1.
disiplin ilmu Sejarah yaitu: Menanamkan
pemahaman tentang perkembangan masyarakat masa lampau hingga
sekarang,menumbuhkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air, serta bangga sebagai
warga bangsa Indonesia, dan memperluas wawasan hubungan masyarakat antar bangsa
di dunia”.
Disiplin
Ilmu Geografi Yaitu: untuk memberikan bekal kemampuan dan sikap rasional yang
bertanggung jawab dalam menghadapi gejala alam dan kehidupan di muka bumi
serta permasalahannya yang timbul akibat interaksi antara manusia dengan lingkungannya”.
Disiplin
Ilmu Ekonomi Yaitu: memberikanbekal kepada siswa mengenal beberapa konsep dan
teori ekonomi sederhan untuk menjelaskan fakta, peristiwa, dan masalah ekonomi
yang dihadapi”.
Disiplin
Ilmu Antropologi Yaitu: Enkulturisasi pelajar/mahasiswa belajar budaya
masyarakatnya dan akulturisasi warga m asyarakat belajar menciptakan budaya
baru dan,atau mengoreksi budaya lama.
Disiplin
Ilmu Sosiologi Yaitu: untuk memberikan kemampuan memahami secara kritis
berbagai persoalan dalam kehidupan sehari-hari yang muncul seiring dengan
perubahan masyarakat dan budaya, menanamkan kesadaran perlunya ketentuan
masyarakat, dan mampu menempatkan diri dalam berbagai situasi sosial budaya
sesuai dengan kedudukan, peran, norma, dan nilai sosial yang berlaku di masyarakat”
Disiplin
ilmu Filsafat yaitu untuk memberikan kemampuan memahami hakekat dari seluruh
aspek sosial yang terjadi di masyarakat, memahami hakekat adanya hubungan
sosial dan mengetahui tujuan adanya kehidupan bermasyarakat.
2.
Pendidik akan dapat menentukan strategi yang
tepat (menentukan perencanaan yang baik)yang sesuai dengan karakteristik mata
pelajaran IPS dan karakter peserta didik. Kegiatan belajar mengajar akan
berjalan lancer,menarik dan peserta didik tidak merasa bosan. Penyampaian
materi pendidik akan berhasil dan kemampuan daya serap pengetahuan peserta
didik akan meningkat.
3.
Filosofi Child
Centered Education bermakna bahwa anak atau siswa menjadi pusat
pembelajaran. Segenap aktivitas pembelajaran berpusat pada kegiatan anak
sebagai subjek pembelajar. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan menyiapkan
generasi muda untuk menjadi orang dewasa anggota masyarakat yang produktif. Hal
ini menunjukkan konsep adanya tuntutan individual dan sosial dari orang dewasa.
Pendidikan dari masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain berbeda karena
dipengaruhi oleh budaya masing-masing. Pendidikan merupakan bagian dari
kebudayaan, pendidikan merupakan proses pembudayaan
4.
Konsep-konsep dalam IPS menurut Banks (1999),
dapat diorganisasikan dengan berbagai model pendekatan : (1) “the expanding
environment approach” dan (2) “the spiral approach”.
Masalah
krusial yang hingga kini tetap dihadapi oleh IPS adalah sangat rendahnya minat
dan perhatian siswa. Rendahnya apresiasi
siswa terhadap mata pelajaran IPS tersebut,
sesungguhnya bukan hal baru. Stigmasi semacam itu sudah terjadi dan berlangsung
dalam rentang waktu yang cukup lama. Hasil kajian lapangan menunjukkan bahwa
salah satu persoalan yang mengkontribusi rendahnya apresiasi siswa
terhadap mata pelajaran IPS berkaitan dengan persoalan “materi”. Keruwetan
materi selalu dijadikan sasaran tuduhan baik oleh guru maupun
siswa atas
rendahnya apresiasi, minat dan prestasi belajar IPS selama ini. Materi IPS yang
paling tidak disukai oleh siswa adalah “Sejarah”, karena terlalu banyak yang
harus dihafalkan sehingga sulit memahaminya (tokoh, angka tahun, nama dan
lokasi kerajaan, dsb).
