BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Anak usia dini
berada dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan yang paling pesat, baik fisik maupun mental
(Suyanto, 2005:5). Maka tepatlah bila dikatakan bahwa usia dini adalah usia
emas (golden age), di mana anak sangat berpotensi mempelajari banyak hal
dengan cepat. Penyelenggaraan sekolah Taman Kanak–kanak (TK) atau Raudhatul
Athfal (RA) menurut Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Tahun 2004 berfokus
pada peletakan dasar–dasar pengembangan sikap, pengetahuan, ketrampilan, dan
daya cipta sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak (Megawangi,
2005:82). Maka sebaiknya pendidikan Taman Kanak–kanak (TK) janganlah dianggap
sebagai pelengkap saja, karena kedudukannya sama penting dengan pendidikan yang
diberikan jauh di atasnya.
Masa kanak-kanak merupakan
fase yang fundamental dalam mempengaruhi perkembangan individu. Setiap individu
mempunyai potensi yang dapat dikembangkan di dalam dirinya. Begitu pula pada
anak usia Taman Kanak-kanak yang merupakan usia yang sangat efektif untuk
mengembangkan berbagai macam potensi yang ada dalam diri anak. Salah satunya
potensi yang berhubungan dengan perkembangan motorik anak.
Pendidikan anak usia dini
adalah usaha sadar dalam memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan
rohani sejak lahir sampai usia 6 tahun yang dilakukan melalui penyediaan
pengalaman-pengalaman dan stimulus yang bersifat mengembangkan secara terpadu
agar anak dapat berkembang sehat optimal sesuai dengan norma dan harapan (UU
No. 20 tahun 2003).
Aspek yang dikembangkan
dalam pendidikan anak usia dini adalah aspek pengembangan perilaku dengan
pembiasaan meliputi sosial, emosi, kemandirian, nilai moral dan agama, serta
pengembangan kemampuan dasar, yang meliputi pengembangan bahasa, kognitif, seni,
dan fisik motorik Usia dini merupakan masa keemasan (golden age). Oleh
karena itu, pendidikan pada masa ini merupakan pendidikan yang sangat
fundamental dan sangat menentukan perkembangan anak selanjutnya.
Anak akan mempelajari sesuatu tidak dengan cara duduk
tenang, mendengarkan keterangan-keterangan dari orang tua maupun guru, tetapi
anak akan mempelajari sesuatu hal dengan cara bermain. Dalam kegiatannya saat
bermain tersebut anak akan menemukan hal-hal baru yang sebelumnya tidak dia
ketahui. Sesuai dengan karakteristik anak usia dini yang bersifat aktif
melakukan berbagai kegiatan bermain, maka proses pembelajarannya adalah pada
aktivitas anak dalam bentuk belajar sambil bermain. Program belajar mengajar
bagi anak usia dini dirancang dan dilaksanakan sebagai suatu sistem yang dapat
menciptakan dan memberi kemudahan bagi anak usia dini untuk belajar sambil
bermain melalui berbagai aktivitas dan sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan
perkembangan serta kehidupan anak usia dini.
Setiap metode yang digunakan diharapkan dapat menjadikan
situasi kegiatan belajar mengajar yang efektif kepada anak. Guru memberikan
pengalaman kepada para anak, sebagai pengayom, sebagai tempat bertanya, sebagai
pengarah, sebagai pembimbing, sebagai fasilitator dan sebagai organisator dalam
belajar. Guru harus memperlakukan anak didik dengan penuh kasih sayang,
membimbing anak didik ke arah selalu ingin tahu dan tidak lekas puas dengan
hasil yang dicapai. Guru harus memberikan kesempatan yang cukup kepada anak
didik untuk belajar melakukan sendiri, merasakan sendiri, berpikir bebas,
mencari aturan-aturan dalam kegiatan bersama anak (Moeschlihatoen, 2004:19).
Perkembangan anak usia dini sifatnya
holistik, yaitu dapat berkembang optimal apabila sehat badannya, cukup gizinya
dan didik secara baik dan benar. Anak berkembang dari berbagai aspek yaitu
berkembang fisiknya, baik motorik kasar maupun halus, berkembang aspek
kognitif, aspek sosial dan emosional. Keterampilan motorik kasar pada anak
diperlukan untuk mengendalikan seluruh gerak tubuhnya, sehingga anak mampu
untuk melakukan gerak lari, jalan, melompat dan sebagainya. Sedangkan motorik
halus merupakan kegiatan yang menggunakan bagian kecil dari tubuh terutama
tangan, seperti menulis, menggunting, meniru bentuk, meniru gerakan orang lain
dan sebagainya.
