Beranda

Welcome

Selamat Datang di Blog Sarana Informasi ...... Welcome on this blog...benvenuti nel nostro blog..bienvenue sur notre blog...Willkommen in unserem Blog... bienvenido a nuestro blog...... 블로그에 오신 것을 환영합니다 beullogeue osin geos-eul hwan-yeonghabnida....

Friday, July 20, 2018

CINTA, AKHLAK, AMAL SALEH



A.  CINTA SEBAGAI WUJUD IMAN DAN AKHLAK

            Islam sebenarnya memiliki konsep “cinta” sejati. Ungkapan Tuhan Yang Maha Kasih dan Sayang, Bismillahirahmanirahim, menjadi pembuka setiap surat dalam Al-Qur’an (kecuali surat At-Taubah). Nama-nama indah Tuhan (al-Asma al-Husna) didominasi dengan nama-nama yang menunjukkan Kasih dan Sayang Tuhan (al-Rahman, al-Rahim, al-Quddus, al-Salam, al-Muhaimin, al-Ghaffar, al-Wadud dll), sehingga nama-nama Tuhan yang berkonotasi kejam seperti al-Malik (Maha Raja), al-Aziz (Maha Gagah), al-Jabbar (Maha Pemaksa), al-Qahhar (Maha Perkasa),al-Muntaqim (Maha Pembalas), hanyalah merupakan turunan dan bagian dari Kasih-Sayangnya.
            Imam Ali bin abi Thalib k.w. terkenal sebagai kader Nabi yang paling tinggi rasa cintanya sekaligus seorang prajurit perang yang gaggah perkasa. Ketika seorang musuh yang jatuh tersungkur dan tidak berdaya meludahi muka Ali, beliau malah mengurungkan pedangnya lalu pergi meninggalkan musuh yang sudah tidak berdaya itu.
            Dalam bentuk sya’ir, Rabi’ah mengungkapkan tentang cinta:
           
            Aku mencintaiMu dengan dua cinta
            Cinta karena diriku
Adalah keadaaanku senantiasa mengingatMu
            Cinta karena diriMu
            Adalah keadaanMu mengungkapkan tabir hingga Engkau kulihat
Baik untuk ini maupun untuk itu pujian bukanlah bagiku
            BagiMulah pujian untuk kesemuanya

            Di kalangan sufi, cinta adalah prinsip etika dan moralitas. Dengan kata lain, etika dan moral tidak akan ada tanpa adanya cinta. Keyakinan para wali dan keberanian para syuhada hanyalah dasar dari kesempurnaan moral dan pengetahuan spiritual.
            “Cinta”, ujar Jalaludin Rumi, adalah penyembuh bagi kebanggan dan kesombongan, dan pengobat bagi seluruh kekurangan diri. Hanya mereka yang berjubah cinta sajalah yang sepenuhnya tidak mementingkan diri”
            Untuk menggapai cinta abadi, terlebih dahulu kita perlu mengenali apa saja penyebab adanya cinta yaitu :
  1. Cinta “diri”.
Masing-masing kita cinta terhadap diri sendiri, sehingga kita begitu egois dan mementingkan diri sendiri.
  1. Cinta pada orang lain atau di luar diri kita
Kita biasanya memberikan cinta kepada orang yang memberikan kebaikan kepada kita. Semakin besar dan banyak kebaikan yang mereka berikan maka semakin besar cinta kita kepada orang itu.

            Karena itu Imam Ghazali menunjukkan dua cara mencintai Allah SWT, yaitu
1.      Melepaskan diri dari ikatan-ikatan duniawi
Meninggalkan dunia bukan berarti melepaskan diri sama sekali dengan dunia,melainkan justru menguasai dunia.
2.      Mengeluarkan kotoran-kotoran hati
Cinta Ilahi akan terhijab selama hati kita penuh dengan kotortean-kotoran: marah, dendam, iri-dengki, riya, takabur, ‘ujub dan ghurur.

            Cinta disebut-sebut  Nabi sebagai ekspresi keimanan. Jadi, Iman bukanlah sebuah keyakinan “nol”, melainkan suatu keyakinan yang disertai cinta. Sedangkan tinggi-rendahnya cinta dapat diukur dari seberapa besar tinggi-rendahnya pengorbanan. Hadits-hadits yang mengungkapkan cinta sebagai ekspresi keimanan cukup banyak Nabi ucapkan. Hadits yang dimulai dnegan kalimat “La yu’minu ahadukum…..” (tidak beriman seseorang … ) cukup banyak Nabi sampaikan,diantaranya sbb:
Tidak beriman kamu sebelum kamu mencintai saudaramu seperti kamu mencintai dirimu sendiri.
Tidak beriman kamu bila kamu tidur kenyang sementara tetangga kelaparan di samping kamu.

