Setiap cabang olahraga tentunya sangat
memerlukan atlet yang memiliki kondisi fisik
yang baik, terutama untuk olahraga prestasi. Karena pada dasarnya
kondisi fisik memegang peranan yang sangat penting dalam pembinaan olahraga
prestasi. Untuk meningkatkan kondisi fisik seseorang diperlukan latihan yang
intensif sesuai dengan pengertian latihan itu sendiri. Harsono (1992 : 90)
menjelaskan bahwa :“Latihan atau training adalah suatu proses berlatih yang
sistematis yang dilakukan secara berulang-ulang, dan yang kian hari jumlah
beban latihannya kian bertambah”.
Dalam hal ini sistematis berarti pada
pelaksanaannya proses latihan ini dilaksanakan secara teratur, berencana,
sesuai jadwal menurut pola dan system tertentu, berkesinambungan dari yang
tingkat yang mudah hingga ke tingkat yang lebih sulit. Berulang-ulang berarti
bahwa gerakan yang dipelajari harus berulang kali agar gerakan yang semula
sulit dilakukan dan koordinasi gerak yang masih kaku menjadi terasa lebih
mudah. Beban kian hari kian bertambah maksudnya semakin hari beban harus
ditingkatkan apabila beban yang sebelumnya sudah dirasa lebih ringan atau
mudah.
Latihan kondisi fisik sangat penting
untuk mempertahankan atau meningkatkan derajat kebugaran jasmani. Karena pada
dasarnya latihan kondisi fisik ditunjukan untuk meningkatkan kesegaran jasmani
dan kemampuan fungsional dari system tubuh sehingga dengan demikian
memungkinkan atlet untuk mencapai prestasi maksimal.
Selain itu, menurut Harsono (1988 :
153) jika kondisi fisik baik maka akan ada :
1.
Peningkatan
dalam kemampuan system sirkulasi dan kerja jantung.
2.
Peningkatan
dalam kekuatan, kelentukan, stamina, kecepatan, dan lain-lain komponen fisik.
3.
Ekonomi
gerak yang lebih baik pada waktu latihan.
4.
Pemulihan
yang lebih cepat dalam organ-organ tubuh setelah latihan.
5.
Respon
yang cepat dari organisme tubuh kita apabila sewaktu-waktu respon demikian
dibutuhkan.
Selain berguna untuk meningkatkan
kesegaran jasmani, latihan kondisi fisik merupakan program pokok dalam
pembinaan atlet untuk berprestasi dalam suatu cabang olahraga. Karena, tujuan
utama pelatihan olahraga prestasi adalah untuk meningkaakan keterampilan atau
prestasi semaksimal mungkin. Untuk mencapai tujuan itu ada empat aspek kondisi
fisik yang perlu dilatih secara intensif, yaitu :
1.
Kekuatan
komponen fisik berikutnya adalah
kekuatan. Setiawan (1992 : 118) menjelaskan bahwa “kekuatan adalah kemampuan
otot untuk melakukan kontraksi guna membangkitkan tegangan terhadap suatu
tahanan”. Kekuatan merupakan unsur paling penting dalam program latihan kondisi
fisik. Karena kekuatan merupakan daya penggerak dan sekaligus pecegah cidera.
Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Harsono (1988 : 177) bahwa
:”kekuatan otot adalah komponen yang sangat penting guna meningkatkan kondisi
fisik secara keseluruhan”.
Latihan-latihan yang cocok untuk
meningkatkan kekuatan adalah latihan-latihan tahanan (resistance exercise), dimana kita harus mengangkat, mendorong, atau
menarik suatu beban. Hal tersebut sesuai dengan definisi kekuatan itu sendiri
bahwa kekuatan adalah kemampuan otot untuk membangkitkan tegangan terhadap
suatu tahanan
Ditinjau dari tipe kontraksi otot,
menurut Setiawan (1992 : 119) “latihan tahanan terbagi dalam tiga kategori,
yaitu (1) kontraksi isometrik, (2) kontraksi isotonik, dan (3) kontraksi
isokinetik”.
Dalam
olahraga dayung komponen kekuatan yang dibutuhkan adalah daya tahan kekuatan.
Karena pada pelaksanaannya seorang atlet harus mampu melakukan gerakan
mendayung yang maksimal serta pengerahan tenaga yang maksimal secara terus
menerus sampai akhir jarak yang ditentukan dalam setiap pertandingannya.
2.
Kecepatan
Dalam banyak cabang olahraga kecepatan merupakan
komponen fisik yang esensial. Menurut Harsono (1988 : 216) “kecepatan adalah
kemampuan untuk melakukan
gerakan-gerakan yang sejenis secara berturut-turut dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya, atau kemampuan untuk menempuh suatu jarak dalam waktu
yang sesingkat-singkatnya”.
