Beranda

Welcome

Selamat Datang di Blog Sarana Informasi ...... Welcome on this blog...benvenuti nel nostro blog..bienvenue sur notre blog...Willkommen in unserem Blog... bienvenido a nuestro blog...... 블로그에 오신 것을 환영합니다 beullogeue osin geos-eul hwan-yeonghabnida....

Wednesday, April 22, 2020

Peranan Guru Pendidikan Anak Usia Dini



            Peranan adalah sesuatu yang jadi bagian atau memegang pimpinan yang terutama (dalam terjadinya sesuatu hal atau peristiwa). Peranan juga dikatakan perilaku atau lembaga yang punya arti penting bagi struktur sosial. Dalam hal ini kata peranan lebih banyak mengacu pada penyesuaian diri pada suatu proses.[1]
            Guru secara etimologis adalah orang yang pekerjaannya (mata pencaharian, profesinya) adalah mengajar. Barnadib menyamakan pengertian pendidik dengan guru. Menurutnya adalah orang yang mempunyai tanggung jawab dan melaksanakan pendidikan.[2] sedangkan menurut Tafsir pendidik dalam Islam adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik.[3]
            Secara umum peranan seorang guru ialah mendidik, yaitu membantu dalam mengupayakan perkembangan peserta didik dalam mengoptimalkan segala potensi hidupnya. Dalam hal ini setidaknya ada tiga persyaratan yang harus dimiliki oleh seseorang agar bisa menjadi seorang guru :
1)     Kewibawaan yaitu pengaruh positif normatif yang diberikan kepada orang lain atau anakdidik dengan tujuan agar yang bersangkutan dapat mengembangkan dirinya seoptimal mungkin. Dengan kewibawaan, maka secara langsung maupun tidak langsung akan menimbulkan kepercayaan diri peserta didik kepada pendidik sehingga dengan sendirinya akan timbul suatu kepatuhan dari peserta didik kepada pendidik.
2)     Pendidik harus mengenal secara pribadi peserta didiknya. Sebagai contoh, secara otomatis pendidik hafal nama asuhannya (terutama untuk pendidik anak luar biasa).
3)     Pendidik harus mengetahui bahwa peserta didik adalah “aku” yang berpribadi dan ingin bertanggung jawab, dan ingin menentukan diri sendiri.[4]
Berikut adalah beberapa peran guru yang harus diketahui dan dipahami oleh guru agar dapat melaksanakan tugasnya dalam mendidik dan membimbing anak guna untuk mencetak generasi yang bermoral. Diantara peran guru itu antara lain:
1)     Guru sebagai ahli instruksional
Guru harus secara tetap membuat keputusan tentang materi pelajaran dan metodenya. Keputusan ini didasarkan sejumlah faktor yang meliputi mata pelajaran yang akan disampaikan, kebutuhan dan kemampuan siswa serta seluruh tujuan yang akan dicapai.[5]
2)     Guru sebagai motivator
Untuk meningkatkan semangat belajar yang tinggi, siswa perlu memiliki motivasi yang tinggi, baik motivasi dari dalam dirinya sendiri (instrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik) terutama yang berasal dari gurunya, seperti memberikan dorongan kepada siswa untuk belajar lebih giat, memberikan tugas kepada siswa sesuai kemampuan dan perbedaan individual peserta didik.
Menurut pendapat Al-Ghazali sebagaimana dikutip oleh Abidin ada lima cara memberikan motivasi kepada anak didik yaitu: (a) Memberikan hadiah atau hukuman; (b) Melibatkan harga diri dan memberitahu hasil karya murid; (c) Memberikan tugas-tugas kepada mereka; (d) Mengadakan kompetisi belajar yang sehat; (e) sering mengadakan ulangan (tes)[6]
3)     Guru sebagai model
Tidak menjadi soap apa yang dilakukan seorang guru, guru akan berakting sebagai seorang model bagi siswa-siswa kita. Dalam banyak kasus, guru tidak menyadari peranan mereka sebagai model.[7]
