MEKANISME PASAR
Ibnu Taimiyah memiliki pandangan yang jelas mengenai pasar bebas, dimana suatu harga ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran. Jika permintaan naik dan penawaran turun, maka harga naik, begitupun jika yang terjadi sebaliknya.
Pada masa beliau terdapat indikasi bahwa kenaikan harga yang terjadi dianggap sebagai akibat dari kedzaliman para pedagang yang mendorong terciptanya ketidaksempurnaan pasar. Namun, beliau berpendapat bahwa pandangan tersebut tidak selalu benar, karena bisa saja alasan naik turunnya harga disebabkan oleh kekuatan pasar.
Ibnu Taimiyah menyebutkan dua sumber penawaran yakni produksi domestik dan impor. Untuk menggambarkan permintaan terhadap suatu barang, beliau menggunakan istilah raghbah fi al-syai yang berarti keinginan atau hasrat terhadap sesuatu yakni barang (selera). Dalam permintaan, selera merupakan salah satu faktor yang penting namun ada faktor penting lainnya terkait dengan permintaan yang tidak disebutkan oleh Ibnu Taimiyah yakni pendapatan .
Besar kecilnya kenaikan harga tergantung pada besarnya perubahan penawaran dan atau permintaan. Bila seluruh transaksi sudah sesuai dengan aturan, maka kenaikan harga yang terjadi merupakan kehendak Ilahiyah (natural).
Ibnu Taimiyah mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan serta konsekuensinya terhadap harga, yakni :
a. Ar- Raghabah (keinginan) atas barang-barang berbeda dan seringkali berubah. Hal ini tentu dipengaruhi oleh limpahan atau langkanya suatu barang. Semakin langka semakin ia diminati oleh masyarakat.
b. Jumlah orang yang meminta. Semakin banyak orang yang meminta dalam satu jenis barang dagangan, maka semakin mahal harga barang.
c. Kuat atau lemahnya permintaan. Kebutuhan tinggi dan kuat, harga akan naik lebih tinggi ketimbang jika peningkatan kebutuhan itu kecil ayau lemah.
d. Kualitas pembeli. Jika pembeli adalah orang kaya dan terpercaya dalam membayar utang, harga yang diberikan lebih rendah.
e. Jenis uang yang digunakan. Harga akan lebih rendah jika pembayaran dilakukan dengan menggunakan uang yang umum dipakai (naqd ra’ij) daripada uang yang jarang dipakai.
f. Besar kecilnya biaya yang dilakukan oleh produsen (penjual). Jumlah biaya yang dikeluarkan untuk produksi akan mempengaruhi harga jual barang.
g. Tujuan transaksi yang menghendaki adanya kepemilikan resiprokal diantara kedua belah pihak. Harga suatu barang yang telah tersedia dipasaran lebih rendah daripada harga suatu barang yang belum ada dipasaran.
MEKANISME HARGA
Mekanisme harga adalah proses yang berjalan atas dasar gaya tarik menarik antara konsumen dan produsen, baik dari pasar Output (barang) ataupun input (faktor-faktor produksi). Sedangkan harga adalah sejumlah uang yang menyatakan nilai tukar suatu unit benda tertentu.
Meskipun penggunaan istilah ”harga yang adil” sudah ada sejak awal kehadiran Islam, tampaknya Ibnu Taimiyah merupakan orang yang pertama kali menaruh perhatian khusus terhadap permasalahan harga yang adil. Dalam membahas persoalan yang berkaitan dengan harga, beliau seringkali menggunakan dua istilah, yakni:
- Kompensasi yang setara/adil (’Iwad al-Mitsl) yakni penggantian yang sama yang merupakan nilai harga sepadan dari sebuah benda menurut adat kebiasaan.
- Harga yang setara/adil (tsaman al-Mitsl) yakni nilai harga dimana orang-orang menjual barangnya dan diterima secara umum sebagai hal yang sepadan dengan barang yang dijual ataupun barang-barang yang sejenis lainnya di tempat dan waktu tertentu.
Beliau membedakan antara dua jenis harga, yakni harga yang tidak adil dan dilarang serta harga yang adil dan disukai.Ibnu Taimiyah menganggap harga yang setara sebagai harga yang adil. Konsep Ibnu Taimiyah mengenai kompensasi yang setara (‘iwadh al-mitsl) tidak sama dengan harga yang adil (tsaman al-mitsl). Persoalan tentang kompensasi yang adil atau setara (‘iwadh al-mitsl) muncul ketika mengupas persoalan kewajiban moral dan hukum.Beliau menggunakan istilah kompensasi yang setara ketika menelaah dari sisi legal etik dan harga yang setara ketika meninjau dari aspek ekonomi.
Bagi Ibnu Taimiyah, kompensasi yang setara itu relatif merupakan sebuah fenomena yang dapat bertahan lama akibat terbentuknya kebiasaan, sedangkan harga yang setara itu bervariasi, ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran serta dipengaruhi oleh kebutuhan dan keinginan masyarakat.
