Beranda

Welcome

Selamat Datang di Blog Sarana Informasi ...... Welcome on this blog...benvenuti nel nostro blog..bienvenue sur notre blog...Willkommen in unserem Blog... bienvenido a nuestro blog...... 블로그에 오신 것을 환영합니다 beullogeue osin geos-eul hwan-yeonghabnida....

Saturday, July 14, 2018

DEFINISI POLITIK HUKUM



Indonesia adalah negara hukum, sebagaimana yang diterangkan dalam penjelasan UUD 1945, maka segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan negara dan pemerintahan harus berlandaskan dan berdasarkan atas hukum, sebagai barometer untuk mengukur suatu perbuatan atau tindakan telah sesuai atau tidak dengan ketentuan yang telah disepakati.
Satjipto Rahardjo mendefinisikan politik hukum sebagai aktivitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial dengan hukum tertentu di dalam masyarakat yang cakupannya meliputi jawaban atas beberapa pertanyaan mendasar, yaitu 1) tujuan apa yang hendak dicapai melalui sistem yang ada; 2) cara-cara apa dan yang mana yang dirasa paling baik untuk dipakai dalam mencapai tujuan tersebut; 3) kapan waktunya dan melalui cara bagaimana hukum itu perlu diubah; 4) dapatkah suatu pola yang baku dan mapan dirumuskan untuk membantu dalam memutuskan proses pemilihan tujuan serta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut dengan baik.  
Sedangkan menurut Machfud, MD, politik hukum (dikaitkan di Indonesia) adalah sebagai berikut :
1)      Bahwa definisi atau pengertian hukum juga bervariasi namun dengan meyakini adanya persamaan substantif antara berbagai pengertian yang ada atau tidak sesuai dengan kebutuhan penciptaan hukum yang diperlukan.
2)      Pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada, mengutarakan posisi politik hukum dalam pohon ilmu hukum sebagai ilmu. Politik hukum merupakan salah satu cabang atau bagian dari ilmu hukum. Menurutnya ilmu  hukum terbagi atas :
a)      Dogmatika hukum
b)      Sejarah hukum
c)      Perbandingan hukum
d)     Politik hukum
e)      Ilmu hukum umum
Di antara politik dan hukum terhadap hubungan yang sangat erat dan merupakan two faces of a coin, saling menentukan dan mengisi. Adakalanya kebijakan politis yang berperan utama untuk menentukan materi hukum yang seyogyanya berlaku dalam negara, sesuai dengan pandangan dan pertimbangan politik. Di lain posisi, hukum berperan mengatur lalulintas kehidupan politik bagi masyarakat politik itu, baik yang berada di suprastruktur maupun infrastruktur politiknya, baik kalangan partai politik sebagai nucleus-nya maupun bagi ormas-ormas selaku plasma masyarakat politik itu.
Jika kita berpandangan non-dogmatik, dan memandang hukum bukan sekedar peraturan yang dibuat oleh kekuasaan politik, maka tentu saja persoalan lebih lanjut tentang hubungan kekuasaan hukum dan kekuasaan politik masih bisa berkepanjangan. Namun jika berpandangan “positif” yang memandang hukum semata-mata hanya produk kekuasaan politik, maka dirasa tidak relevan lagi pertanyaan tentang hubungan antara kekuasaan hukum dan kekuasaan politik, karena pada akhirnya mereka mengidentikkan antara hukum dan politik tersebut.
Bagi kaum non-dogmatif hukum bukan sekedar undang-undang. Hukum tergantung pada penerimaan umum dan bahwa setiap kelompok menciptakan hukum yang hidup, dimana di dalamnya masing-masing terkandung kekuatan kreatif.
Perlu ditegaskan disini, bahwa yang kita maksudkan dengan politik adalah segala sesuatu yang bertalian dengan kekuasaan resmi suatu pemerintahan Negara. Mungkin seluruh Negara yang ada di dunia kini, apapun wujudnya (kerajaan atau republik; berpaham liberal atau sosialis; menggunakan sistem demokrasi ataupun otoriter/diktator) menyatakan Negara mereka sebagai Negara hukum. Olehnya senantiasa timbul pertanyaan yang mana yang lebih dominan, kekuasaan hukum atau kekuasaan Negara?
Menurut Mac Iver yang membedakan 2 jenis hukum. Yang pertama hukum berada di bawah pengaruh politik, dan yang kedua hukum yang berada di atas politik. Yang berada di atas politik, hanya konstitusi, sedang sisanya semua berada di bawah politik. Inilah pandangan yang realistis tentang hubungan hukum dan politik.
