Beranda

Welcome

Selamat Datang di Blog Sarana Informasi ...... Welcome on this blog...benvenuti nel nostro blog..bienvenue sur notre blog...Willkommen in unserem Blog... bienvenido a nuestro blog...... 블로그에 오신 것을 환영합니다 beullogeue osin geos-eul hwan-yeonghabnida....

Monday, July 9, 2018

Makalah permainan tradisional egrang untuk meningkatkan kecerdasan kinestetik anak TK

BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang Masalah
Anak usia dini berada dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan yang paling pesat, baik fisik maupun mental. Maka tepatlah bila dikatakan bahwa usia dini adalah usia emas (golden age), di mana anak sangat berpotensi mempelajari banyak hal dengan cepat. Penyelenggaraan sekolah Taman Kanak–kanak (TK) atau Raudhatul Athfal (RA) menurut Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Tahun 2004 berfokus pada peletakan dasar–dasar pengembangan sikap, pengetahuan, ketrampilan, dan daya cipta sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Maka sebaiknya pendidikan Taman Kanak–kanak (TK) janganlah dianggap sebagai pelengkap saja, karena kedudukannya sama penting dengan pendidikan yang diberikan jauh di atasnya.
Masa kanak-kanak merupakan fase yang fundamental dalam mempengaruhi perkembangan individu. Setiap individu mempunyai potensi yang dapat dikembangkan di dalam dirinya. Begitu pula pada anak usia Taman Kanak-kanak yang merupakan usia yang sangat efektif untuk mengembangkan berbagai macam potensi yang ada dalam diri anak. Salah satunya potensi yang berhubungan dengan perkembangan motorik anak.
Pendidikan anak usia dini adalah usaha sadar dalam memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani sejak lahir sampai usia 6 tahun yang dilakukan melalui penyediaan pengalaman-pengalaman dan stimulus yang bersifat mengembangkan secara terpadu agar anak dapat berkembang sehat optimal sesuai dengan norma dan harapan (UU No. 20 tahun 2003).
Aspek yang dikembangkan dalam pendidikan anak usia dini adalah aspek pengembangan perilaku dengan pembiasaan meliputi sosial, emosi, kemandirian, nilai moral dan agama, serta pengembangan kemampuan dasar, yang meliputi pengembangan bahasa, kognitif, seni, dan fisik motorik Usia dini merupakan masa keemasan (golden age). Oleh karena itu, pendidikan pada masa ini merupakan pendidikan yang sangat fundamental dan sangat menentukan perkembangan anak selanjutnya.
            Anak akan mempelajari sesuatu tidak dengan cara duduk tenang, mendengarkan keterangan-keterangan dari orang tua maupun guru, tetapi anak akan mempelajari sesuatu hal dengan cara bermain. Dalam kegiatannya saat bermain tersebut anak akan menemukan hal-hal baru yang sebelumnya tidak dia ketahui. Sesuai dengan karakteristik anak usia dini yang bersifat aktif melakukan berbagai kegiatan bermain, maka proses pembelajarannya adalah pada aktivitas anak dalam bentuk belajar sambil bermain. Program belajar mengajar bagi anak usia dini dirancang dan dilaksanakan sebagai suatu sistem yang dapat menciptakan dan memberi kemudahan bagi anak usia dini untuk belajar sambil bermain melalui berbagai aktivitas dan sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan serta kehidupan anak usia dini.
            Setiap metode yang digunakan diharapkan dapat menjadikan situasi kegiatan belajar mengajar yang efektif kepada anak. Guru memberikan pengalaman kepada para anak, sebagai pengayom, sebagai tempat bertanya, sebagai pengarah, sebagai pembimbing, sebagai fasilitator dan sebagai organisator dalam belajar. Guru harus memperlakukan anak didik dengan penuh kasih sayang, membimbing anak didik ke arah selalu ingin tahu dan tidak lekas puas dengan hasil yang dicapai. Guru harus memberikan kesempatan yang cukup kepada anak didik untuk belajar melakukan sendiri, merasakan sendiri, berpikir bebas, mencari aturan-aturan dalam kegiatan bersama anak (Moeschlihatoen, 2004:19).
Pada masa-masa pertumbuhan anak dari sejak lahir sampai usia delapan tahun tersebut kondisi fisik anak sangat tepat untuk diberikan stimulasi karena kondisi fisik anak masih kuat dan anak mudah untuk menerima rangsangan yang diberikan. Pemberian stimulasi terhadap kondisi fisik merupakan modal awal untuk anak berkembang dan tumbuh dengan baik. Pemberian stimulasi pada fisik anak sangat penting untuk dilakukan karena dapat meningkatkan otot-otot besar pada anak. Perkembangan fisik anak secara khusus berkaitan juga dengan kecerdasan jamak atau yang biasa disebut dengan multiple intelligences yang bertujuan untuk memecahkan masalah atau melakukan sesuatu yang ada nilainya dalam kehidupan dan perkembangan fisik itu sendiri termasuk dalam salah satu kecerdasan jamak yang ada yaitu kecerdasan kinestetik.
Perkembangan fisik anak digolongkan ke dalam kecerdasan kinestetik karena kecerdasan kinestetik berkaitan dengan kemampuan yang dimiliki anak dalam menggunakan dan mengendalikan gerakan tubuh. Kecerdasan kinestetik tubuh mencakup kemampuan menyatukan tubuh dan pikiran dalam sebuah tampilan fisik yang sempurna. Salah satu upaya untuk meningkatkan kecerdasan kinestetik pada anak khususnya dalam hal keterampilan dapat dilakukan dengan kegiatan yang sangat menyenangkan untuk anak.
Kegiatan pembelajaran bagi anak usia dini dilakukan dengan cara yang menyenangkan hal ini bisa distimulasi melalui kegiatan bermain karena pada dasarnya anak sangat senang bermain. Permainan yang dapat dilakukan yaitu salah satunya melalui permainan tradisional.
Permainan tradisional merupakan salah satu unsur kebudayaan bangsa yang banyak tersebar di berbagai penjuru nusantara. Namun dewasa ini keberadaannya sudah berangsur-angsur mengalami kepunahan, terutama bagi mereka yang tinggal di perkotaan, bahkan di beberapa diantaranya sudah tidak dapat dikenali lagi oleh masyarakat. Sebenarnya ada beberapa jenis permainan tradisional yang masih dapat bertahan, itu pun disebabkan karena para pelaku permainan tradisional tersebut berada jauh dari jangkauan permainan modern yang banyak menggunakan alat-alat canggih. Permainan tradisional sebagai salah satu bentuk dari kegiatan bermain diyakini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan fisik dan mental anak (Kurniati, 2010:1).
Macam-macam permainan tradisional di Jawa Barat diantaranya ucing sumput, rerebonan, sorodot gaplok, sapiring dua piring, huhuian, congkak, oray-orayan, perepet jengkol dan egrang. 

