas menggambar selanjutnya.

f.        Warna

Warna adalah unsur rupa yang paling menyentuh perasaan secara langsung kita dapat menangkap keindahan. Susunan warna sebuah lukisan abstrak dari susunan garis atau bentuknya. Warna merupakan sesuatu yang sangat menarik untuk melengkapi sebuah gambar. Anak dapat menuangkan sebuah obyek yang dilihat dari obyek gambar. Anak dapat menyesuaikan warna yang cocok untuk obyek yang digambarnya. Misalnya gambar pohon, anak ingat bahwa pohon itu daunnya hijau, maka anak dapat menentukan warna sesuai dengan yang dilihatnya.

Menggambar

 


1.   Hakekat Menggambar

Untuk memahami apakah sebenarnya menggambar itu, kita harus menemukan makna terlebih dahulu. Karena selain menggoreskan pensil/kuas dengan jari, pada hakekatnya menggambar itu adalah pengungkapan oleh seseorang secara mental dan visual dari apa yang dialaminya dalam bentuk garis-garis dan warna. Jadi menggambar adalah melukis apa yang terpikirkan dengan goresan-goresan pensil di atas kertas.

Menggambar merupakan suatu usaha untuk mengkomunikasikan perasaan dan pikiran secara visual kepada orang lain. Anak-anak senang dengan kegiatan menggambar karena dengan menggambar mereka dapat menuangkan pengalamannya dan mewujudkan simbol-simbol yang pernah dilihatnya melalui bidang gambar.

2.   Potensi dan Bakat Anak

Setiap anak mempunyai kemampuan untuk mengungkapkan dirinya secara kreatif sejak lahir. Pada dasarnya kreatif dalam berkarya adalah kemampuan untuk banyak membuat karya-karya yang baru dari pengalaman dan pengetahuan yang diperolehnya.

Potensi dan bakat yang dimiliki oleh anak sejak lahir dapat dikembangkan dalam berbagai kemampuan tertentu yaitu:

a.      Kemampuan Fisik

Kemampuan fisik yang perlu dikembangkan adalah kemampuan panca indera dalam mengamati benda dan peristiwa-peristiwa sehari-hari. Selain itu juga keterampilan tangan dalam menggunakan alat gambar melalui latihan-latihan keterampilan tersebut sangat membantu anak untuk berekspresi.

b.     Kemampuan Berpikir

Gambar atau lukisan karya anak-anak merupakan curahan perasaan, pikiran dan imajinasi anak-anak yang kadang-kadang diungkapkan dalam lambang-lambang yang sulit dimengerti oleh orang dewasa.

c.      Hasrat dan Rasa Ingin Tahu

Setiap anak tentu mempunyai hasrat untuk maju, seringkali anak menangis karena keinginannya tidak terpenuhi. Salah satu usaha untuk mengembangkan hasrat ingin maju atau ingin tahu pada anak yaitu menyediakan bahan dan alat bantu belajar baru yang beraneka ragam.

d.     Perasaan keindahan, kesadaran budi dan hati nurani

Pendidikan seni rupa harus mampu mengembangkan perasaan budi serta nurani anak yang dibawa sejak lahir. Tema seperti bencana alam, pengemis berjalan tertatih-tatih, melakukan ibadah dan sebagainya adalah tema-tema yang dapat menyentuh hati nurani anak. Menyajikan pemandangan alam yang indah atau langit biru yang mempesona yang diutarakan oleh guru secara menarik sebelum berkarya adalah salah satu upaya meningkatkan perasaan keindahan.

e.      Daya Fantasi dan Imajinasi

Anak usia dini masih mempunyai daya fantasi besar, karena kemampuan berpikirnya belum berkembang seperti orang dewasa. Mereka mengalami kesulitan untuk berkomunikasi secara lisan. Kesulitan ini disalurkan oleh anak ke dalam bahasa visual atau gambar. Umumnya gambar yang dibuat anak-anak itu merupakan gambar berwarna, yaitu mengungkapkan segala sesuatu yang diketahuinya, semacam gambar bercerita. Dengan demikian tujuan pendidikan seni rupa yang baik harus mampu untuk mengembangkan lima kemampuan yang terdapat pada diri anak itu sesuai dengan kemampuan dan perkembangan jiwanya.

