Beranda

Welcome

Selamat Datang di Blog Sarana Informasi ...... Welcome on this blog...benvenuti nel nostro blog..bienvenue sur notre blog...Willkommen in unserem Blog... bienvenido a nuestro blog...... 블로그에 오신 것을 환영합니다 beullogeue osin geos-eul hwan-yeonghabnida....

Thursday, February 20, 2020

Pengertian Aset Tak Berwujud


Menurut PSAK nomor 19 aktiva tidak berwujud adalah aktiva non-moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan kriteria. Namun, jika riter tersebut diperoleh dalam suatu penggabungan usaha yang bentuknya akuisisi, maka riter tersebut diperlakukan sebagai bagian dari muhibah (goodwill) yang diakui pada tanggal akuisisi. Dalam definisi aktiva tidak berwujud terdapat criteria bahwa keteridentifikasian aktiva tidak berwujud harus dapat dibedakan secara jelas dengan muhibah (goodwill).
Goodwill sendiri menurut AASB didefinisikan sebagai termasuk keuntungan di masa mendatang (future benefit) yang diperoleh dari asets yang unidentifiable akan diakui sebagai aset dalam laporan keuangan hanya jika hal tersebut diperoleh berasal dari suatu bisnis akuisisi. Dalam penggabungan usaha melalui akuisisi, selisih lebih antara biaya perolehan dan bagian perusahaan pengakuisisi atas nilai wajar aktiva dan kewajiban yang dapat diidentifikasi (identifiable assets and liabilities) diakui sebagai goodwill. Goodwill merupakan cerminan atas lebih tingginya kekuatan potensi laba perusahaan yang diakuisisi daripada nilai wajarnya. Dalam prakteknya, goodwill merupakan cerminan pembayaran premium untuk mendapatkan perusahaan yang diakuisisi (Anindhita, 2005).
FASB mendefinisikan aset tidak berwujud sebagai aset lancar atau aset tidak lancar (tidak termasuk instrument keuangan) yang tidak memiliki wujud atau substansi fisik menurut FASB:
Aset tidak berwujud harus diakui sebagai aset yang terpisah dari goodwill jika aset itu berasal dari hak kontraktual atau hak hukum lainnnya (tanpa memperhatikan hak-hak tersebut dapat ditransfer atau dapat dipisahkan dari entitas yang diakuisisi atau dari hak kontraktual atau hak hukum lainnya, maka harus diakui sebagai aset yang terpisah dari goodwill hanya jika dapat dipisahkan, yaitu aset tersebut dapat dipisahkan atau dibagi dari entitas yang diakuisisi dan dijual, ditransfer, disewakan, atau ditukar (tanpa memandang apakah ada maksud untuk melakukannya) (Beams, dkk. 2006:11).

