Daya
tahan adalah keadaan atau kondisi tubuh yang mampu berlatih untuk waktu yang
lama, tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan setelah menyelesaikan latihan
tersebut. Oleh karena itu, maka latihan-latihan untuk mengembangkan komponen
daya tahan harus sesuai dengan batasan tersebut. Jadi, latihan-latihan yang
kita pilih haruslah berlangsung untuk waktu yang lama, misalnya lari jarak
jauh, renang, lari lintas alam, fartlek, latihan interval, atau bentuk latihan
apapun yang memaksa tubuh kita untuk bekerja dalam waktu yang lama.
Daya
tahan merupakan suatu kapasitas untuk melakukan aktivitas fisik secara terus
menerus dalam waktu yang lama dan dalam suasana aerobik. Seseorang yang
mempunyai daya tahan yang baik, tidak akan merasa kelelahan yang berlebihan
setelah melakukan latihan dan kondisinya pun cepat pulih kembali seperti
keadaan sebelum melakukan latihan (Depkes,1996). Daya tahan menyatakan keadaan
yang menekankan pada kapasitas melakukan kerja secara terus menerus dalam
suasana aerobik. Secara umum daya tahan yang banyak dibahas adalah daya tahan
otot.
Latihan
daya tahan adalah latihan di tingkat aerobik, artinya suplai oksigen masih
cukup untuk melakukan intensitas latihan yang dilakukan. Karena itu pada waktu
latihan daya tahan tidak akan terjadi akumulasi asam laktat yang berlebihan
Tiga sistem latihan
atau basic forms yang dapat menjamin peningkatan daya tahan kardiovaskular
ialah (Rushall dan Pyke: 1990) :
a. Latihan kontinyu (continuous
training)
b. Latihan fartlek
c. Latihan interval ( interval
training)
1. Latihan kontinyu
Latihan kontinyu
(misalnya lari terus menerus tanpa istirahat) biasanya berlangsung untuk waktu
yang lama. Lari terus menerus yang lebih dari 30 menit dengan tempo di bawah
ambang rangsang anaerobik akan menghasilkan adaptasi aerobik yang baik.
2. Fartlek
Fartlek
adalah sistem latihan yang sangat baik untuk semua cabang olahraga, terutama
untuk cabang olahraga yang memerlukan daya tahan. Fartlek adalah latihan yang
berupa lari di alam terbuka untuk selama 1 sampai 3 jam.Pada hakikatnya fartlek
sama dengan latihan kontinyu, namun bisa menyelingi larinya dengan sprints.
Karena itu, fartlek bisa dianggap sebagai ”induksi” untuk kerja lebih efektif.
3. Interval training
Sesuai
dengan namanya, latihan interval yang merupakan masa istirahat. Misalnya lari –
istirahat – lari – istirahat – lari lagi – istirahat dst.
Interval training
untuk daya tahan aerobik, intensitas larinya biasanya rendah sampai medium,
sekitar 60-70% dari kemampuan maksimal. Ada beberapa faktor yang harus dipenuhi
dalam menyusun interval training, yaitu (Harsono:1998) :
a. Lamanya latihan (jarak lari atau
renang)
b. Beban atau intensitas latihan
(kecepatan lari)
c. Ulangan (repetition) lari
d. Masa istirahat (recovery interval)
setelah setiap repetisi latihan.
Latihan mengandung beberapa makna
seperti : practice, exercise dan training, yang mempunyai arti sama yaitu
latihan dan setelah diaplikasikan di lapangan memang nampak sama kegiatannya
yaitu aktivitas fisik”. Practice adalah aktivitas untuk meningkatkan
ketrampilan ( kemahiran ) berolahraga dengan menggunakan berbagai peralatan
sesuai dengan tujuan dan kebutuhan cabang olahraganya, sedangkan pengertian
exercise adalah perangkat utama dalam proses latihan harian untuk meningkatkan
kualitas fungsi sistem organ tubuh manusia, sehingga mempermudah olahragawan
dalam penyempurnaan geraknya. Training adalah suatu proses penyempurnaan
kemampuan berolahraga dengan pendekatan ilmiah, memakai prinsip pendidikan yang
terencana dan teratur, sehingga dapat meningkatkan kesiapan dan kemampuan
olahragawan.
