Beranda

Welcome

Selamat Datang di Blog Sarana Informasi ...... Welcome on this blog...benvenuti nel nostro blog..bienvenue sur notre blog...Willkommen in unserem Blog... bienvenido a nuestro blog...... 블로그에 오신 것을 환영합니다 beullogeue osin geos-eul hwan-yeonghabnida....

Monday, July 9, 2018

MAKALAH PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA




I.          PENDAHULUAN
Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi anak. Dalam kehidupan anak tentunya keluarga merupakan tempat yang sangat vital.
Anak memperoleh pengalaman pertamanya dari keluarga, dalam keluarga peranan orang tua sangatlah penting mereka merupakan model bagi anak. Ketika orang tua melakukan sesuatu anak-anak akan mengikuti orang tua mereka.
Hal ini disebabkan anak dalam masa meniru orang tua yang satu dengan orang tua yang lainnya. Dalam mendidik anak-anak tentunya juga berbeda.
Mereka mempunyai suatu gaya atau tipe-tipe tersendiri. Dan tentunya gaya-gaya tersebut akan berpengaruh terhadap perkembangan anak. Oleh karena itu lingkungan keluarga sangatlah penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak terutama perkembangan sosio-emosinya.

II.      RUMUSAN MASALAH
A.    Pengertian Pendidikan Anak dalam Keluarga.
B.     Tujuan Pendidikan Anak dalam Keluarga.
C.     Peran Pendidikan Anak dalam Keluarga.
D.    Tanggung Jawab Keluarga.
E.     Kajian Perilaku Anak dalam Keluarga.
F.      Model Pendidikan Orang Tua dalam Keluarga.
G.    Interaksi Sosial Edukatif Orang Tua dan Anak.
H.    Telaah Perilaku dan Sikap Orang Tua dan Sikap Orang Tua yang Mendukung Tumbuh Kembang Anak.




III.   PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pendidikan Anak dalam Keluarga
Didalam keluarga perlu diperkaitkan dalam memberikan kasih sayang, jangan berlebih-lebihan dan jangan pula kurang. Oleh karena itu keluarga harus pandai dan tepat dalam memberikan kasih sayang yang dibutuhkan oleh anaknya.
Pendidikan keluarga yang baik adalah pendidikan yang memberikan dorongan kuat kepada anaknya untuk mendapatkan pendidikan agama.
Pendidikan keluarga mempunyai pengaruh yang penting untuk mendidik anak. Hal tersebut mempunyai pengaruh yang positif dimana lingkungan keluarga memberikan dorongan atau memberikan motivasi dan rangsangan untuk menerima, memahami, meyakini, serta mengamalkan ajaran Islam. Dalam keluarga hendaknya dapat direalisasikan tujuan pendidikan agama Islam.
Yang mempunyai tugas untuk merealisasikan itu adalah orang tua. Oleh karena itu ada beberapa aspek pendidikan yang sangat penting untuk diberikan dan diperhatikan orang tua diantaranya:

1.      Pendidikan  Ibadah
Aspek pendidikan ibadah ini khususnya pendidikan shalat disebutkan dalam firman Allah, yang artinya :
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah manusia untuk mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu, sesungguhnya hal yang demikian itu termasuk diwajibkan oleh Allah”. (Q.S.Luqman : 17).
Pendidikan dan pengajaran al-Qur’an serta pokok-pokok ajaran Islam yang lain telah disebutkan dalam hadist artinya : “Sebaik-baiknya dari kamu sekalian adalah orang yang belajar al-Qur’an dan kemudian mengamalkan”.
Penanaman pendidikan ini harus disertai contoh konkret yang masuk pemikiran anak, sehingga penghayatan mereka disadari dengan kesadaran rasional.
Dengan demikian anak sedini mungkin sudah harus diajarkan mengenai baca dan tulis kelak menjadi generasi Qur’ani yang tangguh dan menghadapi zaman.