Menurut PSAK No. 19, aset tidak berwujud adalah aset non moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan administratif. Jadi, terdapat tiga kriteria yang harus terpenuhi untuk mengakui suatu pengeluaran sebagai aset tak berwujud, yaitu: keterindentifikasian, pengendalian atas sumber daya, dan adanya manfaat ekonomis di masa depan. Contoh sumber daya tidak berwujud adalah ilmu pengetahuan dan teknologi, desain dan implementasi sistem atau proses baru, lisensi, hak kekayaan intelektual, pengetahuan mengenai pasar dan merek dagang (termasuk merek produk dan judul publisitas).
Ciri khas aset tak berwujud yang paling utama adalah tingkat ketidakpastian mengenai nilai dan manfaatnya di kemudian hari. Namun tidak semua jenis aset tidak berwujud diakui dan disajikan dalam laporan keuangan (neraca). Aset tidak berwujud yang disajikan dalam neraca antara lain berbentuk hak paten, hak cipta, franchise, merk dagang dan goodwill. Secara tradisional, satu-satunya intellectual capital yang diakui dalam neraca adalah intellectual property, seperti paten, trademark, dan goodwill.
Beberapa jenis intangible asset atau intellectual capital lainnya tidak disajikan dalam laporan keuangan karena sulit untuk diukur atau dikuantifikasikan ke dalam nilai moneter. IC yang tidak dapat disajikan ke dalam neraca ini selain karena tidak dapat dikuantifikasikan secara tepat ke dalam nilai moneter, juga karena tidak memenuhi salah satu kriteria dari intangible asset yaitu dapat dikendalikan oleh perusahaan, seperti misalnya human capital tidak dapat dikendalikan atau dimiliki sepenuhnya oleh perusahaan.
Stewart (1997) dan Luthi (1998) dalam Choong (2008) mengkalkulasikan intellectual capital sebagai excess ROA yang terdiri dari human, customer, dan structural intangible asset. Secara umum jika diambil suatu benang merah dari berbagai definisi intellectual capital yang ada, maka intellectual capital dapat didefinisikan sebagai jumlah dari apa yang dihasilkan oleh tiga elemen utama organisasi (human capital, structural capital, costumer capital) yang berkaitan dengan pengetahuan dan teknologi yang dapat memberikan nilai lebih bagi perusahaan berupa keunggulan bersaing organisasi.
Aset tidak berwujud merupakan klaim keuntungan di masa depan yang tidak memiliki wujud fisik, contohnya adalah paten dan merek, yang akan berdampak pada penciptaan nilai perusahaan (Lev, 2001). Definisi tersebut didukung oleh Miller dan Whiting (2005) yang menyatakan bahwa aset tidak berwujud merupakan sumber daya penting dan memiliki manfaat di masa depan bagi perusahaan.
Namun, istilah aset tidak berwujud dalam penelitian ini mengacu pada perbedaan (gap) antara nilai pasar perusahaan dan nilai bukunya (Lev, 2001). Aset tidak berwujud didefinisikan sebagai unexplained value atau hiddden reserve yang merupakan perbedaan antara nilai pasar dan nilai buku dari ekuitas perusahaan.
Terdapat empat pendekatan untuk mengukur nilai aset tidak berwujud sebagai unexplained value, yaitu:
1)     Direct Intellectual Capital Method (DIC), yaitu memperkirakan nilai aset tidak berwujud dengan mengidentifikasi komponen-komponennya.
2)     Market Capitalization Method (MCM), yait menghitung nilai aset tidak berwujud dengan mengurangi ekuitas pemegang saham dan nilai kapitalisasi pasar.
3)     Return on Asset Method (ROA)
4)     Balance Scorecard Method (BSC)
Dalam PSAK 19 bahwa dalam mengakui suatu pos sebagai aset tidak berwujud, perusahaan perlu menunjukkan bahwa pos tersebut memenuhi: 
1)  Definisi aset tidak berwujud
2)  Kriteria pengakuan sebagaimana diatur dalam pernyataan ini
Aset tidak berwujud diakui jika dan hanya jika:
1)  kemungkinan besar perusahaan akan memperoleh manfaat ekonomis masa depan dari aset tersebut, dan
2)  biaya perolehan aset tersebut dapat diukur secara andal.
Dalam menilai kemungkinan adanya manfaat ekonomis masa depan, perusahaan harus menggunakan asumsi yang masuk akal dan dapat dipertanggungjawabkan, yang merupakan estimasi terbaik manajemen atas kondisi ekonomi yang berlaku sepanjang masa manfaat aset tersebut.
Biaya perolehan suatu aset tidak berwujud terdiri dari harga beli, termasuk bea masuk (impor), pajak yang sifatnya tidak dapat direstitusi (non-refundable) dan semua pengeluaran yang dapat dikaitkan langsung dalam mempersiapkan aset tersebut sehingga siap digunakan sesuai dengan tujuannya. Pengeluaran yang dapat dikaitkan langsung misalnya imbalan profesional konsultan hukum. Apabila ada diskonto atau rabat, maka diskonto atau rabat itu mengurangi biaya perolehan aset.
Berkaitan dengan aset tidak berwujud, terdapat pro dan kontra mengenai perlunya pengukuran nilai yang akurat atas aset tidak berwujud yang dimiliki perusahaan. Pengukuran kinerja pemanfaatan aset, baik yang bersifat tangible maupun yang bersifat intangible perlu dilakukan oleh perusahaan sebagai cara untuk mengevaluasi dan meningkatkan kinerja perusahaan. Akan tetapi, terdapat kesulitan yang muncul dalam mengukur kinerja pemanfaatan aset tidak berwujud yaitu nilainya yang terkadang sulit diukur.

No comments:

Post a Comment

About

Popular Posts