 

3.   Alat dan Bahan Menggambar

a.      Alat dan bahan Menggambar

Alat dan bahan menggambar yang digunakan adalah :

1)     Pensil/potlot

2)     Pensil konte/arang

3)     Pensil berwarna

4)     Krayon

5)     Kuas

6)     Cat air

7)     Spidol warna

b.     Bidang Gambar

Bidang gambar bisa bermacam-macam selama masih bisa dipakai untuk anak dalam berkreasi dan berimajinasi dalam karya seni diantaranya adalah:

1)     Buku gambar

2)     Kertas

3)     Papan

4)     Triplek

5)     Dinding (ruangan khusus yang disediakan untuk berkreasi)

Kreativitas Anak

 

1.   Pengertian Kreativitas

Kreativitas menurut Moslow sebagai ciri universal pada semua orang yang mengaktualisasikan diri dan sifat manusiawi yang penuh sifat-sifat yang dikaitkan dengan kreativitas adalah fleksibilitas, spontanitas, keberanian, berani membuat kesalahan, keterbukaan, kerendahan hati. Moslow menghargai kreativitas anak begitu tinggi sehingga kreativitas menjadi salah satu ciri orang-orang yang mencapai aktualitas diri (dalam Globe, 1987:53-54).

Kreativitas menurut Komite Penasehat Nasional di Bidang Pendidikan Kreatif dan Pendidikan Budaya, menggambarkan sebagai bentuk aktivitas imajinatif yang menghasilkan sesuatu yang bersifat original, murni, asli dan bermakna (Craff, 2004:1).

Kreativitas menurut Beetlestone pada tahun 1998 dan Nacce pada tahun 1999 menyatakan bahwa kreativitas merupakan sebuah bentuk pembelajaran.

Kreativitas yang dikemukakan para ahli dan merupakan kesimpulan dari pengertian kreativitas yaitu sebagai kemampuan seseorang untuk mengolah unsur-unsur yang sudah ada menjadi sesuatu yang orisinil.

Kreativitas ada pada setiap orang sejak dilahirkan, dan kita mengenal adanya berbagai variasi tingkat kreativitas.

Kreativitas disebabkan oleh pengaruh lingkungan tempat seseorang dibesarkan oleh pengaruh lingkungan yang memancing kreativitasnya, maka ia akan menjadi kreatif maka sebaliknya anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang menekan dan menghambat berkembangnya kreativitas maka ia tidak akan menjadi orang yang kreatif.

 

 

 

2.   Pentingnya Kreativitas

Mengapa kreativitas penting dipupuk dan dikembangkan dalam diri anak?

a.      Karena dengan berkreasi orang dapat mewujudkan dirinya dan manusia dapat mempertahankan hidupnya.

b.     Kreativitas atau berpikir kreatif sebagai kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan untuk menyelesaikan masalah, terutama yang dilatih adalah pengetahuan, ingatan dan kemampuan berpikir logis atau penalaran. Pemikiran kreatif disebut juga berpikir divergen karena membuat anak lancar dan luwes dalam berpikir, maupun melihat sesuatu masalah dari berbagai sudut pandang dan mampu melahirkan banyak gagasan.

c.      Menyibukkan diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat tapi mampu memberikan kepuasan kepada individu.

d.     Kreativitas yang memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya.

 

3.   Hal-hal yang perlu dikembangkan dalam mengembangkan kreativitas:

a.      Sarana yang memadai

Sarana merupakan alat yang digunakan untuk menggali dan mengembangkan daya cipta anak dengan sarana yang memadai. Anak dapat mengekspresikan, bereksperimen dan mengembangkan kemampuannya.

b.     Lingkungan yang merangsang

Lingkungan rumah dan lingkungan sekolah harus merangsang anak dengan memberikan anak untuk berkreasi dan sarana yang mendorong daya ciptanya.

Hal ini harus dilakukan sedini mungkin sehingga masa anak di taman kanak-kanak menjadi suatu pengalaman yang menyenangkan dan dihargai secara sosial.

 

 

c.      Dorongan

Terlepas dari seberapa jauh kemampuan dan prestasi anak, cara mendidik anak hendaknya menganut paham demokratis serta mampu menghargai prestasinya dengan memberikan pujian atau hadiah, sehingga anak terlepas dari ejekan dan kritik yang sering dilontarkan pada anak yang kreatif dan jangan segan memberikan pujian bagus, baik, pintar, cantik. Hal ini dapat menumbuhkan rasa percaya diri pada anak.

