Beranda

Welcome

Selamat Datang di Blog Sarana Informasi ...... Welcome on this blog...benvenuti nel nostro blog..bienvenue sur notre blog...Willkommen in unserem Blog... bienvenido a nuestro blog...... 블로그에 오신 것을 환영합니다 beullogeue osin geos-eul hwan-yeonghabnida....

Tuesday, February 25, 2020

Makalah Tentang Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi


BAB I
LATAR BELAKANG


Pemahaman konstitusi pada saat ini sedikit bergeser akibat adanya perubahan nilai-nilai politik yang dikembangkan dalam suatu negara. Seyogianya pemahaman tentang teori konstitusi sangat penting sebagai acuan dalam penerapan aturan dasar suatu negara sebagai hasil interaksi politik dan sosial.
Pembelajaran mengenai teori dan hukum konstitusi berada di bawah naungan mata kuliah wajib Hukum Tata Negara, kemudian disebut dengan HTN. Kajian ini adalah prasyarat bagi mereka yang akan mengambil mata kuliah Ilmu Perbandingan HTN dan sebagai dasar yang melengkapi kajian-kajian dalam bidang HTN pada umumnya.
Teori Konstitusi adalah sebuah kajian dalam garis besar tentang apa dan bagaimana konstitusi sepanjang sejarah, dalam hal ini dibicarakan sejumlah pengertian dasar tentang konstitusi, faham-faham atau doktrin-doktrin yang penting mengenai konstitusi yang tidak terlepas kaitannya dengan pola pandang suatu bangsa dalam perspektif negara modern.
Paradigma susunan kelembagaan negara mengalami perubahan drastis sejak reformasi konstitusi mulai 1999 sampai dengan 2002. Karena berbagai alasan dan kebutuhan, lembaga-lembaga negara baru dibentuk, meskipun ada juga lembaga yang dihapuskan. Salah satu lembaga yang dibentuk adalah Mahkamah Konstitusi (MK). MK didesain menjadi pengawal dan sekaligus penafsir terhadap Undang-Undang Dasar melalui putusan-putusannya. Dalam menjalankan tugas konstitusionalnya, MK berupaya mewujudkan visi kelembagaannya, yaitu tegaknya konstitusi dalam rangka mewujudkan cita negara hukum dan demokrasi demi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang bermartabat. Visi tersebut menjadi pedoman bagi MK dalam menjalankan kekuasaan kehakiman secara merdeka dan bertanggung jawab sesuai amanat konstitusi.
Kiprah MK sejak kehadirannya enam tahun silam banyak dinilai cukup signifikan terutama dalam kontribusi menjaga hukum dan mengembangkan demokrasi. Namun usianya yang masih belia, membuat MK belum begitu dikenal oleh khalayak luas. Berbagai hal, istilah dan konsep yang terkait dengan MK dan segenap kewenangannya belum begitu dipahami oleh masyarakat. Sejalan dengan misi MK untuk membangun konstitusionalitas Indonesia serta budaya sadar berkonstitusi maka upaya memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai kedudukan, fungsi dan peran MK terus menerus dilakukan.
Ide pembentukan Mahkamah Konstitusi merupakan ekses dari perkembangan pemikiran hukum dan ketatanegaraan modern yang muncul pada abad ke-20 ini. Di negara-negara yang tengah mengalami tahapan perubahan dari otoritarian menuju demokrasi, ide pembentukan MK menjadi diskursus penting. Krisis konstitusional biasanya menyertai perubahan menuju rezim demokrasi, dalam proses perubahan itulah MK dibentuk. Pelanggaran demi pelanggaran terhadap konstitusi, dalam perspektif demokrasi, selain membuat konstitusi bernilai semantik, juga mengarah pada pengingkaran terhadap prinsip kedaulatan rakyat.
Dalam perkembangannya, ide pembentukan MK dilandasi upaya serius memberikan perlindungan terhadap hak-hak konstitusional warga negara dan semangat penegakan konstitusi sebagai grundnorm atau highest norm, yang artinya segala peraturan perundang-undangan yang berada dibawahnya tidak boleh bertentangan dengan apa yang sudah diatur dalam konstitusi. Konstitusi merupakan bentuk pelimpahan kedaulatan rakyat (the sovereignity of the people) kepada negara, melalui konstitusi rakyat membuat statement kerelaan pemberian sebagian hak-haknya kepada negara. Oleh karena itu, konstitusi harus dikawal dan dijaga. Sebab, semua bentuk penyimpangan, baik oleh pemegang kekuasaan maupun aturan hukum di bawah konstitusi terhadap konstitusi, merupakan wujud nyata pengingkaran terhadap kedaulatan rakyat.