1.2. Rumusan Masalah
            Berdasarkan uraian di atas, maka masalah yang dapat diangkat dalam kajian ini dengan rincian rumusan masalahnya  sebagai berikut :
  1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran melalui permainan tradisional egrang untuk meningkatkan kecerdasan kinestetik di TK ?
  2. Bagaimana peningkatan kecerdasan kinestetik setelah melalui permainan tradisional egrang di TK ?

1.3. Tujuan
            Secara umum tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui peningkatan kecerdasan kinestetik dengan melalui permainan tradisional egrang di TK. Adapun tujuan khususnya adalah sebagai berikut:
1.        Untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran melalui permainan tradisional egrang untuk meningkatkan kecerdasan kinestetik di TK
2.        Untuk mengetahui hasil peningkatan kecerdasan kinestetik setelah melalui permainan tradisional egrang di TK







BAB II
PEMBAHASAN


2.1. Metode Bermain
2.1.1.   Deskripsi Bermain
Kata “main” ini pada awalnya belum mendapat perhatian khusus dari para ahli ilmu jiwa. Pada dasarnya arti dari permainan dan mainan adalah sama yaitu objek dari bermain, sedangkan pengertian dari bermain itu sendiri memiliki beragam arti, jika ditelusuri lebih jauh, orang yang paling berjasa dalam meletakkan dasar dalam bermain adalah seorang filsuf dari Yunani yang bernama Plato.
Menurut Plato, anak-anak akan lebih mudah mempelajari aritmatika dengan cara membagikan sejumlah apel pada anak-anak. Juga melalui pembagian alat-alat permainan miniatur balok-balok kepada anak berusia tiga tahun yang pada akhirnya akan mengantar pada anak tersebut menjadi seorang ahli bangunan. Sehingga Plato berpendapat bahwa bermain sebagai kegiatan yang mempunyai nilai praktis, artinya bermain digunakan sebagai media untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak.
Ciri terakhir menjadi identifikasi yang kuat bahwa seorang anak usia pra sekolah sedang melakukan kegiatan bermain. Batasan bermain sangat penting untuk dipahami karena berfungsi sebagai parameter bagi seorang pendidik dalam menentukan sejauh mana aktivitas yang dilakukan anak. Ada dua ciri lagi dari kegiatan bermain yaitu, bebas dari aturan-aturan yang ditetapkan dari luar dan keterlibatan secara aktif dari bermain.
Menurut Catron dan Allen dalam Sujiono (2009:145) pada dasarnya bermain memiliki tujuan utama yakni memelihara perkembangan atau pertumbuhan optimal anak usia dini melalui pendekatan bermain yang kreatif, interaktif dan terintegrasi dengan lingkungan bermain anak. Penekanan dari bermain adalah perkembangan kreativitas dari anak-anak. Semua anak usia dini memiliki potensi kreatif tetapi perkembangan kreativitas sangat individual dan bervariasi antar anak yang satu dengan anak lainnya.
2.1.2. Manfaat  Kegiatan Bermain
Menurut Suyanto (2005: 119-121) dalam kegiatan bermain setiap anak mendapat berbagai bentuk manfaat yang dirasakannya, adapun manfaat yang dapat dirasakan anak mencakup berbagai aspek yaitu:
a. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek fisik
Bila anak mendapat kesempatan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang banyak melibatkan gerakan-gerakan tubuh, akan membuat tubuh anak menjadi sehat. Otot-otot tubuh akan menjadi kuat, selain itu anak dapat menyalurkan energi yang berlebihan sehingga anak tidak merasa gelisah.
b.  Manfaat bermain untuk perkembangan aspek motorik kasar dan motorik halus
            Saat masih bayi, anak tidak berdaya karena ia belum bisa menggunakan anggota tubuh, saat usia tiga bulan anak tersebut mulai mencoba meraih mainannya. Dari sini anak sudah mulai belajar mengkoordinasikan (menyelaraskan) gerakan mata dengan tangan, saat usia satu tahun anak senang memegang pensil untuk membuat coretan-coretan dan secara tidak langsung anak sudah melakukan gerakan-gerakan motorik halus yang diperlukan saat menulis, sekitar usia tiga tahun anak tersebut sudah bisa membuat garis lengkung, usia empat dan lima tahun anak sudah mulai menggambar bentuk-bentuk. Aspek motorik kasar juga dapat dikembangkan dengan bermain kejar-kejaran dengan teman seusianya.
