BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lingkungan
merupakan tempat dimana seorang anak tumbuh dan berkembang, sehingga lingkungan
banyak berperan dalam membentuk kepribadian dan karakter seseorang. Bagi
kebanyakan anak, lingkungan keluarga merupakan lingkungan ini yang mempengaruhi
perkembangan anak, setelah itu sekolah dan kemudian masyarakat. Keluarga
dipandang sebagai lingkungan dini yang dibangun oleh orangtua dan orang-orang
terdekat. Setiap keluarga selalu berbeda dengan keluarga lainnya, dalam hal ini
yang berbeda misalnya cara didik keluarga, keadaan ekonomi keluarga. Setiap
keluarga memiliki sejarah perjuangan, nilai-nilai, dan kebiasaan yang turun
temurun yang secara tidak sadar akan akan membentuk karakter anak.
Pengaruh
keluarga amat besar dalam pembentukan pondasi kepribadian anak. Keluarga yang
gagal membentuk kepribadian anak biasanya adalah keluarga yang penuh dengan
konflik atau tidak bahagia. Tugas berat para orang tua adalah meyakinkan fungsi
keluarga mereka benar-benar aman, nyaman bagi anak-anak mereka. Rumah adalah
surga bagi anak, dimana mereka dapat menjadi cerdas, sholeh, dan tentu saja
tercukupi lahir dan bathinnya.
Dari beberapa
paparan tersebut dapat di ambil kesimpulan bahwa pendidikan dalam keluarga
merupakan pendidikan awal bagi anak karena pertama kalinya mereka mengenal
dunia terlahir dalam lingkungan keluarga dan dididik oleh orang tua. Sehingga
pengalaman masa anak-anak merupakan faktor yang sangat penting bagi
perkembangan selanjutnya, keteladanan orang tua dalam tindakan sehari-hari akan
menjadi wahana pendidikan moral bagi anak, membentuk anak sebagai makhluk
sosial, religius, untuk menciptakan kondisi yang dapat menumbuh kembangkan
inisiatif dan kreativitas anak. Dengan demikian, tidak dapat dipungkiri
bahwa peran kelurga sangat besar sebagai penentu terbentuknya moral
manusia-manusia yang dilahirkan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan diatas, pokok permasalahan yang penulis
angkatadalah
1. Apa fungsi keluarga?
2. Bagaimana pengaruh
keluarga terhadap perilaku moral anak?
3. Bagaimana peran
keluarga terhadap pembentukan karakter anak?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas penulisan makalah
ini bertujuan untuk:
1. Menjelaskan mengenai fungsi keluarga
2. Menjelaskan mengenai pengaruh keluarga
terhadap perkembangan karakter seorang anak.
3. Menjelaskan peran keluarga dalam
pembentukan karakter anak.
4. Untuk mengerti
pentingnya pendidikan karakter bagi anak .
5. Agar orang tua
dapat mengerti lingkungan yang baik untuk anak.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Fungsi Keluarga
Menurut
Munandar (1985), pengertian keluarga dapat dilihat dalam arti kata yang sempit,
sebagai keluarga inti yang merupakan kelompok sosial terkecil dari masyarakat
yang terbentuk berdasarkan pernikahan dan terdiri dari seorang suami (ayah),
isteri (ibu) dan anak-anak mereka. Sedangkan keluarga dalam arti kata yang
lebih luas misalnya keluarga RT, keluarga komplek, atau keluarga Indonesia.
keluarga adalah
merupakan lingkungan pendidikan pertama bagi anak. Di lingkungan keluarga
pertama-tama anak mendapat pengaruh, karena itu keluarga merupakan lembaga
pendidikan tertinggiyang bersifat informal dan kodrat. Pada keluarga inilah
anak mendapat asuhan dari orang tua menuju ke arah perkembangannya.
Keluarga menjalankan
peranannya sebagai suatu sistem sosial yang dapat membentuk karakter serta
moral seorang anak. Keluarga tidak hanya sebuah wadah tempat berkumpulnya ayah,
ibu, dan anak. Sebuah keluarga sesungguhnya lebih dari itu. Keluarga merupakan
tempat ternyaman bagi anak. Berawal dari keluarga segala sesuatu berkembang.