BAB II
KAJIAN TEORITIS


Kata “Konstitusi” berarti “pembentukan”, berasal dari kata kerja yaitu “constituer” (Perancis) atau membentuk. Yang dibentuk adalah negara, dengan demikian konstitusi mengandung makna awal (permulaan) dari segala peraturan perundang-undangan tentang negara. Belanda menggunakan istilah “Grondwet” yaitu berarti suatu undang-undang yang menjadi dasar (grond) dari segala hukum. Indonesia menggunakan istilah Grondwet menjadi Undang-undang Dasar.
A. Konstitusi Tertulis dan Tidak Tertulis
Konstitusi memuat suatu aturan pokok (fundamental) mengenai sendi-sendi pertama untuk menegakkan suatu bangunan besar yang disebut negara. Sendi-sendi itu tentunya harus kokoh, kuat dan tidak mudah runtuh agar bangunan negara tetap tegak berdiri. Ada dua macam konstitusi di dunia, yaitu “Konstitusi Tertulis” (Written Constitution) dan “Konstitusi Tidak Tertulis” (Unwritten Constitution), ini diartikan seperti halnya “Hukum Tertulis” (geschreven Recht) yang trmuat dalam undang-undang dan “Hukum Tidak Tertulis” (ongeschreven recht) yang berdasar adat kebiasaan. Dalam karangan “Constitution of Nations”, Amos J. Peaslee menyatakan hampir semua negara di dunia mempunyai konstitusi tertulis, kecuali Inggris dan Kanada.
Di beberapa negara ada dokumen tetapi tidak disebut konstitusi walaupun sebenarnya materi muatannya tidak berbeda dengan apa yang di negara lain disebut konstitusi. Ivor Jenning dalam buku (The Law and The Constitution) menyatakan di negara-negara dengan konstitusi tertulis ada dokumen tertentu yang menentukan:
a. Adanya wewenang dan tata cara bekerja lembaga kenegaraan
b. Adanya ketentuan berbagai hak asasi dari warga negara yang diakui dan dilindungi
3
 
Di Inggris baik lembaga-lembaga negara termaksud dalam huruf a maupun pada huruf b yang dilindungi, tetapi tidak termuat dalam suatu dokumen tertentu. Dokumen-dokumen tertulis hanya memuat beberapa lembaga-lembaga negara dan beberapa hak asasi yang dilindungi, satu dokumen dengan yang lain tidak sama. Karenanya dilakukan pilihan-pilihan di antara dokumen itu untuk dimuat dalam konstitusi. Pilihan di Inggris tidak ada. Penulis Inggris yang akhirnya memilih lembaga-lembaga mana dan hak asasi mana oleh mereka yang dianggap “constitutional.”
Ada konstitusi yang materi muatannya sangat panjang dan sangat pendek. Konstitusi yang terpanjang adalah India dengan 394 pasal. Kemudian Amerika Latin seperti uruguay 332 pasal, Nicaragua 328 pasal, Cuba 286 pasal, Panama 271 pasal, Peru 236 pasal, Brazil dan Columbia 218 pasal, selanjutnya di Asia, Burma 234 pasal, di Eropa, belanda 210 pasal. Konstitusi terpendek adalah Spanyol dengan 36 pasal, Indonesia 37 pasal, Laos 44 pasal, Guatemala 45 pasal, Nepal 46 pasal, Ethiopia 55 pasal, Ceylon 91 pasal dan Finlandia 95 pasal.