B. APA DAN BAGAIMANA AKHLAK

            Ungkapan akhlak dimaksudkan untuk menyebutkan “akhlaq al-karimah” (akhlak mulia) atau “akhlaq al-mahmudh” (akhlak terpuji), yakni akhlak yang baik, sebagai lawan dari akhlak yang buruk atau akhlak yang biasa-biasa (tidak baik dan tidak buruk).
            Dalam arti luas, akhlak didefinisikan sebagai segala tindakan yang “baik” yang medatangkan pahala bagi orang yang mengerjakannya atau segala tindakan yang didasarkan pada perintah syara’, yang wajib ataupun sunat, yang haram ataupun makruh. Implikasinya orang yang berakhlak adalah orang yang taat beragama, atau orang yang mengerjakan ajaran Islam secara “kafah”. Dalam pengertian yang terbatas, akhlak hanya dimaksudkan untuk menyebutkan sejumlah tindakan yang “baik”, “etis’, bersifat “ikhtiari” danpelakuanya memang patut dipuji
            Ciri-ciri perbuatan akhlak adalah sebagai berikut :
  1. Akhlak merupakan suatu tindakan yang ‘baik’
  2. Akhlak merupakan suatu tindakan “ikhtiari”
  3. Akhlak merupakan buah keimanan
  4. Akhlak bersifat fitri
  5. Akhlak bersifat “ta’abbudi”
  6. Akhlak merupakan moral dan etika universal
  7. Pelanggaran terhadap akhlak akan dikutuk masyarakat
  8. Pelanggaran terhadap akhlak akan dikutuk hati-nurani
Faktor-faktor yang memperkuat akhlak dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1.      Mantapnya keimanan
2.      Terbimbing oleh seorang guru yang shaleh
3.       Memiliki pengetahuan agama yang cukup dan benar
4.      Memilki falsafah hidup yang baik, yang sesuai dengan substansi ajaran Islam
5.      Memilki lingkungan pergaulan yang baik
6.      Visioner
7.      Memiliki pekerjaan dan aktivitas yang “kredensial”
8.      Terpenuhinya kebutuhan pokok
Adapun faktor yang memeperlemah perbuatan akhlaki sebegai berikut :
1.      “Hidup mewah”
2.      Miskin
3.      Lingkungan pergaulan yang buruk
4.      Menganggur
5.      Minim pengetahuan agama
6.      “Negative Thinking”

C. AMAL SALEH

            Amal saleh tidak terlepas dari definisi iman seperti yang diungkapkan oleh Nabi Muhammad SAW. Menurut Jalaludin Rahmat seringkali iman itu ditandai dengan bentuk amal sosial daripada amal saleh yang bersifat ritual. Ibadah rityual sebenarnya tidak banyak misalnya : shalat, puasa, zakat, haji, do’a dan aqiqah, yang dimaksudkan untuk secara langsung menyembah Allah SWT, Ibadah mahdhah banyak mengandung dimensi sosial, contohnya zakat dan aqidah, karena kedua ibadah ritual ini tampak dari membagikan harta dan mengundang makan tetangga atau kerabat.
            Menurut Jalaludin Rakhmat, islam menekankan ibadah dalam dimensi sosial jauh lebih besar dari pada dimensi ritual. Beberapa alsan yang beliau kemukakan adalah :
  1. Ketika Al-Qur’an membicarakan ciri-ciri orang mukmin / orang takwa, maka disitu ditemukan bahwa ibadah ritualnya satu saja tetapi ibadah sosialnya banyak.
  2. Bila mengerjakan ibadah ritual itu bersamaan dengan pekerjaan lain yang mengandung dimensi sosial, maka di beri pelajaran untuk mendahulukan yang berdimensi sosial.
  3. Bila ibadah ritual itu bercacat, kita di anjurkan untuk berbuat sesuatu yang bersifat sosial. Contoh, bila melanggar shaum kita dianjurkan membayar fidyah. Dan bila ada cacat dalam ibadah yang berdimensi sosial maka ibadah ritual sama sekali tidak bisa di jadikan tebusan ibadah sosial.Contoh, bila kita berbuat zalim kepada manusia, maka kezaliman kita tidak bisa di tebus dengan   misalkan shalat tahajud selama sekian malam. Ada hadits yang mengatakan bahwa ibadah mahdhah bisa tidak berarti bila ibadah sosialnya buruk.


No comments:

Post a Comment

About

Popular Posts