2.      Pendidikan Akhlakul Karimah
Orang tua mempunyai kewajiban untuk menanamkan akhlakul karimah pada anak-anaknya, dan pendidikan akhlakul karimah sangat penting untuk diberikan oleh orang tua kepada anak-anaknya dalam keluarga, sebagai firman Allah yang artinya :
“Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakanlah suaramu dan sesunggunya seburuk-buruk suara adalah suara himkar”. (Q.S.Luqman : 19).
Dari ayat ini telah menunjukkan dan menjelaskan bahwa tekanan pendidikan keluarga dalam Islam adalah pendidikan akhlak, dengan jalan melatih anak membiasakan hal-hal yang baik menghormati kedua orang tua, bertingkah laku sopan, baik dalam berprilaku keseharian maupun dalam bertutur kata.

3.      Pendidikan Akidah
Pendidikan Islam dalam keluarga harus memperhatikan pendidikan akidah islamiyah, dimana akidah itu merupakan inti dari dasar keimanan seseorang yang harus ditanamkan kepada anak sejak dini, sejalan dengan firman Allah yang artinya:
“Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya diwaktu ia memberi pelajaran padanya : Hai anakku janganlah kamu mempersekutukan Allah, benar-benar merupakan kedhaliman yang besar”. (Q.S.Luqman : 13).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa akidah harus ditanamkan kepada anak yang merupakan dasar pedoman hidup seorang muslim. (1)

B.     Tujuan Pendidikan Anak dalam Keluarga
Hoghughi (2014) menyebutkan bahwa pendidikan mencakup beragam aktifitas yang bertujuan agar anak dapat berkembang secara optimal dan dapat bertahan hidup dengan baik.
Prinsip pendidikan menurut Hoghughi tidak menekan pada siapa (pelaku). Namun lebih menekan pada tujuan dari perkembangan dan pendidikan anak. Oleh karenanya, tujuan pendidikan meliputi pendidikan fisik, pendidikan emosi dan pendidikan sosial.
1.      Pendidikan fisik mencakup semua aktifitas yang bertujuan agar anak dapat bertahan hidup dengan baik dengan menyediakan kebutuhan dasarnya.
2.      Pendidikan emosi mencakup pendampingan ketika anak menjalani kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan seperti merasi terasing dari teman-temannya, takut atau mengalami trauma.
Pendidikan emosi ini pendidikan agar anak merasa dihargai sebagai seorang individu, mengetahui rasa dicintai, serta memperoleh kesempatan untuk menentukan pilihan, dan untuk mengetahui resikonya.
Pendidikan emosi ini bertujuan agar anak mempunyai kemampuan yang stabil dan konsisten dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
3.      Sementara itu, pendidikan sosial bertujuan agar anak tidak merasa terasing dari lingkungan sosialnya, yang akan berpengaruh terhadap perkembangan anak pada masa selanjutnya.

C.    Peran Pendidikan Anak dalam Keluarga
Peran keluarga dalam pendidikan anak dapat dilakukan dengan beberapa pola, yaitu :
1)      Bermain pada anak
Bermain merupakan salah satu cara yang tepat untuk melepaskan atau menumpahkan seluruh energi dan peranan yang dimiliki anak termasuk didalamnya emosi anak. Selain itu, biasanya dengan bermain anak juga dapat mengembangkan hubungan sosial mereka.
2)      Permainan dapat melatih kecerdasan sosial, emosional antara lain :
-          Bermain peran dengan boneka tangan meupun wayang.
-          Ajak anak keluar rumah untuk berinteraksi dengan orang lain.
-          Film pembelajaran bermuatan nilai sosial emosional.
-          Ajak anak bermain kelompok (cooperatif play) seperti sepak bola.
3)      Sentuhan belaian danpelukan kepada anak
Interaksi aura orang tua dengan anak sangat berpengaruh terhadap kecerdasan sosial emosional anak.
Sentuhan, belaian, dan pelukan yang diberikan kepada anak merupakan beberapa cara yang tepat untuk membangun hubungan baik atau kedekatan antara orang tua dengan anak.
4)      Pemberian kata positif dan empati orang tua terhadap anak
Kata positif yang diberikan kepada anak membuat anak termotivasi untuk melakukan dan mengulangi perilaku yang positif dan membuat anak percaya diri.
Sedangkan empati dari orang tua berada dipihaknya, terutama saat anak memiliki masalah, empati orang tua sangatlah penting agar anak dapat lebih tenang dan merasa orang tua merasakan apa yang anak rasakan.