c.  Manfaat bermain untuk perkembangan aspek sosial
Dalam kegiatan bermain anak, si anak akan belajar berkomunikasi dengan teman seusianya dan mulai belajar hak milik dengan orang lain. Melalui bermain peran, anak juga akan belajar menjadi seorang ayah, ibu, pembantu, dan lain-lain. Yang akan memberikan anak tersebut pengetahuan yang lebih luas dan mulai belajar rasa tanggungjawab.
d.  Manfaat bermain untuk perkembangan aspek emosi atau kepribadian
Dalam bermain juga anak bisa mengungkapkan emosinya seperti contoh di atas, bahwa anak akan bermain boneka-bonekaan dan memukul-mukul boneka tersebut sesukanya, karena anak tersebut sudah dimarahi secara fisik oleh orang tuanya. Anak-anak suka belajar bagaimana dan apa yang harus dilakukan saat di tengah-tengah kelompok, bagaimana dia bersikap jujur, murah senyum, tulus, bertanggungjawab, dan lain-lain.
e.    Manfaat bermain untuk perkembangan aspek kognisi
Aspek kognisi ini diartikan sebagai pengetahuan yang luas, daya nalar, kreativitas, kemampuan berbahasa, serta daya ingat. Dalam kehidupannya anak-anak akan perlu berkomunikasi, yang pada mulanya hanya dengan bahasa tubuh, seiring dengan bertambahnya usia dan bertambah perbendaharaan kata, maka anak tersebut akan mulai berkomunikasi secara lisan.
f.     Manfaat bermain untuk mengasah ketajaman penginderaan
Pada anak masa pra sekolah perlu dikembangkan ketajaman atau kepekaan penglihatan dan pendengaran, hal ini agar anak lebih mudah dalam belajar mengenal dan mengingat bentuk-bentuk. Tanpa kita sadari anak-anak sejak bayi sudah mulai belajar jenis-jenis suara, seperti mengenali suara ayah dan ibunya. Dan anak juga sudah mulai belajar mengingat warna-warna yang ada di sekitarnya.
g.    Manfaat bermain untuk mengembangkan keterampilan fisik
Bila seorang anak mempunyai tubuh yang sehat dan kuat maka anak tersebut akan sangat aktif dalam bermain, seperti kejar-kejaran, melompat dan bahkan bergulingan, dengan sendirinya anak akan siap untuk melakukan kegiatan yang lebih sulit.
h.    Pemanfaatan bermain sebagai media terapi
Bermain juga sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh secara mental, seperti contoh:
1)   Anak yang agresif, suka menyerang orang lain, agresivitas muncul karena gangguan emosional diderita anak, mungkin anak diperlakukan terlalu keras oleh orang tuanya.
2)   Anak yang sulit bergaul, hal ini karena anak kurang bermain dan dia jarang sekali berkomunikasi dengan anak seusianya.

2.1.3. Fungsi Bermain
Menurut Catron dan Allen dalam Sujiono (2009:145) pada dasarnya bermain memiliki tujuan utama yakni memelihara perkembangan atau pertumbuhan optimal anak usia dini melalui pendekatan bermain yang kreatif, interaktif dan terintegrasi dengan lingkungan bermain anak. Penekanan dari bermain adalah perkembangan kreativitas dari anak-anak. Semua anak usia dini memiliki potensi kreatif tetapi perkembangan kreativitas sangat individual dan bervariasi antar anak yang satu dengan anak lainnya.
Menurut Hartley, Frank dan Goldenson (dalam Moeslichatoen, 1999:33) ada 8 fungsi bermain bagi anak :
a.         Menirukan apa yang dilakukan oleh orang dewasa.
b.        Untuk melakukan berbagai peran yang ada di dalam kehidupan nyata
c.         Untuk mencerminkan hubungan dalam keluarga dan pengalaman hidup yang nyata.
d.        Untuk menyalurkan perasaan yang kuat
e.         Untuk melepaskan dorongan-dorongan yang tidak dapat diterima
f.         Untuk kilas balik peran-peran yang biasa dilakukan
g.        Mencerminkan pertumbuhan seperti pertumbuhan tubuhnya
h.        Untuk memecahkan masalah dan mencoba berbagai penyelesaian masalah.