Perkembangan motorik kasar pada anak perlu
adanya bantuan dari para pendidik di lembaga pendidikan usia dini yaitu dari
sisi apa yang dibantu, bagaimana membantu yang tepat (appropriate), bagaimana jenis latihan yang aman bagi anak sesuai
dengan tahapan usia dan bagaimana kegiatan fisik motorik kasar yang
menyenangkan anak. Kemampuan melakukan gerakan dan tindakan fisik untuk seorang
anak terkait dengan rasa percaya diri dan pembentukan konsep diri. Oleh karena
itu, perkembangan motorik kasar sama pentingnya dengan aspek perkembangan yang
lain untuk anak usia dini.
Pada umumnya pembelajaran di TK untuk aspek
perkembangan fisik/motoriknya lebih banyak difokuskan ke perkembangan motorik
halus, sedangkan motorik kasar kurang diperhatikan. Padahal pengembangan
motorik kasar anak usia dini juga memerlukan bimbingan dari pendidik.
Perkembangan motorik kasar untuk anak usia TK antara lain melempar dan
menangkap bola, berjalan di atas papan titian (keseimbangan tubuh), berjalan
dengan berbagai variasi (maju mundur di atas satu garis), memanjat dan
bergelantungan (berayun), melompati parit atau guling, dan sebagainya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan
masalah yang dapat diangkat dalam kajian ini adalah: “Bagaimana Perkembangan Motorik yang
terjadi pada anak usia dini?”,
dengan rincian rumusan masalahnya
sebagai berikut :
- Apa saja jenis
perkembangan motorik yang terjadi pada anak usia dini ?
- Apa prinsip dalam
perkembangan motorik pada anak usia dini ?
- Hal-hal apa saja yang
mempengaruhi perkembangan motorik pada anak usia dini ?
- Hal-hal apa yang perlu diperhatikan dalam mempelajari keterampilan Motorik pada
anak usia dini ?
- Apa fungsi keterampilan motorik pada anak usia dini ?
- Apa saja bahaya dalam perkembangan motorik ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui
perkembangan
motorik pada anak usia dini.
Secara rinci tujuan dimaksud adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui jenis perkembangan motorik yang
terjadi pada anak usia dini.
2.
Untuk mengetahui prinsip dalam perkembangan motorik
pada anak usia dini.
3.
Untuk mengetahui hal-hal yang mempengaruhi perkembangan
motorik pada anak usia dini
4.
Untuk mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mempelajari keterampilan motorik pada anak
usia dini
5.
Untuk mengetahui fungsi keterampilan motorik pada anak
usia dini
6.
Untuk mengetahui bahaya dalam perkembangan motorik
BAB II
PEMBAHASAN
Usia 0-6 tahun
merupakan masa keemasan (the golden age)
bagi seorang anak dimana perkembangan dan pertumbuhan anak dimasa depan sangat
dipengaruhi oleh kehidupan pada usia tersebut. Masa ini akan memberikan
kontribusi besar pada perkembangan selanjutnya. Salah satu yang sangat penting
untuk diperhatikan adalah sejauh mana anak dalam menguasai keterampilan
motorik. Hal ini disebabkan karena penguasaan keterampilan motorik di masa
anak-anak akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan selanjutnya. Usia emas
dalam perkembangan motorik adalah middle
childhood atau masa anak-anak.
Perkembangan fisik
sangat berkaitan erat dengan perkembangan motorik anak. Perkembangan motorik
berarti perkembangan pengendalian gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat
syaraf, urat syaraf, dan otot yang terkoordinasi (Hurlock, 1978). Pengendalian
berasal dari perkembangan refleksi dan kegiatan massa yang ada pada waktu
lahir. Perkembangan motorik meliputi motorik kasar dan halus. Perkembangan motorik sangat dipengaruhi oleh organ otak.
Otaklah yang mensetir setiap gerakan yang dilakukan anak. Semakin matangnya
perkembangan system syaraf otak yang mengatur otot memungkinkan berkembangnya
kompetensi atau kemampuan motorik anak.
A. Jenis Perkembangan Motorik
Perkembangan motorik anak dibagi menjadi dua:
1. Motorik kasar
Motorik kasar
adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar atau
seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri.
