Industri perbankan di Indonesia sangat penting peranannya
dalam perekonomian. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai
peranan penting di dalam perekonomian suatu negara sebagai lembaga perantara
keuangan. Hal ini dikarenakan perbankan merupakan salah satu dari sistem
keuangan yang berfungsi sebagai Financial Intermediary, yaitu suatu
lembaga yang mempunyai peran untuk mempertemukan antara pemilik dan pengguna
dana. Oleh karena itu, kegiatan bank harus berjalan secara efisien pada skala
makro maupun mikro. Dana hasil mobilitas masyarakat dialokasikan ke berbagai
ragam sektor ekonomi dan keseluruhan area yang membutuhkan, secara tepat dan
cepat.
Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut bank untuk
meningkatkan kinerjanya agar dapat menarik investor, sebelum menginvestasikan
dananya informasi mengenai kinerja perusahaan secara relevan yang dibutuhkan
dalam pengambilan keputusan. Kegiatan utama bank itu sendiri adalah menghimpun
dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat guna
meningkatkan kesejahteraan.
Perbankan
dituntut untuk mampu bersaing demi mempertahankan kelangsungan hidup
perusahaannya, sehingga memperoleh keuntungan adalah hal yang sangat penting.
Keuntungan tersebut dapat digunakan untuk membayar segala jenis biaya-biaya
operasional. Selain untuk menutupi kewajiban-kewajiban yang harus dibayarkan
oleh perusahaan, keuntungan yang diperoleh dapat digunakan untuk berinvestasi
dalam bentuk ekspansi perusahaan. Dalam pengambilan keputusan, mempertimbangkan
perolehan laba merupakan hal yang sangat penting (Sianturi, 2012). Perolehan
laba tersebut erat kaitannya dengan profitabilitas pada bank.
Ada beberapa
alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur profitabilitias yaitu Return
on Assets (ROA), Return on Equity (ROE) dan Biaya Operasional
Pendapatan Operasional (BOPO). ROA dapat digunakan untuk mengukur tingkat
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan melalui penggunaan aktiva
yang dimilikinya. Semakin besar return on assets menunjukkan kinerja
keuangan yang semakin baik, karena tingkat pengembalian (return) semakin
besar (Ponco, 2008).
Berdasarkan
beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, profitabilitas (ROA) dapat
dipengaruhi oleh non performing loan (Gizaw et al., 2015 Messai
dan Fathi, 2013 dan Osuagwu, 2014), loan to deposit ratio (Sudiyatno dan
Jati, 2010 serta Ayuningrum, 2011), capital adequacy ratio (Bouheni et
al., 2014 Jaber dan Abdullah, 2014 Maheswari dan Surya, 2014 serta Lee dan
Meng-Fen, 2013), biaya operasional pendapatan operasional (Nusantara, 2009 dan
Astuti, 2014), net interest margin (Ayuningrum, 2011), ukuran perusahaan
(Cahyani, 2014), suku bunga (Arta dan Wijaya, 2014), tingkat kredit yang
disalurkan (Wardana dan Sri, 2014), dana pihak ketiga (Wityasari, 2014), debt
to equity ratio (Sukarno dan Muhamad, 2006)dan Posisi Devisa Netto
(Puspitasari, 2009).
Non
performing loan merupakan
rasio untuk mengukur besarnya tingkat kredit bermasalah yang terjadi pada suatu
bank. Besarnya persentase NPL haruslah menjadi perhatian pihak manajemen karena
kredit bermasalah yang semakin meningkat dapat membahayakan kesehatan bank
tersebut. Kredit yang disalurkan oleh bank memiliki risiko terjadinya gagal
bayar oleh debitur. Besarnya NPL yang diperbolehkan oleh Bank Indonesia saat
ini adalah maksimal 5%. Semakin besar tingkat NPL menunjukkan bahwa bank
tersebut tidak profesional dalam pengelolaan kreditnya yang akan berdampak pada
kerugian bank.
Loan to
deposit ratio (LDR)
menyatakan seberapa jauh kemampuan bank membayar kembali penarikan yang dilakukan
nasabah deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber
likuiditasnya (Sianturi, 2012). Penting bagi pihak manajemen untuk
memperhatikan persentase rasio LDR tetap berada pada batas aman yang telah
ditentukan oleh Bank Indonesia. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No.
15/7/PBI/2013 standar LDR yaitu 78% - 92%. Jika angka rasio LDR berada dibawah
78% maka dapat dikatakan bahwa bank tersebut tidak dapat menyalurkan kembali
dengan baik seluruh dana yang telah dihimpun. Jika rasio LDR bank mencapai
lebih dari 92% maka total kredit yang disalurkan oleh bank tersebut telah
melebihi dana yang dihimpun. Pengelolaan dana masyarakat ini, bank dituntut
untuk mampu menjaga likuiditasnya agar tetap mendapatkan kepercayaan dari
masyarakat. Besar kecilnya LDR suatu bank akan mempengaruhi profitabilitas bank
tersebut.
Modal pada
bank memiliki peran yang sangat penting. Kecukupan modal dapat diukur dengan
menggunakan rasio CAR. Penting bagi pihak manajemen untuk memperhatikan
besarnya CAR yang dimiliki agar bank tidak kekurangan dana dan juga tidak
kelebihan dana. Modal merupakan sumber utama pembiayaan kegiatan operasional
bank dan juga berperan sebagai penyangga kemungkinan terjadinya risiko
kerugian. Semakin besar modal yang dimiliki maka semakin kuat bank tersebut
dalam mengahadapi risiko-risiko yang tidak terduga sehingga bank dapat
meningkatkan kepercayaan masyarakat (Anjani dan Purnawati, 2014). Namun bank
yang memiliki CAR terlalu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya idle fund,
yaitu terdapat banyaknya dana yang menganggur yang tidak dapat dimanfaatkan
oleh manajemen bank tersebut. Modal bank terdiri dari modal inti dan modal
pelengkap (Idroes, 2008:69). Berdasarkan peraturan Bank Indonesia
No.15/12/PBI/2013, permodalan minimum yang harus dimiliki oleh suatu bank
adalah 8%.
