Interaksi sosial dalam kehidupan
sehari-hari senantiasa terjadi antar individu, kelompok etnis dan masyarakat
pada umumnya. Interaksi sosial menurut Sears et all, (1985) adalah suatu proses
dimana individu memperhatikan dan berespon terhadap individu lain sehingga
sehingga menimbulkan perilaku tertentu. Selanjutnya diuraikan bahwa interaksi
sosial diwarnai oleh bermacam-macam pandangan. tingkah laku maupun sikap. Sikap
dan perilaku itu sendiri bukan saja hanya mempengaruhi interaksi sosial
seseorang individu dengan yang lainnya, akan tetapi juga mempengaruhi prasangka
sosial dalam diri seseorang. Oleh karena prasangka sosial itu dipengaruhi sikap
dan pandangan seseorang, maka prasangka sosial pada setiap orang berbeda.
Prasangka sosial akan mempengaruhi
persepsi seseorang terhadap obyek, subyek atau individu maupun kelompok lain
yang menjadi sasaran prasangka sosial mereka, (Schofield, 1980). Selanjutnya
Spaulding, (1970) mengemukakan bahwa persepsi adalah suatu proses dimana
seseorang menyeleksi atau memilih aspek-aspek khusus dari berbagai situasi yang
mereka terima, lalu mengorganisasikannya ke dalam beberapa pola dan selanjutnya
mengklasifikasikan hasilnya, dan kemudian persepsi itu sendiri akan
mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang terhadap situasi tersebut.
Yang dimaksud persepsi sosial adalah
kecakapan untuk cepat melihat dan memahami perasaan-perasaan, sikap-sikap, dan
kebutuhan-kebutuhan anggota kelompok. Kecakapan ini sangat diperlukan untuk
memenuhi tugas pemimpin seperti yang dikemukakan oleh kaum dinamika kelompok
Setiap individu pada dasarnya berbeda
dalam memberikan tanggapan atau penafsiran terhadap obyek yang sama. Hal ini
terjadi karena setiap individu bertingkah laku dan menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya selalu dipengaruhi oleh persepsinya. Dengan kata lain tingkah
laku dan sikap individu terhadap suatu obyek, subyek sangat tergantung dari
bagaimana individu mempersiapkan obyek atau subyek tersebut, (Branca, 1965).
Lebih jauh Morgan et all, (dalam Walgito, 1991) menguraikan bahwa mempersepsikan
obyek atau benda tentunya berbeda dengan mempersepsikan subyek atau manusia.
Perbedaan tersebut dikarenakan manusia itu semata-mata bukan hanya benda fisik,
tetapi memiliki perasaan-perasaan, harapan, kemampuan-kemampuan (termasuk
didalamnya kemampuan kerja), yang tidak dimiliki oleh obyek atau benda lainnya.
Mempersiapkan kemampuan kerja seseorang individu sering tidak sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya. Hal ini menurut Tagiuri dan Petrullo, (dalam Walgito,
1991) dikarenakan orang yang dipersepsi tersebut dapat memberikan pengaruh
kepada orang yang mempersepsikan kemampuan kerja tersebut.
Pengertian mengenai persepsi telah
banyak dikemukakan olen para ahli, diantaranya Bruner, (dalam Sarwono, 1987)
menyatakan bahwa persepsi adalah proses kategorisasi. Organisme dirangsang oleh
masukan tertentu (obyek-obyek, subyek, peristiwa-peristiwa dan lain-lain) dan
organisme merespon dengan menghubungkan masukan itu dengan salah satu kategori
(golongan) obyek atau peristiwa. Proses ini berjalan aktif sehingga seseorang
dapat mengenali atau memberikan arti kepada masukan itu. Persepsi demikian ini
bersifat inferensial serta bervariasi.
