Beranda

Welcome

Selamat Datang di Blog Sarana Informasi ...... Welcome on this blog...benvenuti nel nostro blog..bienvenue sur notre blog...Willkommen in unserem Blog... bienvenido a nuestro blog...... 블로그에 오신 것을 환영합니다 beullogeue osin geos-eul hwan-yeonghabnida....

Wednesday, April 8, 2020

Perlindungan hukum terhdap anak



Perlindungan Anak
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perlindungan Anak menentukan bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasaan dan diskriminasi.
Undang-Undang Perlindungan Anak mengatur tentang asas dan tujuan perlindungan anak yakni pasal 2 dan pasal 3, sebagai berikut:
Pasal 2: penyelenggara perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar konvensi hak anak meliputi:
1.      Non diskriminasi
2.      Kepentingan yang terbaik bagi anak
3.      Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan
4.      Penghargaan terhadap anak.

Pasal 3: perlindungan terhadap anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat martabat manusia, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak, mulia dan sejahtera.

Pasal 2 huruf c Undang-Undang tentang Perlindungan Anak menegaskan hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan merupakan hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang dilindungi oleh Negara, pemerintrah, keluarga, orang tua, sekaligus merupakan hak setiap manusia yang paling asasi.

Perlindungan anak diusahakan oleh setiap orang, orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah maupun Negara. Pasal 20 Undang-Undang Perlindungan Anak menentukan:
“Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.”

Kewajiban dan tanggung jawab Negara dan Pemerintah dalam usaha perlindungan anak diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak yaitu:
1. Menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin,etnik, budaya, dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak dan kondisi fisik dan/atau mental (Pasal 21);
2. Memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak (Pasal 22);
3. Menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara umum bertanggung jawab terhadap anak dan mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak (Pasal 23);
4.   Menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak (Pasal 24)

Kewajiban dan tanggungjawab masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak (Pasal 25 Undang-Undang Perlindungan Anak).
Kewajiban tanggungjawab keluarga dan orang tua dalam usaha perlindungan anak diatur dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Anak, yaitu:
a.    Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;
b.    Menumbuhkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya;
c.    Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.

3. Anak yang Berhadapan dengan Hukum
Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang dimaksut dengan anak yang berhadapan dengan hukum (children in conflict with the law), adalah sebagai berikut :
“Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah Anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.

Melihat kecendrungan yang ada di media saat ini, baik media cetak maupun media elektronik, jumlah tindak pidana yang dilakukan oleh anak (juvenile delinquency) semakin meningkat dan semakin beragam modusnya. Masalah delinkuensi anak ini merupakan masalah yang semakin kompleks dan perlu segera diatasi, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Menurut Romli Atmasasmita dalam Wagiati Soetodjo, motivasi intrinsik dan ekstrinsik dari kenakalan anak adalah sebagai berikut :[3]
1.   Yang termasuk motivasi intrinsik dari pada kenakalan anak-anak adalah :
a.       Faktor intelegentia;
b.      Faktor usia;
c.       Faktor kelamin;
d.      Faktor kedudukan anak dalam keluarga.
2.  Yang termasuk motivasi ekstrinsik adalah :
a.          aktor rumah tangga;
b.          Faktor pendidikan dan sekolah;
c.          Faktor pergaulan anak;
d.         Faktor mass media.

Berbagai faktor tersebut memungkinkan bagi anak untuk melakukan kenakalan dan kegiatan kriminal yang dapat membuat mereka terpaksa berhadapan dengan hukum dan sistem peradilan. Anak yang melakukan tindak pidana ini bisa disebut pula dengan anak yang berhadapan dengan hukum.
Terkait upaya memberikan perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, sistem peradilan pidana anak harus dimaknai secara luas, ia tidak hanya dimaknai hanya sekedar penanganan anak yang berhadapan dengan hukum semata. Namun sistem peradilan pidana anak harus juga dimaknai mencakup akar permasalahan (root causes) mengapa anak melakukan perbuatan pidana dan upaya pencegahannya. Lebih jauh, ruang lingkup sistem peradilan pidana anak mencakup banyak ragam dan kompleksitas isu mulai dari anak melakukan kontak pertama dengan polisi, proses peradilan, kondisi tahanan, dan reintegrasi sosial, termasuk pelaku-pelaku dalam proses tersebut. 5 Dengan demikian, istilah sistem peradilan pidana anak merujuk pada legislasi, norma dan standar, prosedur, mekanisme dan ketentuan, institusi dan badan yang secara khusus diterapkan terhadap anak yang melakukan tindak pidana.[4]


Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 36 Tahun 1990. Pemerintah juga telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 sebagai ratifikasi terhadap Konvensi  Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang kejam, tidak  manusiawi atau merendahkan martabat manusia. Kemudian Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, terakhir adalah dengan
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak. Semua instrumen hukum tersebut dimaksudkan untuk memberikan jaminan
perlindungan atas hak-hak anak secara lebih kuat ketika berhadapan dengan
hukum dan dalam menjalani proses peradilan. Anak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 adalah orang yang dalam
perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum
mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Anak pelaku
tindak pidana yang masih berumur di bawah 12 (dua belas) tahun dikenakan
sanksi tindakan sesuai dengan ketentuan Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, sebagai berikut:
“Apabila anak nakal sebagaimana maksudnya dalam Pasal 1 angka 2 huruf a,
belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun melakukan tindak pidana yang
tidak diancam pidana mati atau tidak diancam pidana penjara seumur hidup,
maka terhadap anak tersebut dijatuhkan salah satu tindakan sebagaimana
maksudkan dalam Pasal 24”.
Jika dilihat dari Undang – Undang Perlindungan Anak, seorang anak yang
berkonflik dengan hukum seyogyanya mendapat perlindungan hukum, seperti
yang dikemukakan dalam Pasal 64 Ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Anak
yang menyatakan: (a) Perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan
martabat dan hak-hak anak; (b) Penyediaan petugas pendamping khusus anak
sejak dini; (c) Penyediaan sarana dan prasarana khusus; (d) Penjatuhan sanksi
yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak; (e) Pemantauan dan
pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan
hukum; (f) Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang
tua atau keluarga; dan (g) Perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media
masa dan untuk menghindari labelisasi.
Menarik perhatian, yaitu Putusan Nomor 23/Pid. An/2007/Pn.M.BLN.
Pelaku Duwi Arianto Als Ari Bin Suroto. Perkara ini menarik karena pelakunya
adalah anak yang belum genap umur 12 (dua belas ) tahun yang dijatuhi pidana
penjara selama 3 (tiga) tahun. Persoalannya adalah putusan tersebut bertentangan
dengan Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997.


No comments:

Post a Comment

About

Popular Posts