Beranda

Welcome

Selamat Datang di Blog Sarana Informasi ...... Welcome on this blog...benvenuti nel nostro blog..bienvenue sur notre blog...Willkommen in unserem Blog... bienvenido a nuestro blog...... 블로그에 오신 것을 환영합니다 beullogeue osin geos-eul hwan-yeonghabnida....

Saturday, February 25, 2017

PERSEPSI SOSIAL

Interaksi sosial dalam kehidupan sehari-hari senantiasa terjadi antar individu, kelompok etnis dan masyarakat pada umumnya. Interaksi sosial menurut Sears et all, (1985) adalah suatu proses dimana individu memperhatikan dan berespon terhadap individu lain sehingga sehingga menimbulkan perilaku tertentu. Selanjutnya diuraikan bahwa interaksi sosial diwarnai oleh bermacam-macam pandangan. tingkah laku maupun sikap. Sikap dan perilaku itu sendiri bukan saja hanya mempengaruhi interaksi sosial seseorang individu dengan yang lainnya, akan tetapi juga mempengaruhi prasangka sosial dalam diri seseorang. Oleh karena prasangka sosial itu dipengaruhi sikap dan pandangan seseorang, maka prasangka sosial pada setiap orang berbeda.
Prasangka sosial akan mempengaruhi persepsi seseorang terhadap obyek, subyek atau individu maupun kelompok lain yang menjadi sasaran prasangka sosial mereka, (Schofield, 1980). Selanjutnya Spaulding, (1970) mengemukakan bahwa persepsi adalah suatu proses dimana seseorang menyeleksi atau memilih aspek-aspek khusus dari berbagai situasi yang mereka terima, lalu mengorganisasikannya ke dalam beberapa pola dan selanjutnya mengklasifikasikan hasilnya, dan kemudian persepsi itu sendiri akan mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang terhadap situasi tersebut.
Yang dimaksud persepsi sosial adalah kecakapan untuk cepat melihat dan memahami perasaan-perasaan, sikap-sikap, dan kebutuhan-kebutuhan anggota kelompok. Kecakapan ini sangat diperlukan untuk memenuhi tugas pemimpin seperti yang dikemukakan oleh kaum dinamika kelompok
Setiap individu pada dasarnya berbeda dalam memberikan tanggapan atau penafsiran terhadap obyek yang sama. Hal ini terjadi karena setiap individu bertingkah laku dan menyesuaikan diri terhadap lingkungannya selalu dipengaruhi oleh persepsinya. Dengan kata lain tingkah laku dan sikap individu terhadap suatu obyek, subyek sangat tergantung dari bagaimana individu mempersiapkan obyek atau subyek tersebut, (Branca, 1965). Lebih jauh Morgan et all, (dalam Walgito, 1991) menguraikan bahwa mempersepsikan obyek atau benda tentunya berbeda dengan mempersepsikan subyek atau manusia. Perbedaan tersebut dikarenakan manusia itu semata-mata bukan hanya benda fisik, tetapi memiliki perasaan-perasaan, harapan, kemampuan-kemampuan (termasuk didalamnya kemampuan kerja), yang tidak dimiliki oleh obyek atau benda lainnya. Mempersiapkan kemampuan kerja seseorang individu sering tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Hal ini menurut Tagiuri dan Petrullo, (dalam Walgito, 1991) dikarenakan orang yang dipersepsi tersebut dapat memberikan pengaruh kepada orang yang mempersepsikan kemampuan kerja tersebut.
Pengertian mengenai persepsi telah banyak dikemukakan olen para ahli, diantaranya Bruner, (dalam Sarwono, 1987) menyatakan bahwa persepsi adalah proses kategorisasi. Organisme dirangsang oleh masukan tertentu (obyek-obyek, subyek, peristiwa-peristiwa dan lain-lain) dan organisme merespon dengan menghubungkan masukan itu dengan salah satu kategori (golongan) obyek atau peristiwa. Proses ini berjalan aktif sehingga seseorang dapat mengenali atau memberikan arti kepada masukan itu. Persepsi demikian ini bersifat inferensial serta bervariasi.