Keterampilan motorik kasar seperti berjalan, berlari, melompat, naik turun
tangga. Sekitar usia 3 tahun anak sudah dapat berjalan secara
otomatis, bahkan pada alas yang tidak rata anak sudah dapat berjalan tanpa
kesukaran. Sekitar 4 tahun anak hampir menguasai cara berjalan orang dewasa.
Kesukaran yang ada pada belajar berjalan berhubungan dengan kekuatan badannya,
yaitu untuk dapat menyandarkan seluruh berat badannya pada satu kaki. Bila anak
sudah dapat berjalan maka ia akan mencoba untuk berjalan dengan berbagai
variasi, misalnya berjalan mundur (± sekitar 17 bulan) dan berjalan di atas
tumit (± sekitar 30 bulan). Sekitar bulan ke 18 anak mencoba untuk lari, tetapi
gayanya masih menyerupai gaya berjalan.
Pada usia 2 atau
3 tahun anak betul-betul dapat berlari, tetapi ia belum mampu untuk berhenti
dengan cepat atau untuk membalik. Pada usia 4 sampai 5 tahun anak sudah dapat
lari, berhenti dan berputar membalik. Sesudah dapat berjalan dengan baik, anak
juga belajar untuk berjalan memanjat dan menuruni tangga. Memanjat tangga
berlangsung dengan setiap kali menapakkan sebelah kakinya ke muka dan menarik
kaki yang satunya disamping. Sekitar 2 atau 3 tahun anak juga belajar
meloncat-loncat, berjingkat-jingkat, dan berbagai variasi jalan. Sekitar 29
bulan anak dapat berdiri di atas sebelah kaki. Anak usia 3 tahun masih
mempunyai kesukaran untuk menangkap bola atau untuk memukul bola dengan tongkat
(Monks, 2004).
2. Motorik halus
Motorik halus
adalah gerakan yang menggunakan otot-otot halus atau sebagian anggota tubuh
tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih. Kedua
kemampuan tersebut sangat penting agar anak bisa berkembang dengan optimal.
Keterampilan motorik halus atau keterampilan manipulasi seperti menulis,
menggambar, memotong, melempar dan menagkap bola serta memainkan benda-benda
atau alat-alat mainan (Curtis,1998; Hurlock, 1957 dalam Yusuf 2005).
Pada usia 3
tahun, kemampuan anak-anak masih timbul dari kemampuan bayi untuk menempatkan
dan memegang benda-benda. Walaupun mereka telah mampu untuk memegang
benda-benda berukuran kecil di antara ibu jari dan jari telunjuk, tetapi mereka
masih agak kikuk. Mereka dapat secara mengejutkan membangun menara tinggi yang
terbuat dari balok, setiap balok disusun secara hati-hati walau seringkali
tidak berada pada satu garis yang benar-benar lurus.
Pada usia 4
tahun, koordinasi motorik halus anak-anak telah semakin meningkat dan menjadi
lebih tepat. Pada usia 5 tahun, koordinasi motorik halus anak-anak semakin
meningkat. Tangan, lengan, dan tubuh bergerak bersama di bawah komando yang
lebih baik dari mata (Santrock, 1995).
B. Prinsip Perkembangan Motorik
Menurut Hurlock
(2001) terdapat lima prinsip perkembangan, yaitu:
1. Perkembangan motorik bergantung pada kematangan otot dan syaraf
2. Belajar ketrampilan motorik tidak terjadi sebelum anak matang.
3. Perkembangan motorik mengikuti pola yang dapat diramalkan.
4. Dimungkinkan menentukan norma perkembangan motorik.
5. Perbedaan individu dalam laju perkembangan motorik.
Teori yang
menjelaskan secara detail tentang sistematika motorik anak adalah Dynamic
System Theory yang dikembangkan Thelen & Whiteneyerr. Teori tersebut
mengungkapkan bahwa untuk membangun kemampuan motorik anak harus mempersepsikan
sesuatu di lingkungannya yang memotivasi mereka untuk melakukan sesuatu dan
menggunakan persepsi mereka tersebut untuk bergerak. Kemampuan motorik merepresentasikan
keinginan anak.
