Beranda

Welcome

Selamat Datang di Blog Sarana Informasi ...... Welcome on this blog...benvenuti nel nostro blog..bienvenue sur notre blog...Willkommen in unserem Blog... bienvenido a nuestro blog...... 블로그에 오신 것을 환영합니다 beullogeue osin geos-eul hwan-yeonghabnida....

Thursday, February 23, 2017

Sistem Latihan Kontinyu


Latihan kontinyu diartikan sebagai latihan yang harus dilakukan dengan kecepatan yang tetap konstan selama waktu tertentu. Kecepatan yang pasti sangat bervariasi, tetapi intensitas harus cukup merangsang ambang anaerobik, agar teIjadi adaptasi fisiologis, (Janssen, 1989: 27). Untuk meningkatkan daya tahan aerobik seseorang harus berlatih pada daerah latihan 70-80% DJM (Denyut Jantung Maksimal), dan berlangsung lama. Tetapi untuk olahragawan yang mengutamakan dayatahan, sesekali latihan harus berada pada intensitas latihan 85-90% D.tM, dengan waktu tidak lama (Pate, 1984: 160). Menurut Rushall (1990: 204) latihan yang bersifat kontinyu disarankan berintensitas tinggi antara 70-80% VO2mak, atau 80-90% DJM, tetapi harus berada di bawah ambang anaerobik. Dalam hal ini Rushall membagi latihan aerobik kontinyu menjadi dua intensitas latihan yaitu high intensity (80-90% DJM), dan low intensity (70-80% DJM).
Ditinjau dari aspek penggunaan energi, menurut Rushall (1990: 216) bahwa latihan kontinyu menggunakan sistem energi aerobik, sedangkan latihan interval dapat menggunakan sistem energi aerobik maupun anaerobik. Frekuensi latihan. untuk kontinyu dapat dilakukan setiap 2 atau 3 hari sekali, sedangkan latihan interval sebaiknya dilakukan setiap 3 hari sekali.
Kapasitas aerobik adalah kemampuan mengkonsumsi oksigen tertinggi selama kerja maksimal yang dinyatakan dalam liter/menit atau mJ/kglmnt. Pada saat kapasitas aerobik maksimal tercapai, energi yang dikeluarkan mencapai maksimum. Total energi yang dikeluarkan (total energy output) tersebut dipasok oleh sistem energi aerobik dan aerobik, (Burke,1990:5). Dukungan energi anaerobik kapasitasnya
terbatas dan hanya dapat dipertahankan dalam waktu rant pendek dan setelah itu menurun. Keterbatasan energi anaerobik tersebut, akibatnya kinerja pada tingkat aerobik maksimal hanya dapat dipertahankan dalam beberapa menit saja. Oleh karena itu intensitas latihan untuk cabang olahraga endurance harus dibawah ambang anaerobic, (di bawah 80% V02 mak (Pate, 1984: 238).
Menurut Janssen (1989:25) karena pengaruh latihan V02 mak dapat meningkat, dan yang terpenting bahwa latihan, juga akan mempengaruhi pasokan energi secara aerobik, sehingga beban kerja aerobik akan dapat dicapai pada tingkat yang lebih tinggi. Dengan demikian ambang anaerobik juga dapat dicapai pada persentase V02 mak yang lebih tinggi sehingga latihan akan dapat meningkatkan kapasitas aerobik maksimal. Menurut Pate (1984: 307) bahwa orang-orang yang melalui program latihan daya tahan aerobik selama enam minggu tenaga aerobiknya maksimalnya akan meningkat 10-20%. Bahkan kemajuan yang lebih besar sering terjadi pada peningkatan ambang anaerobik.
Fox (1988: 361) menyatakan bahwa setelah latihan 3 kali/minggu selama 20 rninggu temyata perbedaan intensitas latihan akan sangat berpengaruh terhadap peningkatan kapasitas aerobik. Latihan dengan intensitas 87% DJM meningkatkan V02 mak 23,6%, dengan intensitas 82% DJM meningkat 82%, dan intensitas 90% DJM meningkat 11,7%. Penelitian yang dilakukan oleh Warren (1993: 60) disimpulkan bahwa latihan aerobik dengan intensitas moderat setelah 12 minggu latihan dapat meningkatkan daya tahan kardiorespirasi cukup tinggi.
Salah satu bentuk latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan daya tahan pada jantung dapat dilakukan dengan latihan naik turun bangku (Hazeldine, 1989: 20). Menurut Sharkey (1984: 255) bahwa latihan naik turun bangku dapat meningkatkan kesegaran jasmani seseorang, serta meningkatkan kekuatan otot dan perbaikan sistem peredaran darah. Di Jepang, latihan naik turun bangku digunakan untuk tes sebagai salah satu persyaratan ideal bagi pemain bola voli nasional, (Koyama, 1988: 183)

No comments:

Post a Comment

About

Popular Posts