Beranda

Welcome

Selamat Datang di Blog Sarana Informasi ...... Welcome on this blog...benvenuti nel nostro blog..bienvenue sur notre blog...Willkommen in unserem Blog... bienvenido a nuestro blog...... 블로그에 오신 것을 환영합니다 beullogeue osin geos-eul hwan-yeonghabnida....

Friday, July 13, 2018

KETERAMPILAN MEMBACA PERMULAAN ANAK USIA DINI MELALUI MEDIA KARTU SERI

A. PENDAHULUAN
          Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis. Suatu proses yang menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas dan makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini tidak terpenuhi, pesan yang tersurat dan yang tersirat tidak akan tertangkap atau dipahami, dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik.
Menurut Anderson (dalam Tarigan, 2008:7) membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembacaan sandi (a recording and decoding process), berlainan dengan berbicara dan menulis yang justru melibatkan penyandian (encoding). Sebuah aspek pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis (written word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning) yang mencakup pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna.
Membaca merupakan suatu proses yang kompleks dengan melibatkan kedua belahan otak. Membaca merupakan dasar utama untuk memperoleh kemampuan belajar di berbagai bidang. Melalui membaca seseorang dapat membuka cakrawala dunia, mengetahui apa yang sebelumnya tidak diketahui (Subini, 2011:53).
Pengajaran membaca permulaan di taman kanak-kanak umumnya sudah dimulai sejak awal tahun pertama. Anak-anak diberi stimulasi berupa pengenalan huruf-huruf dalam alfabet. Praktik ini langsung disandingkan dengan keterampilan menulis, di mana anak diminta mengenal bentuk dan arah garis ketika menulis huruf. Metode belajar membaca di taman kanak-kanak biasanya mendapat hambatan dalam penerapannya.
Metode ini diberikan sama pada setiap anak, dan materi ajaran umumnya hanya berasal dari buku penunjang. Jika melihat perbedaan anak dalam gaya belajar, hal ini akan kurang memberi hasil yang optimal. Penanganan secara individual di kelas saat belajar membaca tidaklah dimungkinkan, karena ketersediaan tenaga guru yang terbatas. Untuk mengatasinya guru pun membagi anak dalam kelompok-kelompok kecil setiap harinya.
Dalam hal baca tulis, siswa kelas A (nol kecil) sudah mendapatkan rangsangan berupa huruf abjad sejak minggu kedua mereka bersekolah. Praktek selanjutnya adalah mengenal bentuk dengan belajar menulis huruf dengan menebalkan garis atau meniru tulisan guru di buku kotak-kotak. Praktek ini bisa jadi memang membuat anak mampu menulis atau memegang pensil, tapi anak tidak tahu apa yang ia tulis karena ia hanya sekedar mengikuti pola yang ada.

B. PEMBAHASAN
1.       Kemampuan Membaca Anak Taman Kanak – Kanak
Bahasa terdiri dari berbagai simbol yang dapat terungkap secara lisan maupun tulisan. Pemerolehan bahasa terjadi pada subtahap pemikiran simbolik tahap praoperasional tersebut, sehingga menurut Piaget, bahasa merupakan hasil dari perkembangan intelektual secara keseluruhan dan sebagai bagian dari kerangka fungsi simbolik.
Bahasa berkaitan erat dengan perkembangan kognisi anak, terutama dalam hal kemampuan berpikir. Prinsip yang mempengaruhi penyatuan itu adalah pertama, semua fungsi mental memiliki asal-usul eksternal atau sosial. Anak–anak harus menggunakan bahasa dan menggunakannya pada orang lain sebelum berfokus dalam proses mental mereka sendiri. Kedua, anak–anak harus berkomunikasi secara eksternal menggunakan bahasa selama periode yang lama sebelum transisi kemampuan bicara eksternal ke internal berlangsung.
Jadi, anak perlu belajar bahasa untuk mengasah Keterampilan mereka dalam melakukan proses mental seperti berpikir dan memecahkan masalah, karena bahasa merupakan alat berpikir. Demikian pula dengan membaca, yang merupakan salah satu komponen bahasa yang perlu dipelajari sejak dini.
Salah satu teori membaca yang amat berpengaruh adalah teori rute ganda. Teori rute ganda menjelaskan mekanisme yang terjadi pada pembaca awal dalam mencoba mengatasi kata–kata yang belum dikenal. Pembaca awal akan melalui dua rute yang akan menentukan suatu kata akan dikenali (berhasil dibaca) atau tidak.
Rute pertama (rute visual), merupakan rute pengenalan yang tergantung pada pendekatan mencocokkan pola visual, di mana anak–anak menatap jalinan huruf cetak dan membandingkan pola itu dengan simpanan kata–kata yang telah mereka kenal dan pelajari sebelumnya. Rute kedua (rute fonologis), pembaca mengubah simbol (huruf) menjadi bunyi. Rute kedua mungkin hanya digunakan bila rute pertama gagal.
Pembaca lemah sebagaimana pembaca awal menggunakan metode rute visual, namun mereka berbeda dalam hal kesadaran fonemis, karena anak–anak normal memiliki kesadaran fonemis yang memungkinkan mereka memanfaatkan asosiasi bunyi/simbol dan kemampuan memetakan bunyi ke dalam kata berdasarkan konsep mereka tentang bentuk huruf yang benar.
Maka dapat disimpulkan bahwa anak–anak usia Taman Kanak-kanak memiliki potensi yang terpendam untuk menjadi pembaca yang baik. Tahap perkembangan yang memungkinkan mereka mengerti simbol-simbol dalam bahasa memberi kesempatan untuk cepat belajar dan mengasah ketajaman berpikir.
Selain itu, anak-anak sebagai pembaca awal umumnya memiliki kesadaran fonemis yang cukup baik dan sangat berguna dalam proses membaca. Karena itu, diperlukan adanya pemilihan metode yang tepat dengan harapan anak dapat belajar membaca dengan efektif, memanfaatkan segala potensinya dan merasa nyaman dalam belajar menggunakan metode yang memperhatikan kebutuhan belajar mereka.

