Beranda

Welcome

Selamat Datang di Blog Sarana Informasi ...... Welcome on this blog...benvenuti nel nostro blog..bienvenue sur notre blog...Willkommen in unserem Blog... bienvenido a nuestro blog...... 블로그에 오신 것을 환영합니다 beullogeue osin geos-eul hwan-yeonghabnida....

Monday, February 24, 2020

Gugatan Class Action


Gugatan Class Action atau gugatan perwakilan kelompok adalah suatu tata cara pengajuan gugatan, dalam mana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk diri atau diri-diri mereka sendiri dan sekaligus mewakili kelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompok dimaksud. Sementara itu yang dimaksud dengan Wakil kelompok adalah satu orang atau lebih yang menderita kerugian yang mengajukan gugatan dan sekaligus mewakili kelompok orang yang lebih banyak jumlahnya.
Menurut Mas Acmad Santosa menyebutkan Class Action pada intinya adalah gugatan perdata (biasanya terkait dengan permintaan injuntction atau ganti kerugian) yang diajukan oleh sejumlah orang (dalam jumlah yang tidak banyak -- misalnya satu atau dua orang) sebagai perwakilan kelas (class repesentatif) mewakili kepentingan mereka, sekaligus mewakili kepentingan ratusan atau ribuan orang lainnya yang juga sebagai korban. Ratusan atau ribuan orang yang diwakili tersebut diistilahkan sebagai class members . (Mas Acmad Santosa)
Class action adalah sekelompok besar orang yang berkepentingan dalam suatu perkara, satu atau lebih dapat menuntut atau dituntut mewakili kekompok besar orang tersebut tanpa perlu menyebut satu peristiwa satu anggota yang diwakili. (Black’s law dictionary)
Class action bisa merupakan suatu metode bagi orang perorangan yang mempunyai tuntutan sejenis untuk bergabung bersama mengajukan tuntutan agar lebih efisien, dan seseorang yang akan turut serta dalam class action harus memberikan persetujuan kepada perwakilan.
Hal ini berarti bahwa kegunaan class action secara mendasar antara lain adalah efisiensi perkara, proses berperkara yang ekonomis, menghindari putusan yang berulang-ulang yang dapat berisiko adanya putusan inkonsistensi dalam perkara yang sama.
Setiap warga negara memiliki hak yang sama di hadapan hukum dan ia pun berhak untuk membela hak-nya apabila ia merasa dirugikan oleh pihak lain. Hal ini menjadi dasar pemikiran diadakannya aturan gugatan perdata. Secara umum model gugatan perdata ada dua macam yaitu gugatan yang dilakukan di luar pengadilan dikenal dengan sebutan nonlitigasi, sedangkan gugatan yang dilakukan melalui peradilan disebut litigasi. Oleh karena itu, gugatan perdata bisa menjadi dasar diselenggarakannya pengadilan perdata.
Gugatan perdata atas pelanggaran hubungan perdata dapat dilakukan dengan dua cara.
1. Oleh orang yang bersangkutan atau ahli warisnya.
2. Sekelompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama (class action).
Gugatan dengan prosedur gugatan perwakilan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Numerosity, yaitu gugatan tersebut menyangkut kepentingan orang banyak, sebaiknya orang banyak itu diartikan dengan lebih dari 10 orang; sehingga tidaklah efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan sendiri-sendiri atau bersama-sama dalam satu gugatan.
2. Commonality, yaitu adanya kesamaan fakta (question of fact) dan kesamaan dasar hukum (question of law) yang bersifat subtansial, antara perwakilan kelompok dan anggota kelompok; misalnya pencemaran; disebabkan dari sumber yang sama, berlangsung dalam waktu yang sama, atau perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tergugat berupa pembuangan limbah cair di lokasi yang sama, dll.
3. Tipicality, yaitu adanya kesamaan jenis tuntutan antara perwakilan kelompok dan anggota kelompok; Persyaratan ini tidak mutlak mengharuskan bahwa penggugat mempunyai tuntutan ganti rugi yang sama besarnya, yang terpenting adalah jenis tuntutannya yang sama, misalnya tuntutan adanya biaya pemulihan kesehatan, dimana setiap orang bisa berbeda nilainya tergantung tingkat penyakit yang dideritanya.
4. Adequacy of Representation, yaitu perwakilan kelompok merupakan perwakilan kelompok yang layak, dengan memenuhi beberapa persyaratan:
  1. harus memiliki kesamaan fakta dan atau dasar hukum dengan anggota kelompok yang diwakilinya;
  2. memiliki bukti-bukti yang kuat;
  3. jujur;
  4. memiliki kesungguhan untuk melindungi kepentingan dari anggota kelompoknya;
  5. mempunyai sikap yang tidak mendahulukan kepentingannya sendiri disbanding kepentingan anggota kelompoknya; dan
  6. sanggup untuk menanggulangi membayar biaya-biaya perkara di pengadilan.
Surat gugatan, selain harus memenuhi syarat formil sebagaimana diatur dalam Hukum Acara Perdata, harus memuat:
  1. identitas lengkap dan jelas,
  2. definisi kelompok secara secara rinci dan spesifik;
  3. keterangan tentang anggota kelompok;
  4. posita dari seluruh kelompok;
  5. jika tuntutan tidak sama karena sifat dan kerugian yang berbeda, maka dalam satu gugatan dapat dikelompokkan beberapa bagian atau sub kelompok;
  6. tuntutan atau petitum ganti rugi, mekanisme pendistribusian dan usulan pembentukan tim.
Gugatan didaftarkan ke peradilan umum, segera setelah hakim memutuskan bahwa pengajuan gugatan kelompok dinyatakan sah, wakil kelompok memberitahukan kepada anggota kelompok melalui media cetak/ elektronik, kantor pemerintah atau langsung kepada anggota kelompok.
Setelah pemberitahuan dilakukan, anggota kelompok dalam jangka waktu tertentu diberi kesempatan menyatakan keluar dari keanggotaan kelompok. Seterusnya proses persidangan sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam Hukum Acara Perdata.
PERKEMBANGAN CLASS ACTION DI INDONESIA
Class action sesungguhnya lebih dikenal oleh negara-negara yang menganut system hukum common law daripada di negaranegara yang menganut sistem civil law. Hal ini karena dalam sejarah dan perkembangannnya class action untuk pertama kalinya diperkenalkan di Inggris, negara yang melahirkan sistem hukum common law. Pada perkembangannya negara-negara persemakmuran Inggris kemudian menganutnya. Sedangkan negara-negara yang tidak menganut system hukum common law, seperti halnya Amerika dan Indonesia pada umumnya hanya mengadopsi dan disesuaikan dengan sistem hukum yang berlaku di negaranya masing-masing.