Menurut Oxendine (1968) yang dikutip
Harsono (1988 : 216) juga menjelaskan bahwa speed
adalah ‘…the rapidity with which
successive movements of the same kind made’. kecepatan bukan hanya berarti menggerakan seluruh tubuh
dengan cepat, akan tetapi dapat pula terbatas pada menggerakan anggota-anggota
tubuh dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Dalam kecepatan terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhinya. Wilmore (1997) yang dikutip Harsono (1988 : 216)
menjelaskan bahwa ‘kecepatan tergantung dari beberapa faktor yang
mempengaruhinya, yaitu strength,waktu
reaksi (reaction time), dan
fleksibilitas’. Dengan kata lain, jika seorang atlet akan dilatih untuk
meningkatkan kecepatannya, maka atlet tersebut harus juga dilatih kekuatan,
fleksibilitas, dan kecepatan reaksinya.
Dalam hal lain Sidik (2008 : 20)
menjelaskan bahwa kecepatan dibagi dalam (1) kecepatan reaksi, (2)kecepatan
maksimal yang siklis, dan(3) kecepatan maksimal yang asikllis.
Kecepatan maksimal yang
siklis (speed) terdiri atas:
1. Daya
akselerasi
2. Kecepatan
maksimal
Kecepatan
maksimal yang asiklis dikenal dengan istilah :
1. Agility (kemampuan
mengubah arah gerakan secepat-cepatnya)
2. Quickness
(kemampuan melaksanakan gerak yang dipola berdasarkan aksi reaksi secepat-cepatnya)
Pada pelaksanaannya dalam olahraga dayung kecepatan yang dibutuhkan
adalah kecepatan siklis, dimana seorang pendayung membutuhkan akselerasi dalam
setiap kayuhannya untuk mencapai finish dengan waktu yang singkat. Dengan kata
lain seorang pendayung tersebut harus bisa mengatur irama kayuhannya dalam
setiap pertandingan.
3. Kelentukan
Komponen fisik
yang satu ini biasanya sering diabaikan oleh para pelatih, karena masih banyak
yang menganggap kelentukan ini tidak terlalu dibutuhkan, padahal kelenturan
otot dan kelentukan persendian berfungsi untuk memperluas ruang gerak
persendian, mengurangi atau menghindari
cedera, dan juga membantu gerak koordinasi teknik menjadi lebih baik serta
pengerahan tenaga menjadi lebih efisien.
Setiawan (1992: 114) menjelaskan bahwa
“kelentukan adalah kemampuan seseorang untuk dapat melakukan gerak dengan ruang
gerak seluas-luasnya dalam persendiannya”. Faktor utama yang menentukan
kelentukan seseorang ialah bentuk sendi, elastisitas otot, dan ligamen.
Fleksibilitas sangat penting dalam
hampir semua cabang olahraga, terutama cabang-cabang olahraga yang banyak
menuntut gerak sendi. Fleksibilitas juga penting untuk semua umur, terutama
orang tua, karena semakin tua seseorang maka sendi, ligament dan tendonnya akan
semakin kaku sehungga dapat mengurangi kelentukannya.
Sesuai dengan batasan kelentukan, maka
kelentukan dapat dikembangkan melalui latihan-latihan peregangan otot dan
latihan-latihan memperluas ruang gerak sendi. Ada beberapa metode latihan
peregangan yang dapat dipakai untuk mengembangkan kelentukan, diantaranya
adalah (1) peregangan
statis, (2) peregangan dinamis, (3) peregangan PNF atau peregangan
kontraksi-rileksasi, (4) peregangan pasif.
Dalam cabang olahraga dayung kelentukan
dibutuhkan untuk memperhalus koordinasi setiap gerakan dalam satu kali kayuhan.
Dalam hal ini kelentukan yang lebih dibutukan dalam olahraga dayung adalah
kelentukan atau fleksibilitas pinggang, dimana pinggang tersebut membantu untuk
menjangkau dan menarik dalam setiap
kayuhannya, sehingga menghasilkan kayuhan yang lebih maksimal.
4. Daya
Tahan
Harsono (2001: 8) menjelaskan bahwa “daya tahan adalah keadaan atau kondisi
tubuh yang mampu untuk berlatih dalam waktu yang lama tanpa mengalami kelelahan
yang berlebihan setelah menyelsaikan
latihan tersebut”. Sedangkan Setiawan menjelaskan
bahwa “daya tahan adalah kemampuan seseorang untuk melakukan kerja dalam waktu
yang relatif lama”.
Dari dua pernyataan diatas dapat kita simpulkan
bahwa pada dasarnya daya tahan adalah kemampuan untuk bekerja atau berlatih
dalam waktu yang lama. Oleh karena itu, dalam melatih daya tahan kita harus
mengacu pada batasan daya tahan itu sendiri. Dalam artian latihan yang
diberikan haruslah berlangsung pada waktu yang lama.
