1. (a) IQ atau Intelegentie
Quotient (kecerdasan intelijensi) merupakan kemampuan yang dibawa sejak
lahir, yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara yang tertentu.
Ada beberapa faktor dapat mempengaruhi intelejensi, sehingga terdapat perbedaan
intelejensi seseorang dengan yang lain ialah :
i. Pembawaan: Pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan cirri-ciri
yang dibawa sejak lahir.
ii. Kematangan: tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan
dan perkembangan. Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang
jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.
iii. Pembentukan: pembentukan ialah segala keadaan di luar diri
seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelijensi.
iv. Minat dan Pembawaan yang khas: minat mengarahkan perbuatan
kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu.
v. Kebebasan:Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih
metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah.
Intelejensi memiliki/memainkan peranan penting dalam kehidupannya. Akan
tetapi kehidupan adalah sangat kompleks. Intelejensi bukan satu-satunya faktor
yang menentukan sukses tidaknya kehidupan seseorang. Ada beberapa faktor yang
menentukan suksesnya seseorang diantaranya : faktor kesehatan, watak
(kepribadian).
Untuk kasus Doel yang memiliki nilai IQ tinggi tetapi mendapat nilai yang
rendah dan di bawah rata-rata kelas ada beberapa kemungkinan penyebabnya seperti
faktor kesehatan. Apabila Doel sering sakit-sakitan saja meskipun intelenjinya
tinggi tetapi mendapat nilai yang rendah. Atau kemungkinan lainnya Doel
memiliki watak/kepribadian yang membuat dirinya kurang memiliki cita-cita yang
tinggi, sehingga kurang adanya usaha untuk mencapainya hasil yang maksimal.
(b)
Untuk mengetahui secara pasti apa
penyebab sehingga Doel memiliki nilai lebih rendah dari kemampuan sebenarnya
perlu dilakukan pendekatan secara komprehensif. Guru akan mencari informasi
seputar lingkungan keluarganya, lingkungan masyarakatnya, kondisi kesehatannya
baik secara fisik maupun mental. Apabila guru telah mengetahui secara pasti
penyebab Doel mendapat nilai rendah maka guru dapat melakukan tindakan yang
tepat dalam usaha mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh Doel.
2. (a) Sarah yang saat itu berstatus mahasiswi sedang
pada masa perkembangan individu dari masa kanak-kanak beralih ke fase remaja.
Pada fase remaja ini merupakan segmen perkembangan individu yang sangat
penting, yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga
mampu bereproduksi. Sementara Salzman mengemukakan bahwa remaja merupakan masa
perkembangan sikap tergantung (dependence)
terhadap orangtua ke arah kemandirian (independence),
minat-minat seksual, perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai
estetika dan isu-isu moral.
Masa remaja merupakan salah satu diantara dua masa rentangan kehidupan
individu, dimana terjadi pertumbuhan fisik yang sangat pesat. Masa yang pertama
terjadi pada fase pranatal dan bayi. Bagian-bagian tubuh tertentu pada
tahun-tahun permulaan kehidupan secara proporsional terlalu kecil, namun pada
masa remaja proporsionalnya menjadi terlalu besar, karena terlebih dahulu
mencapai kematangan daripada bagian-bagian yang lain. Hal ini terutama tampak
jelas pada hidung, kaki, dan tangan. Pada masa remaja akhir, proporsi tubuh
individu mencapai proporsi tubuh orang dewasa dalam semua bagiannya.
Menurut Piaget, masa remaja sudah mencapai tahap operasi formal (operasi
= kegiatan-kegiatan mental tentang berbagai gagasan). Remaja secara mental
telah dapat berpikir logis tentang berbagai gagasan abstrak. Pertumbuhan otak
mencapai kesempurnaannya mulai dari 12 – 20 tahun. Pada usia 16 tahun berat
otak sudah menyamai orang dewasa.
Implikasi pendidikan atau bimbingan dari periode berpikir operasi formal
ini adalah perlunya disiapkan program pendidikan atau bimbingan yang
memfasilitasi perkembangan kemampuan berpikir siswa (remaja). Upaya yang dapat
dilakukan seperti (1) penggunaan metode mengajar yang mendorong anak untuk
aktif bertanya, mengemukakan gagasan atau mengujicobakan suatu materi, dan (2)
melakukan dialog, diskusi atau curah pedapat dengan siswa.
Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang
tinggi. Pertumbuhan fisik, terutama, organ-organ seksual mempengaruhi
berkembangnya emosi atau perasaan-perasaan dan dorongan-dorongan baru yang
dialami sebelumnya seperti cinta, rindu, dan keinginan untuk berkenalan lebih
intim dengan lawan jenis.
Pada masa remaja berkembang “social cognition” yaitu kemampuan untuk
memahami orang lain. Remaja memahami orang lain sebagai individu yang unik,
baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat nilai-nilai maupun perasaannya.
Dalam hubungan persahabatan, remaja memilih teman yang memiliki kualitas
psikologis yang relatif sama dengan dirinya, baik menyangkut interes, sikap,
nilai, dan kepribadian.
Masa remaja merupakan saat
berkembangnya identity (jati diri).
Perkembangan ”identity” merupakan isu sentral pada masa remaja yang memberikan
dasar bagi masa dewasa. Sejak masa anak, sudah berkembang kesadaran akan diri
dan masa remaja merupakan saat pertama berkembang usahanya yang sadar untuk
menjawab pertanyaan ”who am I?”
Dari kajian di atas
menunjukkan bahwa tindakan Sarah pada saat ini lebih mencerminkan proses
pencarian jati diri sebagai seorang remaja. Ia memiliki interest/minat serta
cita-cita sendiri yang kadangkala berlainan dengan yang diinginkan oleh orang
tua.