Menurut Moates dan Schumacher, (1980) persepsi adalah proses penentu stimulus yang tertuju kepada diri seseorang, artinya persepsi bagi seorang  individu adalah tergantung dari jenis informasi yang diterima dari lingkungan. Jadi, untuk menentukan arti dari persepsi bagi seseorang tergantung dari stimulus atau kejadian yang dirasakan seseorang, dimana dalam hal ini terjadi hubungan antara stimulus lingkungan dengan pengetahuan yang dimiliki seseorang.
Persepsi adalah kesediaan individu terhadap obyek-obyek dan kejadian-kejadian di lingkungannya yang diterima organ tubuh individu sebagai suatu stimulus, (Hall, 1983). Selanjutnya Gibson, (1983) merumuskan bahwa persepsi menyangkut kognisi yang meliputi obyek, tanda-tanda dan orang dari sudut pengetahuan orang yang bersangkutan.
Persepsi menurut Pareek, (1984) merupakan suatu cara kerja atau proses yang rumit dan aktif, dimana persepsi tersebut terdiri dari serangkaian proses. Proses tersebut terdiri dari proses menerima stimulus, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji, dan memberikan reaksi kepada stimulus tersebut. Dengan demikian persepsi merupakan penentu yang sangat penting bagi sikap dan perilaku seseorang.
Dari uraian tersebut di atas dapat disarikan bahwa persepsi merupakan suatu proses dalam diri seseorang untuk mengetahui, menginterpretasikan dan mengevaluasi obyek atau subyek lain yang dipersepsi; menyangkut sifat-sifatnya, kwalitasnya dan kedudukannya, sehingga terbentuklah gambaran mengenai obyek atau subyek yang dipersepsikan.
Rosenberg et. all, (dalam Sears, 1988) menyatakan bahwa persepsi pada suatu obyek dan subyek didasarkan pada proses evaluasi. Seseorang mengevaluasi orang lain sesuai dengan kwalitas intelektual, artinya manusia pertama-tama berfikir atas dasar suka dan tidak suka jika melihat orang lain. Dengan demikian bila seseorang cenderung menyenangi orang lain maka ia akan cenderung mempersepsikan kemampuan yang dimiliki orang lain tersebut dengan lebih baik demikian juga sebaliknya.
Menurut Maskowitz, (dalam Walgito, 1991) persepsi sebagai aktivitas yang terintegrasi dalam diri seseorang akan dipengaruhi oleh banyak hal, sehingga bila seseorang mempersepsikan kemampuan kerja seseorang karyawan akan selalu dipengaruhi oleh perasaan, fikiran-fikiran, pengalaman-pengalamannya. Dengan kata lain keadaan pribadi orang yang bersangkutan akan mempengaruhi persepsinya terhadap orang lain.
Gibson, (1983) menguraikan bahwa persepsi terhadap obyek dan subyek dipengaruhi oleh situasi, kebutuhan dan perasaan. Dengan demikian bila perasaan seseorang diliputi prasangka sosial, maka akan mempengaruhi persepsinya terhadap banyak aspek kehidupan manusia termasuk didalamnya kemampuan kerja orang lain yang diprasangkainya.
Orang tetap mampu mempersepsi orang lain dengan baik dapat dikarenakan adanya proses kognitif untuk merespon informasi/stimulus yang diterima individu menyangkut diri orang lain yang pada akhirnya mereka mampu mempersepsi dengan baik. Sebagaimana dikatakan Luthan (Thoha, 1993) bahwa sekalipun persepsi seseorang sangat tergantung pada proses penginderaan, tetapi proses kognitif biasanya akan menyaring dan menyederhanakan atau mengubah data (obyek, subyek tertentu) secara sempurna.
