Banyak
cara belajar mengajar di sekolah yang menekankan peranan murid dalam membentuk
pengetahuannya sedangkan guru lebih berperan sebagai fasilitator yang membantu
keaktifan murid tersebut dalam pembentukan pengetahuannya.
Nik Aziz Nik Pa (dalam Heriati 2010:15) menjelaskan tentang
konstruktivisme dalam belajar seperti dikutip berikut ini :
Konstruktivisme adalah tidak lebih daripada
satu komitmen terhadap pandangan bahwa manusia membina pengetahuan sendiri. Ia
bermakna bahwa sesuatu pengetahuan yang dipunyai oleh seseorang individu adalah
hasil daripada aktivitas yang dilakukan oleh individu tersebut, dan bukan
sesuatu maklumat atau pengajaran yang diterima secara pasif daripada luar.
Pengetahuan tidak boleh dipindahkan daripada pemikiran seorang individu kepada
pemikiran individu yang lain. Sebaliknya setiap insan membentuk pengetahuan
sendiri dengan menggunakan pengalamannya secara terpilih.
Jelas
bahwa bagi konstruktivisme, kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif, dimana
pelajar membangun sendiri pengetahuannya. Pelajar mencari arti sendiri dari
yang mereka pelajari. Ini merupakan proses penyesuaian konsep dan ide-ide baru dengan kerangka
berpikir yang telah ada dalam pikiran mereka (Betterncourt,1989; Shymansky,1992;
Watts&pope,1989; dalam Suparno 2006:62). Prinsip yang harus diperhatikan
dalam model pembelajaran konstruktivisme, yakni:
1.
Peserta didik harus selalu aktif selama
pembelajaran. Proses aktif ini adalah proses membuat segala sesuatu masuk akal.
Pembelajaran tidak terjadi melalui transmisi, tapi melalui interpretasi.
2.
Interpretasi selalu dipengaruhi oleh pengetahuan
sebelumnya.
3.
Interpretasi dibantu oleh metode instruksi yang
memungkinkan negosiasi pemikiran (bertukar pikiran), melalui diskusi, Tanya
jawab dan lain-lain.
4.
Tanya jawab didorong oleh kegiatan inquiry (ingin tahu)para peserta didik.
Jadi kalau peserta didik tidak bertanya, tidak bicara berarti peserta didik
tidak belajar secara optimal.
5.
Kegiatan belajar mengajar tidak hanya merupakan
suatu proses pengalihan pengetahuan, tapi juga pengalihan keterampilan dan
kemampuan.
Model
konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang proses pembelajaran yang
menyatakan bahwa dalam proses belajar diwali dengan terjadinya konflik
kognitif.
Terjadinya proses modifikasi struktur kognitif dapat dilihat pada diagram
berikut ini:
Hal Baru
(Hasil Interaksi
dengan lingkungan)
|
skemata
|
Dibandingkan
dengan Konsepsi Awal
|
Cocok
|
Tidak Cocok
|
Ketidakseimbangann
|
Jalan Buntu
(Tidak Mengerti)
|
Ketidakseimbangan
|
akomodasi
|
Cocok
|
Keseimbangan
|
Mengerti
|
Asimilasisissssssis
|
Gambar 2.1
Skema
Perolehan Pengetahuan
(Stanobridge
dalam Karli dan Margreta, 2002:3)
Menurut
Karli dan Margreta S.Y (2002:4) Impikasi model pembelajaran konstruktivisme
dalam pembelajaran meliputi 4 tahapan yaitu:
1)
Apersepsi
2)
Eksplorasi
3)
Diskusi dan penjelasan konsep
4) Pengembangan dan aplikasi
Menurut Sudjana (dalam Gintings, 2008:30),
Implikasi praktis dari dari
konstruktivisme yaitu bahwa dalam pembelajaran harus disediakan bahan ajar yang
secara konkrit terkait dengan kehidupan nyata dan memberikan kesempatan kepada
siswa untuk berinteraksi secara aktif dengan lingkungannya.
Tahap – tahap pembelajaran
tersebut dapat dilihat pada diagram di bawah ini :
Mengungkapkan
Konsepsi awal Membangkitkan motivasi
|
Eksplorasi
|
Diskusi dan
Penjelasan Konsep
|
Pengembangan
Aplikasi
|
1) Tahap pertama, siswa di dorong
agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang akan di bahas. Bila
perlu pendidik memancing dengan memberikan pertanyaan-pertanyan problematic
tentang fenomena yang sering ditemui sehari-hari dengan mengaitkan konsep yang
akan dibahas. Siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan, mengilustrasikan
pemahamannya tentang konsep itu.
2) Tahap kedua, siswa diberi
kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan,
pengorganisasian, dan perintepretasian data dalam suatu kegiatan yang telah
dirancang pendidik. Secara berkelompok didiskusikan dengan kelompok lain.
Secara keseluruhan, tahap ini akan memenuhi rasa keingintahuan siswa tentang
fenomena alam sekelilingnya.
3) Tahap ketiga, saat siswa
memberikan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya
ditambah dengan penguatan pendidik, maka siswa membangun pemahaman baru tentang
konsep yang sedang dipelajari. Hal ini menjadikan siswa tidak ragu-ragu lagi
tentang konsepsinya.
4) Tahap keempat, pendidik berusaha
menciptakan iklim pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan
pemahaman konseptualnya, bail melalui kegiatan atau pemunculan dari pemecahan
masalah-masalah yang berkaitan isu-isu di lingkungannya.
No comments:
Post a Comment