Kemampuan untuk bersosialisasi, mengaktualisasikan diri, berpendapat, hingga
perilaku yang menyimpang. Selain sebagai tempat berlindung, keluarga juga
memiliki fungsi sebagai berikut:
- Mempersiapkan anak-anak
bertingkah laku sesuai dengan niai-nilai dan norma-norma aturan-aturan
dalam masyarakat dimana keluarga tersebut berada (sosialisasi).
- Mengusahakan terselenggaranya
kebutuhan ekonomi rumah tangga (ekonomi), sehingga keluarga sering disebut
unit produksi.
- Melindungi anggota keluarga
yang tidak produksi lagi (jompo).
- Meneruskan keturunan
(reproduksi).
Atau secara
lebih rinci dapat dijelaskan sebagai berikut :
Ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga, sebagai berikut :
1.
Fungsi biologis
1)
Untuk meneruskan keturunan.
2)
Memelihara dan membesarkan anak.
3)
Memenuhi kebutuhan gizi keluarga.
4)
Memelihara dan merawat anggota
keluarga.
2.
Fungsi Psikologis
1)
Memberikan kasih sayang dan rasa
aman.
2)
Memberikan perhatian diantara
anggota keluarga.
3)
Membina pendewasaan kepribadian
anggota keluarga.
4)
Memberikan Identitas anggota
keluarga.
3. Fungsi Sosialisasi
1)
Membina sosialisasi pada anak.
2)
Membentuk norma-norma perilaku
sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
3)
Meneruskan nilai-nilai budaya
keluarga.
4. Fungsi Ekonomi
1)
Mencari sumber-sumber penghasilan
untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
2)
Pengaturan penggunaan penghasilan
keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
3)
Menabung untuk memenuhi kebutuhan
keluarga di masa yang akan datang, misalnya pendidikan anak-anak, jaminan
hari tua, dsb.
5. Fungsi Pendidikan
a. Menyekolahkan anak untuk memberi
pengetahuan, keterampilan dan membentuk perilaku anak sesuai bakat
dan minat yang dimilikinya.
b. Mempersiapkan anak-anak untuk kehidupan
dewasa yang akan datang dalam memenuhi peranannya sebagai orang
dewasa.
c. Mendidik anak sesuai dengan tingkat
perkembangannya. Ahli lain membagi fungsi keluarga, sebagai berikut :
1.
Fungsi Pendidikan : Dalam hal ini
tugas keluarga adalah mendidik dan menyekolahkan anak untuk mempersiapkan
kedewasaan dan masa depan anak bila kelak dewasa.
2.
Fungsi Sosialisasi anak : Tugas
keluarga dalam menjalankan fungsi ini adalah bagaimana keluarga mempersiapkan
anak menjadi anggota masyarakat yang baik.
3.
Fungsi Perlindungan: Tugas keluarga
dalam hal ini adalah melindungi anak dari tindakan-tindakan yang tidak baik
sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman.
4.
Fungsi Perasaan : Tugas keluarga
dalam hal ini adalah menjaga secara instuitif merasakan perasaan dan
suasana anak dan anggota yang lain dalam berkomunikasi dan berinteraksi antar
sesama anggota keluarga. Sehingga saling pengertian satu sama lain dalam
menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga.
5.
Fungsi Religius : Tugas keluarga
dalam fungsi ini adalah memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota
keluarga yang lain dalam kehidupan beragama, dan tugas kepala keluarga untuk
meyakinkan bahwa ada kehidupan lain setelah dunia ini.
6. Fungsi Ekonomis
Tugas kepala
keluarga dalam hal ini adalah mencari sumber-sumber kehidupan dalam
memenuhi fungsi-fungsi keluarga yang lain, kepala keluarga bekerja untuk
mencari penghasilan, mengatur penghasilan itu, sedemikian rupa sehingga dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga.