Latihan daya tahan adalah latihan di
tingkat aerobik, artinya suplai oksigen masih cukup untuk meladeni intensitas
latihan yang dilakukan. Oleh karena itu, pada waktu latihan daya tahan tidak akan terjadi akumulasi asam laktat yang
berlebihan (Harsono,
2001 : 8). Sedangkan menurut Sajoto (1986), “daya tahan di bagi
menjadi dua macam yaitu: (1) Daya tahan umum, (general endurance) adalah kemampuan seseorang
dalam mempegunakan sistem jantung, paru-paru dan peredaran darahnya secara
efektifitas dn efesien untuk menjalankan kerja secara terus menerus yang melibatkan
kontraksi sejumlah otot-otot dengan intensitas dalam waktu yang cukup lama. (2)
Daya tahan otot (local endurance)
adalah kemampuan seseorang dalam mempergunkan ototnya untuk berkontraksi secara
terus menerus dalam waktu yang relatif lama dengan beban tertentu”.
Untuk tingkat lebih lanjut daya tahan
dapat dikembangkan menjadi stamina. Hal tersebut seperti diungkapkan oleh
Harsono (2001: 14) bahwa “ stamina adalah tingkatan daya tahan yang lebih
tinggi derajatnya daripada endurace”. Selain itu Thomas (1970) yang dikutip
Harsono (1988: 159) menjelaskan bahwa stamina adalah ‘….the
ability to withstand fatigue’,
sedangkan
fatigue adalah ‘….which tends to cause a fall-of in repeated
performance af any activity’.
Jadi stamina adalah kemampuan untuk bertahan terhadap kelelahan , sedangkan
kelelahan adalah sesuatu yang menyebabkan penurunan dalam prestasi setiap
kegiatan kita.
Oleh karena itu, sebelum berlatih untuk
stamina, seorang atlet harus terlebih dahulu memiliki suatu tingkatan endurance
tertentu. Karena kerja stamina adalah kerja pada tingkat anaerobic yang
intensitasnya tinggi, sehingga suplai oksigen tidak cukup untuk meladeni
kebutuhan pekerjaan yang dilakukan oleh otot (Harsono, 2001: 14). Karena suplai oksigen yang
tidak cukup ini, maka kerja anaerobic akan selalu mengakibatkan atlet berhutang
oksigen (oxygen-debt), sehingga
mengakibatkan akumulasi asam laktat yang tinggi dalam darah.
Untuk cabang
olahraga dayung sendiri daya tahan memang sangat dibutuhkan sekali, baik itu
daya tahan otot maupun daya tahan cardiovascular. Karena pada dasarnya olahraga
dayung merupakan olahraga yang membutuhkan daya tahan pada pelaksanaannya.
Sesuai dengan batasan dari daya tahan tersebut maka
latihan-latihan untuk meningkatkan daya tahan harus dilakukan dengan waktu yang
relatif lama atau dengan jarak yang relatif jauh. Adapun menurut Rushal dan
Pyke dalam Harsono (2001: 8) bahwa ‘ada tiga latihan atau basis froms yang
dapat menjamin peningkatan daya tahan cardiovascular: a) latihan kontinyu, b)
latihan fartlek, c) latihan interval’.
Dalam dunia pelatihan banyak metode atau
bentuk-bentuk latihan yang sering di
gunakan oleh para pelatih, misalkan untuk melatih daya tahan digunakan latihan
dengan menggunakan bentuk latihan interval dan contoh lain dalam latihan beban
weight traning banyak system yang digunakan untuk latuhan tersebut seperti :
system set, system superset, split routines, metode multi-poundage,
burn out, system piramida.
Latihan interval adalah suatu system latihan
yang di selingi oleh interval-interval yang berupa masa-masa istirahat
(Harsono, 1988: 156). Selain itu Harsono (1988: 157) juga mengungkapkan bahwa :
“ada beberapa faktor yang harus di penuhi dalam
menyusun interval training, yaitu:
a. Lamanya
latihan
b. Beban
(intensitas) latihan.
c. Ulangan
(repetition) melakukan latihan.
d. Masa
instirahat (recovery interval) setelah setiap repetisi latihan.
Dalam
olahraga dayung pun banyak system yang digunakan untuk melatih para atletnya.
Seperti dalam mesin ergo biasanya para pelatih banyak mengadopsi
prinsip-prinsip latihan interval untuk melatih
para atlet, yang dimasukan kedalam beberapa sitem latihan seperti sistem
piramida dan bentuk latihan lainnya yaitu sistem
piramida terbalik.
No comments:
Post a Comment