Formalitas beragama adalah fokus
utama yang ingin didekonstruksi oleh Kyai Dahlan. Ide pembaharuannya menyangkut
akidah dan syariat, misalnya tentang upacara ritual kematian, upacara
perkawinan, kehamilan, sunatan, berziarah ke kuburan keramat, memberikan
sesajen kepada hal yang dianggap keramat dan sebagainya. Menurut Kyai Dahlan,
hal-hal tersebut bertentangan dengan Islam dan dapat menimbulkan perbuatan
syirik dan musyrik. Kyai Dahlan juga berupaya menegakkan ajaran Islam sesuai
dengan Al-Qur’an dan Hadist, berusaha mengedepankan ijtihad jika ada hal yang
tidak dapat dalam Al-Qur’an maupun Hadist serta berusaha menghilangkan taqlid
(pendapat ulama terdahulu tanpa ada dasarnya) dalam fiqih dan menegakkan amar
ma’ruf nahi munkar.
1. Pembaharuan Lewat Politik
Sebelum Muhammadiyah berdiri, Kiai
Ahmad Dahlan telah melakukan berbagai kegiatan keagamaan dan dakwah. Tahun
1906, Kiai diangkat sebagai khatib Masjid Besar Yogyakarta dengan gelar Katib
Amin oleh Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat dalam usianya yang relatif muda
sekitar 28 tahun, ketika ayahanda Kyai mulai uzur dari jabatan serupa. Satu
tahun kemudian (1907) Kiai memelopori Musyawarah Alim Ulama. Dalam rapat
pertama beliau menyampaikan arah kiblat Masjid Besar kurang tepat.
Tahun 1922 Kiai membentuk Badan
Musyawarah Ulama. Tujuan badan itu ialah mempersatukan ulama di seluruh Hindia
Belanda dan merumuskan berbagai kaidah hukum Islam sebagai pedoman pengamalan
Islam khususnya bagi warga Muhammadiyah. Badan Musyawarah ini diketuai RH
Moehammad Kamaludiningrat, penghulu Kraton. Meskipun pernah berbeda pendapat,
Moehammad Kamaludiningrat ini yang mendorong para pimpinan Muhammadiyah
kemudian membentuk Majelis Tarjih (1927). Majelis ini diketuai Kiai Mas Mansur.
Dengan tujuan dakwah agar manusia berfikir dan tertarik pada kebagusan Islam
melalui pembuktian jalan kepandaian dan ilmu.
Tahun 1909, Kiai Ahmad Dahlan
bergabung dengan Boedi Oetomo. Tujuannya selain sebagai wadah semangat
kebangsaan, juga untuk memperlancar aktivitas dakwah dan pendidikan Islam yang
dilakukannya. Ketika Muhammadiyah terbentuk, bahkan 7 orang pengurusnya
menyusul bergabung dengan Boedi Oetomo. Hubungan Muhammadiyah dengan Boedi
Oetomo sangat erat, sehingga Kongres Boedi Oetomo tahun 1917 diselenggarakan di
rumah Kiai Ahmad Dahlan.
Di sisi lain Dr. Soetomo pendiri
Boedi Oetomo juga banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan Muhammadiyah dan
menjadi Penasehat (Adviseur Besar) Muhammadiyah. Dalam Kongres Muhammadiyah
ke-26 (Surabaya), Dr.Soetomo memberikan ceramah (khutbah) dengan tema Penolong
Kesengsaraan Oemoem (PKO). Khutbah ini yang mendorong lahirnya PKO dengan rumah
sakit dan panti asuhannya kemudian. Dr.Soetomo pun membantu memperlancar
pengesahan berdirinya Muhammadiyah, tiga tahun setelah berdirinya.
Untuk mengetahui informasi
perkembangan pemikiran di Timur Tengah Ahmad Dahlan menjalin hubungan intensif
melalui Jami’at Khair dan masuk menjadi anggotanya pada tahun 1910. Ketika
Syarikat Islam berdiri, Ahmad Dahlan pun ikut serta menjadi anggota.