Fungsi bermain tidak saja dapat meningkatkan perkembangan kognitif dan sosial, tetapi juga perkembangan bahasa, disiplin, perkembangan moral, kreativitas dan perkembangan fisik anak. Dengan bermain akan memungkinkan anak meneliti lingkungan, mempelajari segala sesuatu dan memecahkan masalah yang dihadapinya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditegaskan bahwa melalui bermain, anak juga berkesempatan untuk mengembangkan kemampuan nalarnya, karena melalui permainan serta alat-alat permainan anak-anak belajar mengerti dan memahami suatu gejala tertentu. Kegiatan ini sendiri merupakan suatu proses dinamis di mana seorang anak memperoleh informasi dan pengetahuan yang kelak dijadikan landasan dasar pengetahuannya dalam proses belajar berikutnya di kemudian hari. Konsep bermain dalam penelitian ini, adalah bermain permainan sonlah.
2.1.4. Pengertian Permainan
Permainan menurut Kurniawati (2010) merupakan alat bagi anak untuk menjalani dunianya dari yang tidak dikenali sampai pada yang diketahui, dari yang tidak dapat diperbuatnya sampai mampu melakukannya. Bermain merupakan proses alamiah dan naruliah yang berfungsi sebagai nutrisi dan gizi bagi kesehatan fisik dan psikis anak dalam masa perkembangannya. Anak usia dini sangat memerlukan kebebasan untuk bergerak dan beraktivitas lewat bermain.
Bermain merupakan dunia anak-anak, melalui bermain mereka dapat mengekspresikan diri. Hughes mengatakan bahwa bermain merupakan hal yang berbeda dengan belajar dan bekerja. Suatu kegiatan yang disebut bermain harus ada lima unsur di dalamnya, yaitu: (a). mempunyai tujuan yaitu permainan itu sendiri dilakukan untuk mendapat suatu kepuasan; (b). memilih dengan bebas dan atas kehendak sendiri, tidak ada yang menyuruh ataupun memaksa; (c). menyenangkan dan dapat menikmati; (d). mengkhayal untuk mengembangkan daya imajinatif dan kreativitas; (e). melakukan secara aktif dan sadar.
Bermain dapat membantu anak mencapai perkembangan yang utuh, baik secara fisik, intelektual, sosial, emosional dan moral. Dari pendapat yang telah dijabarkan diatas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa permainan berbeda dengan bekerja, dalam permainan anak dapat belajar sesuatu hal yang baru, dari yang tidak dikenali sampai pada yang diketahui, dari yang tidak dapat diperbuatnya sampai mampu melakukannya serta melalui permainan dapat membantu anak mencapai perkembangan yang utuh, baik secara fisik, intelektual, sosial, emosional dan moral.

2.1.5. Faktor yang Mempengaruhi Permainan
Hurlock (1978) berpendapat terdapat delapan faktor yang dapat mempengaruhi permainan anak yaitu:

a.    Kesehatan
Semakin sehat anak, semakin banyak energinya untuk bermain aktif, seperti permainan dan olahraga. Dengan demikian, anak yang kekurangan tenaga akan lebih menyukai hiburan saja.
b.    Perkembangan Motorik
Permainan anak pada setiap usia melibatkan koordinasi motorik. Apa saja yang akan dilakukan dan waktu bermainnya bergantung pada perkembangan motor mereka. Pengendalian motorik yang baik memungkinkan anak terlibat dalam permainan aktif.
c.    Intelegensi
Pada setiap usia, anak yang pandai lebih menunjukkan kecerdikan. Dengan bertambahnya usia, anak lebih menunjukkan perhatian dalam permainan kecerdasan, dramatis, konstruktif, dan membaca. Anak yang pandai menunjukkan keseimbangan prhatian bermain yang lebih besar, termasuk upaya menyeimbangkan faktor fisik dan intelektual yang nyata.
d.   Jenis Kelamin
Anak laki-laki bermain lebih kasar ketimbang anak perempuan, dan lebih menyukai permainan dan olahraga ketimbang berbagai jenis permainan lain. Pada masa-masa awal, anak laki-laki menunjukkan perhatian pada berbagai jenis permainan yang lebih banyak ketimbang anak perempuan. Tetapi sebaliknya, pada anak perempuan terjadi pada akhir masa kanak-kanak.
e.    Lingkungan
Anak dari lingkungan yang buruk kurang bermain ketimbang anak lainnya. Hal ini disebabkan karena kesehatan yang buruk, kurang waktu, peralatan, dan ruang yang memadai. Anak yang berasal dari lingkungan desa kurang bermain ketimbang anak-anak yang berasal dari lingkungan kota. Hal ini karena kurangnya teman bermain serta kurangnya peralatan dan waktu bebas.
f.     Status Sosial Ekonomi
Anak dari kelompok sosial ekonomi yang lebih tinggi lebih menyukai kegiatan yang mahal, seperti lomba atletik dan bermain sepatu roda. Sedangkan mereka dari kalangan bawah terlihat dalam kegiatan yang tidak mahal, seperti bermain bola dab renang. Kelas sosial mempengaruhi buku yang dibaca dan film yang ditonton anak. Jenis kelompok rekreasi yang dimilikinya dan supervisi terhadap anak-anak.
g.    Jumlah Waktu Bebas
Jumlah waktu bermain terutama tergantung kepada status ekonomi keluarga. Apabila tugas rumah tangga atau pekerjaan menghabiskan waktu luang, anak terlalu lelah untuk melakukan kegiatan yang membutuhkan tenaga yang besar.
h.    Peralatan Bermain
Peralatan bermain yang dimiliki anak mempengaruhi permainannya, misalnya dominasi boneka dan binatang buatan mendukung permainan pura-pura, banyak permainan balok, kayu, cat air, dan lilin mendukung permainan yang sifatnya konstruktif.
2.1.6. Tahapan perkembangan Permainan
Rubin, Fein & Vandenbuerg (1983) dan Smilansky (1968) dalam (Sugianto, 1995: 21) mengungkapkan tahapan perkembangan permainan yaitu:
a. Permainan fungsional (Functional play)
Permainan seperti ini biasanya tampak pada anak berusia 1-2 tahunan berupa gerakan yang bersifat sederhana dan berulang-ulang. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan atau tanpa alat permainan. Misalnya berlari-lari sekeliling ruang dan menarik mobil-mobilan.
b. Bangun Membangun ( Constructive Play)
Permainan ini terlihat pada anak berusia 3-6 tahun. Dalam kegiatan ini anak membentuk sesuatu, menciptakan bangunan tertentu dengan alat permainan yang tersedia. Misalnya membuat rumah-rumahan dengan balok atau potongan lego.
c. Permainan pura-pura (Make believe play)
Dalam permainan ini anak berpura-pura menirukan kegiatan orang yang pernah dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.

