Beranda

Welcome

Selamat Datang di Blog Sarana Informasi ...... Welcome on this blog...benvenuti nel nostro blog..bienvenue sur notre blog...Willkommen in unserem Blog... bienvenido a nuestro blog...... 블로그에 오신 것을 환영합니다 beullogeue osin geos-eul hwan-yeonghabnida....

Saturday, July 14, 2018

Pergeseran Kekuasaan Legislatif


Kekuasaan legislatif selama ini memang tidak ditentukan secara tegas harus berada di tangan DPR. Dalam UUD Pasal 5 ayat (1) lama malah dinyatakan: ”Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang dengan persetujuan DPR”. Memang ditentukan pula dalam Pasal 20 ayat (1) lama bahwa ”Anggota DPR berhak memajukan rancangan undang-undang”. Akan tetapi, hak inisiatif memajukan RUU itu sifatnya hanya tambahan terhadap kewenangan utama (primer) yang dimiliki oleh DPR dibandingkan dengan kewenangan utama membentuk udang-undang yang dimiliki oleh Presiden.
Dalam penjelasan UUD 1945, dapat ditemukan adanya pengertian mengenai ”persetujuan DPR” dan mengenai fungsi legislatif Presiden ’bersama-sama’ DPR. Kewenangan DPR untuk memberikan persetujuan itu terhadap setiap RUU dapat saja ditafisrkan memberikan kedudukan yang lebih tinggi, lebih rendah atau setara kepada DPR dalam berhadapan dengan Pemerintah.
Sebenarnya fungsi legislatif hanyalah merupakan sebagian dari tugas parlemen. Yang lebih diutamakan dari parlemen adalah fungsi ’controlling’ bukan ’legislation’. Bahkan meskipun secara formil fungsi legislatif itu ditentukan dalam konstitusi sebagai fungsi pokok parlemen, tetapi dalam prakteknya justru fungsi legislatif itu tetap saja tidak efektif untuk menggambarkan adanya kesetaraan derajat antara pemerintah dan parlemen.
Akan tetapi dalam perubahan UUD 1945 pasal 5 ayat (1) ditegaskan bahwa DPR memegang kekuasan membentuk undang-undang”. Malah ditentukan secara terbalik bahwa Presiden diberi hak untuk mengajukan RUU kepada DPR. Artinya pemegang utama (primer) kekuasaan legislatif untuk membentuk undang-undang adalah DPR, sedangkan Presiden hanyalah pemegang kekuasaan sekunder.
Perubahan tersebut membawa implikasi terjadinya pergeseran kekuasaan legislatif dari Presiden ke DPR yang berdampak sangat prinsipil. Dapat dikatakan bahwa semangat yang terkandung di dalam perubahan itu adalah untuk memastikan dianutnya pinsip pemisahan yang tegas antara kekuasaan legislatif dan eksekutif dalam hubungan anatra parlemen dan pemerintah.

Dalam Pasal 20 ayat (2) ditegaskan bahwa tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan bersama antara Presiden dan DPR. Akan tetapi, persetujuan itu haruslah dilakukan melalui proses persidangan. Dalam sistem demokrasi, bisa saja terjadi bahwa meskipun pihak Pemerintah berbeda pendapatnya dengan kekuatan oposisi di parlemen, namun putusan akhir dalam pembahasan suatu RUU, justru dimenangkan kelompok oposisi. Dalam hal demikian, Presiden dihadapkan pada pilihan mengesahkan atau tidak mengesahkan RUU tersebut. Sudah tentu, Presiden berhak untuk menolak mengesahkan RUU tersebut, dan hak inilah yang biasa disebut sebagai hak veto Presiden.

No comments:

Post a Comment

About

Popular Posts