7. Fungsi Rekreatif
Tugas keluarga
dalam fungsi rekreasi ini tidak harus selalu pergi ke tempat rekreasi, tetapi
yang penting bagaimana menciptakan suasana yang menyenangkan dalam keluarga
sehingga dapat dilakukan di rumah dengan cara nonton TV bersama, bercerita
tentang pengalaman masing-masing, dsb.
8. Fungsi Biologis
Tugas keluarga
yang utama dalam hal ini adalah untuk meneruskan keturunan sebagai generasi
penerus.
Menurut
Kingslet Davis menyebutkan bahwa fungsi keluarga ialah sebagai berikut :
- Reproduction, yaitu menggantikan apa yang telah habis atau hilang untuk
kelestarian sistem sosial yang bersangkutan.
- Maintenance, yaitu perawatan dan pengasuhan anak hingga mereka mampu berdiri
sendiri.
- Placement, memberi posisi sosial kepada setiap anggotanya, baik itu posisi
sebagai kepala rumah tangga maupun anggota rumah tangga, atau pun
posisi-posisi lainnya.
- Sosialization, pendidikan serta pewarisan nilai-nilai sosial sehingga anak-anak
kemudian dapat diterima dengan wajar sebagai anggota masyarakat.
- Economics, mencukupi kebutuhan akan barang dan jasa dengan jalan produksi,
distribusi, dan konsumsi yang dilakukan di antara anggota keluarga.
- Care of the ages, perawatan bagi anggota keluarga yang telah lanjut usianya.
- Political center, memberikan posisi politik dalam masyarakat tempat tinggal.
- Physical protection, memberikan perlindungan fisik terutama berupa sandang, pangan, dan
mperumahan bagi anggotanya.
Bila seorang
anak dibesarkan pada keluarga pembunuh, maka ia akan menjadi pembunuh. Bila
seorang anak dibesarkan melalui cara-cara kasar, maka ia akan menjadi pemberontak.
Akan tetapi, bila seorang anak dibesarkan pada keluarga yang penuh cinta kasih
sayang, maka ia akan tumbuh menjadi pribadi cemerlang yang memilki budi pekerti
luhur. Keluarga sebagai tempat bernaung, merupakan wadah penempaan karakter
individu.
Pada masa
sekarang ini, pengaruh keluarga mulai melemah karena terjadi perubahan sosial,
politik, dan budaya. Keadaan ini memiliki andil yang besar terhadap terbebasnya
anak dari kekuasaan orang tua. Keluarga telah kehilangan fungsinya dalam
pendidikan. Tidak seperti fungsi keluarga pada masa lalu yang merupakan
kesatuan produktif sekaligus konsumtif. Ketika kebijakan ekonomi pada zaman
modern sekarang ini mendasarkan pada aturan pembagian kerja yang
terspesialisasi secara lebih ketat, maka sebagian tanggung jawab keluarga
beralih kepada orang-orang yang menggeluti profesi tertentu.
Uraian tersebut
cukup menjelaskan apa arti keluarga yang sesungguhnya. Keluarga bukan hanya
wadah untuk tempat berkumpulnya ayah, ibu, dan anak. Lebih dari itu, keluarga
merupakan wahana awal pembentukan moral serta penempaan karakter manusia.
Berhasil atau tidaknya seorang anak dalam menjalani hidup bergantung pada
berhasil atau tidaknya peran keluarga dalam menanamkan ajaran moral kehidupan.
Keluarga lebih dari sekedar pelestarian tradisi, kelurga bukan hanya menyangkut
hubungan orang tua dengan anak, keluarga merupakan wadah mencurahkan segala
inspirasi. Keluarga menjadi tempat pencurahan segala keluh kesah. Keluarga
merupakan suatu jalinan cinta kasih yang tidak akan pernah terputus.
B. Pengaruh / Peran Keluarga Terhadap Perkembangan Karakter Seorang Anak
Menurut Papalia
dan Old (1987), masa anak-anak dibagi menjadi lima tahap yaitu :
1. Masa Prenatal,
yaitu diawali dari masa konsepsi sampai masa lahir.