D.    Tanggung Jawab Keluarga
Kelahiran anak dalam suatu keluarga selain memberikan kebahagiaan tersendiri juga menimbulkan tugas baru bagi kedua orang tuanya, tanggung jawab terhadap pemeliharaan dan pendidikannya Islam memandang anak adalah amanah Allah yang harus dipelihara dengan baik dari segala sesuatu yang membahayakan baik yang berhubungan dengan badaniah maupun rohaniah (Q.S.An-Nisa : 9).
Beberapa yang penting dalam menegakkan tanggung jawab orang tua terhadap anak diantaranya sebagai berikut :
1)      Ibu didorong untuk mengasuh anak-anaknya. Pengasuhan ini terlihat saat kehamilan, yang berarti keamanan anak dari segala sesuatu yang bersifat keduniawian pada saat dalam kandungan. Dari sini bisa ditarik keimpulan, seorang ibu pada dasarnya seorang pengasuh anak.
Bahwa dia secara tidak langsung ditugaskan untuk mengasuh anak sendirian, akan tetapi peran seorang ibu juga memberikan pendidikan dari usia dini hingga kejenjang pendidikan formal.
2)      Ayat ini juga menjelaskan tanggung jawab seorang bapak untuk menghidupi anak-anaknya, seorang suami adalahorang yang bertanggung jawab bagi kesejahteraan anggota keluarganya dan untuk menyediakan alat untuk memenuhi pangan, pakaian, tempat berteduh, dan kebutuhan lain untuk istrinya atau mereka yang menjadi tanggung jawabnya dan anak-anaknya. Jadi ayah berperan penting dalam kehidupan keluarga.
3)      Pendidikan anak sebaiknya dirundingkan oleh kedua orang tua. Ketika keseimbangan antara hak dan tanggung jawab dengan cara memberikan pendidikan aqidah (keimanan). Pendidikan agama dan pendidikan akhlak yang tepat dalam seluruh aspek pada diri anak, menempatkan tanggung jawab utama setiap orang tua sehingga mereka tak mudah dipengaruhi oleh kondisi dan situasi yang bagaimanapun. Dalam hal ini kedua orang tua harus memberikan pendidikan di lingkungan keluarga serta menyerahkan kelembagaan tertentu dalam bidang pendidikan. Mendidik anak-anak dengan pengetahuan agama, aqidah muamalah, dan sejarah serta sesuai dengan tingkat usianya. Kewajiban pendidik dalam hal ini adalah menumbuhkan anak atas dasar pemahaman dasar-dasar iman dan ajaran Islam sebagai aqidah maupun ibadah dan hanya mengambil Islam sebagai agamanya.
Al-Qur’an sebagai imannya dan rasul sebagai pemimpin dan teladannya pembinaan dan pembiasaan ajaan agama pada anak sejak kecil. Sanagt penting karena dengan demikian akan dapat mengetahui dan menangkap bahasa dan pengertian yang berhubungan dengan agama secara berlahan-lahan karena kecerdasannya belum sampai ketaraf untuk mendapat hal-hal yang sifat abstrak.
Zakiah Darajat mengatakan apabila latihan-latihan keagamaan dilalaikan diwaktu kecil atau diberikan dengan yang kaku, salah, dan tidak akan cocok dengan kemampuan, maka ketika dewasa anak kurnag peduli terhadap ajaran agama, dari uraian ini dapat dipahami bahwa kedua orang tualah sebagai pendidik pertama dan utama dalam setiap keluarga, dan bertanggung jawab penuh terhadap kelangsungan pendidikan anak-anaknya, terutama sekali di bidang aqidah (keimanan) sehingga menjadi anak yang taat bertaqwa kepada Allah SWT. berguna kepada kedua orang tua, agama, nusa dan bangsa.