2.       Kemampuan Membaca Permulaan
Salah satu prinsip perkembangan menyatakan bahwa perkembangan merupakan hasil proses kematangan dan belajar. Proses kematangan adalah terbukanya karakteristik yang secara potensial ada pada individu dan berasal dari warisan genetik. Beberapa proses belajar berasal dari latihan atau pengulangan suatu tindakan yang nantinya menimbulkan perubahan dalam perilaku (Hurlock, dalam eprints.undip.ac.id).
Kematangan menentukan siap atau tidaknya seseorang untuk belajar, karena betapapun banyaknya rangsangan yang diterima anak, mereka tidak dapat belajar dan menghasilkan perubahan perilaku sampai mereka dinyatakan siap menurut taraf perkembangannya. Havighurst (Hurlock, 1991:30) menamakan kondisi kesiapan belajar yang ditentukan oleh kematangan ini sebagai teachable moment, atau saat yang tepat bagi anak untuk “diajar”.
Menurut Montessori (Hainstock dalam etd.eprints.ums.ac.id), masa peka anak untuk belajar membaca dan berhitung berada di usia 4–5 tahun, karena di usia ini anak lebih mudah membaca dan mengerti angka. Doman (2005:44) menyarankan sebaiknya anak mulai belajar membaca di periode usia 1 hingga 5 tahun. Menurutnya, pada masa ini otak anak bagaikan pintu yang terbuka untuk semua informasi, dan anak bisa belajar membaca dengan mudah dan alamiah. Pada sisi lain, pentingnya pengajaran membaca permulaan pada anak diberikan sejak usia dini ini juga bertolak dari kenyataan bahwa masih terdapat sebelas juta anak Indonesia dengan usia 7-8 tahun tercatat masih buta huruf (ptk-masnur-muslich.blogspot.com).
Dardjowidjojo (2003:301) kemudian menyebutkan bahwa membaca hanya dapat dilakukan ketika anak sudah memenuhi prasyarat-prasyarat tertentu untuk berbicara. Prasyarat ini antara lain: menguasai sistem fonologis (bunyi), sintaksis (struktur kalimat), dan kemampuan semantik (kaitan makna antar kata). Sementara menurut Grainger (2003:185), kesiapan untuk memulai pengajaran membaca tergantung pada kesadaran fonemis. Istilah ini meliputi banyak aspek kepekaan anak terhadap struktur bunyi kata lisan, menentukan kemampuan memetakan bunyi ke simbol yang penting untuk membaca, menulis, dan mengeja.
Faktor ini pula yang nantinya menjadi dasar untuk membedakan kemampuan membaca pada anak normal dan pembaca lemah. Pernyataan di atas memberi makna bahwa kematangan sangat berperan dalam menentukan waktu yang tepat hingga anak dinyatakan siap untuk belajar membaca.
Keterampilan membaca harus dimulai sejak dini. Guru sedapat mungkin membimbing anak untuk mengembangkan dan meningkatkan keterampilan membaca. Misalnya membimbing siswa dalam memperkaya kosakata dan memahami makna struktur kata atau makna kiasa dan ungkapan (Ernalis, 2006:26).
Anak yang berada pada masa peka untuk belajar membaca akan dengan mudah menerima dan menanggapi rangsangan yang diberikan padanya dalam bentuk huruf, suku kata, kata, atau kalimat. Anak pun akan cepat memberi respon tiap kali stimulus yang sama muncul, dan sebagai hasilnya anak akan menunjukkan perubahan perilaku sebagai indikator keberhasilan proses belajarnya, yang dalam hal ini berarti anak menguasai kemampuan-kemampuan yang diperlukan dalam membaca.