d. Permainan dengan peraturan (Games with Rules)
Permainan ini dapat dilakukan anak usia 6-11 tahun. Dalam kegiatan permainan ini, anak sudah memahami dan bersedia mematuhi aturan permainan. Aturan permainan awalnya diikuti anak berdasarkan yang diajarkan orang lain. Selanjutnya anak memahami bahwa aturan itu dapat dan boleh diubah sesuai kesepakatan orang yang terlibat dalam permainan, asalkan tidak menyimpang jauh dari aturan umumnya.
2.1.7. Jenis-Jenis Permainan
Jika ditinjau dari segi jenisnya, permainan terbagi atas empat kerangka besar, yaitu berdasarkan subjek dan ruangan, struktur geografis, bentuk dan keterampilan yang terdapat di dalamnya serta berdasarkan kerangka manfaatnya (Tulia, 2010:15), yang meliputi :
a. Berdasarkan Subyek dan Ruangnya
Sebagai subyek bermain, anak-anak merupakan instrumen penting yang tidak bisa dipisahkan dari sistem permainan, mengingat dunia anak adalah dunia bermain. Adapun macam-macamnya adalah :
1)      Permainan Bayi
Permainan sederhana yang dimainkan dengan anggota keluarga atau anak lebih besar akan menyenangkan bagi bayi sebelum mereka berusia 1 tahun. Permainan tersebut bentuknya berupa permainan tradisional, seperti main petak umpet atau kejar-kejaran.
2)      Permainan Individual
Pada waktu anak berusia empat atau lima tahun, mereka bermain untuk menguji kecakapan ketimbang hanya sebagai kesenangan. Bermain bersifat perorangan dan bersaing dengan prestasinya di masa lampau. Permainan ini antara lain : bermain egrang, bermain ingkling dan sebagainya.
3)      Permainan Sosial (Tetangga)
Meskipun anak merasa tertarik dengan permainan perorangan, mereka juga mengembangkan minat dalam permainan sosial, sejenis permainan kelompok yang tidak terdefinisi, di mana setiap orang dapat bermain. Seperti bermain polisi dan penjahat, petak umpet, gobak sodor dan lain-lain.
4)      Permainan Tim
Permainan ini sangat terorganisir, mempunyai peraturan dan mengandung suasana persaingan yang kuat. Pada mulanya hanya sedikit anak yang bermain, namun lambat laun jumlah pemain bertambah meningkatnya kecakapan. Permainan yang umum dari jenis ini adalah sepak bola, kasti, estafet.
5)      Permainan Ruangan
Permainan dalam ruang kurang melelahkan ketimbang permainan luar dan terutama dimainkan bila anak harus tinggal di rumah karena lelah, sakit, atau cuaca buruk. Contoh dari permainan ini adalah mainan kartu, permainan tebakan dan teka-teki.
b. Berdasarkan Struktur Geografisnya
Berdasarkan struktur geografisnya, jenis permainan anak terbagi menjadi permainan anak kota dan permainan anak desa.
1)      Permainan Anak Kota
Jenis permainan ini secara tidak langsung bisa mematikan kreativitas anak karena rata-rata permainan anak-anak golongan di pusat kota jarang sekali diperbolehkan mainan di luar rumah oleh orang tuanya dengan alasan membahayakan. Oleh karena mainan yang serba mewah jadi teman mereka sehari-hari dan bisa dipastikan perkemabangan sosial mereka akan terhambat karena kurangnya sosialisasi dengan teman sebayanya atau orang lain. Contoh dari permainan ini adalah bermain komputer, robot-robotan, dan lain-lain.
2)      Permainan Anak Desa
Lain halnya dengan permainan anak kota, jenis permainan anak desa lebih menyenangkan bagi anak karena mereka bebas untuk bermain-main dengan teman sebayanya. Dan dalam permainan ini anak bisa mengembangkan kreativitas dan daya imajinasi mereka juga semakin berkembang karena anak akan berupaya membuat mainan sendiri seperti apa yang diinginkan dengan barang atau bahan yang seadanya. Semisal membuat mobil-mobilan dari kulit jeruk Bali, membuat gasing dari kayu dan lain-lain.
c. Berdasarkan Bentuk dan Keterampilan yang Terdapat di Dalamnya
1)      Permainan Tradisional
Permainan tradisional merupakan jenis permainan yang mengandung nilai-nilai budaya pada hakikatnya merupakan warisan leluhur yang harus dilestarikan keberadaannya. Adapun contoh dari permainan ini adalah petak umpet, lompat tali, dakon, pasaran dan lain-lain.
2)      Permainan Modern
Permainan modern biasanya ditandai dengan sistem produksi yang menggunakan teknologi canggih dan bersifat marginal. Serta lebih bersifat atraktif dan elektrik. Oleh karenanya permainan modern terkadang dianalogikan sebagai permainan elektronik. Misalnya mainan yang menggunakan radio control yaitu play station, game watch, robot dan lain-lain.
d. Berdasarkan Kerangka Manfaat
Dari berbagai macam bentuk permainan tentunya banyak sekali manfaat yang bisa diambil dalam kegiatan tersebut, jika ditinjau dari kerangka manfaat yang di dapat penggunanya. Terdapat dua jenis mainan, yaitu :
1)      Mainan Umum
Pada dasarnya setiap kegiatan bermain tidak selalu membutuhkan alat yang menghasilkan pengertiam atau informasi, kesenangan, maupun mengembangkan imajinasi anak. Sebab pada dasarnya bermain merupakan suatu aktivitas yang membantu anak mencapai perkembangan yang utuh, baik fisik, intelektual, sosial, moral dan emosional. Seperti bermain peran (sandiwara) dalam suatu profesi tertentu (dokter-dokteran, polisi-polisian dan lain-lain).
2)      Mainan Edukatif
Sebagian besar semua jenis dan bentuk mainan anak memiliki muatan pendidikan atau bersifat edukatif. Karena secara tidak sadar dalam melaksanakan aktivitas bermain mereka belajar segala hal. Semisal bermain fisik, (berlari melompat, memanjat, dan lain-lain), bermain kreatif (menyusun balok, bermain dengan pasir atau lilin) dan lain-lain
Berdasarkan uraian permainan di atas, maka permainan yang digunakan dalam penelitian adalah jenis permainan individual, dengan jenis kegiatan bermain egrang. Kegiatan dalam permainan ini memerlukan keseimbangan, kekuatan dan kelincahan merupakan kegiatan permainan yang memiliki unsur-unsur dalam kecerdasan kinestetik anak.