2. Masa Bayi dan Tatih, yaitu saat usia 18
bulan pertama kehidupan merupakan masa bayi, di atas usia 18 bulan pertama
kehidupan merupakan masa bayi, di atas usia 18 bulan sampai tiga tahun merupakan
masa tatih. Saat tatih inilah, anak-anak menuju pada penguasaan bahasa dan motorik
serta kemandirian.
3. Masa kanak-kanak pertama, yaitu rentang
usia 3-6 tahun, masa ini dikenal juga dengan masa prasekolah.
4. Masa kanak-kanak kedua, yaitu usia 6-12
tahun, dikenal pula sebagai masa sekolah.
5. Anak-anak telah mampu menerima pendidikan
formal dan menyerap berbagai hal yang ada di lingkungannya.
6. Masa remaja, yaitu rentang usia 12-18
tahun. Saat anak mencari identitas dirinya dan banyak menghabiskan waktunya
dengan teman sebayanya serta berupaya lepas dari kungkungan orang tua.
Peran kedua orang tua dalam
mewujudkan kepribadian anak antara lain:
1. Kedua orang
tua harus mencintai dan menyayangi anak-anaknya. Ketika anak-anak mendapatkan
cinta dan kasih sayang cukup dari kedua orang tuanya, maka pada saat mereka
berada di luar rumah dan menghadapi masalah-masalah baru mereka akan bisa
menghadapi dan menyelesaikannya dengan baik. Sebaliknya jika kedua orang tua
terlalu ikut campur dalam urusan mereka atau mereka memaksakan anak-anaknya
untuk menaati mereka, maka perilaku kedua orang tua yang demikian ini akan
menjadi penghalang bagi kesempurnaan kepribadian mereka.
2. Kedua orang
tua harus menjaga ketenangan lingkungan rumah dan menyiapkan ketenangan jiwa
anak-anak. Karena hal ini akan menyebabkan pertumbuhan potensi dan kreativitas
akal anak-anak yang pada akhirnya keinginan dan Kemauan mereka menjadi kuat dan
hendaknya mereka diberi hak pilih.
3. Saling
menghormati antara kedua orang tua dan anak-anak. Hormat di sini bukan berarti
bersikap sopan secara lahir akan tetapi selain ketegasan kedua orang tua,
mereka harus memperhatikan keinginan dan permintaan alami dan fitri anak-anak.
Saling menghormati artinya dengan mengurangi kritik dan pembicaraan negatif
sekaitan dengan kepribadian dan perilaku mereka serta menciptakan iklim kasih
sayang dan keakraban, dan pada waktu yang bersamaan kedua orang tua harus
menjaga hak-hak hukum mereka yang terkait dengan diri mereka dan orang lain.
Kedua orang tua harus bersikap tegas supaya mereka juga mau menghormati
sesamanya.
4. Mewujudkan kepercayaan.
Menghargai dan memberikan kepercayaan terhadap anak-anak berarti memberikan
penghargaan dan kelayakan terhadap mereka, karena hal ini akan menjadikan
mereka maju dan berusaha serta berani dalam bersikap. Kepercayaan anak-anak
terhadap dirinya sendiri akan menyebabkan mereka mudah untuk menerima
kekurangan dan kesalahan yang ada pada diri mereka. Mereka percaya diri dan
yakin dengan kemampuannya sendiri. Dengan membantu orang lain mereka merasa
keberadaannya bermanfaat dan penting.
5. Mengadakan
perkumpulan dan rapat keluarga (kedua orang tua dan anak). Dengan melihat
keingintahuan fitrah dan kebutuhan jiwa anak, mereka selalu ingin tahu tentang
dirinya sendiri. Tugas kedua orang tua adalah memberikan informasi tentang
susunan badan dan perubahan serta pertumbuhan anak-anaknya terhadap mereka.
Selain itu kedua orang tua harus mengenalkan mereka tentang masalah keyakinan,
akhlak dan hukum-hukum fikih serta kehidupan manusia. Jika kedua orang tua
bukan sebagai tempat rujukan yang baik dan cukup bagi anak-anaknya maka
anak-anak akan mencari contoh lain; baik atau baik dan hal ini akan
menyiapkan sarana penyelewengan anak.