Selain berkaitan
erat dengan fisik dan intelektual anak, kemampuan motorik pun berhubungan
dengan aspek psikologis anak. Damon & Hart, 1982 (dalam Yusuf, 2005) menyatakan
bahwa kemampuan fisik berkaitan erat dengan self-image anak. Anak yang memiliki
kemampuan fisik yang lebih baik di bidang olah raga akan menyebabkan ia
dihargai teman-temannya. Hal tersebut juga seiring dengan hasil penelitian yang
dilakukan Ellerman, 1980 (Yusuf, 2005) bahwa kemampuan motorik yang baik
berhubungan erat dengan self-esteem.
C. Hal-hal Yang Mempengaruhi Perkembangan Motorik
Hurlock (2001)
menyatakan beberapa kondisi yang mempengaruhi laju perkembangan motorik anak,
antara lain:
1. Sifat dasar genetik, termasuk bentuk tubuh dan kecerdasan mempengaruhi
laju perkembangan.
2. Awal kehidupan pascalahir tidak ada hambatan pada kondisi lingkungan
yang tidak menguntungkan, semakin aktif janin semakin cepat perkembangan
motorik anak.
3. Kondisi pra lahir yang menyenangkan (gizi makanan sang ibu) lebih
mendorong perkembangan motorik yang lebih cepat pada masa pascalahir.
4. Kelahiran yang sukar, apabila ada kerusakan pada otak akan memperlambat
perkembangan motorik.
5. Adanya rangsangan, dorongan, dan kesempatan untuk menggerakkan semua
bagian tubuh akan mempercepat perkembangan motorik.
6. Perlindungan yang berlebihan akan melumpuhkan persiapan berkembangnya
kemampuan motorik.
7. Kelahiran sebelum waktunya biasanya memperlambat perkembangan motorik.
8. Cacat fisik, seperti buta akan memperlambat perkembangan motorik.
9. Dalam perkembangan motorik, perbedaan jenis kelamin, warna kulit, dan sosial
ekonomi lebih banyak disebabkan oleh perbedaan motivasi dan metode pelatihan
anak ketimbang karena perbedaan bawaan.
D. Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan
Dalam Mempelajari Keterampilan Motorik
Beberapa hal
penting dalam mempelajari keterampilan motorik menurut Hurlock (2001),
meliputi:
1. Kesiapan belajar
2. Kesempatan belajar
3. Kesempatan berpraktek
4. Model yang baik
5. Bimbingan
6. Motivasi
7. Setiap keterampilan motorik harus dipelajari secar individu
8. Keterampilan sebaiknya dipelajari satu persatu.
Masa kecil sering
disebut sebagai “saat ideal” untuk mempelajari keterampilan motorik karena beberapa
alasan, antara lain:
- Tubuh anak
lentur dibanding tubuh remaja atau orang dewasa sehingga anak lebih mudah
menerima semua pelajaran.
- Anak belum
banyak memiliki keterampilan yang akan berbenturan dengan keterampilan
yang baru dipelajarinya maka bagi anak mempelajari keterampilan yang baru
lebih mudah.
- Anak lebih
berani pada waktu kecil ketimbang telah besar.
- Para remaja
dan orang dewasa merasa bosan mengalami pengulangan tetapi tidak untuk
anak, mereka malah menyenanginya.
- Anak
memiliki tanggung jawab dan kewajiban yang lebih kecil ketimbang yang akan
mereka miliki pada waktu mereka bertambah besar.
E. Fungsi Keterampilan Motorik
Keterampilan
motorik yang berbeda memainkan peran yang berbeda pula dalam penyesuaian sosial
dan pribadi anak. Sebagai contoh, sebagian keterampilan berfungsi membantu anak
dalam kemandiriannya, sedangkan sebagian lainnya berfungsi untuk membantu
mendapatkan penerimaan sosial. Dikarenakan tidak mungkin mempelajari
keterampilan motorik secara serempak, anak akan memusatkan perhatian untuk
mempelajari keterampilan yang akan membantu mereka memperoleh bentuk
penyesuaian yang penting pada sat itu. Misalnya, apabila anak merasa sangat
ingin mandiri, mereka akan memusatkan perhatian untuk menguasai keterampilan
yang memungkinkan mereka dapat mandiri.
Beberapa pengaruh
perkembangan motorik terhadap perkembangan individu dipaparkan oleh Hurlock
(1996) sebagai berikut:
- Melalui
keterampilan motorik, anak dapat menghibur dirinya dan memperoleh perasaan
senang. Seperti anak merasa senang dengan memiliki keterampilan memainkan
boneka, melempar dan menangkap bola atau memainkan alat-alat mainan.