2.1.8. Permainan Tradisional Egrang
Ada beberapa pendapat yang mennerangkan tentang pengertian tentang permainan tradisional . Permainan tradisional adalah salah satu bentuk yang berupa salah satu betuk yang berupa permainan anak-anak yang beredar secara lisan di antara anggota kolektif tertentu,serta banyak mempunyai variasi. Menurut Danandjaja Permainan tradisional atau biasa yang disebut dengan permainan rakyat, yaitu permainan yang dilakukan masyarakat secara turun-temurun dan merupakan hasil dari penggalian budaya lokal yang didalamnya banyak terkandung nilai-nilai pendidikan dan nilai budaya, serta dapat menyenangkan hati yang memainkannya.
Permainan tradisional pada umumnya dimainkan secara berkelompok atau minimal dua orang. Sedangkan menurut Rahmawati (2009) permainan tradisional anak adalah proses mlakukan kegiatan yang menyenangkan hati anak dengan mempergunakan alat sederhana sesuai dengan poensi yang ada merupakan hasil panggilan budaya setempat menurut gagasan dan ajaran turun-temurun dari nenek moyang.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa permainan tradisional adalah bentuk permainan rakyat yang yang turun-temurun dari hasil budaya lokal yang mengandung nilai budaya serta menyenangkan hati anak dengan alat sederhana sesuai dengan potensi yang ada.
Dharmamulyo (2008: 35) berpendapat bahwa permainan tradisional merupakan permainan yang telah dimainkan oleh anak-anak pada suatu daerah secara tradisi. Yang dimaksud secara tradisi ialah permainan itu telah diwarisi dari generasi yang satu ke generasi berikutnya. Permainan tradisional merupakan jenis permainan yang mengandung nilai-nilai budaya pada hakikatnya merupakan warisan leluhur yang harus dilestarikan keberadaanya.
Dharmamulyo (2008) mengungkapkan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam permainan tradisional yaitu: (a) melatih sikap mandiri; (b) berani mengambil keputusan; (c) penuh tanggung jawab; (d) jujur; (e) sikap dikontrol oleh lawan; (f) kerja sama; (g) saling membantu dan menjaga; (h) membela kepentingan kelompok; (i) berjiwa demokratis; (j) patuh terhadap peraturan; (k) penuh perhitungan; (l) ketepatan berfikir dan bertindak; (m) tidak cengeng; (n) berani; (o) bertindak sopan; (p) bertindak luwes.
Pada permainan tradisional terdapat bentuk permainan yang sifatnya bertanding (games) dan ada pula yang bersifat untuk mengisi waktu luang sebagai bentuk rekreasi. Permainan-permainan itu ada yang berlaku khusus untuk anak laki-laki, ada yang berlaku khusus bagi anak perempuan. Kemudian ada pula permainan yang berlaku untuk keduanya, sesuai dengan corak dari permainan itu sendiri. Pengelompokan jenis permainan yang bersifat games ada yang single, satu lawan satu, ada yang satu lawan kelompok, ada yang kelompok lawan kelompok, ada yang per-orangan dalam satu kelompok ada pula yang dilakukan bersama dalam satu kelompok.
Jika diamati dari kegiatan yang dilakukan anak permainan tradisional mengandung keterampilan dan kecekatan kaki dan tangan, menggunakan kekuatan tubuh, ketajaman penglihatan, kecerdasan pikiran, keluwesan gerak tubuh, menirukan alam lingkungan, memadukan gerak irama, lagu dan kata-kata yang sesuai dengan arti dan gerakannya.
Permainan tradisional merupakan salah satu unsur kebudayaan bangsa yang banyak tersebar di berbagai penjuru nusantara. Namun dewasa ini keberadaannya sudah berangsur-angsur mengalami kepunahan, terutama bagi mereka yang tinggal di perkotaan, bahkan di beberapa diantaranya sudah tidak dapat dikenali lagi oleh masyarakat. Sebenarnya ada beberapa jenis permainan tradisional yang masih dapat bertahan, itu pun disebabkan karena para pelaku permainan tradisional tersebut berada jauh dari jangkauan permainan modern yang banyak menggunakan alat-alat canggih. Permainan tradisional sebagai salah satu bentuk dari kegiatan bermain diyakini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan fisik dan mental anak (Kurniati, 2010:1).
Salah satu permainan tradisional yang masih ada dan sering dimainkan adalah permainan egrang. Permainan tradisional Egrang – Permainan ini muncul sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, dimasa penjajahan Belanda. Seperti terekam di Kamus Jawa karanganW.J.S. Poerwadarminto terbitan 1939 halaman 113, disebutkan kata egrang-egrangan diartikan dolanan dengan menggunakan alat yang dinamakan egrang. Dari hasil googling, banyak sumber yang menyebutkan kalau permainan egrang berasal dari daerah Jawa.
Egrang diberi makna bambu atau kayu yang diberi pijakan (untuk kaki). Egrang dibuat dengan menggunakan dua batang bambu (lebih sering memakai bahan bambu daripada kayu) yang panjangnya masing-masing sekitar 2 meter. Kemudian sekitar 50 cm dari alas bambu tersebut, bambu dilubangi lalu dimasuki bambu dengan ukuran sekitar 20-30 cm yang berfungsi sebagai pijakan kaki. Maka jadilah sebuah alat permainan yang dinamakan egrang.
Nilai yang terkandung dalam permainan ini adalah kerja keras, keuletan, dan sportivitas. Nilai kerja keras tercermin dari semangat para pemain yang berusaha agar dapat mengalahkan lawannya. Nilai keuletan tercermin dari keterampilan dalam menggunakan alat egrang untuk berjalan yang memerlukan keuletan dan ketekunan agar seimbang dan dapat berjalan. Nilai sportivitas tercermin tidak hanya dari sikap para pemain yang tidak berbuat curang saat berlangsungnya permainan, tetapi juga mau menerima kekalahan dengan lapang dada.