E.     Kajian Perilaku Anak dalam Keluarga
Menurut Hurlock, bahwa perkembangan sosial anak merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial.
1.      Proses perkembangan sosial
Proses sosialisasi ini terpisah, tetapi saling berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya.
Menurut Harlock antara lain :
a.       Belajar untuk bertingkah laku dengan cara yang tepat diterima di masyarakat.
b.      Belajar memainkan peran sosial yang ada di masyarakat.
c.       Mengembangkan sikap/tingkah laku sosial terhadap individu lain dan aktifitas sosial yang ada di masyarakat.
Berdasrkan ke-3 tahap proses sosial ini individu dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :
a.       Individu sosial
b.      Individu nonsosial
Menurut teori perkembangan psikososial Erikson ada 4 (empat) tingkat perkembangan anak yaitu :
a.       Usia anak 0-1 tahun, yaitu trust versus mistrust.
Pengasuhan dengan kasih sayang yang tulus dalam pemenuhan kebutuhan dasar bayi menimbulkan “trust” pada bayi terhadap lingkungannya. Apabila sebaliknya akan menimbulkan “mistrust” yaitu kecemasan dan kecurigaan terhadap lingkungan.
b.      Usia 2-3 tahun, yaitu autonomy versus shame and doubt.
Pengasuhan melalui dorongan untuk melakukan apa yang diinginkan anak, dan sesuai dengan waktu dan caranya sendiri dengan bimbingan orang tua atau pendidik yang bijaksana, maka anak akan mengembangkan kesadaran autonomy. Sebaliknya apabila pendidik tidak sabar, banyak melarang anak akan menimbulkan sikap ragu-ragu pada anak. Hal ini dapat membuat anak merasa malu.
c.       Usia 4-5 tahun, yaitu inisiative versus guilt, yaitu pengasuhan dengan memberi dorongan untuk bereksperimen dengan bebas dalam lingkungannya. Pendidik dan orang tua tidak menjawab langsung pertanyaan anak, maka mendorong anak untuk berinisiatif sebaliknya, bila anak selalu dihalangi, pertanyaan anak disepelekan maka anak akan selalu merasa bersalah.
d.      Usia 6-11 tahun, yaitu industry versus inferiority, bila anak dianggap sebagai “anak kecil” baik adalah orang tua, pendidik maupun lingkungannya, maka akan berkembang rasa rendah diri, dampaknya anak kurang suka melakukan tugas-tugas yang bersifat intelektual dan kurang percaya diri. (5)