 

4.   Kiat Merangsang Kreativitas Anak

a.      Bebas

Kreativitas muncul jika seorang anak diberi kebebasan membuat karya, anak melakukan apapun sekehendak hati dalam batasan yang tidak mengganggu atau mencelakai orang lain atau dirinya.

b.     Keleluasaan tempat

Kebebasan yang diberikan kepada anak untuk berkreativitas menuntut konsekuensi adanya tempat bagi diri anak untuk mencoba-coba. Ketidakleluasaan tempat dapat menghambat kreativitas anak.

c.      Hindari kritik

Pertanyaan-pertanyaan yang bersifat menyalahkan hasil karya anak tanpa disadari hal ini merupakan kritik bagi anak, sehingga lambat laun anak akan kehilangan rasa percaya diri, bahwa ia mampu melakukan segala sesuatunya dengan benar. Ketakutan membuat sesuatu yang salah akan membatasi aktivitas anak sehingga kreativitas pun bisa terhambat.

d.     Memperkaya imajinasi

Manfaat yang diperoleh anak dengan terbiasa berpikir kreatif adalah keluwesan mencari pemecahan masalah. Dalam proses kreatif dapat terjadi dengan adanya imajinasi. Sementara imajinasi berkembang dari kolaborasi pengetahuan-pengetahuan lama yang ada dalam ingatan anak bisa dipakai dengan cara membawanya ke tempat-tempat unik, misalnya di tempat wisata atau museum-museum.

 

5.   Karakteristik Kreativitas dan Ciri-ciri Afektif dari Kreativitas

Setiap orang memiliki kreativitas dengan tingkat yang berbeda-beda. Tidak ada orang yang sama sekali tidak memiliki kreativitas, dan yang diperlukan adalah bagaimana mengembangkan kreativitas itu.

Ciri-ciri kreativitas yang berhubungan dengan kemampuan berpikir seseorang seperti kelancaran, fleksibilitas, orisinalitas dan perincian. Ciri-ciri yang menyangkut sikap dan perasaan seseorang disebut ciri-ciri afektif dan kreativitas. Ciri-ciri afektif dari kreativitas disimpulkan dari beberapa pendapat para ahli yang sangat esensial dalam menentukan prestasi kreatif seseorang yaitu:

a.      Rasa ingin tahu

b.     Tertarik terhadap tugas-tugas majemuk yang dirasakan sebagai tantangan

c.      Berani mengambil resiko dalam berbuat kesalahan dan untuk dikritik oleh orang lain.

d.     Tidak mudah putus asa

e.      Menghargai keindahan

f.      Mempunyai rasa humor

g.     Ingin mencari pengalaman – pengalaman baru

h.     Menghargai diri sendiri maupun orang lain dan sebagainya (Munandar,S.C.U, 1999:20).

6.   Kegiatan Untuk Mengembangkan Kreativitas

Banyak sekali kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kreativitas anak, diantaranya yaitu kegiatan melukis atau menggambar bebas. Kegiatan menggambar ini merupakan salah satu sarana yang dapat dimanfaatkan oleh anak. Selain untuk melatih keterampilan tangan, kegiatan menggambar juga dapat menjadi sarana bagi anak untuk dapat menuangkan pikiran dan imajinasinya ke dalam gambar yang dibuatnya.

Pada kegiatan menggambar bebas ini, anak dapat mencurahkan isi hatinya melalui gambar dan anak menggambar sesuai dengan apa yang dirasakan pada saat itu.

Kadang kita melihat hasil gambar yang dibuat anak dengan warna yang tidak sesuai dengan obyek yang digambarnya misalnya warna daun diberi warna merah, gunung diberi warna hitam, buah diberi warna biru. Yang dia gambar bukan semata apa yang dilihatnya, tapi merupakan hasil kerja sama indra-indranya yang dirasakan, diimajinasikan serta dicetuskan menjadi sebuah gambar. Dengan menggambar bebas akan menghilangkan resah dan stress yang dialami anak yang berada dalam lingkungan yang mengekang.

Kompetensi Pedagogik

 


1.     Pengertian Kompetensi

Kompetensi (competency) dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai kecakapan atau kemampuan. Descriptive of qualitative nature or teacher behavior to be entirely meaningfull” (Broke and Stone, 1975) kompetensi merupakan gambaran hakikat kualitatif dan perilaku guru yang tampak sangat berarti.