Nelson dan Vivekananthan (1986) mengungkapkan bahwa orang akan mengevaluasi orang lain sesuai dengan kwalitas intelektual. Artinya orang menilai orang lain dengan mengenyampingkan unsur sentimen apalagi yang berhubungan dengan tugas mereka. Hal ini mengindikasikan, sekalipun seseorang memiliki prasangka sosial pada orang lain, belum tentu mempengaruhi persepsinya pada saat ia harus mempersepsi kemampuan kerja orang lain.
Hal lain yang memungkinkan orang mampu mempersepsikan kemampuan kerja seseorang secara tepat, karena ada kaitannya dengan lamanya seseorang itu bergaul dengan orang yang ia persepsikan kemampuannya. Dalam arti intensitas hubungan yang diperoleh melalui masa kerja pada prinsipnya akan menjadikan seseorang lebih mampu memperhatikan suatu stimulus dengan baik dan dengan demikian, orang tersebut mampu mempersepsikannya dengan lebih baik pula (Thoha, 1993). Selain itu, adanya proses belajar atau pemahaman yang diperoleh seseorang melalui intensitas hubungan langsung dalam situasi kerja yang diperoleh dari masa kerja. Kondisi inilah yang menjadikan seseorang mampu mempersepsikan kemampuan kerja orang lain dengan baik.
Tingkat pendidikan ikut memegang peranan dalam mempersepsi kemampuan kerja seseorang. Hal ini disebabkan karena pendidikan adalah pengalaman yang memberikan proses pengertian, perubahan pandangan terhadap satu obyek atau subyek, yang sekaligus menjadikan seseorang semakin mampu bertingkah laku secara tepat dalam berbagai situasi (Setianingsih, 1986).
Melalui pendidikan seseorang memperoleh kecakapan-kecakapan, pengalaman, penguasaan ide-ide yang abstrak. Oleh karena itu tingkat pendidikan seseorang akan pengaruhinya dalam mempersepsikan dengan lebih baik (Crow dan Crow, 1991). Selanjutnya Mar’at (1981) menguraikan bahwa manusia mengamati ataupun mempersepsikan sesuatu melalui kacamatanya sendiri. Artinya, persepsi yang merupakan proses pengamatan dalam diri seseorang dipengaruhi oleh latar belakang individu tersebut, latar belakang pendidikan, budaya, sosial ekonomi, pengalaman dan proses belajar yang kesemuanya ini memberikan bentuk dan struktur terhadap apa yang dipersepsikannya.
Persepsi sosial merupakan bagian dari kognisi sosial, yaitu pembentukan kesan-kesan tentang karakteristik-karakteristik orang lain. Kesan yang diperoleh tentang orang lain biasanya didasarkan pada tiga dimensi persepsi, yaitu:
Dimensi evaluasi : penilaian untuk memutuskan sifat baikburuk, disukai-tidak disukai, positif-negatif pada orang lain
Dimensi potensi : kualitas dari orang sebagai stimulus yang diamati (kuat-lemah, sering-jarang, jelas-tidak jelas)
Dimensi aktivitas : sifat aktif atau pasifnya orang sebagai stimulus yang diamati
Persepsi sosial didasarkan pada dimensi evaluatif, yaitu untuk menilai orang. Penilaian ini akan menjadi penentu untuk berinteraksi dengan orang selanjutnya.
            Dalam persepsi sosial tercakup tiga hal yang saling berkaitan, yaitu:
Aksi orang lain : tindakan individu yang berdasarkan pemahaman tentang orang lain yang dinamis, aktif dan independen
Reaksi orang lain : aksi individu menghasilkan reaksi dari individu, karena aksi individu dan orang lain tidak terpisah.  Pemahaman individu dan cara pendekatannya terhadap orang lain mempengaruhi perilaku orang lain itu sehingga timbul reaksi

Interaksi dengan orang lain : reaksi dari orang lain mempengaruhi reaksi balik yang akan muncul

No comments:

Post a Comment

About

Popular Posts