F.     Model Pendidikan Orang Tua dalam Keluarga
1.      Dalam menciptakan keluarga yang kondusif para orang tua hendaknya memperhatikan suasana harmonis dan kondusif dalam keluarga, sehingga memungkinkan pertumbuhan anak secara normal yang diantaranya meliputi :
a.       Sikap orang tua yang authoritative dengan memberikan kebebasan kepada anak untuk berpendapat melalui pembelian pengarahan-pengarahan yang tidak hanya bersifat satu arah, sediakan waktu untuk diskusi, hargai pendapat mereka sekalipun mungkin salah.
b.      Pertanyaan-pertanyaan anak yang tidak diperhatikan akan mematikan rasa ingin tahu, yang berdampak pada anak, menjadi masa bodoh dan bersikap tidak peduli dan akan menjadikan sulit berkembang baik kecerdasan maupun kreativitasnya.
c.       Bermain, baik dalam arti metode belajar (learning by playing) maupun bermain bersamaanak (aktifitas fisik) gerakan-gerakan seperti berguling, melompat-lompat, berayun-ayun sangat mempengaruhi syaraf-syaraf kecerdasan anak. Helicopterspin salah satu metode yang dapat digunakan, melalui bermain dapat dimaksimalkan saluran indrawi.
d.      Berikan keteladanan, bagi anak menirukan pekerjaan yang dilakukan ornag tua lebih mudah dibandingkan dengan melakukan apa yang diucapkan, tunjukkan sikap, ucapan maupun perilaku baik yang dapat dicontoh oleh anak.
e.       Hindari hukuman fisik, hukuman fisik lebih banyak menimbulkan dampak negatif, jika emosi ornag tua sudah tinggi, hukuman fisik seringkali merupakan pelampiasan yang tidak terhendaki.
f.       Berikan perhatian pada kebutuhan anak kuhususnya yang berkaitan dengan emosi dan intelektual mereka, harus disadari bahwa kebutuhan seorang anak tidak hanya fisik semata.
2.      Kondisikan dengan suasana membaca
Para orang tua dapat memperkenalkan buku cerita kepada anak sendiri mungkin dan saat yang paling mudah menanamkan kebiasaan membaca adalah saat anak belum bisa protes, yaitu waktu bayi. Bahkan sejak dalam kandungan, jika kita membacakan cerita kepada bayi setiap malam secara rutin, maka acara tersebut menjadi suatu ritual yang dinantikan anak membaca cerita kepada bayi juga mengembangkan keingintahuan serta kecerdasan anak. Ketika bayi semakin besar, sudah bisa duduk dipangkuan, mulai meraba buku dan merasakan kehangatan orangtua pada saat membacakan cerita dan itu suatu perasaan yang sangat menyenangkan anak. Perasaan itu akan terus terbawa sampai dewasa, inilah yang disebut dengan neuro association. Dengan demikian bagi anak, buku menjadi suatu yang menyenangkan saat besar.
3.      Pemberian sugestif positif dan tidak membandingkan dengan anak lain
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar waktu dari perjalanan hidup manusia lebih banyak mendapatkan sugesti yang negatif dibandingkan yang positif. Untuk itulah disarankan agar memberi dorongan pada apa yang harus dilakukan bukan yang dilarang, karena dorongan akan membuat anak berani mencoba sementara larangan membuat anak menjadi takut untuk mencoba.
Sedangkan anak diserahkan membandingkan dengan anak lain karena secar aumum manusia tidak akan berkenan jika dibandingkan dengan orang lain demikian pula pada anak.
Hal ini akan berdampak rendahnya rasa percaya diri yang disebabkan eksistensi diri yang tidak dihargai.
4.      Perkenalkan bahasa kedua
Memperkenalkan bahasa kedua (Arab, Inggris, Jepang, Jerman, Perancis) kepada anak sejak awal adalah saat yang paling tepat. Kemampuan belajar suatu bahasa asing paling tinggi sejak kelahiran hingga usia 6 tahun, dan sesudah itu menurun secara tetap dan tidak terpulihkan. Lonjakan terbesar dan perkembangan otak mulai berakhir pada usia sekitar 10 tahun. Oleh karena itu bahasa asing sebaiknya diajarkan sedini mungkin.

G.    Interaksi Sosial Edukatif Orang Tua dan Anak
Interaksi sosial edukatif orang tua dan anak adalah pemberian cinta dan kasih sayang dan keterampilan berhubungan dengan sosial termasuk etika dan nilai. Berapa manfaat pengasuhan sosial emosional antara lain :
1.      Empati
2.      Mengendalikan amarah
3.      Kemadirian
4.      Disukai, ketekunan
5.      Kesetiakawanan
6.      Keramahan dengan sikap hormat
7.      Kemampuan beradaptasi
8.      Kemampuan memecahkan masalah
9.      Kecakapan sosial
10.  Integritas dan konsisten
11.  Komitmen jujur berpikir terbuka
12.  Kreatif, adil, dan bijaksana
13.  Kemampuan mendengarkan
14.  Kemampuan berkomunikasi, motivasi
15.  Kemampuan bekerja sama
16.  Keinginan untuk berkontribusi, dll