Sejarah class action di Indonesia dibagi menjadi 2 periode :
- Before recognition
- After recognition
Yang menjadi tolak ukur dari pengakuan class action adalah dengan dikeluarkannya UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
1. Before Recognition of Class Action
Sebelum tahun 1997, meskipun belum ada aturan hukum yang mengatur mengenai class action, namun gugatan class action sudah pernah dipraktekkan dalam dunia peradilan di Indonesia. Gugatan class action yang pertama di Indonesia dimulai pada tahun 1987 terhadap Kasus R.O. Tambunan melawan Bentoel Remaja, Perusahaan Iklan, dan Radio Swasta Niaga Prambors. Perkara Bentoel Remaja yang diajukan di PN Jakarta Pusat. Dalam gugatannya, Pengacara R.O. Tambunan mendalilkan dalam gugatannya bahwa ia tidak hanya mewakili dirinya sebagai orang tua dari anaknya namun juga mewakili seluruh generasi muda yang diracuni karena iklan perusahaan rokok Bentoel.
Menyusul kemudian Kasus Muchtar Pakpahan melawan Gubernur DKI Jakarta & Kakanwil Kesehatan DKI (kasus Endemi demam Berdarah) di PN Jakarta Pusat pada tahun 1988. Dalam kasus ini pengacara Muchtar Pakpahan selaku penggugat mendalilkan bahwa ia bertindak untuk kepentingan diri sendiri sebagai korban wabah demam berdarah maupun mewakili masyarakat penduduk DKI Jakarta lainnya yang menderita wabah serupa.
Selain itu Kasus YLKI melawan PT. PLN Persero (kasus pemadaman listrik se-Jawa Bali tanggal 13 April 1997) pada tahun 1997 di PN Jakarta Selatan.
Dari ketiga kasus class action di atas sayangnya tidak ada satupun gugatan yang dapat diterima oleh pengadilan dengan pertimbangan :
  • Gugatan class action bertentangan dengan adagium hukum yang berlaku bahwa tidak ada kepentingan. Hal ini diperkuat dalam yurisprudensi MA dalam putusannya pada tahun 1971 yang mengisyaratkan bahwa gugatan harus diajukan oleh orang yang memiliki hubungan hukum.
  • Pihak penggugat tidak berdasarkan pada suatu Surat Khusus, dalam 123 HIR disebutkan bahwa untuk dapat mewakili pihak lain yang tidak ada hubungan hukum diperlukan suatu Surat Khusus.
  • Belum ada hukum positif di Indonesia yang mengatur mengenai gugatan class action, baik soal definisi maupun prosedural mengajukan gugatan class action ke pengadilan
  • Bahwa class action lebih didominasi di negara yang menganut stelsel hukum Aglo Saxon, sementara tradisi hukum di Indonesia lebih dominann dipengaruhi oleh stelsel hukum eropa kontinental.
2. After Recognition of Class Action
Class Action dalam Hukum Positif di Indonesia baru diberikan pengakuan setelah diundangkannya UU Lingkungan Hidup pada tahun 1997 kemudian diatur pula dalam UU Perlindungan Konsumen dan UU Kehutanan pada tahun 1999. Namun pengaturan Class Action hanya terbatas dan diatur dalam beberapa pasal saja. Selain itu ketiga UU tersebut tidak mengatur secara rinci mengenai prosedur dan acara dalam gugatan perwakilan kelompok (Class Action). Sebelum tahun 2002, gugatan secara class action umumnya dilakukan tanpa adanya mekanisme pemberitahuan bagi anggota kelompok dan pernyataan keluar dari anggota kelompok. Gugatan secara class action dilaksanakan melalui prosedur yang sama dengan gugatan perdata biasa.
Ketentuan yang secara khusus mengenai acara dan prosedur Class Action baru diatur pada tahun 2002 dengan dikeluarkannya PERMA No. I Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok. Dalam PERMA No. 1 Tahun 2002 mengatur tentang kewajiban pemberitahuan bagi wakil kelompok dan membuka kesempatan keluar dari gugatan class action bagi anggota kelompok (opt out).
A. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam pasal 37 ayat 1 UU No. 23 Tahun 1997 disebutkan bahwa masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan/atau melaporkan ke penegak hukum mengenai berbagai masalah lingkungan hidup yang merugikan perikehidupan masyarakat.