Yang paling
penting adalah bahwa ayah dan ibu adalah satu-satunya teladan yang pertama bagi
anak-anaknya dalam pembentukan kepribadian, begitu juga anak secara tidak sadar
mereka akan terpengaruh, maka kedua orang tua di sini berperan sebagai teladan
bagi mereka baik teladan pada tataran teoritis maupun praktis. Ayah dan ibu
sebelum mereka mengajarkan nilai-nilai agama dan akhlak serta emosional kepada
anak-anaknya, pertama mereka sendiri harus mengamalkannya.
C. Pentingnya Pendidikan Karakter Bagi Anak
Pentingnya
pendidikan karakter di sekolah adalah untuk membantu memaksimalkan
kemampuan kognitif pada anak. Pada dasarnya, pendidikan yang diterapkan pada
sekolah-sekolah menuntut untuk dapat memaksimalkan kemampuan dan kecakapan
kognitif. Jika memandang pengertian seperti yang telah dijelaskan di atas, ada
sebuah hal yang sangat penting yang sering kali terlewatkan oleh para guru,
yaitu mengenai pendidikan karakter. Pendidikan karakter memiliki peran yang
amat penting untuk menyeimbangkan antara kemampuan kognitif dengan kemampuan
psikologis.
Mengapa perlu pendidikan karakter?
Ada beberapa
penamaan nomenklatur untuk merujuk kepada kajian pembentukan karakter peserta
didik, tergantung kepada aspek penekanannya. Di antaranya yang umum dikenal
ialah: Pendidikan Moral, Pendidikan Nilai, Pendidikan Relijius, Pendidikan Budi
Pekerti, dan Pendidikan Karakter itu sendiri. Masing-masing penamaan
kadang-kadang digunakan secara saling bertukaran (inter-exchanging),
misal pendidikan karakterjuga merupakan pendidikan nilai atau
pendidikan relijius itu sendiri (Kirschenbaum, 2000).
Sepanjang
sejarahnya, di seluruh dunia ini, pendidikan pada hakekatnya memiliki dua
tujuan, yaitu membantu manusia untuk menjadi cerdas dan pintar (smart), dan
membantu mereka menjadi manusia yang baik (good). Menjadikan manusia cerdas dan
pintar, boleh jadi mudah melakukannya, tetapi menjadikan manusia agar menjadi
orang yang baik dan bijak, tampaknya jauh lebih sulit atau bahkan sangat sulit.
Dengan demikian, sangat wajar apabila dikatakan bahwa problem moral merupakan
persoalan akut atau penyakit kronis yang mengiringi kehidupan manusia kapan dan
di mana pun.
Kenyataan
tentang akutnya problem moral inilah yang kemudian menempatkan pentingnya
penyelengaraan pendidikan karakter. Rujukan kita sebagai orang yang beragama
(Islam misalnya) terkait dengan problem moral dan pentingnya pendidikan
karakter dapat dilihat dari kasus moral yang pernah menimpa kedua
Sebagai kajian
akademik, pendidikan karakter tentu saja perlu memuat syarat-syarat keilmiahan
akademik seperti dalam konten (isi), pendekatan
dan metode kajian. Di sejumlah negara maju, seperti Amerika Serikat
terdapat pusat-pusat kajian pendidikan karakter (Character Education
Partnership; International Center for Character Education). Pendidikan karakter
berkembang dengan pendekatan kajian multidisipliner: psikologi, filsafat
moral/etika, hukum, sastra/humaniora.
Sebagai
aspek kepribadian, karakter merupakan cerminan dari kepribadian secara
utuh dari seseorang: mentalitas, sikap dan perilaku. Pendidikan karakter
semacam ini lebih tepat sebagai pendidikan budi pekerti. Pembelajaran tentang
tata-krama, sopan santun, dan adat-istiadat, menjadikan pendidikan karakter
semacam ini lebih menekankan kepada perilaku-perilaku aktual tentang bagaimana
seseorang dapat disebut berkepribadian baik atau tidak baik berdasarkan
norma-norma yang bersifat kontekstual dan kultural.