Mekanisme harga adalah proses yang berjalan atas dasar gaya tarik menarik antara konsumen dan produsen, baik dari pasar Output (barang) ataupun input (faktor-faktor produksi). Sedangkan harga adalah sejumlah uang yang menyatakan nilai tukar suatu unit benda tertentu.
Meskipun penggunaan istilah ”harga yang adil” sudah ada sejak awal kehadiran Islam, tampaknya Ibnu Taimiyah merupakan orang yang pertama kali menaruh perhatian khusus terhadap permasalahan harga yang adil. Dalam membahas persoalan yang berkaitan dengan harga, beliau seringkali menggunakan dua istilah, yakni:
- Kompensasi yang setara/adil (’Iwad al-Mitsl) yakni penggantian yang sama yang merupakan nilai harga sepadan dari sebuah benda menurut adat kebiasaan.
- Harga yang setara/adil (tsaman al-Mitsl) yakni nilai harga dimana orang-orang menjual barangnya dan diterima secara umum sebagai hal yang sepadan dengan barang yang dijual ataupun barang-barang yang sejenis lainnya di tempat dan waktu tertentu.
Beliau membedakan antara dua jenis harga, yakni harga yang tidak adil dan dilarang serta harga yang adil dan disukai.Ibnu Taimiyah menganggap harga yang setara sebagai harga yang adil. Konsep Ibnu Taimiyah mengenai kompensasi yang setara (‘iwadh al-mitsl) tidak sama dengan harga yang adil (tsaman al-mitsl). Persoalan tentang kompensasi yang adil atau setara (‘iwadh al-mitsl) muncul ketika mengupas persoalan kewajiban moral dan hukum.Beliau menggunakan istilah kompensasi yang setara ketika menelaah dari sisi legal etik dan harga yang setara ketika meninjau dari aspek ekonomi.
Bagi Ibnu Taimiyah, kompensasi yang setara itu relatif merupakan sebuah fenomena yang dapat bertahan lama akibat terbentuknya kebiasaan, sedangkan harga yang setara itu bervariasi, ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran serta dipengaruhi oleh kebutuhan dan keinginan masyarakat.
REGULASI
HARGA
Regulasi harga adalah pengaturan terhadap harga-harga barang yang dilakukan pemerintah.Regulasi bertujuan untuk memelihara kejujuran, menegakkan keadilan dan kemungkinan penduduk bisa memenuhi kebutuhan pokoknya.
Ibnu Taimiyah membedakan dua tipe pengaturan (regulasi) harga, yakni:
- Regulasi harga yang tidak adil dan cacat hukum.
- Regulasi harga yang adil dan sah menurut hukum
Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa penetapan harga yang adil boleh dilakukan pemerintah ketika terjadi ketidaksempurnaan pasar (misalnya karena adanya manipulasi, penimbunan barang atau monopoli perdagangan yang menyebabkan harga-harga naik). Akan tetapi, jika naik turunnya harga suatu komoditi berjalan secara alamiah dalam kondisi yang normal, maka pemerintah sama sekali tidak memiliki otoritas untuk menetapkan harga pada kondisi seperti ini. Menurutnya, sebelum pemerintah menerapkan kebijakan penetapan harga, terlebih dahulu pemerintah harus melakukan musyawarah dengan masyarakat terkait.
Regulasi harga adalah pengaturan terhadap harga-harga barang yang dilakukan pemerintah.Regulasi bertujuan untuk memelihara kejujuran, menegakkan keadilan dan kemungkinan penduduk bisa memenuhi kebutuhan pokoknya.
Ibnu Taimiyah membedakan dua tipe pengaturan (regulasi) harga, yakni:
- Regulasi harga yang tidak adil dan cacat hukum.
- Regulasi harga yang adil dan sah menurut hukum
Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa penetapan harga yang adil boleh dilakukan pemerintah ketika terjadi ketidaksempurnaan pasar (misalnya karena adanya manipulasi, penimbunan barang atau monopoli perdagangan yang menyebabkan harga-harga naik). Akan tetapi, jika naik turunnya harga suatu komoditi berjalan secara alamiah dalam kondisi yang normal, maka pemerintah sama sekali tidak memiliki otoritas untuk menetapkan harga pada kondisi seperti ini. Menurutnya, sebelum pemerintah menerapkan kebijakan penetapan harga, terlebih dahulu pemerintah harus melakukan musyawarah dengan masyarakat terkait.
UANG
DAN KEBIJAKAN MONETER
a) Karakteristik dan Fungsi Uang
Ibnu Taimiyah menyatakan dua fungsi utama uang yakni sebagai pengukur nilai dan media pertukaran bagi sejumlah barang yang berbeda (alat tukar).
