Pembelajaran
Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar sebagai salah satu program pendidikan
sekolah yang diharapkan memberdayakan siswa dari segi pengetahuan, nilai-nilai,
sikap serta keterampilan-keterampilan sosial kemasyarakatan juga tidak dapat
lepas dari konteks masyarakat yang melingkupinya. Berbagai konteks
kemasyarakatan tersebut memberikan pengalaman sosial budaya kepada seluruh
sivitas sekolah.
Proses
pembelajaran IPS yang dilakukan dengan menggunakan teknik dan metode yang
disesuaikan dengan situasi dan kondisi belajar, yang meliputi siswa, lingkungan
sekolah, sarana prasarana dan lingkungan masyarakat setempat.
Sesuai
dengan perubahan paradigma pendidikan di Indonesia yang berorientasi pada
pendidikan berbasis masyarakat luas, maka pembelajaran IPS juga harus mengikuti
perubahan tersebut. Apalagi materi pembelajaran IPS sangat berkaitan dan
berhubungan erat dengan kondisi sosial budaya masyarakat.
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS) sebagai proses enkulturasi, dan akulturasi budaya menunjukkan adanya
pengaruh konteks sosial, budaya dan ideologi masyarakatnya yang tercermin dalam
persepsi dan orientasi nlai para pendidik dan siswa. Visi dan misi Pembelajaran
IPS yang diwujudkan melalui berbagai kebijakan untuk memfasilitasi siswa dapat
secara partisipatif dalam pembelajaran terhadap kehidupan sosial budaya
masyarakat lokal, kehidupan berbangsa dan bernegara dan kehidupan masyarakat
global juga dipengaruhi oleh agen-agen perubahan sosial budaya yang ada.
Agen-agen
sosial tersebut antara lain baik yang dijalankan oleh birokrasi pemerintahan,
khususnya Departemen Pendidikan Nasional beserta kepanjangan tangannya di
daerah, maupun agen-agen perubahan sosial yang ada di masyarakat. Dengan
peranan unik yang diberikan masing-masing agen sosial kepada sekolah dapat
memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara partisipatif tentang
kehidupan sosial budaya masyarakatnya secara utuh baik pada tingkat lokal,
nasional, maupun global.
Seiring
dengan perkembangan kebutuhan masyarakat yang terakomodasi dalam pengembangan
visi sekolah dalam pengembangan SDM bermutu, beriman dan berbudaya, maka upaya
memasukkan budaya lokal dalam pembelajaran IPS perlu dilakukan di sekolah.
Untuk ini perkembangan kepentingan masyarakat lokal dalam mempertahankan budaya
lokal, kepentingan nasional dan kepentingan masyarakat global dicoba
diakomodasi. Untuk ini pendekatan keselarasan dan pendekatan konflik digunakan
untuk menjelaskan pengembangan paradigma pendidikan sosial yang berorientasi
pada pengembangan kemampuan dan nilai-nilai seperti adagium “think globally,
act locally, commit nationality”.
Konsep
kebudayaan, kemasyarakatan, adat istiadat merupakan bagian dari konsep dasar
dalam ilmu Antropologi. Secara tersirat dan tersurat konsep dasar Antropologi
telah dipelajari siswa SD yang tertuang dalam materi pembelajaran IPS.
Berdasarkan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar
Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah menerangkan bahwa
ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut :
- Manusia,
tempat dan lingkungan
- Waktu,
keberlanjutan dan perubahan
- Sistem
Sosial dan Budaya
- Perilaku
Ekonomi dan Kesejahteraan
Keempat
aspek tersebut pada dasarnya merupakan bagian dari konsep Antropologi sesuai
dengan definisi Antropologi itu sendiri. Berdasarkan definisi menurut
Koentjaraningrat bahwa Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia
pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta
kebudayaan yang dihasilkan.
Dari
definisi tersebut jelas bahwa aspek-aspek dalam pembelajaran IPS di SD hampir
seluruhnya merupakan bagian dari ilmu Antropologi. Akan tetapi dengan semakin
berkembangnya cabang-cabang ilmu sosial lainnya selain ilmu Antropologi, ada
beberapa aspek dari materi pembelajaran IPS tersebut yang masuk ke dalam cabang
ilmu sosial lain. Misalnya ilmu ekonomi, sejarah, geografi, demografi,
sosiologi dan lain sebagainya.
Ilmu
Antropologi dalam pengertian yang lebih sempit lebih mengarah pada ilmu yang
mempelajari kebudayaan manusia. Pengertian kebudayaan di sini juga lebih
dipersempit lagi. Menurut Koentjaraningrat (1982:1), kebudayaan dalam arti
sempit adalah pikiran, karya dan hasil karya manusia yang memenuhi hasratnya
akan keindahan. Dengan singkat kebudayaan adalah kesenian.
Sedangkan
kebudayaan dalam arti luas adalah seluruh total dari pikiran, karya, dan hasil
karya manusia yang tidak berakar kepada nalurinya, dan yang karena itu hanya
bisa dicetuskan oleh manusia sesudah suatu proses belajar. Konsep tersebut
adalah amat luas karena meliputi hampir seluruh aktivitas manusia dalam
kehidupannya.
Kebudayaan
merupakan hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat itu
menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah yang
diperlukan manusia untuk menguasai alam sekitarnya. Sedangkan rasa masyarakat
itu mencakup jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah-kaidah nilai-nilai sosial
yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti luas
seperti ideologi, kebatinan, kesenian dan semua unsur sebagai hasil ekspresi
jiwa manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat. Cipta merupakan kemampuan
mental, kemampuan berfikir orang-orang yang hidup bermasyarakat. (Hermana,
2006:11).
Kebudayaan
semakin berkembang seiring dengan semakin berkembangnya peradaban manusia dari
masa ke masa. Mulai dari masa prasejarah, masa berburu, masa bercocok tanam
sampai masa sekarang dimana dikenal dengan masa teknologi komunikasi dan
informasi.
Perkembangan
kebudayaan tersebut amat cepat dinamikanya. Sehingga perlu adanya usaha untuk
mempelajari dinamika tersebut. Untuk itu dimasukkanlah materi kebudayaan
tersebut dalam pembelajaran di SD khususnya mata pelajaran IPS.
Materi
Antropologi khususnya kebudayaan dalam
pembelajaran IPS di SD sangat penting untuk dipelajari oleh siswa. Karena
selain sebagai pengetahuan juga sebagai bekal bagi siswa dalam menjalani
kehidupannya di masyarakat. Seorang siswa berperan sebagai makhluk individu
sekaligus juga sebagai makhluk sosial yang hidup bermasyarakat.
Manusia
sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan
psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai makhluk individu
manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. Manusia juga dikatakan
sebagai makhluk sosial karena pada diri manusia ada dorongan untuk berhubungan
(interaksi) dengan orang lain. Ada kebutuhan sosial (social need) untuk
hidup berkelompok dengan orang lain (Effendi, 2006:37).
Berdasarkan
dengan adanya kebutuhan sosial tersebut, maka seorang siswa SD dalam
kehidupannya selalu berhubungan dengan orang lain mulai dari lingkungan
keluarga yaitu orang tua, kakak, adik, kakek, nenek sampai lingkungan
masyarakat teman sekolah, tetangga. Untuk memahami peranan ini perlu adanya
pengetahuan tentang hal tersebut.
No comments:
Post a Comment