Rupannya dengan masuknya Ahmad
Dahlan pada semua organisasi tersebut di atas dakwahnya semakin meluas dan
mendapat respon positif dan di dukung oleh kalangan modernis dan perkotaan.
Dari sinilah Ahmad Dahlan mendapat masukan dari berbagai pihak, yang akhirnya
pada tanggal 18 November 1912 Ahmad Dahlan mendirikan wadah gerakan bagi
pikirannya yaitu “Muhammadiyah”
2. Pembaharuan Lewat Pendidikan
Tak kalah penting dalam pembicaraan
kita tentang Kyai Dahlan adalah semangatnya sebagai seorang pendidik. Beliau
begitu intens mengkritik dualisme pendidikan pada masanya. Pandangan muslim
tradisional terhadap pendidikan terlalu menitikberatkan pada aspek spiritual
dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini terlihat dari lembaga pendidikannya yaitu
pesantren. Pesantren lebih mengembangkan ilmu agama dibanding ilmu pengetahuan
sehingga menyebabkan kemunduran pada dunia Islam karena umat Islam hanya
memikirkan masalah akhirat dan menimbulkan sikap pasrah.
Begitu pun dengan sistem pendidikan
kolonial. Dilihat dari metode pengajaran dan alat-alat pendidikannya, memang
terbilang banyak sekali manfaat dan kemajuan yang bisa diraih siswa dari
pendidikan kolonial ini. hanya saja, dalam sekolah kolonial tidak terdapat
pelajaran tentang agama, khususnya Islam. Hal ini menyebabkan siswa cakap
secara intelektual namun lemah karakter dan moralitasnya. Karena itulah Kyai
Dahlan memandang penting persoalan sinergi antara ilmu umum dan agama. Karena
itulah institusi pendidikan Muhammadiyah tidak memberlakukan pemisahan antara
ilmu umum dan agama.
Sekolah Muhammadiyah yang pertama
telah berdiri satu tahun sebelum Muhammadiyah sebagai organisasi berdiri. Pada
tahun 1911 Kyai Dahlan mendirikan sebuah madrasah di rumahnya yang diharapkan
bisa memenuhi kebutuhan kaum muslim terhadap pendidikan agama dan pada saat
yang sama memberikan mata pelajaran umum. Di sekolah itu, pendidikan agama
diberikan oleh Kyai Dahlan sendiri dan pelajaran umum diajarkan oleh seorang
anggota Budi Utomo yang juga guru di sekolah pemerintah.
Ketika sekolah ini dibuka hanya ada
9 murid yang mendaftar. Hal itu membuktikan bahwa umat Islam belum memandang
pentingnya ilmu pengetahuan umum dan agama. Respon tersebut tidak mematahkan
semangat Kyai Dahlan. Ia tidak segan-segan mendatangi anak-anak sampai ke
rumahnya untuk mengajak mereka masuk sekolah. Kyai Dahlan juga memberikan
perhatian khusus pada pendidikan anak-anak perempuan. Karena bila anak
laki-laki maju, anak perempuan terbelakang maka terjadi kepincangan. Pada tahun
1918 didirikan sekolah Aisyiyah. Suatu pertanda bahwa pemikiran emansipasi
pendidikan juga menjadi perhatian Kyai Dahlan.
Sinergi antara ilmu umum dan agama juga merupakan
tanda bahwa Kyai Dahlan sangat menyadari pentingnya pembangunan kepribadian
sebagai salah satu tujuan pendidikan. Entah disadari atau tidak, upaya Kyai
Dahlan menyinergikan antara ilmu umum dan agama ini merupakan sebuah antitesis
terhadap Prof. Snouck Hurgronje. Inilah sebab mengapa pemikiran Kyai Dahlan di
bidang pendidikan merupakan sebuah terobosan yang membawa dampak besar bagi
umat. Lebih jauh kedepan, dapat kita lihat hasilnya dengan munculnya
kader-kader Muhammadiyah yang turut mewarnai dunia politik dengan membawa identitas
ke-Islamannya
No comments:
Post a Comment