Dalam penjelasan pasal 37 ayat (1) menyebutkan bahwa yang dimaksud hak mengajukan gugatan perwakilan pada ayat ini adalah hak kelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas dasar kesamaan permasalahan, fakta hukum, dan tuntutan yang ditimbulkan karena pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
B. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Pasal 46 ayat 1 huruf b UU No. 8 Tahun 1999 menyebutkan bahwa gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh kelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama. Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 46 ayat 1 Huruf b menjelaskan bahwa Undang-undang ini (Perlindungan Konsumen) mengakui gugatan kelompok atau class action. Gugatan kelompok atau class action harus diajukan oleh konsumen yang benar-benar dirugikan dan dapat dibuktikan secara hukum, salah satu diantaranya adalah adanya bukti transaksi.
C. UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
Dalam pasal 38 ayat 1 UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi disebutkan bahwa masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi berhak mengajukan gugatan ke pengadilan secara :
(a) orang perorangan;
(b) kelompok orang dengan pemberian kuasa;
(c) kelompok orang tidak dengan kuasa melalui gugatan perwakilan.
Sedangkan dalam penjelasan pasal 38 ayat (1) UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “hak mengajukan gugatan perwakilan” adalah hak sekelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas dasar kesamaan permasalahan, faktor hukum, dan ketentuan yang ditimbulkan karena kerugian atau gangguan sebagai akibat kegiatan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Dalam pasal 39 UU No. 18 Tahun 1999 disebutkan bahwa gugatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (1) adalah tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu dan/atau berupa biaya atau
pengeluaran nyata, dengan tidak menutup kemungkinan tuntutan lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Penjelasan pasal 39 UU No. 18 Tahun 1999 disebutkan bahwa khusus gugatan perwakilan yang diajukan oleh masyarakat tidak dapat berupa tuntutan membayar ganti rugi, melainkan hanya terbatas gugatan lain, yaitu :
· Memohon kepada pengadilan agar salah satu pihak dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi untuk melakukan tindakan hukum tertentu yang berkaitan dengan kewajibannya atau tujuan dari kontrak kerja konstruksi;
· Menyatakan seseorang (salah satu pihak) telah melakukan perbuatan melawan hukum karena melanggar kesepakatan yang telah ditetapkan bersama dalam kontrak kerja konstruksi;
· Memerintahkan seseorang (salah satu orang) yang melakukan usaha/kegiatan jasa konstruksi untuk membuat atau memperbaiki atau mengadakan penyelamatan bagi para pekerja jasa konstruksi.
D. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Pengaturan mengenai gugatan class action dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan diatur dalam Pasal 71 ayat 1 yang menyatakan bahwa masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan atau melaporkan ke penegak hukum terhadap kerusakan hutan yang merugikan kehidupan masyarakat.
E. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok
PERMA No. 1 Tahun 2002 merumuskan Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action) sebagai suatu prosedur pengajuan gugatan, dimana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk dirinya sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau kesamaan dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.

No comments:

Post a Comment

About

Popular Posts