B. Klasifikasi Konstitusi
Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa hampir semua negara memiliki konstitusi. Apabila dibandingkan anata satunegara dengan negara lain akan nampak perbedaan dan persamaannya. Dengan demikian akan sampai pada klasifikasi dari konstitusi yang berlaku di semua negara. Para ahli hukum tata negara atau hukum konstitusi kemudian mengadakan klasifikasi berdasarkan cara pandang mereka sendiri, antara lain K.C. Wheare, C.F. Strong, James Bryce dan lain-lainnya.
Dalam buku K.C. Wheare “Modern Constitution” (1975) mengklasifikasi konstitusi sebagai berikut:
a.    Konstitusi tertulis dan konstitusi tidak dalam bentuk tertulis (written constitution and unwritten constitution);
b.   Konstitusi fleksibel dan konstitusi rigid (flexible and rigid constitution)
Konstitusi fleksibel yaitu konstitusi yang mempunyai ciri-ciri pokok, antara lain:
1) Sifat elastis, artinya dapat disesuaikan dengan mudah
2) Dinyatakan dan dilakukan perubahan adalah mudah seperti mengubah undang-undang
Konstitusi rigid mempunyai ciri-ciri pokok, antara lain:
1) Memiliki tingkat dan derajat yang lebih tinggi dari undang-undang;
2) Hanya dapat diubah dengan tata cara khusus/istimewa
c.    Konstitusi derajat tinggi dan konstitusi derajat tidak derajat tinggi (Supreme and not supreme constitution)
Konstitusi derajat tinggi, konstitusi yang mempunyai kedudukan tertinggi dalam negara (tingkatan peraturan perundang-undangan). Konstitusi tidak derajat tinggi adalah konstitusi yang tidak mempunyai kedudukan seperti yang pertama.
d.   Konstitusi Negara Serikat dan Negara Kesatuan (Federal and Unitary Constitution)
Bentuk negara akan sangat menentukan konstitusi negara yang bersangkutan. Dalam suatu negara serikat terdapat pembagian kekuasaan antara pemerintah federal (Pusat) dengan negara-negara bagian. Hal itu diatur di dalam konstitusinya. Pembagian kekuasaan seperti itu tidak diatur dalam konstitusi negara kesatuan, karena pada dasarnya semua kekuasaan berada di tangan pemerintah pusat.
e.    Konstitusi Pemerintahan Presidensial dan pemerintahan Parlementer (President Executive and Parliamentary Executive Constitution)
Dalam sistem pemerintahan presidensial (strong) terdapat ciri-ciri antara lain:
-      Presiden memiliki kekuasaan nominal sebagai kepala negara, tetapi juga memiliki kedudukan sebagai Kepala Pemerintahan
-      Presiden dipilih langsung oleh rakyat atau dewan pemilih
-      Presiden tidak termasuk pemegang kekuasaan legislatif dan tidak dapat memerintahkan pemilihan umum
Konstitusi dalam sistem pemerintahan parlementer memiliki ciri-ciri (Sri Soemantri) :
-      Kabinet dipimpin oleh seorang Perdana Menteri yang dibentuk berdasarkan kekuatan yang menguasai parlemen
-      Anggota kabinet sebagian atau seluruhnya dari anggota parlemen
-      Presiden dengan saran atau nasihat Perdana menteri dapat membubarkan parlemen dan memerintahkan diadakan pemilihan umum.