Al-Ghazali menasehatkan  kepada  guru  agar  senantiasa  menjadi  teladan
dan pusat perhatian bagi muridnya. Guru harus mempunyai karisma yang tinggi. Semua perkataan, sikap dan perbuatan yang baik darinya akan memancar kepada muridnya.[8]
Sedangkan Al-Ghazali memberikan delapan batasan yang ketat bagi profesi pendidik sebagai syarat yang harus dipenuhi, sebagaimana dikutip oleh Syaefuddin yaitu:
a)   Pendidik harus mempunyai sifat kasih sayang terhadap anak didik serta mampu memperlakukan mereka sebagaimana anak sendiri. Sifat kasih sayang pendidik pada akhirnya akan melahirkan keakraban, percaya diri dan ketentraman belajar. Suasana yang kondusif inilah yang mempermudah proses transformasi ilmu pengetahuan.
b)  Pendidik melakukan aktifitas karena Allah SWT. Artinya pendidik tidak melakukan komersialisasi dunia pendidikan. Dunia pendidikan adalah sarana transfer ilmu pengetahuan yang merupakan kewajiban bagi setiap orang yang berilmu.
c)   Pendidik harus memberi nasehat yang baik kepada anak didik. Seperti, pendidik harus mengarahkan murid dalam tahapan-tahapan belajar.
d)  Pendidik harus mampu mengarahkan anak didik kepada hal-hal yang positif dan mencegah mereka melakukan aktifitas yang destruktif. Segala bentuk nasehat ini dilakukan dengan cara yang halus dan tidak melukai perasaan. Hal ini dilakukan untuk menjaga kestabilan emosi mereka dalam kerangka proses belajar.
e)   Mengenali tingkat nalar dan intelektualitas anak didik. Pendidik harus mengenali perbedaan individu anak didik. Sehingga dapat diidentifikasi kemampuan khususnya. Dalam konteks ini pendidik dituntut untuk mampu berkomunikasi dengan “bahasa” mereka agar proses belajar dapat berjalan dengan baik dan tepat sasaran.
f)   Pendidik harus dapat menumbuhkan kegairahan murid terhadap ilmu yang dipelajarinya tanpa menimbulkan sikap apriori terhadap disiplin ilmu yang lain. Hal ini dilakukan untuk menghindarkan anak didik terjebak pada sikap fanatik terhadap suatu disiplin ilmu melainkan yang lain.
g)  Pendidik harus mampu mengidentifikasi kelompok anak didik usia dini dan secara khusus memberikan materi ilmu pengetahuan yang sesuai dengan perkembangan kejiwaannya. Kelompok usia dini ini lebih tepat diberi ilmu praktis, tanpa argumentasi yang berat dan melelahkan.
h)  Guru bersedia mengamalkan ilmunya, sehingga yang ada adalah menyatukan ucapan dan tindakan. Hal ini penting sebab bagaimanapun ilmu hanya diketahui oleh mata hati (bash’ir), sedangkan perbuatan diketahui dengan mata kepala (abshar).[9]



[1] Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: UI Press, 1982), hlm. 48
[2] Barnadib, Pendidikan Perbandingan. (Yogyakarta: Andi Offset, 1998), hlm. 76
[3] Tafsir. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 74
[4] Ahmadi dan Nur Uhbiyati. Ilmu Pendidikan. (Jakarta:Rineka Cipta, 2001), hlm. 48-49
[5] Wuryani. Psikologi Pendidikan….hlm. 27
[6] Rusn, A.I. Pemikiran Al-Ghazali tentang pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 72
[7] Wuryani,  Psikologi Pendidikan…., hlm. 29
[8] Rusn, A.I. Pemikiran Al-Ghazali tentang Pendidikan. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 72
[9] Syaefuddin, A. Percikan Pemikiran Imam Al-Ghazali dalam Pengembangan Pendidikan Islam Berdasarkan Prinsip Al-Qur’an dan Assunnah (Bandung:Pustaka Setia, 2005), hlm. 124-127

No comments:

Post a Comment

About

Popular Posts