(b) Untuk mengatasi kasus Sarah ini diperlukan adanya komunikasi
yang efektif terutama dari orang tua Sarah sehingga tidak terjadi miskomunikasi
antara orang tua dengan anaknya. Orang tua menginginkan Sarah kuliah di jurusan
X sedangkan Sarah sendiri menginginkan
kuliah di Jurusan Y. Hal ini menyebabkan terjadinya pemaksaan kehendak orang
tua terhadap anaknya. Anak perlu diberikan pengertian dan pengarahan yang
komprehensif dari orang tua mengenai prospek dan isi dari jurusan yang akan
diambil dan disesuaikan dengan minat dan bakat anak.
3. (a) Remaja
merupakan masa berkembangnya identity.
Identity merupakan vocal point dari pengalaman remaja,
karena semua krisis normatif yang sebelumnya telah memberikan kontribusi kepada
perkembangan identitas ini. Apabila remaja gagal dalam mengembangkan rasa
identitasnya, maka remaja akan kehilangan arah, bagaikan kapal yang kehilangan
kompas. Dampaknya, mereka mungkin akan mengembangkan perilaku yang menyimpang (delinquent), melakukan kriminalitas,
atau menutup diri dari masyarakat.
William Kay mengemukakan
tugas-tugas perkembangan remaja sebagai berikut :
a. menerima fisiknya
sendiri berikut keragaman kualitasnya.
b. Mencapai
kemandirian emosional dari orangtua atau figur-figur yang mempunyai otoritas
c. Mengembangkan
keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul dengan teman sebaya
atau orang lain, baik secara individual maupun kelompok
d. Menemukan manusia
model yang dijadikan identitasnya
e. Menerima dirinya
sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri
f. Memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan
diri) atas dasar skala nilai, prinsip-prinsip atau falsafah hidup
g. Mampu meninggalkan
reaksi dan penyesuaian diri kekanak-kanakan.
Kemampuan
seseorang untuk menemukan sumber-sumber dan cara-cara untuk memperoleh
kebutuhan-kebutuhannya, dan menuntaskan tugas-tugas perkembangannya merupakan
isyarat kunci bagi ketepatan perkembangannya. Upaya mengeksplorasi dan belajar
adalah penting untuk bergerak ke arah self-realization.
Periode remaja merupakan gerakan berkesinambungan dari masa anak ke masa
dewasa.
Dalam
membahas tujuan tugas perkembangan remaja, Pikunas (1976) mengemukakan pendapat
Luella Cole yang mengklasifikasikannya ke dalam sembilan kategori yaitu :
1) kematangan emosional
2) pemantapan
minat-minat heteroseksual
3) kematangan sosial
4) emansipasi dari
kontrol keluarga
5) kematangan
intelektual
6) memilih pekerjaan
7) menggunakan waktu
senggang secara tepat
8) memiliki filsafat
hidup
9) identifikasi diri
Mengenai tujuan perkembangan
remaja ini selanjutnya dapat disimak dalam tabel berikut.
DARI ARAH
|
KE ARAH
|
KEMATANGAN EMOSIONAL DAN SOSIAL
|
|
1. Tidak toleran dan
bersikap superior
2. kaku dalam bergaul
3. peniruan buta
terhadap teman sebaya
4. Kontrol orangtua
5. Perasaan yang tidak
jelas tentang dirinya/orang lain
6. Kurang dapat
mengendalikan diri dari rasa marah dan sikap permusahannya
|
1. Bersikap toleran
dan merasa nyaman
2. Luwes dalam bergaul
3. Interdependensi dan
mempunyai self-esteem
4. Kontrol diri
sendiri
5. Perasaan mau
menerima dirinya dan orang lain
6. Mampu menatakan
emosinya secara konstruktif dan kreatif
|
PERKEMBANGAN
HETEROKSEKSUALITAS
|
|
1. Belum memiliki
kesadaran tentang perubahan seksualnya
2. Mengidentifikasi
orang lain yang sama jenis kelaminnya
3. Bergaul dengan
banyak teman
|
1. Menerima
identitas seksualnya sebagai pria atau wanita
2. Mempunyai
perhatian terhadap jenis kelamin yang berbeda dan bergaul dengannya
3. Memilih
teman-teman tertentu
|
KEMATANGAN
KOGNITIF
|
|
|
|
FILSAFAT HIDUP
|
|
|
|
(b) untuk
memberikan bimbingan kepada remaja maka diperlukan pendekatan yang dilakukan
secara personal (personal aproach).
Karena seorang remaja memiliki karakter khusus/spesial antara satu dengan
lainnya sehingga memerlukan pendekatan yang berbeda antara satu dengan lainnya.
Pada fase ini remaja cenderung berbuat sesuatu yang berbeda dengan yang
lainnya.
Remaja sebagai segmen
dari siklus kehidupan manusia, menurut agama merupakan masa ”starting point”
pemberlakuan hukum tasyri
bagi seorang insani (mukkalaf). Oleh karena itu remaja sudah seharusnya
melaksanakan nilai-nilai agama dalam kehidupannya. Pemikiran ini didasarkan
kepada sabda Rasullullah SAW yang artinya : Pena (Pencatat amal) itu diangkat
untuk ketiga kategori manusia, yaitu jabang bayi sampai remaja, orang tidur
sampai bangun dan orang gila sampai sembuh kembali.”
Sumber :
Purwanto,
Ngalim. 1997. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya
Yusuf,
S.LN 2005. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung Remaja Rosdakarya
No comments:
Post a Comment