Salah satu contoh yang membuktikan kebenaran pandangan Mac Iver ini adalah bahwa lahirnya undang-undang jelas karya para politisi. Bahwa tidak dapat disangkal terdapat hubungan yang sangat erat antara hukum dan politik, antara asas-asas hukum dan pranata-pranata hukum serta antara ideologi-ideologi politik dan lembaga-lembaga pemerintah.
Sangat sering mendengar pernyataan para yuris dengan slogan mereka bahwa : Hukum terdiri di atas dan melewati politik. Yang mereka maksudkan adalah keinginan mereka untuk mewujudkan suatu masyarakat di mana para hakim tidak dikekang oleh pengaruh dogma politik.
Meskipun sistem hukum dan sistem politik dapat dibedakan, namun dalam berbagai hal sering bertumpang tindih. Dalam proses pembentukan Undang-undang oleh badan pembentuk Undang-undang misalnya. Proses tersebut dapat dimasukkan ke dalam sistem hukum dan juga ke dalam sistem politik, karena Undang-undang sebagai output merupakan formulasi yuridis dari kebijakan politik dan proses pembentukannya sendiri digerakkan oleh proses politik.
Hukum dan politik mempunyai kedudukan yang sejajar. Hukum tidak dapat ditafsirkan sebagai bagian dari sistem politik. Demikian juga sebaliknya. Realitas hubungan hukum dan politik tidak sepenuhnya ditentukan oleh prinsp-prinsip yang diatur dalam suatu sistem konstitusi, tetapi lebih ditentukan oleh komitmen rakyat dan elit politik untuk bersungguh-sungguh melaksanakan konstitusi tersebut sesuai dengan semangat dan jiwanya. Sebab suatu sistem konstitusi hanya mengasumsikan ditegakkannya prinsip-prinsip tertentu, tetapi tidak bisa secara otomatis mewujudkan prinsip-prinsip tersebut.
Politik Hukum terwujud dalam seluruh jenis peraturan perundang-undangan negara. Untuk mempelajari dan melihat lebih jauh tentang politik hukum itu sendiri, maka dapat digunakan metode mempelajari Politik Hukum Empirik, yaitu berupa kenyataan hukum dalam masyarakat. Atau lebih sederhana lagi disebutkan secara praktis untuk mendekati Politik Hukum adalah dengan melihat Konstitusi Negara.
Belajar dari pengalaman sejarah, maka pembenahan manajemen produk hukum merupakan sebuah langka strategis untuk mewujudkan amanah reformasi yakni tegaknya sistem hukum yang didasarkan pada nilai filosofis yang berorientasi pada kebenaran dan keadilan, nilai sosial yang berorientasi pada tata nilai yang berlaku dan bermanfaat bagi masyarakat, serta nilai yuridis yang bertumpu pada ketentuan perundang-undangan yang menjamin ketertiban dan kepastian hukum.
Konsepsi politik hukum sebagai landasan kebijaksanaan tersebut dapat berkaitan dengan pembentukan hukum dan penerapannya, atau sebagai suatu “pernyataan kehendak penguasa negara mengenai hukum yang berlaku di wilayahnya (ius constitutum) dan mengenai arah perkembangan hukum yang dibangun (ius constituendum)”, yakni “sebagai kristalisasi dari kehendak-kehendak politik yang saling bersaing dalam pemberlakuan hukum sehingga latar belakang politik tertentu dapat melahirkan hukum dengan karakter tertentu”.
Berkembang pemikiran bahwa hukum merupakan produk politik sehingga setiap karakter produk hukum akan sangat ditentukan atau diwarnai oleh imbangan kekuatan atau konfiguarasi politik yang melahirkannya. Pandangan ini berdasarkan kenyataan bahwa setiap produk hukum merupakan produk keputusan politik sehingga hukum dapat dilihat sebagai kristalisasi dari pemikiran politik yang saling berinteraksi di kalangan para politisi. Meskipun dari sudut das sollen ada pandangan bahwa politik harus tunduk pada ketentuan hukum namun kajian ini lebih melihat sudut das sein atau empiriknya bahwa hukumlah yang dalam kenyatannya ditentukan oleh konfigurasi politik yang melatarbelakanginya.
Dengan demikian, sebagai produk politik, hukum dapat dijadikan alat justifikasi bagi visi politik penguasa. Perkembangan yang terjadi belakangan ini adalah adanya keterlibatan asing dalam pembahasan peraturan perundang-undangan  yang sedikit banyaknya membawa pengaruh untuk memasukkan paham neoliberalisme kepada pola pikir para penyusun undang-undang. Salah satu indikasi perubahan pola pikir penyusun undang-undang akibat bantuan asing adalah privatisasi atau swastanisasi sektor publik yang semestinya menjadi tanggung jawab negara. Pemerintah mengukuhkan hubungannya dengan investor ke ranah perdata semata-mata. Akibatnya, tanggung jawab publik yang ada di pundak Pemerintah tergerus menjadi sekedar hubungan keperdataan. Hubungan keperdataan antara Pemerintah dengan investor menggeser urusan publik ke dalam ruang bisnis dan berorientasi pada keuntungan ekonomi.