Latihan yang baik adalah dengan
adanya beban latihan, yang diperlukan selama proses berlatih melatih agar hasil
latihan dapat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas fisik, psikis, sikap
dan sosial olahragawan, sehingga puncak prestasi dapat dicapai dalam waktu yang
singkat dan dapat bertahan relatif lebih lama.
Prinsip latihan adalah landasan
konseptual yang merupakan suatu acuan. Prinsip latihan merupakan landasan konseptual
sebagai acuan untuk merancang, melaksanakan dan mengendalikan suatu proses
berlatih – melatih. beberapa prinsip latihan yang diterapkan selama proses
berlatih melatih secara simultan adalah sebagai berikut :
1) Prinsip Individual
Individual yang dimaksud adalah
setiap orang memiliki kemampuan yang tidak sama antara yang satu dan yang
lainnya. Artinya bahwa setiap olahragawan memiliki potensi dan kemampuan yang
berbeda – beda. Selain potensi dan kemampuannya berbeda, faktor kematangan,
lingkungan, latar belakang kehidupan, makan dan istirahat juga ikut berpengaruh
terhadap kemampuan dan cara olahragawan dalam mensikapi kegiatan latihan. Oleh
karena itu, dalam menentukan beban latihan harus disesuaikan dengan kemampuan
setiap individu. Dengan demikian untuk setiap olahragawan beban latihannya
harus tepat sesuai dengan kemampuan dan tidak dapat disamaratakan dengan yang
lainnya
2) Prinsip Adaptasi
Organ tubuh manusia cenderung selalu
mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Keadaan ini menguntungkan
dalam proses berlatih – melatih, sehingga kemampuan manusia dapat dipengaruhi
dan diubah melalui latihan. Latihan menyebabkan timbulnya proses adaptasi bagi
organ tubuh. Berkaitan dengan prinsip progresivitas, bila beban latihan selalu
ditingkatkan secara progresif, maka organ tubuh akan menyesuaikan terhadap
perubahan tersebut. Tingkat kecepatan olahragawan dalam mengadaptasi setiap
beban latihan berbeda -beda antara yang satu dengan yang lainnya. Hal ini
antara lain tergantung dari usia olahragawan, usia (lama) latihan, kualitas
kebugaran otot, kualitas kebugaran sistem energi dan kualitas (mutu)
latihannya.
3) Prinsip Beban Lebih (
Overload )
Beban latihan harus mencapai atau
sedikit melampaui ambang rangsang, namun tidak boleh selalu melebihi ambang
rangsang saat latihan. Hal itu akan mengakibatkan sakit dan latihan yang
berlebihan (overtraining). Beban latihan harus diberikan secara progresif dan
diubah sesuai dengan tingkat perubahan kemampuan olahragawan. Untuk
meningkatkan kualitas fisik, cara yang harus ditempuh ialah berlatih dengan
melawan atau mengatasi beban latihan. Bila tubuh sudah beradaptasi dengan beban
latihan yang sudah ditentukan selama waktu tertentu, maka beban latihan
berikutnya harus ditingkatkan. Oleh karena itu dalam setiap latihan harus
selalu dipantau dengan cara mencatat dan melakukan tes pada waktu tertentu
sebagai dasar untuk menentukan beban latihan pada latihan berikutnya. Selain
itu para pelatih harus memiliki catatan mengenai biodata para olahragawan, sebagai
salah satu dasar dalam menentukan beban latihan. Adapun cara meningkatkan beban
latihan, antara lain melalui : (a) diperberat, (b) dipercepat, dan (c)
diperlama proses pemberian bebannya.
4) Prinsip Beban
Bersifat Progresif
Prinsip ini terkait erat dengan
prinsip beban lebih (overload), karena dengan pemberian beban yang bersifat
progresif akan berarti juga memberikan beban yang lebih (overload). Selain itu,
latihan bersifat progresif, artinya latihan harus dilakukan secara ajeg, maju,
dan berkelanjutan. Ajeg berarti latihan harus dilakukan secara kontinyu, tidak
kadang – kadang. Maju berarti latihan semakin hari harus semakin meningkat.