Konstitusi dengan ciri-ciri seperti itu oleh Wheare disebut “Konstitusi sistem pemerintahan parlementer”. Menurut Sri Soemantri, UUD 1945 tidak termasuk ke dalam kedua konstitusi di atas. Hal ini karena di dalam UUD 1945 terdapat ciri konstitusi pemerintahan presidensial, juga terdapat ciri konstitusi pemerintahan parlementer. Pemerintahan Indonesia adalah sistem campuran.

C. Amandemen Undang-undang Dasar RI 1945
 UUD 1945 mengalami perubahan/amandemen yang dilakukan bertahap atau beberapa kali. Ada beberapa alasan UUD 1945 mengalami perubahan diantaranya sebagai berikut :
  • Lemahnya checksand balances pada institusi-institusi ketatanegaraan.
  • Executive heavy yakni kekuasaan dominan berada ditangan Presiden dengan hak prerogative dan kekuasaan legislatif
  • Pengaturan yang terlampau fleksibel (vide: pasal 7 UUD 1945 sebelum amandemen)
·       Terbatasnya pengaturan hak-hak asasi manusia yang dijamin dalam konstitusi
Amandemen UUD 1945 telah dilakukan sebanyak empat kali dengan beberapa hal yang mengalami perubahan. Berikut proses amandemen UUD 1945 serta inti dari perubahan yang dihasilkan :
1)   Perubahan Pertama, disahkan 19 Oktober 1999
-      SU MPR 14-21 Oktober1999
-      Terdiri dari 9 pasal: Ps. 5; Ps. 7 ;Ps.9; Ps.13; Ps.14; Ps.15; Ps.17; Ps.20 ; Ps.21.
-      Inti perubahan: Pergeseran kekuasaan Presiden yang dipandang terlampau kuat (executive heavy)
2)   Perubahan Kedua, disahkan 18 Agustus 2000
-      SU MPR 7-8 Agustus 2000
-      Perubahan: 5 Bab dan 25 pasal: Ps. 18; Ps. 18A; Ps. 18B ; Ps. 19 ; Ps.20 ; Ps.20A ; Ps.22A ; Ps.22B ; BabIXA, Ps 25E; BabX, Ps. 26 ; Ps. 27; BabXA, Ps. 28A ; Ps.28B; Ps.28C ; Ps.28D ; Ps.28E ; Ps.28F ; Ps.28G ; Ps.28H ; Ps.28I ; Ps.28J ; BabXII, Ps. 30; BabXV, Ps. 36A ; Ps.36B ; Ps.36C.
-      Inti Perubahan: Pemerintah Daerah, DPR dan Kewenangannya, Hak Asasi Manusia, Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan.
3)   Perubahan Ketiga, disahkan 10 November 2001
-      ST MPR 1-9 November 2001
-      Perubahan 3 Bab dan 22 Pasal: Ps. 1; Ps. 3 ; Ps.6 ; Ps.6A ; Ps.7A ; Ps.7B ; Ps.7C ; Ps.8 ; Ps.11 ; Ps.17, BabVIIA, Ps. 22C ; Ps.22D ; BabVIIB, Ps. 22E ; Ps.23 ; Ps.23A ; Ps.23C ; BabVIIIA, Ps. 23E ; Ps. 23F ; Ps.23G ; Ps.24 ; Ps.24A ; Ps.24B ; Ps.24C.
-      Inti Perubahan : Bentuk dan Kedaulatan Negara, Kewenangan MPR, Kepresidenan, Impeachment, Keuangan Negara, Kekuasaan Kehakiman
4)   Perubahan Keempat, disahkan10 Agustus 2002
-      ST MPR 1-11 Agustus 2002
-      Perubahan2 Babdan13 Pasal: Ps. 2; Ps. 6A ; Ps.8 ; Ps. 11 ; Ps.16 ; Ps.23B ; Ps.23D ; Ps.24 ; Ps. 31 ; Ps.32 ; BabXIV, Ps. 33 ; Ps.34 ; Ps.37.
-      Inti Perubahan: DPD sebagai bagian MPR, Penggantian Presiden, pernyataan perang, perdamaian dan perjanjian, mata uang, bank sentral, pendidikan dan kebudayaan, perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial, perubahan UUD.
Amandemen UUD 1945 telah membawa konsekuensi berubahnya struktur ketatanegaraan di Indonesia. Dalam kasus di Indonesia ada beberapa hal yang menjadi inti dan mempengaruhi banyaknya pembentukan lembaga negara baru yang bersifat independen.