Politik hukum adalah arahan atau garis resmi yang dijadikan dasar pijak dan cara untuk membuat dan melaksanakan hukum dalam rangka mencapai tujuan bangsa dan negara. Dapat juga dikatakan bahwa politik hukum merupakan upaya menjadikan hukum sebagai proses pencapaian tujuan negara. Selain itu politik hukum juga merupakan jawaban atas pertanyaan tentang mau diapakan hukum itu dalam perspektif formal kenegaraan guna mencapai tujuan negara.
Produk hukum senantiasa berkembang seirama dengan perkembangan konfigurasi politik. Meskipun kapasitasnya bervariasi, konfigurasi politik yang demokratis senantiasa diikuti oleh munculnya produk hukum yang responsif atau otonom, sedangkan konfigurasi politik yang otoriter senantiasa disertai oleh munculnya hukum-hukum yang berkarakter produk konservatif atau ortodoks.
Politik hukum nasional Indonesia adalah yang sesuai dengan tujuan negara Indonesia yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan ikut serta memelihara ketertiban dunia. Artinya, setiap politik hukum di Indonesia harus memiliki semangat seluruh wilayahnya, berbeda halnya dengan politik hukum Pemerintah Belanda ialah supaya sebanyak dan sejauh mungkin hukum Belanda dapat berlaku di Indonesia dengan bertitik tolak kepada asas konkordansi.
Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalata (pada waktu itu), pada raker dengan Komisi III (bidang Hukum) di gedung DPR RI Jakarta, pada hari Senin tanggal 1 Oktober 2007 meminta segera dibentuk sistem politik hukum nasional sebagai pengganti Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang dihapuskan, agar dalam setiap merumuskan undang-undang ada semangat pemersatunya, karena Indonesia belum mempunyai landasan politik hukum nasional yang jelas.
Dalam merumuskan perundang-undangan dibutuhkan semangat pemersatu, agar tidak ada undang-undang yang tumpang tindih, juga harus didasarkan pada tujuan bangsa dan Negara Indonesia. Sekarang ini ada kencendrungan pembuatan undang-undang yang hanya menyelesaikan masalah sesaat, sehingga tidak jarang undang-undang lahir selalu bertentangan dengan undangundang yang disahkan sebelumnya. Oleh karena itu pembangunan hukum mempunyai arti yang sangat strategis bagi upaya pembangunan Nasional secara keseluruhan, sehingga menempatkan asas hukum sebagai salah satu asas pembangunan nasional bahwa dalam penyelenggaraan pembangunan nasional, setiap warga Negara dan penyelenggara negara harus taat pada hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran, serta negara diwajibkan menegakkan dan menjamin kepastian hukum.
Prolegnas semestinya tidak hanya sekedar hanya membuat daftar judul rancangan undang-undang (RUU) yang akan dibuat dalam kurun waktu tertentu saja, tapi yang penting apa yang mau dicapai dengan megesahkan RUU itu, sehingga dapat menjadi roh negara hukum bangsa Indonesia. Oleh karena itu diperlukan ada susunan undang-undang yang mengikat antara yang satu dengan lainnya. Upaya yang demikian dapat diwujudkan dengan pembangunan sistem politik hukum yang memberi arah semangat kepada setiap pembuatan undang-undang dengan menggunakan pengembangan Stratification Teory (Teori Bagian).

Politik hukum nasional Indonesia adalah yang sesuai dengan tujuan negara Indonesia yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan ikut serta memelihara ketertiban dunia. Artinya, setiap politik hukum di Indonesia harus memiliki semangat seluruh wilayahnya, berbeda halnya dengan politik hukum Pemerintah Belanda ialah supaya sebanyak dan sejauh mungkin hukum Belanda dapat berlaku di Indonesia dengan bertitik tolak kepada asas konkordansi, salah satu contoh adalah hukum Perdata yang berlaku di Indonesia hendaknya sama dengan Hukum Perdata Negeri Belanda dengan memberlakukan Burgerlijk Wetboek.

No comments:

Post a Comment

About

Popular Posts