Menurunnya
kualitas moral dalam kehidupan manusia Indonesia dewasa ini, terutama di
kalangan siswa, menuntut deselenggarakannya pendidikan karakter. Sekolah
dituntut untuk memainkan peran dan tanggungjawabnya untuk menanamkan dan
mengembangkan nilai-nilai yang baik dan membantu para siswa membentuk dan
membangun karakter mereka dengan nilai-nilai yang baik. Pendidikan karakter
diarahkan untuk memberikan tekanan pada nilai-nilai tertentu –seperti rasa
hormat, tanggungjawab, jujur, peduli, dan adil– dan membantu siswa untuk
memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan
mereka sendiri.
Pengertian Pendidikan Karakter
Kata character berasal
dari bahasa Yunani charassein, yang berarti to engrave (melukis, menggambar),
seperti orang yang melukis kertas, memahat batu atau metal. Berakar dari
pengertian yang seperti itu, character kemudian diartikan sebagai tanda atau
ciri yang khusus, dan karenanya melahirkan sutu pandangan bahwa karakter adalah
pola perilaku yang bersifat individual, keadaan moral seseorang?. Setelah
melewati tahap anak-anak, seseorang memiliki karakter, cara yang dapat
diramalkan bahwa karakter seseorang berkaitan dengan perilaku yang ada di
sekitar dirinya (Kevin Ryan, 1999: 5).
Williams & Schnaps (1999)mendefinisikan pendidikan
karakter sebagai“any deliberate approach by which school
personnel, often in conjunction with parents and community members, help
children and youth become caring, principled and responsible”.
Maknanya
dari pengertian pendidikan karakter yaitu merupakan berbagai
usaha yang dilakukan oleh para personil sekolah, bahkan yang dilakukan
bersama-sama dengan orang tua dan anggota masyarakat, untuk membantu
anak-anak dan remaja agar menjadi atau memiliki sifat peduli,
berpendirian, dan bertanggung jawab.
Lebih lanjut
Williams (2000) menjelaskan bahwa makna dari pengertian
pendidikan karakter tersebut awalnya digunakan oleh National
Commission on Character Education (di Amerika) sebagai suatu istilah
payung yang meliputi berbagai pendekatan, filosofi, dan program. Pemecahan
masalah, pembuatan keputusan, penyelesaian konflik merupakan aspek yang
penting dari pengembangan karakter moral. Oleh karena itu, di dalam pendidikan
karakter semestinya memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengalami sifat-sifat tersebut secara langsung.
Tujuh Alasan
Perlunya Pendidikan Karakter
Menurut Lickona
ada tujuh alasan mengapa pendidikan karakter itu harus disampaikan:
- Merupakan cara terbaik untuk
menjamin anak-anak (siswa) memiliki kepribadian yang baik dalam
kehidupannya;
- Merupakan cara untuk
meningkatkan prestasi akademik;
- Sebagian siswa tidak dapat
membentuk karakter yang kuat bagi dirinya di tempat lain;
- Mempersiapkan siswa untuk
menghormati pihak atau orang lain dan dapat hidup dalam masyarakat yang
beragam;
- Berangkat dari akar masalah
yang berkaitan dengan problem moral-sosial, seperti ketidaksopanan,
ketidakjujuran, kekerasan, pelanggaran kegiatan seksual, dan etos kerja
(belajar) yang rendah;
- Merupakan persiapan terbaik
untuk menyongsong perilaku di tempat kerja; dan
- Mengajarkan nilai-nilai budaya
merupakan bagian dari kerja peradaban.
Bagaimana Mendidik Aspek Karakter?
Pendidikan
bukan sekedar berfungsi sebagai media untuk mengembangkan kemampuan
semata, melainkan juga berfungsi untuk membentuk watak dan peradaban bangsa
yang bermatabat. Dari hal ini maka sebenarnya pendidikan watak (karakter)
tidak bisa ditinggalkan dalam berfungsinya pendidikan. Oleh karena itu,
sebagai fungsi yang melekat pada keberadaan pendidikan nasional untuk
membentuk watak dan peradaban bangsa, pendidikan karakter merupakan
manifestasi dari peran tersebut. Untuk itu, pendidikan karakter menjadi
tugas dari semua pihak yang terlibat dalam usaha pendidikan (pendidik).