Competency as a rational performance with satisfactority meets the objecives for a desired condition.” (Charles E. Johnson, 1974). Kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan.

Is a knowledge, skills, and abilities or capabilities that a person achieves, which become part of his or her being to the exen he or she can satisfactorily perform particular cognitive, afective, and psychomotor behavier.” (MC. Ashan, 1981) dalam Mulyasa (2002). Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor dengan sebaik-baiknya.

Pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi dapat kenali dari sejumlah indikatornya yang dapat diukur dan diamati, dapat dicapai melalui pengalaman belajar yang berkaitan dengan bahan kajian dan bahan pelajaran secara kontekstual (Kurikulum tahun 2004).

Kompetensi bersifat personal dan kompleks serta merupakan satu kesatuan yang utuh yang menggambarkan potensi, pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang dimiliki oleh seseorang yang terkait dengan profesi tertentu berkenaan dengan bagian-bagian yang dapat diaktualisasikan atau diwujudkan dalam bentuk tindakan atau kinerja untuk menjalankan profesi tersebut (SKGP PGTK, 2004).

 

2.     Kompetensi Pedagogik

Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi pedagogik meliputi aspek kemampuan sebagai berikut:

1)      Kemampuan Mengelola Pembelajaran

Mulyasa (2006) secara pedagogik, kompetensi guru-guru dalam mengelola pembelajaran perlu mendapat perhatian yang serius. Hal ini penting karena pendidikan di Indonesia dinyatakan kurang berhasil oleh sebagian masyarakat, dinilai kering dari aspek pedagogik, dan sekolah nampak lebih mekanis sehingga peserta didik cenderung kerdil karena tidak mempunyai dunianya sendiri.

Dengan demikian guru dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai dalam mengelola pembelajaran. Secara operasional kemampuan mengelola pembelajaran menyangkut 3 fungsi manajerial, yaitu : perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian.

2)      Pemahaman Terhadap peserta Didik

Pemahaman terhadap peserta didik merupakan salah satu kompetensi pedagogik yang harus dipahami guru dari peserta didiknya yaitu tingkat kecerdasan, kreativitas, perkembangan kognitif dan keadaan fisik.

3)      Perencanaan Pembelajaran

Perencanaan pembelajaran merupakan salah satu kompetensi pedagogik yang harus dimiliki guru yang bermuara pada pelaksanaan pembelajaran perancangan pembelajaran sedikitnya mencakup tiga kegiatan yaitu identifikasi kebutuhan, perumusan kompetensi dasar, dan penyusunan program pembelajaran.

4)      Pelaksanaan Pembelajaran Yang Mendidik dan Diagnosis

Mulyasa (2006) kegagalan pelaksanaan pembelajaran sebagian besar disebabkan oleh penerapan metode pendidikan konvensional, antidialog, proses penjinakan, pewarisan pengetahuan, dan tidak bersumber pada realitas masyarakat.

5)      Pemanfaatan Teknologi Pembelajaran

Fasilitas pada umumnya mencakup sumber belajar, sarana dan prasarana sehingga peningkatan fasilitas pendidikan harus ditekankan pada peningkatan sumber-sumber belajar, baik kuantitas, maupun kualitasnya, sejalan dengan perkembangan teknologi pendidikan dewasa ini.

Guru dituntut untuk memiliki kemampuan mengorganisir, menganalisis, dan memilih informasi yang paling tepat dan berkaitan langsung dengan pembentukan kompetensi peserta didik serta tujuan pembelajaran. Dengan penguasaan guru terhadap standar kompetensi dalam bidang teknologi pembelajaran dapat dijadikan salah satu indikator standar dan sertifikasi kompetensi guru.

6)      Evaluasi Hasil Belajar

Evaluasi hasil belajar dilakukan untuk mengetahui perubahan dan pembentukan kompetensi peserta didik, yang dapat dilakukan dengan penilaian kelas, tes kemampuan dasar, penilaian akhir satuan pendidikan dan sertifikasi, serta penilaian program.

7)      Pengembangan Peserta Didik

Pengembangan peserta didik merupakan  bagian dari kompetensi pedagogik yang harus dimiliki guru, untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik. Pengembangan peserta didik dapat dilakukan oleh guru melalui berbagai cara, antara lain kegiatan ekstrakurikuler, pengayaan dan remedial serta bimbingan konseling (BK).