CAR sebagai
variabel mediasi pengaruh NPL dan LDR terhadap profitabilitas, hal ini
dikarenakan CAR yang merupakan rasio permodalan menjadi faktor penentu
berjalannya kegiatan operasional bank dalam menghimpun dana dan menyalurkannya
kembali.
Bank yang
memiliki non performing loan yang melebihi standar yang telah ditetapkan
oleh Bank Indonesia akan menyebabkan penurunan profit yang diperoleh, karena
semakin tinggi non performing loan maka semakin buruk kualitas kredit
yang menyebabkan jumlah kredit yang bermasalah semakin besar, sehingga bank
mengalami kerugian dalam kegiatan operasionalnya yang berpengaruh terhadap
menurunnya laba yang diperoleh bank, sehingga dapat dikatakan bahwa NPL
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas (Manuaba, 2012). Hal
ini bertentangan dengan hasil yang ditemukan oleh Nusantara (2009) yang
menyatakan bahwa non performing loan tidak berpengaruh signifikan
terhadap laba untuk kategori bank non go publik.
LDR adalah
perbandingan antara total kredit dengan total dana yang dihimpun, semakin besar
rasio LDR mengindikasikan bahwa volume penyaluran kredit pada bank tersebut
meningkat. Semakin besar volume penyaluran kredit akan meningkatkan
profitabilitas bank karena bank memperoleh pendapatan melalui bunga kredit
tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa LDR berpengaruh positif dan signifikan
terhadap profitailitas. Penelitian yang dilakukan oleh Agustiningrum (2013),
Brock dan L Rojaz (2000) menjelaskan bahwa LDR berpengaruh positif dan signifikan
terhadap profitabilitas. Berbeda dengan hasil yang ditemukan oleh Ahmad et
al. (2012) serta Ayadi danBoujelbene(2012) yang menunjukkan bahwa LDR
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas yang diproksikan
dengan ROA.
Bank yang memiliki
modal yang cukup besar dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar pula.
Penelitian yang dilakukan oleh Agustiningrum (2013) menjelaskan bahwa CAR
berpengaruh positif terhadap profitabilitas. Hal ini berarti semakin kecil
risiko yang ada pada bank tersebut akan memberikan keuntungan yang besar bagi
bank. Penelitian yang dilakukan oleh Al-Qudah danMahmoud (2013) juga menemukan
hasil yang positif antara capital adequacy ratio dengan profitabilitas.
Bank yang memiliki modal yang tinggi akan mencapai keuntungan yang tinggi
karena bank tersebut lebih cermat dalam memilih sumber pembiayaan (Al-Qudah
danMahmoud, 2013). Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian AlperdanAdem
(2011) serta Mawardi (2004) yang menyatakan bahwa capital adequacy ratio tidak
memiliki pengaruh yang penting terhadap profitabilitas. Poposka et al. (2013)
serta Jha dan Hui (2012) menyatakan bahwa CAR berpengaruh negatif terhadap ROA.
Bank yang memiliki modal yang tinggi dan menghadapi persaingan yang cukup ketat
maka bank tersebut akan lebih berfokus pada peningkatan asset yang
dimiliki seiring dengan meningkatnya permodalan bank tersebut. Untuk mencapai
pertumbuhan yang diinginkan dengan persaingan yang ketat maka bank akan
menurunkan spread atau selisih dari bunga kredit dengan bunga dana yang
dihimpun, sehingga dapat menurunkan profitabilitas (Maheswari dan Surya, 2014).
Jika non
performing loan suatu bank terus meningkat maka akan mempengaruhi
permodalan bank karena bank harus menyediakan dana untuk memenuhi Penyisihan
Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang terbentuk (Pauzi, 2010). Modal bank
yang seharusnya dapat digunakan untuk investasi lainnya menjadi berkurang
akibat dari adanya pembentukan PPAP, sehingga dapat dikatakan bahwa non
performing loan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap capital
adequacy ratio(CAR). Penelitian yang dilakukan oleh Margaretha dan
Diana (2011), Tracey (2011), dan Buyuksalvarci dan Hasan (2011) menemukan hasil
bahwa NPL memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap CAR. Berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Anjani dan Purnawati (2014) dan Fitrianto dan
Mawardi (2006) menemukan bahwa NPL memiliki hubungan negatif dan tidak
signifikan terhadap CAR.
Pertumbuhan kredit
yang diberikan lebih tinggi dari jumlah dana yang dihimpun menyebabkan
peningkatan nilai loan to deposit ratio namun menurunnya nilai capital
adequacy ratio (Anjani dan Purnawati 2014). Penurunan nilai CAR tersebut
dikarenakan besarnya kredit yang disalurkan telah melebihi dana yang dihimpun,
sehingga bank juga menggunakan modalnya untuk memenuhi permintaan kredit yang
besar tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Krisna (2008),Yuanjuan danXiao
(2012) serta Fitrianto dan Wisnu (2006) menemukan hasil bahwa loan to
deposit ratio memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap capital
adequacy ratio. Namun, berbeda dengan penelitian Shitawati (2006),
Abusharba etal. (2013) bahwa LDR berpengaruh positif dan signifikan
terhadap capital adequacy ratioserta penelitian Saraswati (2008) dan
Williams (2011) bahwa loan to deposit ratio berpengaruh positifnamun
tidak signifikan terhadap capital adequacy ratio
No comments:
Post a Comment