Sedangkan berkelanjutan berarti dalam setiap latihan merupakan lanjutan dari
proses latihan – latihan sebelumnya. Untuk itu, dalam menerapkan prinsip beban
lebih harus dilakukan secara bertahap, cermat, terus – menerus, dan tepat.
Artinya setiap tujuan latihan memiliki jangka waktu tertentu untuk dapat
diadaptasi oleh olahragawan. Setelah jangka waktu adaptasi dicapai maka beban
latihan harus mulai ditingkatkan.
5) Prinsip
Spesifikasi (Kekhususan)
Setiap bentuk rangsang akan
direspons secara khusus oleh setiap olahragawan. Untuk itu, materi latihan
harus dipilih sesuai dengan kebutuhan cabang olahraganya. Hal – hal yang perlu
dipertimbangkan dalam prinsip spesifikasi, antara lain mencakup : (a)
spesifikasi kebutuhan energi, (b) spesifikasi bentuk atau model latihan, dan
(c) spesifikasi pola gerak dan kelompok otot yang terlibat. Contoh, bentuk
latihan kelincahan pada petenis akan berbeda dengan pebolabasket.
6) Prinsip Latihan
Bervariasi
Proses latihan yang lama dan monoton
akan menimbulkan kejenuhan, keengganan dan keresahan pada olahragawan, sehingga
akan mengakibatkan kelelahan baik yang bersifat fisik maupun psikis. Untuk itu,
dalam menyusun program latihan perlakuannya harus bervariasi, agar olahragawan
terhindar dari rasa bosan (boring). Dalam memvariasikan beban latihan dapat
dilakukan dengan cara mengubah bentuk atau model, tempat, sarana dan prasarana
latihan serta teman berlatihnya. Namun dengan catatan, meskipun latihan di buat
bervariasi, tetapi latihan harus tetap mengacu kepada tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan.
7) Prinsip Pemanasan dan
Pendinginan (Warming up dan cooling down)
Dalam satu pertemuan latihan selalu
diawali dengan pemanasan dan diakhiri pula dengan pendinginan (penenangan).
Oleh karena itu dalam satu sesi (tatap muka) laithan selalu mengandung unsur –
unsur yang terdiri dari (a) pemanasan, (b) latihan inti, (c) latihan suplemen,
dan (d) penutup. Untuk mengantar memasuki latihan ini harus melakukan pemanasan
sesuai kebutuhan gerak cabang olahraganya. Setelah latihan ini diperlukan
latihan suplemen yang dapat berupa bermain atau bentuk latihan fisik dengan
intensitas yang disesuaikan dengan tujuannya. Untuk itu pada akhir latihan
diperlukan gerak – gerak yang ringan untuk mengantarkan proses secara
fisiologis agar tubuh kembali normal secara bertahap dan tidak mendadak.
8) Prinsip Periodisasi
(Latihan Jangka Panjang)
Proses pelaksanaan latihan harus
selalu mengacu pada periodisasinya, karena periodisasi merupakan pentahapan dan
penjabaran dari tujuan lathan secara keseluruhan. Adapun tujuan akhir dari
suatu proses latihan adalah mencapai prestasi optimal. Untuk dapat meraih
prestasi terbaik, memerlukan proses latihan dan jangka waktu yang panjang. Oleh
karena berbagai kemampuan dan keterampilan harus dikuasai, sehingga diperlukan
waktu yang lama agar olahragawan dapat mengadaptasi dan mengaplikasikannya ke
dalam bentuk gerak yang otomatis. Dalam mencapai penampilan terbaiknya,
olahragawan memerlukan waktu dan latihan antara 8 sampai 12 tahun yang
dilakukan secara teratur, intensif dan progresif. Untuk itu latihan yang
memerlukan waktu cukup lama tersebut, pentahapan tujuannya dijabarkan ke dalam
periode – periode tertentu (periodisasi).