3.       Tujuan Umum Pengajaran Membaca Permulaan
Pengajaran membaca permulaan, menurut Soejono (Dahlan, 1992:12) memiliki tujuan yang memuat hal-hal yang harus dikuasai siswa secara umum, yaitu:
a.         Mengenalkan siswa pada huruf-huruf dalam abjad sebagai tanda suara atau tanda bunyi.
b.        Melatih keterampilan siswa untuk mengubah huruf-huruf dalam kata menjadi suara.
c.         Pengetahuan huruf-huruf dalam abjad dan keterampilan menyuarakan wajib untuk dapat dipraktikkan dalam waktu singkat ketika siswa belajar membaca lanjut.
Selain itu tujuan pengajaran membaca permulaan yang dilakukan sejak anak usia 4-6 tahun (usia prasekolah) yaitu:
a.         Mampu mengungkapkan pikiran melalui bahasa sederhana secara tepat.
b.        Mampu berkomunikasi secara efektif.
c.         Membangkitkan minat untuk dapat berbahasa Indonesia.
Jika hal ini benar-benar dilaksanakan dalam pembelajaran maka bahasa Indonesia akan memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, social, dan emosional anak dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari seluruh aspek perkembangan pembelajaran (tikmathlab.wordpress.com).

4.       Media Kartu Seri
Kartu seri merupakan media yang termasuk pada jenis media grafis atau media dua dimensi, yaitu media yang mempunyai ukuran panjang dan lebar. Menurut Wibawa (Ratnasari, 2003:16) kartu seri biasanya berisi kata-kata, gambar atau kombinasinya dan dapat digunakan untuk mengembangkan perbendaharaan kata dalam pelajaran bahasa pada umumnya dan bahasa asing khususnya.
Kartu seri merupakan kartu yang berisi gambar, teks atau tanda simbol yang mengingatkan atau menuntun anak kepada sesuatu yang berhubungan dengan gambar tersebut. Kartu seri juga berupa kartu gambar yang memiliki dua sisi, sisi yang satu menampilkan gambar obyek dan sisi yang lain menampilkan kata yang menerangkan objek.
Kartu gambar tersebut disimpan dalam satu kotak yang menunjukkan jumlah kartu dari sebuah kelompok gambar. Kelompok gambar menunjukkan tema gambar (binatang, sayuran, buah-buahan, bagian-bagian tubuh, nama bilangan, nama kendaraan).
Media kartu seri mempunyai kegunaan sebagai berikut.
  1. Untuk memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis;
  2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera;
  3. Menimbulkan kegairahan belajar;
  4. Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan;
  5. Memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya.
Kartu seri bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan kosakata anak TK. Bagi guru, media ini bertujuan untuk mempermudah dalam mengkondisikan situasi belajar. Keterlibatan anak secara aplikatif dengan bantuan guru yang proaktif akan menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif dan efisien.
Kartu seri memiliki peran dalam membantu memudahkan anak dalam pembelajaran kosakata bahasa Indonesia dan kemampuan membaca. Pemilihan gambar-gambar pada kartu seri dalam pembelajaran pun harus memperlihatkan sasaran yang harus disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Menurut Sadiman (2008:33) mengatakan bahwa Pemilihan gambar-gambar dalam pembelajaran hendaknya memperhatikan unsur-unsur sebagai berikut : 1) harus autentik, situasi yang sebenarnya; 2) sederhana, komposisi harus jelas; 3) ukuran relatif; 4) mengandung gerakan/perbuatan; 5) sesuai dengan tujuan pengajaran; 6) bagus dari sudut seni.

C. KESIMPULAN
Media pendidikan merupakan segala sesuatu yang dijadikan perantara dalam proses interaksi antara penelitian dengan anak dengan tujuan untuk memperjelas proses yang berupa informasi materi pelajaran yang sedang dipelajari. Dalam proses pembelajaran kedudukan media pendidikan merupakan perantara komunikasi antara guru dengan anak.
Begitu pun dengan kartu seri, kartu gambar yang diperlihatkan kepada anak diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berbahasa, menimbulkan sikap aktif dan dapat berkomunikasi di lingkungannya. Media kartu seri tergolong dalam media berbasis visual yang memegang peranan penting dalam proses belajar.

Daftar Pustaka

Dahlan, 1992. Metode Belajar Mengajar Bahasa Arab. Surabaya: Al Ikhlas, Cet. I.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996. Program Kegiatan Belajar Taman Kanak-kanak, Jakarta.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996. Metode Khusus Pengembangan Kemampuan Berbahasa, Jakarta.

Nata, A., 2001 Drs, M A., Filsafat Pendidikan Islam, Jaklarta: Logos Wacana Ilmu.

R., Moeslichatoen, 2004. Metode Pengajaran Di Taman Kanak-kanak, Jakarta: Rieka Cipta.

Sadiman, A., dkk. (2008). Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: RajaGrafindo Persada

Tarigan, (2008). Berbicara, Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Winda G. 1996. Pedoman Perencanaan dan Evaluasi Pengajaran di Taman Kanak-kanak, Jakarta: PGTK Darul Qolam.


No comments:

Post a Comment

About

Popular Posts