Pola
organisasi materi yang dikembangkan oleh guru seperti terlihat di dalam Program
Semester dan Persiapan Mengajar di atas, difokuskan pada upaya “pengenalan
jenis dan peranan berbagai alat perhubungan dan komunikasi”, melalui
“pendekatan konsep” (conceptual approach) yang sudah terdefinisikan secara jelas
(definitional concept), yaitu “konsep transportasi/ pengakutan” (darat, laut
dan udara) dan “konsep komunikasi/ perhubungan” sebagai dua aktivitas dasar
manusia. Secara umum, pola organisasi materi atas dasar pendekatan konsep yang
digunakan guru didalam rancangan program semester dan persiapan mengajarnya
adalah: (1) Apersepsi (apperception), dengan cara menyajikan materi-materi
pengait untuk mengupayakan terciptanya kaitan-kaitan konseptual antara materi
yang akan dibelajarkan dengan pengetahuan awal dan pengalaman yang sudah
dimiliki siswa sebelumnya, (2) Mengemukakan contoh-contoh (citing an examples)
tentang jenis alat transportasi dan komunikasi yang terdapat di dalam buku
paket siswa; (3) Mendaftar (listing), mengelompokkan (grouping), dan memberi
nama (labeling) jenis alat transportasi darat/laut/udara dan komunikasi yang
pernah digunakan oleh manusia; bandara-bandara di Indonesia yang dibuat
berdasarkan buku paket siswa; nama-nama stasiun kereta api yang terdapat di
daerah tempat tinggal siswa; dan nama-nama pelabuhan/dermaga sungai, danau,
dan/atau penyeberangan yang terdapat di propinsi tempat tinggal siswa ke dalam
bentuk tabel; (4) Membuat diagram (charting) tentang langkah-langkah
menggunakan telepon umum; dan membunyikan radio; dan (5) Memberikan pengalaman
(experiencing) empirik kepada siswa dengan mengajak mereka melakukan kajian
sederhana tentang kepadatan lalu lintas dan jenis alat angkutan jalan raya yang
tepat berada di depan sekolah.
5.
Pendekatan Interdisipliner disebut juga
pendekatan terpadu atau integrated approach atau istilah yang digunakan Wesley
dan Wronski adalah 'correlation' untuk pendekatan antarilmu, sedangkan
integration untuk pendekatan terpadu. Dalam pendekatan antarilmu dikenal adanya
ini (core) untuk pengembangan yang berdasarkan pada pendekatan terpadu
(integration approach) yang merupakan tipe ideal konsep-konsep dari berbagai
ilmu-ilmu sosial atau bidang studi telah terpadu sebagai satu kesatuan sehingga
bahannya diintegrasikan menurut kepentingan dan tidak lagi menurut urutan
konsep masing-masing ilmu atau bidang studi.
IPS
yang tadinya hanya terbatas pada penyederhanaan ilmu-ilmu sosial semata,
meningkat kepada nilai, sikap, dan perilaku dan pada perkembangan berikutnya
telah melibatkan bagian-bagian di luar disiplin ilmu-ilmu sosial. Masuknya
humaniora, sains, matematika, dan agama menunjukkan bahwa IPS tidak lagi
bergerak dalam kelompok disiplin ilmu-ilmu sosial saja yang dikenal dengan
pendekatan multidisiplin (multy disciplinary approach), tetapi sudah memasuki
bidang disiplin lain atau yang dikenal dengan 'cross disciplines'.
Konstruktivis
sosial lebih memandang faktor interaksi dengan lingkungan sosial dan variasi
sosial-budaya sebagai faktor yang banyak berpengaruh pada konstruksi
pengetahuan individu.
Dalam
perspektif konstruktivisme kognitif, pembelajaran Pendidikan IPS sebagai suatu
ilmu pengetahuan atau pengetahuan sosial, seyogianya dikondisikan agar mampu
memfasilitasi siswa melakukan interaksi diri dengan berbagai lingkungan sosial
yang lebih luas.
Pembelajaran
IPS harus menekankan pada pengembangan berpikir. Terjadinya ledakan pengetahuan
menuntut perubahan pola mengajar dari yang hanya sekadar mengingat fakta yang
biasa dilakukan melalui metode kuliah (lecture) dan latihan (drill) dalam pola
pembelajaran tradisional menjadi pengembangan kemampuan berpikir kritis
(critical thinking).
No comments:
Post a Comment