Langkah orangtua dalam melatih emosional anak :
1.      Menyadari emosi anaknya.
2.      Mengakui emosi itu sebagai peluang untuk kedekatan dan mengajar.
3.      Mendengarkan dengan penuh empati dan meneguhkan perasaan anak tersebut.
4.      Menolong anaknya menemukan kata-kata untuk memberi nama emosi yang sedang di alaminya.
5.      Menentukan batas-batas sambil membantu anak memecahkan masalah yang dihadap.
Pengaruh daripada Asuh salam mengembangkan sosial emosional anak, dalam perkembangan sosio emosional anak, tentu ada beberapa faktor yang ikut mempengaruhinya. Ada 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi perkembangan sosio emosional anak, yaitu :

1.      Ada 3 (tiga) tipe gaya atau cara ornag tua mendidik anak yakni : otoriter, permisif, dan otoritatif.


TIPE
PERILAKU ORANG TUA
KARAKTERISTIK ANAK
Otoriter
Kontrol yang ketat dan penilaian yang kritis terhadap perilaku anak sedikit dialog (memberi dan menerima) secara verbal, serta kurang hangat dan kurang terjalin secara emosional.
Menarik diri dari pergaulan serta tidak puas dan tidak percaya terhadap orang lain.
Permisif
Tidak mengontrol menuntut, sedikit menerapkan hukuman dan kekuasaan, penggunaan nalar, hangat dan menerima.
Kurang dalam harga diri, kendali diri dan kecenderungan untuk bereksplorasi.
Otoritatif
Mengontrol menuntut, hangat, reseptif, rasional, berdialog (memberi dan menerima) secara verbal serta menghargai disiplin kepercayaan diri dan keunikan.
Mandiri, bertanggung jawab secara sosial, memiliki kendali diri bersifat eksploratif dan percaya diri.

Contoh penerapan teknis pengasuhan sosial emosional dapat dilakukan dengan beberapa pola, yaitu :
1.      Bermain pada anak
Bermain merupakan salah satu cara yang tepat untuk melepaskan atau menumpahkan seluruh energi dan perasaan yang demikian anak termasuk di dalamnya emosi anak. Selain itu biasanya dengan bermain anak juga dapat mengembangkan hubungan sosial mereka. Permainan yang dapat melatih kecerdasan sosial emosional antara lain :
a.       Bermain peran dengan boneka tangan meupun wayang.
b.      Film pembelajaran bernuansa nilai sosial emosional.
c.       Ajak anak keluar rumah untuk berinteraksi dengan orang lain.
d.      Ajak anak bermain kelompok (cooperatif play) seperti sepak bola
2.      Sentuhan belaian dan pelukan kepada anak
Interaksi antara ornag tua dengan anak sangat berpengaruh terhadap kecerdasan sosial emosional anak. Sentuhan, belaian, dan pelukan, yang diberikan kepada anak yang merupakan beberapa cara yang tepat untuk membangun hubungan baik atau kelekatan antara orangtua dengan anak.

3.      Pemberian kata positif dan empati ornag tua terhadap anak
Kata positif yang diberikan kepada anak membuat anak termotivasi untuk melakukan dan mengulangi perilaku yang positif dan membuat anak percaya diri. Sedangkan empati dari orang tua membuat anak merasa orang tua berada dipihaknya, terutama saat anak memiliki masalah, empati dari orangtua sangatlah penting agar anak dapat lebih tenang dan merasa orang tua merasakan apa yang anak rasakan.

