Pendidikan emosi (psikis) membentuk berbagai karakter
positif kejiwaan, seperti keberanian, kejujuran, kemandirian, kelembutan, sikap
optimistik, dan seterusnya. Karakter ini akan menjadi daya dorong manusia
melakukan hal-hal terbaik bagi urusan dunia dan akhiratnya. Memasuki abad 21,
paradigma lama tentang anggapan bahwa IQ (Intelligence/Intelectual Quotient) sebagai satu-satunya tolok ukur kecerdasan, yang
juga sering dijadikan parameter keberhasilan dan kesuksesan kinerja Sumber Daya
Manusia, digugurkan oleh munculnya konsep atau paradigma kecerdasan lain yang
ikut menentukan terhadap kesuksesan dan keberhasilan seseorang dalam
hidupnya(5).
Menurut Goleman(6), kecerdasan emosional adalah
kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with
intelligence); menjaga keselarasan emosi dan
pengungkapannya (the
appropriateness of emotion and its expression)
melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati
dan keterampilan sosial.
Menurut Goleman, orang-orang yang hanya memiliki
kecerdasan akademis tinggi, mereka cenderung memiliki rasa gelisah yang tidak
beralasan, terlalu kritis, rewel, cenderung menarik diri, terkesan dingin dan
cenderung sulit mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara tepat. Bila
didukung dengan rendahnya taraf kecerdasan emosionalnya, maka orang-orang
seperti ini sering menjadi sumber masalah, karena cenderung
akan terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah frustrasi,
tidak mudah percaya kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi lingkungan dan
cenderung putus asa bila mengalami stress.
Istilah kecerdasan emosional pertama kali dilontarkan
pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John
Mayer dari University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas
emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Salovey
dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang sering disebut emotional quotient (EQ) sebagai “himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang
melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada
orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk
membimbing pikiran dan tindakan”(7).
No comments:
Post a Comment