Etos Kerja

 

    

1.     Pengertian Etos Kerja

“Etos” dari sudut pandang bahasa berasal dari bahasa Yunani “Ethos” yang bermakna watak atau karakter. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (1993:271) makna lengkap “etos” adalah “Karakteristik, sikap, kebiasaan, kepercayaan, dan seterusnya yang bersifat khusus tentang individu atau sekelompok manusia.” Sedangkan Echols dan Shadily (1994:219) mengartikan “etos” sebagai jiwa khas suatu kelompok manusia. Berdasarkan jiwa yang khas itulah berkembang pandangan seseorang individu atau kelompok (organisasi) tentang sesuatu yang baik dan sesuatu yang buruk.

Etos kerja dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993:271) diartikan sebagai “semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang aau sesuatu kelompok”. Di sisi lain ternyata etos kerja sangat sarat dengan persoalan sikap yang ada pada seseorang dalam melakukan kerjanya. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Myrdal (dalam Soebagio Atmowirio, 2000:214) bahwa etos kerja adalah “sikap kehendak seseorang yang diekspresikan lewat semangat yang didalamnya termuat tekanan-tekanan moral dan nilai-nilai tertentu.” Myrdal lebih jauh mengemukakan pula bahwa etos kerja merupakan sikap yang diambil berdasarkan tanggung jawab moralnya: (1) kerja keras, (2) efisiensi, (3) kerajinan, (4) tepat waktu, (5) prestasi, (6) energetik, (7) kerja sama, (8) jujur, (9) loyal. Etos kerja yang jelas menggambarkan hal-hal yang bersifat normatif sebagai sikap kehendak yang dituntut agar dikembangkan. Tindak lanjut dari etos kerja ini yaitu meningkatnya kualitas kerja para guru sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dalam setiap semester periode tahunan.

Mengenai etos kerja ini, Soebagio Atmowirio (2000:232) mengemukakan bahwa “etos kerja merupakan pandangan dan sikap seseorang dalam menilai apa arti kerja sebagai bagian dari hidup dalam rangka meningkatkan kehidupannya”. Selanjutnya Soebagio Atmowirio (2000:233) secara lebih spesifik menjelasan pengertian etos kerja sebagai berikut: “Etos kerja adalah landasan untuk meningkatkan prestasi kerja/kinerja setiap Pegawai Negeri Sipil PNS)”.

 

2.     Etos Kerja Guru

Sergiovanni (1987:269), menyebutkan: ”School Improvement requires a strong commitment from the principle”. Pernyataan tersebut memberikan pengertian bahwa perbaikan sekolah itu sesungguhnya berada pada komitmen kuat kepala sekolah. Oleh sebab itu kepala sekolah juga dituntut untuk memiliki kemampuan, terampil, cerdas untuk mewujudkan iklim kerja yang sehat, sehingga akan tercipta etos kerja pada guru di sekolah. Jika iklim suatu organisasi dapat merangsang iklim kerja, tersedia sarana dan prasarana yang memadai bagi para guru dan peserta didik, maka iklim kerja yang demikian akan memberikan sumbangan yang besar bagi peningkatan etos kerja guru.

Di samping itu, guru sangat memegang peranan penting dalam pencapaian tujuan pendidikan. Terbukti bahwa peran dan fungsi guru di dalam proses belajar mengajar masih sangat dominan. Dengan demikian agar tujuan pendidikan dapat berhasil baik dan optimal sangat tergantung pada peran guru.

Dalam meningkatkan etos kerja, guru senantiasa diperhadapkan pada peningkatan kualitas pribadi dan sosialnya. Jika hal ini dapat dipenuhi maka keberhasilan lebih cepat diperoleh, yaitu mampu melahirkan peserta didik yang berbudi luhur, memiliki karakter sosial dan profesional sebagaimana yang menjadi tujuan pokok pendidikan itu sendiri. Menurut Thoifuri (2007:3-4) bahwa karakter prbadi dan sosial bagi guru dapat diwujudkan sebagai berikut:

1)     Guru hendaknya pandai, mempunyai wawasan luas

2)     Guru harus selalu meningkatkan keilmuannya

3)     Guru meyakini bahwa apa yang disampaikan itu benar dan bermanfaat

4)     Guru hendaknya berpikir obyektif dalam menghadapi masalah

5)     Guru hendaknya mempunyai dedikasi, motivasi dan loyalitas

6)     Guru harus bertanggung jawab terhadap kualitas dan kepribadian moral

7)     Guru harus mampu merubah sikap peserta didik yang berwatak manusiawi.