H.    Telaah Perilaku dan Sikap Orang Tua dan Sikap Orang Tua yang Mendukung Tumbuh Kembang Anak
Para ahli telah membuktikan bahwa kita sendiri sebagai orang tua dapat merasakan bahwa usia balita adalah usia yang luar biasa bagi perkembangan intelektual dan kreatifitas seorang anak.
Masa balita sering disebut the golden age, masa keemasan seorang manusia yang kini disadari adalah peranan orang tua dalam memberikan kesempatan dan memberi rangsangan karena jelas mereka belum bisa memperolehnya sendiri, bukan bantuan ornag lain yang paling dekat adalah orangtua.
Dalam kehidupan sekarang ini tidak kalah pentingnya adalah kecerdasan emosi yang dikaitkan dengan kematangan emosi seperti bijaksana dalam mengambil keputusan, dapat menimbang, berimajinasi dampak dari keputusan yang diambil. Anak-anak yang memiliki kecerdasan yang tinggi mempunyai ciri-ciri :
1.      Mempunyai kelincahan dalam berpikir seperti tanggap dalam sesuatu, mempunyai daya ingat yang baik dan efektif, walaupun masih kecil dapat berkonsentrasi dalam waktu lama pada hal-hal yang menarik minat mereka.
2.      Mempunyai semangat bersaing yang tinggi baik bersaing terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain, memiliki keinginan besar untuk selalu lebih baik, maupun memotivasi diri sendiri.
3.      Cepat menemukan perbedaan-perbedaan dan mudah menangkap sesuatu yang tidak biasa.
4.      Dapat menggunakan kesadaran yang tinggi untuk mengumpulkan informasi dengan cepat dan hal ini dapat memungkinkan mereka untuk cepat belajar dari pengalaman termasuk meniru pelaku dari orang lain.
5.      Memiliki kepekaan yang tinggi, lebih responsif dan membutuhkan pendekatan yang lembut dan pujian yang cukup, juga memiliki emosi yang baik.
6.      Keinginan belajar yang tinggi dari sumber apapun.
7.      Memiliki rasa ingin tahu yang besar melalui pertanyaan-pertanyaan yang dikeluarkan secara aktif dan berkesinambungan.
8.      Kemampuan bertahan menghadapi frustasi.
9.      Mampu mengendalikan diri, mengatur suasana hati, dan menjaga beban stress agar tidak melumpuhkan kemampuan berfikir.
10.  Mempunyai latar belakang yang cukup.

Bagi anak yang berfikir kreatif, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1.      Memiliki rasa ingin tahu yang besar.
2.      Aktif dan giat bertanya serta tanggap terhadap suatu pertanyaan.
3.      Selalu bersikap terbuka terhadap hal-hal baru yang berbeda.
4.      Selalu ingin menemukan dan meneliti tentang sesuatu.
5.      Senang pada tugas berat dan sulit.
6.      Cenderung menemui jawaban yang luas dan memuaskan.
7.      Berdedikasi tinggi dan aktif dalam  menjalankan tugas.
8.      Memiliki cara berpikir yang fleksibel divergen dan konvergen.
9.      Berkemampuan menganalisis dan mengsintesis masalah.
10.  Mempunyai daya imajinasi dan abstraksi yang baik.
11.  Memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan mandiri.
12.  Memiliki kemampuan melahirkan berbagai gagasan dalam menyelesaikan masalah dan memiliki aspirasi yang baik.
13.  Memiliki latar belakang membaca yang cukup luas.




DAFTAR PUSAKA


1.      Anwar. Pendidikan Anak Dini Usia, Bandung 40153.

2.      Hidayat Nur. Mengembangkan Kecerdasan Spiritual bagi Anak. Depak. Sleman. Yogyakarta 55282.

3.      Mansur. Pendidikan anak Usia Dini. Pustaka Pelajar. Yogyakarta 55167.

4.      Norma. Pendidikan Anak Usia Dini. Pustaka Pelajar. Yogyakarta 55167.

5.      Spock Benyamin. Menghadapi Anak disaat Sulit. Dela Pratasa Publishing KDT 2004.





No comments:

Post a Comment

About

Popular Posts