Latihan kontinyu
diartikan sebagai latihan yang harus dilakukan dengan kecepatan yang tetap
konstan selama waktu tertentu. Kecepatan yang pasti sangat bervariasi, tetapi
intensitas harus cukup merangsang ambang anaerobik, agar teIjadi adaptasi
fisiologis, (Janssen, 1989: 27). Untuk meningkatkan daya
tahan aerobik seseorang harus
berlatih pada daerah latihan 70-80% DJM (Denyut Jantung Maksimal), dan
berlangsung lama. Tetapi untuk
olahragawan yang mengutamakan
dayatahan, sesekali latihan harus berada pada intensitas
latihan 85-90% D.tM, dengan waktu tidak lama (Pate, 1984: 160). Menurut Rushall
(1990: 204) latihan yang bersifat kontinyu disarankan berintensitas tinggi
antara 70-80% VO2mak, atau 80-90% DJM, tetapi harus berada di bawah ambang
anaerobik. Dalam hal ini Rushall membagi latihan aerobik kontinyu menjadi dua
intensitas latihan yaitu high intensity (80-90% DJM),
dan low intensity (70-80% DJM).
Ditinjau dari
aspek penggunaan energi, menurut Rushall (1990: 216) bahwa latihan kontinyu
menggunakan sistem energi aerobik, sedangkan latihan interval dapat menggunakan
sistem energi aerobik maupun anaerobik. Frekuensi latihan. untuk kontinyu dapat
dilakukan setiap 2 atau 3 hari sekali, sedangkan latihan interval sebaiknya
dilakukan setiap 3 hari sekali.
Kapasitas
aerobik adalah kemampuan mengkonsumsi oksigen tertinggi selama kerja maksimal
yang dinyatakan dalam liter/menit atau mJ/kglmnt. Pada saat kapasitas aerobik
maksimal tercapai, energi yang dikeluarkan mencapai maksimum. Total energi yang
dikeluarkan (total energy output) tersebut dipasok oleh sistem energi
aerobik dan aerobik, (Burke,1990:5). Dukungan energi anaerobik kapasitasnya
terbatas dan hanya dapat dipertahankan
dalam waktu rant pendek dan setelah itu menurun. Keterbatasan energi
anaerobik tersebut, akibatnya kinerja pada tingkat aerobik maksimal hanya dapat
dipertahankan dalam beberapa menit saja. Oleh karena itu intensitas latihan
untuk cabang olahraga endurance harus dibawah ambang anaerobic, (di bawah 80%
V02 mak (Pate, 1984: 238).
Menurut Janssen
(1989:25) karena pengaruh latihan V02 mak dapat meningkat, dan yang terpenting
bahwa latihan, juga akan mempengaruhi pasokan energi secara aerobik, sehingga
beban kerja aerobik akan dapat dicapai pada tingkat yang lebih tinggi. Dengan
demikian ambang anaerobik juga dapat dicapai pada persentase V02 mak yang lebih
tinggi sehingga latihan akan dapat meningkatkan kapasitas aerobik maksimal.
Menurut Pate (1984: 307) bahwa orang-orang yang melalui program latihan daya tahan aerobik selama enam minggu tenaga aerobiknya maksimalnya akan
meningkat 10-20%. Bahkan kemajuan yang lebih besar sering terjadi pada
peningkatan ambang anaerobik.
Fox (1988: 361)
menyatakan bahwa setelah latihan 3 kali/minggu selama 20 rninggu temyata
perbedaan intensitas latihan akan sangat berpengaruh terhadap peningkatan
kapasitas aerobik. Latihan dengan intensitas 87% DJM meningkatkan V02 mak
23,6%, dengan intensitas 82% DJM meningkat 82%, dan intensitas 90% DJM
meningkat 11,7%. Penelitian yang dilakukan oleh Warren (1993: 60) disimpulkan
bahwa latihan aerobik dengan intensitas moderat setelah 12 minggu latihan dapat
meningkatkan daya tahan kardiorespirasi cukup tinggi.
Salah
satu bentuk latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan daya tahan pada
jantung dapat dilakukan dengan latihan naik turun bangku (Hazeldine, 1989: 20).
Menurut Sharkey (1984: 255) bahwa latihan naik turun bangku dapat meningkatkan
kesegaran jasmani seseorang, serta meningkatkan kekuatan otot dan perbaikan
sistem peredaran darah. Di Jepang, latihan naik turun bangku digunakan untuk
tes sebagai salah satu persyaratan ideal bagi pemain bola voli nasional, (Koyama,
1988: 183)
No comments:
Post a Comment