Perenialisme adalah
suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme
berasal dari kata perennial yang berarti abadi atau kekal. Jalan yang ditempuh
oleh kaum perenialis adalah dengan jalan mundur ke belakang, dengan menggunakan
kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan
hidup yang kukuh pada zaman kuno dan abad pertengahan.
Dalam pendidikan,
kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh
kekacauan serta mambahayakan tidak ada satu pun yang lebih bermanfaat daripada
kepastian tujuan pendidikan, serta kestabilan dalam perilaku pendidik. Mohammad
Noor Syam (1984) mengemukakan pandangan perenialis, bahwa pendidikan harus
lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah
teruji dan tangguh.
Perenialisme
memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan
manusia sekarang seperti dalam kebudayaan ideal.
Sementara
pandanganya dalam hal kenyataan, perenialisme berpendapat bahwa apa yang
dibutuhkan manusia terutama ialah jaminan bahwa realita itu bersifat universal
bahwa realita itu ada di mana saja dan sama di setiap waktu. Dengan keputusan
yang bersifat ontologism kita akan sampai pada pengertian pengerian hakikat.
Ontologi perenialisme berisikan pengertian : benda individual, esensi, aksiden
dan substansi. Benda individual adalah benda yang sebagaimana nampak di hadapan
manusia yang dapat ditangkap oleh indera kita seperti batu, kayu,dll
Esensi dari sesuatu
adalah suatu kualitas tertentu yang menjadikan benda itu lebih baik intrinsic
daripada halnya, misalnya manusia ditinjau dari esensinya adalah berpikir
Aksiden adalah keadaan khusus yang dapat berubah-ubah dan sifatnya kurang
penting dibandingkan dengan esensialnya, misalnya orang suka dengan
barang-barang antik.
Substansi adalah
suatu kesatuan dari tiap-tiap hal individu dari yang khas dan yang universal,
yang material dan yang spiritual.
Sementara itu dalam
persoalan nilai ia memiliki aliran bahwa nilai adalah persoalan spiritual,
sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya. Sedangkan perbuatan manusia
merupakan pancaran isi jiwanya yang berasal dari dan dipimpin oleh Tuhan.
Secara teologis, manusia perlu mencapai kebaikan tertinggi, yaitu nilai yang
merupakan suatu kesatuan dengan Tuhan. Untuk dapat sampai kesana manusia harus
berusaha dengan bantuan akal rationya yang berarti mengandung nilai
kepraktisan.
Menurut Aristoteles,
kebajikan dapat dibedakan: yaitu yang moral dan yang intelektual. Kebajikan
moral adalah kebajikan yang merupakan pembentukan kebiasaan, yang merupakan
dasar dari kebajikan intelektual. Jadi, kebajikan intelektual dibentuk oleh
pendidikan dan pengajaran. Kebajikan intelektual didasari oleh pertimbangan dan
pengawasan akal. Oleh perenialisme estetika digolongkan kedalam filsafat
praktis. Kesenian sebagai salah satu sumber kenikmatan keindahan adalah suatu
kebajikan intelektual yang bersifat praktis filosofis. Hal ini berarti bahwa di
dalam mempersoalkan masalah keindahan harus berakar pada dasar-dasar teologis,
ketuhanan.
Kepercayaan adalah
pangkal tolak perenialisme mengenai kenyataan dan pengetahuan. Artinya sesuatu
itu ada kesesuaian antara piker (kepercayaan) dengan benda-benda. Sedang yang
dimaksud benda adalah hal-hal yang adanya bersendikan atas prinsip
keabadian.Oleh karena itu, menurut perenialisme perlu adanya dalil – dalil
yang logis, nalar, sehingga sulit untuk diubah atau ditolak kebenarannya
Perenialisme
mengemukakan adanya hubungan antara ilmu pengetahuan dengan filsafat. Science
sebagai ilmu pengetahuan
No comments:
Post a Comment