Secara
umum materi tentang pendidikan karakter dijelaskan oleh
Berkowitz, Battistich, dan Bier (2008: 442) yang melaporkan bahwa materi
pendidikan karakter sangat luas. Dari hasil penelitiannya dijelaskan bahwa
paling tidak ada 25 variabel yang dapat dipakai sebagai materi pendidikan
karakter. Namun, dari 25 variabel tersebut yang paling umum dilaporkan dan
secara signifikan hanya ada 10, yaitu:
- Perilaku seksual
- Pengetahuan tentang karakter (Character
knowledge)
- Pemahaman tentang moral sosial
- Ketrampilan pemecahan masalah
- Kompetensi emosional
- Hubungan dengan orang lain (Relationships)
- Perasaan keterikan dengan
sekolah (Attachment to school)
- Prestasi akademis
- Kompetensi berkomunikasi
- Sikap kepada guru (Attitudes
toward teachers).
Otten (2000)
menyatakan bahwa pendidikan karakter yang diintegrasikan ke dalam seluruh
masyarakat sekolah sebagai suatu strategi untuk membantu mengingatkan
kembali siswa untuk berhubungan dengan konflik, menjaga siswa untuk tetap
selalu siaga dalam lingkungan pendidikan, dan menginvestasikan
kembali masyarakat untuk berpartisipasi aktif sebagai warga negara.
Peran Konselor dalam Pendidikan
Karakter di Sekolah
Jika pendidikan
karakter diselenggarakan di sekolah maka konselor sekolah akan
menjadi pioner dan sekaligus koordinator program tersebut. Hal itu karena
konselor sekolah yang memang secara khusus memiliki tugas untuk membantu
siswa mengembangkan kepedulian sosial dan masalah-masalah kesehatan
mental,
Konselor
sekolah harus mampu melibatkan semua pemangku kepentingan (siswa, guru
bidang studi, orang tua, kepala sekolah) di dalam mensukseskan
pelaksanaan programnya. Mulai dari program pelayanan dasar yang berupa
rancangan kurikulum bimbingan yang berisi materi tentang pendidikan
karakter, seperti kerja sama, keberagaman, kejujuran, menangani kecemasan,
membantu orang lain, persahabatan, cara belajar, menejemen konflik,
pencegahan penggunaan narkotika, dan sebagainya. Program perencanaan
individual berupa kemampuan untuk membuat pilihan, pembuatan keputusan,
dan seterusnya. Program pelayanan responsif yang antara lain berupa kegiatan
konseling individu, konseling kelompok.
D. Orang Tua Dapat Mengerti Lingkungan Yang Baik Untuk Anak.
Seorang anak
tentunya tidak langsung dapat mengenal alam sekitar mengerti dan memahami
segalanya dengan sendirinya, melainkan dibutuhkan pendidikan keluarga, pendidikan
kelembagaan dan pendidikan di masyarakat. Keluarga sebagai komunitas pertama
memiliki peran penting dalam pembangunan mental dan karakteristik sang anak. Di
dalam keluarga, anak belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial.
Interaksi yang terjadi bersifat dekat dan intim, segala sesuatu yang diperbuat
anak mempengaruhi keluarganya, dan sebaliknya apa yang didapati anak dari
keluarganya akan mempengaruhi perkembangan jiwa, tingkah laku, cara pandang dan
emosinya. Dengan demikian pola asuh yang diterapkan orang tua dalam keluarganya
memegang peranan penting bagi proses interaksi anak di lingkungan masyarakat
kelak.