BAB III
PRAKTEK HUKUM MAHKAMAH KONSTITUSI


Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam UUD NRI Tahun 194538. Sedangkan menurut pasal 2 UU No. 24 Tahun 2003 Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Pasal 24C UUD NRI 1945 Joncto Pasal 10 UU No.24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, mengatur bahwa: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
a.    Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Mengenai pengujian UU, diatur dalam Bagian Kesembilan UU Nomor 24 Tahun 2003 dari Pasal 50 sampai dengan Pasal 60.11 Undang-undang adalah produk politik biasanya merupakan kristalisasi kepentingan-kepentingan politik para pembuatnya. Sebagai produk politik, isinya mungkin saja mengandung kepentingan yang tidak sejalan atau melanggar konstitusi. Sesuai prinsip hierarki hukum, tidak boleh isi suatu peraturan undang-undang yang lebih rendah bertentangan atau tidak mengacu pada peraturan di atasnya. Untuk menguji apakah suatu undang-undang bertentangan atau tidak dengan konstitusi, mekanisme yang disepakati adalah judicial review12. Jika undang-undang atau bagian di dalamnya itu dinyatakan terbukti tidak selaras dengan konstitusi, maka produk hukum itu dibatalkan MK. Melalui kewenangan judicial review, MK menjadi lembaga negara yang mengawal agar tidak lagi terdapat ketentuan hukum yang keluar dari koridor konstitusi.
b.   Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
8
 
Sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara adalah perbedaan pendapat yang disertai persengketaan dan klaim lainnya mengenai kewenangan yang dimiliki oleh masing-masing lembaga negara tersebut. Hal ini mungkin terjadi mengingat sistem relasi antara satu lembaga dengan lembaga lainnya menganut prinsip check and balances, yang berarti sederajat tetapi saling mengendalikan satu sama lain. Sebagai akibat relasi yang demikian itu, dalam melaksanakan kewenangan masing-masing timbul kemungkinan terjadinya perselisihan dalam menafsirkan amanat UUD., MK dalam hal ini, akan menjadi wasit yang adil untuk menyelesaikannya. Kewenangan mengenai ini telah diatur dalam Pasal 61 sampai dengan Pasal 67 UU Nomor 24 Tahun 2003.
c.    Memutus pembubaran partai politik.
Kewenangan ini diberikan agar pembubaran partai politik tidak terjebak pada otoritarianisme dan arogansi, tidak demokratis, dan berujung pada pengebirian kehidupan perpolitikan yang sedang dibangun. Mekanisme yang ketat dalam pelaksanaannya diperlukan agar tidak berlawanan dengan arus kuat demokrasi. Partai politik dapat dibubarkan oleh MK jika terbukti ideologi, asas, tujuan, program dan kegiatannya bertentangan dengan UUD 1945. Pasal 74 sampai dengan Pasal 79 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi telah mengatur kewenangan ini.
d.   Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum
Perselisihan hasil Pemilu adalah perselisihan antara KPU dengan Peserta Pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional. Perselisihan hasil pemilu dapat terjadi apabila penetapan KPU mempengaruhi 1). Terpilihnya anggota DPD, 2). Penetapan pasangan calon yang masuk pada putaran kedua pemilihan presiden. dan wakil presiden serta terpilihnya pasangan presiden dan wakil presiden, dan 3). Perolehan kursi partai politik peserta pemilu di satu daerah pemilihan. Hal ini telah ditentukan dalam Bagian Kesepuluh UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dari Pasal 74 sampai dengan Pasal 79.