Ibnu Taimiyah menentang segala bentuk perdagangan uang karena hal ini telah mengalihkan fungsi uang dari tujuan yang sebenarnya. Apabila uang dipertukarkan dengan uang yang lain, pertukaran tersebut harus dilakukan secara simultan (taqabud) dan tanpa penundaan (hulul).
b) Penurunan Nilai Mata Uang
Ibnu Taimiyah menentang terjadi penurunan nilai mata uang dan pencetakan uang yang sangat banyak. Beliau menyatakan bahwa, penciptaan mata uang dengan nilai nominal yang lebih besar dari nilai intrinsiknya dan kemudian menggunakan uang tersebut untuk membeli barang-barang berharga dari masyarakat, akan menyebabkan terjadinya penurunan nilai mata uang serta menhasilkan inflasi dan pemalsuan mata uang. Beliau menentukan bahwa biaya setiap pencetakan mata uang harus diambil dari perbendaharaan negara (Baitul mal).
c) Mata Uang yang Buruk akan Menyingkirkan Mata Uang yang baik
Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa uang yang berkualitas buruk akan menyingkirkan mata uang yang berkualitas baik dari peredaraan. Pernyataan tentang konsep ini diungkapkan Ibnu Taimiyah 300 tahun sebelum Sir Thomas Gresham (1519-1579) mengemukakan rumusannya yang terkenal sebagai Gresham’s Law.
Ibnu Taimiyah merumuskan konsep ini ketika Sultan Kamil Ayyubi (dari Bani Mamluk) memperkenalkan mata uang baru dari tembaga yang disebut fulus.Berbeda dengan dinar dan dirham yang terbuat dari emas dan perak, pencetakan fulus relatif lebih mudah dilakukan karena tembaga lebih mudah di dapat.Sayangnya, pemerintah terlena dengan kemudahan pencetakan uang baru tersebut.Keadaan memburuk ketika Sultan Kitabagha dan Zahir Barquq mulai mencetak fulus dalam jumlah yang sangat besar dengan nilai nominal melampaui kandungan tembaganya.Pada saat fulus digunakan secara luas, dirham hilang dari peredaran dan inflasi membumbung.
Jika pada awal pemerintahan Bani Mamluk satu dirham mengandung 2/3 perak dan 1/3 tembaga, maka di zaman pemerintahan Nasir satu dirham bernilai 2/3 tembaga dan 1/3 perak. Fenomena inilah yang dirumuskan Ibnu Taimiyah bahwa uang kualitas buruk (fulus) akan menendang keluar uang kualitas baik (dinar,dirham).
a) Karakteristik dan Fungsi Uang
Ibnu Taimiyah menyatakan dua fungsi utama uang yakni sebagai pengukur nilai dan media pertukaran bagi sejumlah barang yang berbeda (alat tukar).
Ibnu Taimiyah menentang segala bentuk perdagangan uang karena hal ini telah mengalihkan fungsi uang dari tujuan yang sebenarnya. Apabila uang dipertukarkan dengan uang yang lain, pertukaran tersebut harus dilakukan secara simultan (taqabud) dan tanpa penundaan (hulul).
b) Penurunan Nilai Mata Uang
Ibnu Taimiyah menentang terjadi penurunan nilai mata uang dan pencetakan uang yang sangat banyak. Beliau menyatakan bahwa, penciptaan mata uang dengan nilai nominal yang lebih besar dari nilai intrinsiknya dan kemudian menggunakan uang tersebut untuk membeli barang-barang berharga dari masyarakat, akan menyebabkan terjadinya penurunan nilai mata uang serta menhasilkan inflasi dan pemalsuan mata uang. Beliau menentukan bahwa biaya setiap pencetakan mata uang harus diambil dari perbendaharaan negara (Baitul mal).
c) Mata Uang yang Buruk akan Menyingkirkan Mata Uang yang baik
Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa uang yang berkualitas buruk akan menyingkirkan mata uang yang berkualitas baik dari peredaraan. Pernyataan tentang konsep ini diungkapkan Ibnu Taimiyah 300 tahun sebelum Sir Thomas Gresham (1519-1579) mengemukakan rumusannya yang terkenal sebagai Gresham’s Law.
Ibnu Taimiyah merumuskan konsep ini ketika Sultan Kamil Ayyubi (dari Bani Mamluk) memperkenalkan mata uang baru dari tembaga yang disebut fulus.Berbeda dengan dinar dan dirham yang terbuat dari emas dan perak, pencetakan fulus relatif lebih mudah dilakukan karena tembaga lebih mudah di dapat.Sayangnya, pemerintah terlena dengan kemudahan pencetakan uang baru tersebut.Keadaan memburuk ketika Sultan Kitabagha dan Zahir Barquq mulai mencetak fulus dalam jumlah yang sangat besar dengan nilai nominal melampaui kandungan tembaganya.Pada saat fulus digunakan secara luas, dirham hilang dari peredaran dan inflasi membumbung.
Jika pada awal pemerintahan Bani Mamluk satu dirham mengandung 2/3 perak dan 1/3 tembaga, maka di zaman pemerintahan Nasir satu dirham bernilai 2/3 tembaga dan 1/3 perak. Fenomena inilah yang dirumuskan Ibnu Taimiyah bahwa uang kualitas buruk (fulus) akan menendang keluar uang kualitas baik (dinar,dirham).
No comments:
Post a Comment