“Kehidupan
keluarga yang senantiasa dibingkai dengan lembutnya cinta kasih dan nuansa
yang harmonis, dari sana
akan hadirlah individi-individu dengan tumbuh kembang yang wajar sebagaimana
diharapkan. Sebaliknya keluarga yang dinding kehidupannya dipahat dengan
sentakan-sentakan, broken home, broken heart, perlakuan sadis dan
kekejaman tercerai berainya benang-benang kasih sayang dan jalinan cinta, maka
keluarga beginilah yang bakal alias cikal bakal menjadi suplayer limbah-limbah
kehidupan sosial dan sampah-sampah masyarakat yang menyedihkan.
Tidak dapat
dipungkiri, jika dasar pendidikan yang menjadi landasan dan tongkat estafet
pendidikan anak selanjutnya adalah pendidikan keluarga. Apabila pondasi
pendidikan dibangun dengan kuat maka pembangunan pendidikan selanjutnya akan
mudah dan berhasil dengan baik, sebaliknya jika pondasi pendidikan lemah dan
berantakan, sulit kiranya membangun pendidikan selanjutnya.
Profil Prilaku Anak:
1. Bersikap Impulsif dan Agresif
2. Suka memberontak
3. Kurang memiliki rasa percaya diri dan
pengendalian diri
4. Suka mendominasi
5. Tidak jelas
arah hidupnya
6. Prestasinya
rendah
Dapat
disimpulkan bahwa anak yang mendapati pengasuhan dari orang tuanya dengan pola
asuh permisif akan cinderung bersifat bebas tanpa aturan, dan memiliki emosi
yang tidak stabil dan meledak-ledak, sedangkan orang tua tidak lagi dianggap
sebagai sosok yang memiliki peran dan tauladan baginya. Ia menganggap bahwa apa
yang ia raih adalah bersumber dari pribadinya dan tidak ada yang dapat
memberikan aturan maupun larangan.
Profil Prilaku Anak yang ditimbulkan:
1. Bersikap bersahabat
2. Memiliki rasa percaya diri
3. Mampu mengendalikan diri Self Control
4. Bersikap Sopan
5. Mau bekerjasama
6. Memiliki rasa ingin tahunya yang tinggi
7. Mempunyai tujuan/arah hidup yang jelas
8. Berorientasi terhadap prestasi
Dari paparan
diatas dapat dilihat bahwa sikap demokratis orang tua tercermin dari
tindakannya mau menghargai pribadi anak, serta menegur tindakan yang salah dari
prilakunya secara baik-baik seperti yang dikatakan Irawati Istadi: “Harus
dibedakan antara pribadi anak dengan prilaku bisa saja salah, tetapi pribadi
anak tetap senantiasa baik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari peran keluarga dalam mensukseskan
pendidikan adalah keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dari anak.
Dimana anak mendapatkan pendidikan sejak dalam kandungan sampai dengan mendapatkan
pendidikan formal.
Dalam mensukseskan pendidikan, keluarga berperan dalam
memberikan pendampingan dan memberikan pilihan kepada anaknya untuk masalah
pendidikan yang tepat sesuai dengan karakteristik dari anak. Di samping itu,
penciptaan suasana yang nyaman dan aman dari keluarga kepada anaknya akan
memberikan motivasi keluarga kepada anak dalam menempuh pendidikannya.
B. Saran
Orang tua merupakan panutan bagi anak-anaknya, untuk
itu sebaiknya orang tua dapat menjadi contoh yang baik bagi anak-anaknya. Orang
tua juga harus membuka diri terhadap perkembangan zaman dan teknologi saat ini.
Anak-anak memiliki pemikiran yang kritis terhadap sesuatu yang baru. Bila orang
tua tidak membuka diri terhadap perkembangan yang ada, kelak akan menuai kesulitan dalam menjawab pertanyaan
dari anak. Pada akhirnya berbuah kebohongan dan secara tidak langsung
menanamkannya pada anak.
DAFTAR PUSTAKA
https://wimelimonica.wordpress.com/peran-keluarga-terhadap-perkembangan-karakter-anak/
http://shindy-intan.blogspot.co.id/2012/10/peranan-keluarga-dalam-pembentukan.html
http://www.slideshare.net/dianastandjung/pengaruh-pendidikan-keluarga-terhadap-kepribadian
No comments:
Post a Comment