e.    Pendapat DPR mengenai Dugaan Pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden
Kewenangan ini diatur pada Pasal 80 sampai dengan Pasal 85 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Dalam sistem presidensial, pada dasarnya presiden tidak dapat diberhentikan sebelum habis masa jabatannya habis, ini dikarenakan presiden dipilih langsung oleh rakyat. Namun, sesuai prinsip supremacy of law dan equality before law, presiden dapat diberhentikan apabila terbukti melakukan pelanggaran hukum sebagaimana yang ditentukan dalam UUD. Tetapi proses pemberhentian tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip negara hukum. Hal ini berarti, sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan seorang presiden bersalah, presiden tidak bisa diberhentikan. Pengadilan yang dimaksud dalam hal ini adalah MK.
Dalam hal ini hanya DPR yang dapat mengajukan ke MK. Namun dalam pengambilan sikap tentang adanya pendapat semacam ini harus melalui proses pengambilan keputusan di DPR yaitu melalui dukungan 2/3 (dua pertiga) jumlah seluruh anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) anggota DPR.





BAB IV
KESIMPULAN


Dari perspektif ilmu, hukum dasar yang menjadi obyek formal Ilmu Hukum Konstitusi. Jadi, ilmu hukum konstitusi adalah ilmu hukum yang mempelajari konstitusi dalam pengertian Hukum Dasar dari suatu Negara. Aspek-aspek hukum ketatanegaraan lainnya dari Ilmu Hukum Tata Negara dalam arti luas, yaitu Aspek hukum susunan Negara dan aspek hukum penyelenggaraan Negara.
Amandemen Konstitusi baru mengatur secara terbatas sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD. Untuk itu diperlukan mekanisme lain yang dapat mengakomodasi dan menangani konflik dari lembaga negara lainnya.
Adapun mekanisme dimaksud dapatlah dikemukakan sebagai berikut: kesatu sistem check and balance haruslah diatur sedemikan rupa sehingga benar terjadi saling kontrol dan saling imbang kekuasaan sehingga potensi konflik terserap habis di dalam sistem dmaksud; kedua, segala sengketa di luar kewenangan Mahkamah Konstitusi dapat melalaui proses negosisasi dan konsensus serta untuk itu perlu dibuat suatu sistem dan mekanisme yang memungkinkan terjadinya negosiasi politik yang dapat saja diletakan di dalam Mahkamah Konstitusi; ketiga, Mahkamah Konstitusi diberikan kekuasaan yang lebih luas untuk dapat menyelesaikan segala macam konflik yang potensial terjadi pada lembaga negara.
11
 
Untuk itu agar akuntabilitas Mahkamah Konstitusi kian meningkat maka akuntabilitas proses rekruitmen para hakim konstitusi dan proses governance di dalam pengambilan keputusan harus ditingkatkan; keempat, Mahkamah Agung mempunyai satu ”kamar khusus” di dalam lembaganya untuk menyelesaikan sengketa antara lembaga negara minus lembaga negara yang ditangani oleh Mahkamah Konstitusi. Kamar khusus dimaksud hanya ada di Mahkamah Agung dan putusannya bersifat final serta mengikat.
DAFTAR PUSTAKA



C.F.Strong, Konstitusi-Konstitusi Politik Modern-Kajian tentang Sejarah dan Bentuk-Bentuk Konstitusi Dunia, Penerbit Nuansa dan Penerbit Nusa Media, Bandung, 2004

Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran kekuasaan Indonesia, MKRI dan PSHTN FH UII, Jakarta, 2005

_____, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Konpress, Jakarta, 2006

_____, Model-Model Pengujian Konstitusional di Beberapa Negara, Konpress, 2005.

Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum Menegakkan Konstitusi, LP3ES, Jakarta, 2006

12
 
RM. A.B. Kusuma, Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2004

No comments:

Post a Comment

About

Popular Posts