8)     Guru harus menjauhkan diri dari segala bentuk pamrih dan pujian.

9)     Guru harus mampu mengaktualisasikan materi yang disampaikan.

10) Guru hendaknya banyak inisiatif sesuai perkembangan iptek.

Karakter guru tersebut di atas merupakan ciri kehidupan seorang guru  yang amat fundamental dan dengan keprofesional guru itulah akan terjadi motivasi, dinamisasi, dan demokratisasi pemikiran yang akan mengarah kepada kreativitas yang konstruktif dalam menciptakan etos kerja di masa kini dan masa yang akan datang. Untuk mewujudkan semua itu tentunya membutuhkan dukungan dari berbagai pihak termasuk dari masyarakat.

Pada tataran implementasi etos kerja guru dapat terlihat dalam kegiatan guru pada saat pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, itulah sebabnya untuk mengukur efektivitas etos kerja guru perlu mengkomparasikan dengan kepemimpinan kepala sekolah. Kepala sekolah yang cakap tentunya akan menaruh perhatian pada etos kerja bawahannya.

Salah satu teori berkaitan dengan peningkatan etos kerja sebagaimana yang dikemukakan oleh Mitchel, T.R. dan Larson (1987:343) bahwa indikator-indikator atau ukuran-ukuran kinerja guru meliputi: (1) kemampuan, (2) prakarsa/inisiatif, (3) ketepatan waktu (4) kualitas hasil kerja, dan (5) komunikasi.

Berdasarkan batasan di atas, etos kerja guru dapat dijadikan sebagai suatu pokok pikiran utama dalam dunia pendidikan yang ada di Indonesia, dimana etos kerja guru tersebut dalam suatu organisasi sekolah mutlak dibutuhkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses pelaksanaan tugas pembelajaran di satuan pendidikan sekolah. Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan dapat dicapai. Dengan begitu bangsa Indonesia dapat mensejajarkan dirinya dengan bangsa-bangsa maju lainnya di kawasan Asia khususnya dan dunia pada umumnya. Etos kerja guru yang tinggi akan banyak menentukan keberhasilan usaha dan proses pembelajaran di sekolah. Karena itu, masalah tersebut menarik untuk diperhatikan dan dianalisis dalam suatu organisasi sekolah yang di dalamnya menyangkut berbagai keputusan termasuk keputusan para guru itu sendiri.

 

3.     Fungsi dan Manfaat Etos Kerja Guru

Pada umumnya berbicara etos kerja sangat terkait dengan peningkatan kualitas kerja seseorang dalam suatu kekuatan. Itulah sebabnya, menurut Soebagio Atmowirio sebagaimana dikemukakan di atas mengatakan bahwa etos kerja itu merupakan landasan untuk meningkatkan unjuk kerja guru. Etos kerja dengan demikian berfungsi secara fundamental sebagai landasan pencapaian unjuk kerja yang tinggi. Dalam hal etos kerja ini, Triguno (2002:9) menyatakan bahwa”program peningkatan etos (budaya) kerja memiliki arti yang sangat fundamental bagi setiap organisasi, karena akan merubah sikap dan perilaku sumber daya manusia untuk mencapai produktivitas kerja atau unjuk kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan masa depan”. Lanjut Triguno, manfaat yang didapat dari membudayanya etos kerja antara lain sebagai berikut: menjamin hasil kerja dengan kualitas yang lebih baik, membuka seluruh jaringan komunikasi, keterbukaan, kebersamaan, kegotongroyongan, kekeluargaan, menemukan kesalahan dan cepat memperbaiki, cepat menyesuaikan diri dengan perkembangan dari luar (faktor eksternal seperti pelanggan, teknologi, sosial, ekonomi, dan lain-lain) mengurangi laporan berupa data-data dan informasi yang salah dan palsu. Selain manfaat di atas, etos kerja yang tinggi pada dasarnya akan menjadikan tingkat efisiensi dalam melakukan pekerjan yang tinggi, kerajinan meningkat atau tingkat absensi kurang, sikap tepat waktu atau disiplin, bersedia untuk melakukan perubahan atau fleksibel, kegesitan dalam mempergunakan kesempatan-kesempatan yang muncul, siap bekerja, dan sikap bekerja sama.

