Antropologi pada masa perkembangan awalnya
tidak dapat dipisahkan dengan karya-karya para penulis yang mencatat gambaran
kehidupan penduduk atau suku bangsa di luar Eropa. Pada saat itu, kehidupan
penduduk di luar Eropa dipandang menarik oleh para penjelajah, para penjajah,
atau para misionaris karena perbedaan cara hidup antara masyarakat Eropa dengan
masyarakat di luar Eropa. Oleh karenanya, mereka bukan saja menulis tentang
perjalanan atau yang terkait dengan tugasnya tetapi juga melengkapinya dengan deskripsi
tentang tata cara kehidupan masyarakat yang mereka temui. Deskripsi ini
kemudian dikenal dengan sebutan etnografi. Beberapa tulisan karya mereka
akan dipaparkan pada uraian berikut.
Tulisan Herodotus, seorang bangsa Yunani yang
dikenal pula sebagai Bapak sejarah dan etnografi, mengenai bangsa Mesir
merupakan tulisan etnografi yang paling kuno. Tulisan-tulisan etnografi pada
masa awal masih bersifat subyektif, penuh dengan prasangka dan bersifat
etnosentrisme.
Etnosentrisme adalah sebuah pandangan atau
sikap di mana suku bangsa sendiri dianggap lebih baik dan dijadikan ukuran
dalam melihat baik buruknya karakter suku bangsa lainnya. Orang Yunani pada
masa itu menganggap bahwa suku-suku bangsa selain orang Yunani seperti orang Mesir,
Libia dan Persia termasuk ke dalam suku bangsa yang masih setengah liar dan
belum beradab.
Pandangan seperti ini juga tersirat dalam
tulisan Heredotus yang mendeskripsikan suku bangsa Mesir tersebut. Pada jaman
Romawi kuno terdapat pula beberapa hasil karya etnografi mengenai kehidupan
suku bangsa Germania dan Galia yang ditulis oleh Tacitus dan Caesar. Sebagai
seorang perwira yang memimpin perjalanan tentaranya sampai ke Eropa Barat,
Caesar menulis etnografinya secara sistematis seperti halnya bentuk laporan
seorang perwira.
Sedangkan Tacitus menulis etnografinya dengan
gaya bahasa yang mengungkap perasaan dan kegalauannya tentang kehidupan yang
terdapat di ibukota kerajaan Roma. Pencatat etnografi yang cukup terkenal
adalah Marco Polo (1254-1323). Ia mengembara dengan keluarga besarnya ke daerah
Asia Timur dan sempat menetap di istana Khu Bilai Khan. Di sini ia melihat
beberapa kebiasaan yang dianggapnya aneh, yaitu penggunaan uang yang terbuat
dari kertas dan diberi cap serta ditandatangani di mana uang tersebut mempunyai
bermacam-macam nilai.
Marco Polo juga pernah singgah di daratan
Indonesia (yang diketahui dari tulisannya), di mana ia pernah singgah di
beberapa pelabuhan dari semenanjung Malaya hingga menelusuri Pulau Sumatra, di
antaranya adalah singgah ke di pelabuhan Perlec (dalam bahasa Aceh) atau
Peureula atau Perlak (dalam bahasa Melayu). Marco Polo menceritakan kehidupan
di kota pelabuhan ini di mana pedagang dari India dan penduduk pribuminya menganut
agama Islam sedangkan penduduk yang ada di pedalaman masih mengerjakan hal-hal
yang haram.
Tulisan etnografi yang dianggap lebih baik
dan obyektif justru adalah buah tangan dari seorang padri berbangsa Prancis
yaitu Yoseph Francis Lafitau (1600-1740). Ia mencoba membandingkan antara
kebiasaan dan tata susila orang Indian yang hendak dinasranikan dengan adat
istiadat bangsa Eropa kuno. Hasilnya, ia beranggapan bahwa bangsa primitif
(Indian) tidak dilihatnya sebagai manusia yang aneh. Akan tetapi karena bahan
yang diperbandingkannya sangat terbatas maka pandangannya tentang perbandingan
ini pun sangat terbatas.
Ahli etnografi, dalam arti yang modern
(Harsojo, 1984), adalah Jens Kreft, seorang guru besar pada akademi di Soro. Ia
menulis sebuah buku berjudul “Sejarah Pendek tentang Lembaga-lembaga yang
Terpenting, Adat dan Pandangan-pandangan Orang Liar” 1760. Jens Kreft
awalnya adalah seorang ahli filsafat, di mana ia tidak sependapat dengan
pandangan Rousseau tentang manusia. Pandangan Jens Kreft tentang manusia lebih dianggap
mewakili pandangan sebagai seorang ahli etnologi daripada pandangan para ahli
filsafat. Tulisan etnografinya adalah mengenai dua suku bangsa Indian, Lule dan
Caingua, di Amerika Selatan, yang pada awalnya diduga mempunyai kebudayaan yang
rendah. Ternyata dugaannya itu salah.
Ia pun dipandang sebagai orang pertama yang
menulis etnografi secara lengkap yaitu dengan memperhatikan aspek pertumbuhan
ekonomi, masyarakat, agama dan kesenian. Ahli berikutnya yang dianggap sebagai
pendorong penulisan ilmiah dan sistematis mengenai etnografi adalah Adolf
Bastian. Ia memberikan pandangan mengenai kesatuan kebudayaan yang dimiliki
oleh suatu masyarakat, di mana suatu kebudayaan memiliki sifat-sifatnya yang
khusus yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan dasarnya dan lingkungannya.
Penelitian secara ilmiah mengenai antropologi
berkembang pesat setelah ditemukan atau setelah diketahui adanya hubungan
antara bahasa Sansakerta, Latin, Yunani dan Germania (Harsojo, 1984), sehingga
memungkinkan lebih banyak tersedia bahan-bahan etnografi sebagai bahan
perbandingan. Atas dasar ini kemudian timbul penelitian yang bersifat historis
komparatif mengenai kebudayaan. Dalam keperluan ini, berdirilah lembaga-lembaga
etnologi seperti Museum Etnografi yang didirikan oleh G.J. Thomson di Kopenhagen
tahun 1841, Museum Etnologi di Hamburg tahun 1850, The Peabody Museum of
Archeology and Ethnology di Harvad tahun 1866, American Ethnological Society di
New York tahun 1842, Ethnological Society of London di Inggris tahun 1843, dan
The Bureau of American Ethnology di Amerika tahun 1875.
Selama abad ke 20, penelitian antropologi dan
etnologi makin berkembang, terutama di pusat-pusat kajian antropologi dan
etnologi seperti di Amerika Serikat, Inggris, Afrika Selatan, Australia, Eropa
Barat, Eropa Tengah, Eropa Utara, Uni Soviet dan Meksiko. Di Indonesia,
bahan-bahan etnografi juga telah dikumpulkan terutama menyangkut adat istiadat,
sistem kepercayaan, struktur sosial dan kesenian.
Bahan-bahan etnografi tentang Indonesia
banyak dikumpulkan oleh para pegawai pemerintah jajahan, di antaranya yang
terkenal adalah T.S. Raffles mantan Letnan Gubernur Jenderal di Indonesia
(antara tahun 1811 hingga 1815). Raffles banyak menulis kebudayaan penduduk
pribumi Indonesia, di antaranya adalah dua jilid etnografi tentang kebudayaan
Jawa (1817).
No comments:
Post a Comment