9) Prinsip Berkebalikan
(Reversibilitas)
Arti dari berkebalikan
(reversibiltas) yaitu bila olahragawan berhenti dari latihan, maka
kualitas organ tubuhnya akan mengalami penurunan secara otomatis. Adaptasi yang
terjadi sebagai akibat dari hasil latihan akan menurun atau bahkan hilang, bila
tidak dipraktekan atau dipelihara melalui latihan kontinyu. Untuk itu prinsip
progresif harus selalu dilaksanakan agar kemampuan dan keterampilan olahragawan
tetap terjaga baik.
10) Prinsip Beban Moderat (Tidak
Berlebihan)
Keberhasilan latihan jangka panjang,
yang dijabarkan pentahapannya ke dalam periodisasi latihan, akan tergantung
pada pembebanan yang moderat atau tidak berlebihan. Artinya, pembebanan
harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan pertumbuhan anak latih,
sehingga beban latihan yang diberikan tidak terlalu berat dan juga tidak
terlalu ringan. Sebab, bila beban latihan terlalu ringan tidak akan berdampak
terhadap peningkatan kemampuan dan keterampilan. Sebaliknya, bila beban terlalu
berat akan mengakibatkan cidera dan bahkan sakit atau disebut overtraining.
11) Prinsip Latihan Sistematik
Prestasi olahragawan sifatnya adalah
labil dan sementara, sehingga prinsip latihan harus sistematik berkaitan
terutama dengan takaran (dosis) dan skala prioritas dari sasaran latihan.
Setiap sasaran latihan memiliki aturan dosis yang berbeda – beda, sehingga akan
membantu proses adaptasi ke dalam organ tubuh. Dosis latihan yang selalu
berat setiap tatap muka akan menyebabkan overtraining, sebaliknya dosis
yang selalu ringan tidak memiliki dampak pada organ tubuh. Oleh karena itu
latihan harus dilakukan secara sistematik, sehingga perlu skala prioritas
latihan disesuaikan dengan tujuannya. Adapun skala prioritas latihan merupakan
urutan sasaran latihan utama yang disesuaikan dengan periodisasi. Senagai
contoh urutan latihan secara garis besar selalu dimulai dari latihan fisik,
teknik, strategi dan taktik, aspek psikologis dan kematangan bertanding.
Dalam
olahraga daya tahan merupakan salah satu unsur yang penting dalam mendukung
serta mempertinggi prestasi. Daya tahan merupakan faktor yang sangat esensial
yang mutlak diperlukan guna meningkatkan dan mempertahankan kecepatan dalam
olahraga. Daya tahan adalah kemampuan organisme atlet untuk melawan kelelahan
yang timbul saat menjalankan aktivitas fisik dalam waktu lama (Suharno, 1990:
18).
Sedangkan
menurut Mochamad Sajoto (1988: 58) mengatakan bahwa daya tahan otot adalah
kemampuan seseorang dalam mempergunakan kelompok ototnya untuk berkontraksi
terus-menerus dalam waktu relatif cukup lama, dengan beban tertentu. Menurut
Sharkey (1986:41), muscular endurance is
the ability to lift a load repeatedly.
Berdasarkan
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa daya tahan otot adalah kemampuan
seseorang dalam mempergunakan kelompok ototnya untuk melawan kelelahan dalam
menjalankan aktivitas fisik dalam waktu yang lama.
Daya
tahan otot adalah komponen yang sangat penting guna meningkatkan kondisi fisik
secara keseluruhan sebab:
1. Daya tahan merupakan daya
penggerak pada setiap aktivitas fisik.
2. Daya tahan memegang peranan
penting dalam melindungi atlet atau orang dari kemungkinan cidera.
3. Dengan daya tahan atlet akan dapat
lari lebih cepat, menendang atau melempar lebih jauh dan dapat memperkuat
stabilitas sendi-sendi.
Di dalam olahraga
kompetisi daya tahan merupakan salah satu unsur kemampuan gerak sebagai
fondamen dominan untuk mencapai prestasi yang maksimal. Disampaing untuk
mencapai prestasi maksimal, juga untuk mempermudah belajar teknik, mencegah
terjadinya cidera dan memantapkan percaya diri (Harsono,2001). Daya tahan
merupakan salah satu komponen kondisi fisik yang membutuhakan perhatian dan
prioritas sendiri, sehingga membentuk daya tahan perlu dilatih sebaik-baiknya.
No comments:
Post a Comment