Hal di atas senada dengan Triguno (2002:9) yang menyatakan bahwa terciptanya etos kerja yang tinggi yang disebutnya sebagai budaya kerja akan meningkatkan kepuasan kerja, pergaulan yang lebih akrab, disiplin meningkat, pengawasan fungsional berkurang, pemborosan berkurang (efisien), tingkat absen turun, ingin belajar terus, ingin memberikan yang terbaik bagi organisasi dan lain-lain.

Selanjutnya Wolseley & Campbell (dalam Triguno, 2002: 9-10) menyatakan sebagai berikut :

1)     Orang yang terlatih melalui kelompok budaya kerja akan menyukai kebebasan, pertukaran pendapat, terbuka bagi gagasan-gagasan baru dan fakta baru dalam usahanya untuk mencari kebenaran, mencocokkan apa yang ada padanya dengan kedahsyatan dan daya imajinasi seteliti mungkin dan seobjektif mungkin.

2)     Orang yang terlatih dalam kelompok budaya kerja akan memecahkan permasalahan secara mandiri dengan bantuan keahliannya berdasarkan metode ilmu pengetahuan, dibangkitkan oleh pemikiran yang kritis kreatif, tidak menghargai penyimpangan akal bulus dan pertentangan.

3)     Orang yang terdidik melalui kelompok budaya kerja berusaha menyesuaikan diri antara kehidupan pribadinya dengan kebiasaan sosialnya, baik nilai-nilai spiritual maupun standar-standar etika yang fundamental untuk menyerasikan kepribadian dan moral karakternya.

4)     Orang yang terdidik dalam kelompok budaya kerja mempersiapkan dirinya dengan pengetahuan umum dan keahlian-keahlian khusus dalam mengelola tugas atau kewajiban dan bidangnya, demikian juga dengan hal berproduksi dan pemenuhan kebutuhan hidupnya.

5)     Orang yang terlatih dalam kelompok budaya kerja akan memahami dan menghargai lingkungannya seperti alam, ekonomi, sosial, politik, budaya dan menjaga kelestarian sumber-sumber alam, memelihara stabilitas dan kontinuitas masyarakat yang bebas sebagai suatu kondisi yang harus ada.

6)     Orang yang terlatih dalam kelompok budaya kerja berpartisipasi dengan loyal kepada kehidupan rumah tangganya, sekolah, masyarakat dan bangsanya, dan penuh tanggung jawab sebagai manusia merdeka dengan mengisi kemerdekaannya, serta memberi tempat secara berdampingan kepada oposisi yang bereaksi dengan yang memegang kekuasaan sebaik mungkin.    

 

 

Dari keenam manfaat budaya kerja atau etos kerja sebagaimana dikemukakan Wolseley & Campbell di atas, jelaslah bahwa peningkatan etos kerja ini menjadi mutlak sekaligus pilihan orientasi bangsa kini dan di masa depan. Hal ini penting mengingat bahwa bangsa Indonesia memang menderita kelemahan etos kerja (Louis Kraar, 1988:44) artinya etos kerja memberikan manfaat yang signifikan terhadap pencapaian prestasi kerja atau untuk unjuk kerja guru tinggi dan berkualitas.

 

4.     Langkah-langkah Pengembangan Etos Kerja Guru

Pengembangan etos kerja pada dasarnya merupakan suatu upaya yang bersifat wajib dilakukan oleh setiap guru, kepala sekolah maupun staf administrasi. Usaha untuk mengembangkan etos kerja guru terfokus pada peningkatan produktivitas mengajar yang dilakukan oleh guru di sekolah. Secara umum menurut Triguno (2002: 141-142) upaya yang harus ditempuh dalam pengembangan etos kerja tersebut adalah sebagai berikut :

a.    Peningkatan produktivitas melalui penumbuhan etos kerja. Tumbuhnya etos kerja akan memberikan suatu formulasi baru dalam meningkatkan potensi pribadi yang dimiliki oleh setiap guru di jenjang pendidikan formal.

b.   Sistem pendidikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan yang memerlukan berbagai keahlian dan keterampilan yang dapat meningkatkan kreativitas, produktivitas, kualitas dan efisiensi kerja.