Menurut Moates dan Schumacher, (1980)
persepsi adalah proses penentu stimulus yang tertuju kepada diri seseorang,
artinya persepsi bagi seorang individu
adalah tergantung dari jenis informasi yang diterima dari lingkungan. Jadi,
untuk menentukan arti dari persepsi bagi seseorang tergantung dari stimulus
atau kejadian yang dirasakan seseorang, dimana dalam hal ini terjadi hubungan
antara stimulus lingkungan dengan pengetahuan yang dimiliki seseorang.
Persepsi adalah kesediaan individu
terhadap obyek-obyek dan kejadian-kejadian di lingkungannya yang diterima organ
tubuh individu sebagai suatu stimulus, (Hall, 1983). Selanjutnya Gibson, (1983)
merumuskan bahwa persepsi menyangkut kognisi yang meliputi obyek, tanda-tanda
dan orang dari sudut pengetahuan orang yang bersangkutan.
Persepsi menurut Pareek, (1984)
merupakan suatu cara kerja atau proses yang rumit dan aktif, dimana persepsi
tersebut terdiri dari serangkaian proses. Proses tersebut terdiri dari proses
menerima stimulus, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji, dan
memberikan reaksi kepada stimulus tersebut. Dengan demikian persepsi merupakan
penentu yang sangat penting bagi sikap dan perilaku seseorang.
Dari uraian tersebut di atas dapat
disarikan bahwa persepsi merupakan suatu proses dalam diri seseorang untuk
mengetahui, menginterpretasikan dan mengevaluasi obyek atau subyek lain yang
dipersepsi; menyangkut sifat-sifatnya, kwalitasnya dan kedudukannya, sehingga
terbentuklah gambaran mengenai obyek atau subyek yang dipersepsikan.
Rosenberg et. all, (dalam Sears, 1988)
menyatakan bahwa persepsi pada suatu obyek dan subyek didasarkan pada proses
evaluasi. Seseorang mengevaluasi orang lain sesuai dengan kwalitas intelektual,
artinya manusia pertama-tama berfikir atas dasar suka dan tidak suka jika
melihat orang lain. Dengan demikian bila seseorang cenderung menyenangi orang
lain maka ia akan cenderung mempersepsikan kemampuan yang dimiliki orang lain
tersebut dengan lebih baik demikian juga sebaliknya.
Menurut Maskowitz, (dalam Walgito, 1991)
persepsi sebagai aktivitas yang terintegrasi dalam diri seseorang akan
dipengaruhi oleh banyak hal, sehingga bila seseorang mempersepsikan kemampuan
kerja seseorang karyawan akan selalu dipengaruhi oleh perasaan,
fikiran-fikiran, pengalaman-pengalamannya. Dengan kata lain keadaan pribadi
orang yang bersangkutan akan mempengaruhi persepsinya terhadap orang lain.
Gibson, (1983) menguraikan bahwa
persepsi terhadap obyek dan subyek dipengaruhi oleh situasi, kebutuhan dan
perasaan. Dengan demikian bila perasaan seseorang diliputi prasangka sosial,
maka akan mempengaruhi persepsinya terhadap banyak aspek kehidupan manusia
termasuk didalamnya kemampuan kerja orang lain yang diprasangkainya.
Orang tetap mampu mempersepsi orang lain
dengan baik dapat dikarenakan adanya proses kognitif untuk merespon
informasi/stimulus yang diterima individu menyangkut diri orang lain yang pada
akhirnya mereka mampu mempersepsi dengan baik. Sebagaimana dikatakan Luthan
(Thoha, 1993) bahwa sekalipun persepsi seseorang sangat tergantung pada proses
penginderaan, tetapi proses kognitif biasanya akan menyaring dan
menyederhanakan atau mengubah data (obyek, subyek tertentu) secara sempurna.