- Melalui
keterampilan motorik, anak dapat beranjak dari kondisi tidak berdaya pada
bulan-bulan pertama dalam kehidupannya, ke kondisi yang independent. Anak
dapat bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya dan dapat berbuat
sendiri untuk dirinya. Kondisi ini akan menunjang perkembangan rasa
percaya diri.
- Melalui
perkembangan motorik, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan
sekolah. Pada usia prasekolah atau usia kelas-kelas awal Sekolah Dasar,
anak sudah dapat dilatih menulis, menggambar, melukis, dan baris-berbaris.
- Melalui
perkembangan motorik yang normal memungkinkan anak dapat bermain atau
bergaul dengan teman sebayannya, sedangkan yang tidak normal akan
menghambat anak untuk dapat bergaul dengan teman sebayanya bahkan dia akan
terkucilkan atau menjadi anak yang fringer (terpinggirkan).
- Perkembangan
keterampilan motorik sangat penting bagi perkembangan self-concept atau
kepribadian anak.
Pada tahun 2001,
Hurlock membagi fungsi keterampilan motorik menjadi 4 kategori, meliputi:
1.
Keterampilan bantu diri (Self help)
Untuk mencapai
kemandiriannya, anak harus mempelajari keterampilan motorik yang memungkinkan
mereka mampu melakukan segala sesuatu bagi diri mereka sendiri. Keterampilan
tersebut meliputi keterampilan makan, berpakaian, merawat diri, dan mandi.
2. Keterampilan bantu sosial (Social help)
Untuk menjadi
anggota kelompok sosial yang diterima di dalam keluarga, sekolah, dan tetangga,
anak harus menjadi anggota yang kooperatif. Contoh keterampilan agar dapat
memperoleh peneriman sosial antara lain membantu pekerjaan rumah atau
mengerjakan pekerjaan sekolah.
3. Keterampilan bermain
Untuk dapat
menikmati kegiatn kelompok sebaya atau untuk dapat menghibur diri di luar
kelompok sebaya, anak harus mempelajari keterampilan bermain bola, mengambar,
melukis, dan memanipulasi alat bermain.
4. Keterampilan sekolah
Pada tahun
permulaaan sekolah, sebagian besar pekerjaan melibatkan keterampilan motorik
seperti melukis, menulis, menggambar, membuat keramik, menari, dan bertukang
kayu. Semakin banyak dan semakin baik keterampilan yang dimiliki, semakin baik
pula penyesuaian sosial yang dilakukan semakin baik prestasi sekolahnya, baik
dalam prestasi akademis maupun dalam prestasi yang bukan akademis
F. Bahaya dalam Perkembangan Motorik
Bahaya-bahaya
yang perlu diperhatikan dalam perkembangan motorik, antara lain:
1. Terlambatnya Perkembangan Motorik
Perkembangan
motorik berada di bawah norma anak. Akibatnya pada umur tertentu anak tidak
menguasai tugas perkembangan yang diharapkan oleh kelompok sosialnya. Pengaruh
perkembangan motorik yang terlambat berbahaya bagi penyesuaian sosial dan
pribadi anak yang baik. Alasannya karena hal itu dapat menimbulakan akibat yang
tidak menguntungkan konsep diri anak sehingga sering menimbulakan masalah
perilaku dan emosi antara lain karena rasa putus asa dan adanya perasaan rendah
diri. Selain itu, keterlambatan perkembangan motorik berbahaya karena tidak
menyediakan landasan bagi keterampilan motorik sehingga mengalami kerugian pada
sat mereka mulai bermain dengan anak lainnya.
2. Harapan Keterampilan yang Tidak Realistik
Yaitu harapan
yang lebih banyak didasarkan atas harapan dan keinginan ketimbang harapan atas
potensi anak sendiri. Dalam bidang perkembangan keterampilan motorik, anak
diharapkan dapat mengendalikan motorik dan mempelajari keterampilan tersebut
sebelum mereka matang dan siap melakukannya. Sebagian harapan yang tidak
realistis timbul dari orang tua, sebagian dari guru, dan sebagian lagi dari
anak sendiri. Ketidakmampuan berbuat sesuai harapan, membuat anak merasa rendah
diri dan tidak terampil sehingga peraasan ini akan merongrong kepercayaan diri
dan melemahkan motivasi untuk mempelajari ketermapilan motorik yang lainnya.