c.    Dalam melanjutkan dan meningkakan pembangunan khususnya dalam bidang pendidikan sebaiknya nilai budaya Indonesia terus dikembangkan dan dibina guna mempertebal rasa harga diri dan nilai pendidikan sangat dibutuhkan dalam mengedepankan etos kerja para guru yang ada di lembaga pendidikan.

d.   Disiplin nasional harus terus dibina dan dikembangkan untuk memperoleh sikap mental manusia yang produktif.

e.    Menggalakkan partisipasi masyarakat, meningkatkan dan mendorong agar terjadi perubahan dalam masyarakat tentang tingkah laku, sikap serta psikologi masyarakat. Dampak dari etos kerja para guru yang ada dalam suatu lembaga pendidikan formal tidak lain adalah sebagaimana paparan tersebut di atas. Contoh yang positif terhadap masyarakat tentang cara dalam meningkatkan etos kerja yang diharapkan.

f.    Menumbuhkan motivasi kerja, dari sudut pandang pekerja, kerja berarti pengorbanan, baik itu pengorbanan waktu senggang atau kenikmatan hidup lainnya, sementara itu upah merupakan ganti rugi dari segala pengorbanannya itu. Bagi guru, dimensi seperti yang diharapkan di atas sangat memberi peluang yang besar dalam meningkatkan etos kerjanya.

 

Upaya – upaya pengembangan etos kerja di atas paling tidak harus terus dilakukan secara teratur dan berkesinambungan untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. Tanpa dilakukan secara teratur, mustahil suatu jenis pekerjaan dapat memberikan suatu peningkatan hasil dan konduksitivitas pekerjaan dapat berjalan dengan baik. Upaya seperti ini perlu direalisasikan apabila tujuan-tujuan yang telah disepakati tercapai dalam suatu tatanan pekerjaan dalam rangka membentuk sikap mental dan etos kerja lebih bersifat produktif. Relevansi peningkatan etos kerja guru ini karena sekolah sebagai organisasi yang melibatkan tenaga kerja manusia, khususnya dalam meningkatkan produktivitas kerja sesuai dengan target waktu dan usaha yang ditetapkan oleh setiap sekolah sebagai sebuah organisasi.

Suatu hal yang menarik jika dicermati secara serius bahwa lembaga pendidikan sekarang ini sangat antusias untuk mengubah tatanan kerja yang kurang kondusif, menjadikan sekolah sebagai lembaga yang benar-benar kondusif dengan etos kerja anggota organsasinya yang ideal sebagaimana batasan yang dikemukakan di atas. Langkah-langkah seperti itu merupakan suatu upaya untuk meningkatkan etos kerja seorang guru sebagai pekerja pendidikan. Bagi guru, etos kerja bukan hal yang baru, sebab etos kerja sudah merupakan tuntutan profesionalisme seorang guru. Etos kerja yang tinggi sudah harus menjadi komitmen guru ketika dia harus mengabdikan dirinya dalam suatu kegiatan mengajar, mendidik dan memimpin, serta mengelola anak didik di sekolah. Artinya bahwa etos kerja telah ada pada guru ketika dia telah diperhadapkan dengan jenis pekerjaan tersebut, hanya saja tingkat pengembangan etos kerja yang ada perlu dikembangkan sesuai dengan yang diharapkan.

Barometer sikap mental seorang guru dapat meningkatkan etos kerjanya sangat terkait dengan seberapa besar pengorbanannya dalam melakukan upaya-upaya perbaikan dalam pelaksanaan tugasnya (Triguno, 2002:3). Lanjut Triguno, hal tersebut dapat dilihat dari sejauh mana tingkat komitmen diri para guru untuk menumbuhkan etos kerja sebagaimana yang diharapkan, meningkatkan disiplin kerja sesuai dengan aturan yang telah disepakati, serta menumbuhkan sikap-sikap inovatif dalam pekerjaannya. Untuk itulah dalam konteks lembaga sekolah, perlu adanya motivasi yang kuat dari dalam diri maupun dari luar diri guru untuk mengembangkan etos kerja yang maksimal. Peningkatan etos kerja merupakan bagian dari motivasi yang kuat dalam memberikan dorongan pemikiran dan kebijaksanaan yang tertuang dalam perencanaan dan program yang terpadu dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi ekstern maupun intern organisasi.    

About

Popular Posts