Teori Altruisme (Perilaku
Menolong)
Perilaku menolong dapat dijelaskan dibeberapa
macam teori yang memandang dari mana timbulnya perilaku menolong itu.
a) Teori Psikoanalisis
Teori ini bersandar pada asumsi bahwa manusia
pada dasarnya agresif dan selfish (egois) secara instingtif. Dengan demikian,
beberapa tokoh psikoanalisis memandang altruisme sebagai pertahanan diri
terhadap kecemasan dan konflik internal diri kita sendiri. Hal ini menunjukkan
bahwa altruisme lebih bersifat self-serving (melayani diri sendiri),
bukan dimotivasi oleh kepedulian yang murni terhadap orang lain.
Meskipun diakui bahwa pengalaman sosialisasi
yang positif dapat membuat kita tidak terlalu selfish (lebih selfless),
para tokoh psikoanalisis tetap memandang pada dasarnya manusia bersifat selfish
artinya manusia itu makhluk yang egois, perilaku menolong itu muncul hanya
karena suatu defens mechanism untuk mempertahankan diri agar tetap eksis dan
merasa aman.
b) Teori Belajar
Khususnya tokoh-tokoh aliran psikologi belajar
yang menekankan reinforcement seperti B.F. Skinner
beranggapan bahwa kita cenderung mengulangi atau memperkuat perilaku yang
memiliki konsekuensi positif bagi diri kita. Mengenai altruisme, mereka
berpendapat, bahwa di balik perilaku yang tampaknya altruisme sesungguhnya
adalah egoisme atau kepentingan diri sendiri. Hampir sama dengan pandangan
Psikoanalisa, Teori belajar juga mengganggap manusia adalah makhluk yang
selfish (egois). Hanya saja, menurut teori belajar, sifat altrusitik ataupun
selfish itu didapatkan dari lingkungan pembelajaran.
c) Teori norma sosial
Teori ini bersumber dari pola hubungan
masyarakat yang dilihat dari beberapa aspek, diantaranya:
· Norma timbal balik, membalas pertolongan dengan pertolongan
· Norma tanggung jawab sosial, menolong orang lain tanpa mengharapkan
balasan.
· Norma keseimbangan, bahwa manusia memiliki perilaku menolong karena
untuk mempertahankan keseimbangan.
d) Altrusme dalam Islam
Islam memandang bahwa perilaku menolong adalah
merupakan fitrah manusia yang dibawah sejak lahir, artinya manusia sudah
mempunyai sifat-sifat itu dan merupakan sifat dasar dalam membangun relasi
social nantinya. Dalam masyarakat Muslim pun, sangat mengajurkan perilaku ini,
bahkan pada satu hadist disebutkan “tidak akan masuk syurga orang yang
membiarkan tetangganya mati kelaparan”.
Perilaku menolong adalah salah satu perilaku
prososial yang lahir karena adanya proses pembelajaran di lingkungan. Proses
ini dimulai sejak anak mulai mengenal lingkungan. Menurut Cialdini (1982) anak
adalah individu yang berusia antara 10-12 tahun, yang merupakan masa peralihan
antara tahapan presosialization (tahap dimana anak tidak peduli pada orang
lain, mereka hanya akan menolong apabila diminta atau ditawari sesuatu agar mau
melakukannya, tapi menolong itu tidak membawa dampak positif bagi mereka),
tahap awareness (tahap dimana anak belajar bahwa anggota masyarakat di
lingkungan tempat tinggal mereka saling membantu, mengakibatkan mereka menjadi
lebih sensitif terhadap norma sosial dan tingkah laku prososial), dan tahap internalization
(15-16 tahun).
Pada tahap ini perilaku menolong bisa
memberikan kepuasan secara intrinsik dan membuat orang merasa nyaman. Norma
eksternal yang memotivasi menolong selama tahap kedua sudah diinternalisasi.
Lingkungan yang tidak mendukung akan timbulnya perilaku altruism ini,
kemungkinan besar hubungan antar anggota masyarakat lebih bersifat individual.
Pada dasarnya, menurut pandangan Islam, perilaku menolong dan perilaku hidup
prososial adalah merupakan fitrah manusia, artinya kecenderungan untuk
melakukan perilaku menolong sudah ada dalam diri manusia, tinggal lingkungan
memberikan support, apakah akan memunculkannya atau tidak.
No comments:
Post a Comment