Selain itu, jika anak dikritik dan ditegur mereka akan kecewa dan menentang.
3. Tidak dapat Mempelajari Keterampilan Motorik yang Penting
Kegagalan mempelajari keterampilan motorik yang penting bagi diri anak atau bagi kelompok sebaya mereka, akan merugikan penyesuaian sosial dan pribadi anak.
Kegagalan mempelajari keterampilan motorik yang penting bagi diri anak atau bagi kelompok sebaya mereka, akan merugikan penyesuaian sosial dan pribadi anak.
4. Kekakuan
Dipandang sebagai
kaku atau canggung hanya jika pengendalian gerakan tubuhnya berada di bawah
standar ynng diharapkan bagi tingkat umurnya. Sebagian anak mungkin kelihatan
kaku karena dinilai dengan standar yang tidak sesuai, misalnya anak yang
berumur 2 tahun dinilai kaku bila standar penilaian yang digunakan adalah
standar untuk anak usia 3 tahun. Penyebab yang paling umum adalah terlambat
matang, kondisi fisik yang jelek melemahkan motivasi melakukan latihan yang
diperlukan untuk mengembangkan keterampilan motorik, bangun tubuh tertentu
mempengaruhi motivasi anak untuk memperoleh ketermapilan tanpa melakukan
latihan yang cukup, IQ yang sangat rendah disertai dengan keterlambatan
perkembangan motorik, IQ yang sangat tinggi yeng lebih mendorong minat
intelektual dibanding perkembangan motorik, kurangnya kesempatan dan motivasi
untuk mengembangkan pengendalian otot, dan ketegangan emosional yang mengganggu
kondisi otot. Kekakuan pada anak mebawa dampak psikologis yang lebih besar
daripada dampak fisik.
Terdapat beberapa
perbedaan individu dalam kekakuan yaitu:
a. anak yang secara temporer tegang, gugup, dan terganggu emosionalnya
lebih kaku ketimbang anak yang normal.
b. selama periode pertumbuhan yang cepat dapat mengganggu terbentuknya
pola koordinasi motorik.
c. dalam situasi yang berbeda tingkat pengendalian motorik yang dilakukan
anak juga berbeda.
BAB III
KESIMPULAN
Motorik adalah terjemahan dari kata “motor”
yang menurut Gallahue adalah suatu dasar biologi atau mekanika yang menyebabkan
terjadinya suatu gerak. Motorik
halus adalah gerakan yang menggunakan otot-otot halus atau sebagian anggota
tubuh tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih.
Misalnya, kemampuan memindahkan benda dari tangan, mencoret-coret, menyusun
balok, menggunting, menulis dan sebagainya.
Kegiatan motorik kasar adalah menggerakkan berbagai bagian
tubuh atas perintah otak dan mengatur gerakan badan terhadap macam-macam
pengaruh dari luar dan dalam. Motorik kasar sangat penting dikuasai oleh
seseorang karena bisa melakukan aktivitas sehari-hari, tanpa mempunyai gerak
yang bagus akan ketinggalan dari orang lain, seperti: berlari, melompat,
mendorong, melempar, menangkap, menendang dan lain sebagainya, kegiatan itu
memerlukan dan menggunakan otot-otot besar pada tubuh seseorang.
Perkembangan fisik/motorik diartikan
sebagai perkembangan dari unsur kematangan dan pengendalian gerak tubuh. karena
keterampilan motorik halus membutuhkan kemampuan yang lebih sulit misalnya
konsentrasi, kontrol, kehati-hatian, dan koordinasi otot tubuh yang satu dengan
yang lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Hurlock, Elizabeth B. (1980). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga
Hurlock, Elizabeth B. (2001). Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta:
Erlangga
Megawangi,
R., Dona, R., dkk. (2005). Pendidikan yang Patut dan Menyenangkan: Penerapan
Teori Developmentally Appropriate Practices (DAP). Jakarta: Indonesia
Heritage Foundation.
Monks, F. J dan Knoers, A. M. P dan Haditono, Siti R. (2001). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Moeslichatoen.
(2004). Metode Pengajaran di Taman
Kanak-Kanak. Jakarta: Rineka Cipta
Santrock. (1978). Life Span Development Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Suyanto, S.
(2005). Dasar–dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Hikayat.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Yusuf, S.
(2005). Psikologi Perkembangan Anak &
Remaja. Bandung:Remaja Rosdakarya
No comments:
Post a Comment