2.2 Kecerdasan Kinestetik (Kecerdasan Penggunaan Tubuh)
Kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk beraktivitas dengan menggerakkan anggota tubuh (Musfiroh, 2010: 9). Anak dengan kecerdasan kinestetik memiliki ciri-ciri: (1) Menonjol prestasinya dibidang olahraga; (2) Senang bergerak dan beraktivitas yang melibatkan gerak fisik; (3) Senang melakukan pekerjaan lapangan; (4) Gemar bongkar pasang mainan.
Kecerdasan kinestetik dapat dikembangkan dengan kegiatan melempar, menangkap, bermain bola, memanjat, bergelantung, menari, estafet, dan lain sebagainya (Musfiroh, 2010: 3). Stimulasi kecerdasan kinestetik terjadi pada saat anak bermain. Pada saat bermain itulah anak berusaha melatih koordinasi otot dan gerak. Stimulasi kinestetik terjadi dalam wilayah-wilayah berikut:
a.    Koordinasi mata-tangan dan mata-kaki, seperti menggambar, menulis, memaipulasi objek, menaksir secara visual, melempar, menendang, menangkap.
b.    Keterampilan lokomotor, seperti berjalan, berlari, melompat, berbaris, meloncat, mencongklak, merayap, berguling, dan merangkak.
c.    Keterampilan nonlokomotor, seperti membungkuk, menjangkau, memutar tubuh, merentang, mengayun, berjongkok, duduk, berdiri.
d.   Kemampuan mengontrol dan mengatur tubuh seperti menunjukkan kesadaran tubuh, kesadaran ruang, kesadaran ritmik, keseimbangan, kemampuan untuk mengambil start, kemampuan menghentikan gerak, dan mengubah arah (Catron & Allen, 1999: 64).
Menurut Gardner (2003) kecerdasan gerak-kinestetik mempunyai lokasi di otak serebelum (otak kecil), basal ganglia (otak keseimbangan) dan motor korteks. Kecerdasan ini memiliki wujud relatif bervariasi, bergantung pada komponen-komponen kekuatan dan fleksibilitas serta domain seperti tari dan olahraga. Menurut Armstrong (2005: 5) kecerdasan kinestetik adalah kecerdasan fisik. Kecerdasan ini mencakup bakat dalam mengendalikan gerakan tubuh dan keterampilan dalam menangani benda. Orang yang mempunyai kecerdasan kinestetik adalah orang-orang cekatan, indra perabanya sangat peka, tidak bisa tinggal diam, dan berminat atas segala sesuatu.
Menurut Yuliani Nurani Sujiono (2009: 188) kecerdasan kinestetik adalah suatu kecerdasan di mana anak mampu melakukan gerakan-gerakan yang bagus pada saat berlari, menari, membangun sesuatu, semua seni dan hasta karya. Dari berbagai penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan kinestetik adalah kemampuan yang dimiliki oleh manusia untuk menggunakan seluruh anggota tubuh dalam berbagai kegiatan untuk mengasah keterampilan yang dimilikinya.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN


3.1 Kesimpulan
Anak usia dini adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses
perkembangan dengan pesat dan fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Stimulasi yang diberikan pada anak usia dini sangat berpengaruh dan ikut menentukan kualitas sumber daya manusia. Apabila di usia dini seorang anak mendapat stimulasi yang optimal, maka anak tersebut akan tumbuh menjadi sosok individu yang berkualitas dengan potensi yang dimiliki.
Anak usia dini memiliki sembilan kecerdasan yaitu kecerdasan linguistik, kecerdasan logika-matematika, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan musikal, kecerdasan visual-spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan naturalis, dan kecerdasan eksistensial. Kesembilan kecerdasan tersebut perlu dikembangkan secara optimal sesuai dengan bakat yang ada pada anak, termasuk didalamnya kecerdasan musikal.
Kecerdasan kinestetik adalah kecerdasan fisik. Kecerdasan ini mencakup bakat dalam mengendalikan gerakan tubuh dan keterampilan dalam menangani benda. Orang yang mempunyai kecerdasan kinestetik adalah orang-orang cekatan, indra perabanya sangat peka, tidak bisa tinggal diam, dan berminat atas segala sesuatu.

3.2. Saran
            Adapun saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut :
1.        Hendaknya kegiatan pembelajaran di sekolah disampaikan melalui metode permainan khususnya permainan tradisional.
2.        Hendaknya sekolah memperhatikan perkembangan tingkat kecerdasan majemuk anak sehingga dapat berkembang dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA


Amstrong Tomas. 2005:21 Setiap Anak Cerdas! Panduan Membantu Anak Dengan Manfaat Multiple Intellegencenya. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Dharmamulyo, dkk. (2008). Permainan Tradisional Jawa. Yogyakarta: Kepel Press.

Einon, D. (2005). Permainan Cerdas untuk Anak Usia 2-6 tahun. Jakarta: Erlangga.

Garder, Howard 2003. Multiple intellingences, kecerdsan majemuk teori dan peraktik. Penterjemah Alexander Sendoru. Batam: Interaksara

Kurniawan. (2010). Permainan. Diambil dari: http://difinicinta.blogspot.com.

Kurniawati. (2010). Main Yuk! 30 Permainan Tradisional Jawa Barat. Bandung: PG PAUD UPI.

Megawangi, R., Dona, R., dkk. (2005). Pendidikan yang Patut dan Menyenangkan: Penerapan Teori Developmentally Appropriate Practices (DAP). Jakarta: Indonesia Heritage Foundation.

Moeslichatoen. (2004). Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Rineka Cipta.

Musfiroh, T. (2008). Bermain Sambil Belajar dan Mengasah Kecerdasan, Jakarta: Depdiknas.

Musfiroh, T. 2010. Pengembangan Kecerdasan Majemuk. Jakarta: Universitas Terbuka

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional R.I. No. 58 Tahun 2009. (2009). Standar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasiona-Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar & Menengah-Direktorat Pembinaan TK dan SD.

Sefrina, Rien. 2013. Pendidikan Seni Musik. Bandung: Maulana

Sujiono, Yuliani N., 2009. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta:Indeks

Suyadi. 2009:162. Psikologi Belajar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta:Gramedia.


No comments:

Post a Comment

About

Popular Posts