Nelson dan Vivekananthan (1986)
mengungkapkan bahwa orang akan mengevaluasi orang lain sesuai dengan kwalitas
intelektual. Artinya orang menilai orang lain dengan mengenyampingkan unsur
sentimen apalagi yang berhubungan dengan tugas mereka. Hal ini mengindikasikan,
sekalipun seseorang memiliki prasangka sosial pada orang lain, belum tentu
mempengaruhi persepsinya pada saat ia harus mempersepsi kemampuan kerja orang
lain.
Hal lain yang memungkinkan orang mampu
mempersepsikan kemampuan kerja seseorang secara tepat, karena ada kaitannya
dengan lamanya seseorang itu bergaul dengan orang yang ia persepsikan
kemampuannya. Dalam arti intensitas hubungan yang diperoleh melalui masa kerja
pada prinsipnya akan menjadikan seseorang lebih mampu memperhatikan suatu
stimulus dengan baik dan dengan demikian, orang tersebut mampu
mempersepsikannya dengan lebih baik pula (Thoha, 1993). Selain itu, adanya
proses belajar atau pemahaman yang diperoleh seseorang melalui intensitas
hubungan langsung dalam situasi kerja yang diperoleh dari masa kerja. Kondisi
inilah yang menjadikan seseorang mampu mempersepsikan kemampuan kerja orang
lain dengan baik.
Tingkat pendidikan ikut memegang peranan
dalam mempersepsi kemampuan kerja seseorang. Hal ini disebabkan karena
pendidikan adalah pengalaman yang memberikan proses pengertian, perubahan
pandangan terhadap satu obyek atau subyek, yang sekaligus menjadikan seseorang
semakin mampu bertingkah laku secara tepat dalam berbagai situasi
(Setianingsih, 1986).
Melalui pendidikan seseorang memperoleh
kecakapan-kecakapan, pengalaman, penguasaan ide-ide yang abstrak. Oleh karena
itu tingkat pendidikan seseorang akan pengaruhinya dalam mempersepsikan dengan
lebih baik (Crow dan Crow, 1991). Selanjutnya Mar’at (1981) menguraikan bahwa
manusia mengamati ataupun mempersepsikan sesuatu melalui kacamatanya sendiri.
Artinya, persepsi yang merupakan proses pengamatan dalam diri seseorang
dipengaruhi oleh latar belakang individu tersebut, latar belakang pendidikan,
budaya, sosial ekonomi, pengalaman dan proses belajar yang kesemuanya ini
memberikan bentuk dan struktur terhadap apa yang dipersepsikannya.
Persepsi sosial merupakan bagian dari
kognisi sosial, yaitu pembentukan kesan-kesan tentang
karakteristik-karakteristik orang lain. Kesan yang diperoleh tentang orang lain
biasanya didasarkan pada tiga dimensi persepsi, yaitu:
• Dimensi
evaluasi : penilaian untuk memutuskan sifat baikburuk, disukai-tidak
disukai, positif-negatif pada orang lain
• Dimensi
potensi : kualitas dari orang sebagai stimulus yang diamati
(kuat-lemah, sering-jarang, jelas-tidak jelas)
• Dimensi
aktivitas : sifat aktif atau pasifnya orang sebagai stimulus
yang diamati
Persepsi sosial didasarkan pada dimensi evaluatif,
yaitu untuk menilai orang. Penilaian ini akan menjadi penentu untuk
berinteraksi dengan orang selanjutnya.
Dalam
persepsi sosial tercakup tiga hal yang saling berkaitan, yaitu:
• Aksi
orang lain : tindakan individu yang berdasarkan pemahaman
tentang orang lain yang dinamis, aktif dan independen
• Reaksi
orang lain : aksi individu menghasilkan reaksi dari
individu, karena aksi individu dan orang lain tidak terpisah. Pemahaman individu dan cara pendekatannya
terhadap orang lain mempengaruhi perilaku orang lain itu sehingga timbul reaksi
• Interaksi
dengan orang lain : reaksi dari orang lain mempengaruhi
reaksi balik yang akan muncul
No comments:
Post a Comment