Beranda

Welcome

Selamat Datang di Blog Sarana Informasi ...... Welcome on this blog...benvenuti nel nostro blog..bienvenue sur notre blog...Willkommen in unserem Blog... bienvenido a nuestro blog...... 블로그에 오신 것을 환영합니다 beullogeue osin geos-eul hwan-yeonghabnida....

Wednesday, October 23, 2024

Makalah Sistem Perlindungan Anak di Indonesia

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

 

1.1  Latar Belakang

Di Indonesia salah satu masalah besar yang marak diperbincangkan adalah tindak kriminal terhadap anak. Mulai dari kekerasan, pembunuhan, penganiayaan dan bentuk tindakan kriminal lainnya yang berpengaruh negatif bagi kejiwaan anak.  Seharusnya seorang anak diberi pendidikan yang tinggi, serta didukung dengan kasih sayang keluarga agar jiwanya tidak terganggu.hal ini terjadi karena  Banyak orangtua menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar. Mereka beranggapan kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan anak. 

Dalam menyiapkan generasi penerus bangsa anak merupakan asset utama. Tumbuh kembang anak sejak dini adalah tanggung jawab keluarga, masyarakat dan negara. Namun dalam proses tumbuh kembang anak banyak dipengaruhi oleh berbagai factor baik biologis, psikis, sosial, ekonomi maupun kultural yang menyebabkan tidak terpenuhinya hak – hak anak.

Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi anak telah disahkan Undang - Undang (UU) Perlindungan Anak yaitu UU No. 23 Tahun 2002 yang bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak – hak anak agar anak dapat hidup, tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas berakhlak mulia dan sejahtera.

1.2  Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian perlindungan Anak

2.      Apa pengertian dari Sistem Perlindungan Anak Di Indonesia?

3.      Apakah lembaga Ombudsman itu?

4.      Apa Lembaga Perlindungan Anak ?

1.3  Tujuan

1.        Untuk mengetahui pengertian perlindungan Anak.

2.         Untuk mengetahui pengertian dari Sistem Perlindungan Anak Di Indonesia.

3.         Untuk mengetahui lembaga Ombudsman Di Indonesia.

4.        Untuk mengetahui Lembaga Perlindungan Anak.

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1    Perlindungan Anak

Di Indonesia, Perlindungan Anak diatur dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 yaitu segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 13 (1) Undang – undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan setiap anak selama dalam pengasuhan orangtua, wali atau pihak lain yang bertanggung jawab atas pengasuhan.

Selanjutnya dalam Pasal 11 UU No. 23 tahun 2002 disebutkan pula bahwa setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak sebaya, bermain, berekreasi sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri. Anak adalah pemimpin masa depan siapapun yang berbicara tentang masa yang akan datang, harus berbicara tentang anak-anak.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Keppres Nomor 87 Tahun 2002 tentang rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak, Keppres Nomor 88 tahun 2002 tentang rencana aksi nasional penghapusan perdagangan  perempuan dan anak, dan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang.

Sedangkan Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol,  psikotropika,  dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.

a.    Asas dan Tujuan Perlindungan Anak

Penyelenggaraan perlindungan anak berazaskan Pancasila dan berlandaskan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi: non diskriminasi; kepentingan yang terbaik bagi anak;   hak  untuk  hidup,   kelangsungan   hidup,   dan   perkembangan;  dan penghargaan terhadap pendapat anak. Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Sejalan dengan tujuan tersebut, maka hakekat perlindungan anak Indonesia adalah perlindungan keberlanjutan, karena merekalah yang akan mengambil alih peran dan perjuangan mewujudkan cita- cita dan tujuan bangsa Indonesia. Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orangtua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.

b.   Penelantaran Dan Penyalahgunaan Anak 

Penelantaran  anak dapat didefinisikan sebagai kelalaian dalam pengasuhan oleh orang yang bertanggung jawab (misalnya, orangtua atau pengasuh lainnya), yang mengakibatkan kerugians ignifikan atau risiko bahaya yang signifikan terhadap anak dan remaja (Dubowitz, 2000). Penelantaran lebih lanjut dapat didefinisikan sebagai kegagalan untuk memenuhi kebutuhan dasar anak-anak dalam perawatan fisik, pengawasan, dan perlindungan, pemeliharaan, pendidikan, dan kesehatan.

Kekerasan fisik dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang ditimbulkan oleh orang yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak atau remaja itu, yang mengakibatkan cedera fisik yang signifikan atau risiko cedera tersebut (Dubowitz, 2000). Contoh tindakan yang ditimbulkan termasuk meninju, memukul, menendang, menggigit, mengguncangkan, melempar, menusuk, mencekik, membakar, atau memukul dengan tangan, tongkat, tali, atau benda lain (Goldman & Salus, 2003).

Pelecehan seksual dapat didefinisikan sebagai tindakan seksual tanpa kesepakatan, motivasi perilaku seksual yang melibatkan anak dan remaja, atau eksploitasi seksual terhadap anak (Berliner, 2000) oleh orang yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak. Pelecehan seksual anak termasuk perilaku yang lebih luas, seperti oral, anal penetrasi penis, atau alat kelamin, digital anal atau genital atau penetrasi lain, kontak kelamin dengan non intrusi, cumbuan payudara anak atau pantat, penampilan senonoh, supervisi yang tidak memadai atau tidak dari kegiatan sukarela seksual anak, dan penggunaan anak atau remaja dalam prostitusi, pornografi, kejahatan internet, atau kegiatan seksual eksploitatif lainnya (Goldman & Salus, 2003).

Penganiayaan psikologis dapat didefinisikan sebagai pola berulang dari perilaku atau kejadian ekstrim oleh orang yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak yang menyampaikan kepada anak bahwa ia tidak berharga, cacat, tidak dicintai, tidak diinginkan, terancam, atau hanya bernilai jika menemukan orang lain yang membutuhkan, oleh  orang  yang  bertanggung  jawab  atas pengasuhan anak (Masyarakat profesional Amerika tentang Penyalahgunaan Anak, 1995). Penganiayaan psikologis meliputi baik tindakan pelecehan terhadap anak atau remaja dan kelalaian dalam pengasuhan. Bentuk penganiayaan psikologis termasuk penolakan secara angkuh (misalnya, perilaku bermusuhan menolak dan merendahkan); teror (misalnya, ancaman untuk  menyakiti  anak atau seseorang yang penting untuk  anak),  mengeksploitasi atau merusak (misalnya, mendorong anak atau remaja untuk berpartisipasi dalam merusak diri sendiri atau perilaku kriminal); menyangkal respon emosional (misalnya, mengabaikan atau gagal untuk mengekspresikan kasih sayang), dan mengisolasi (misalnya, membatasi anak mendapatkan pengalaman sesuai dengan tahapan perkembangan) (Brassard & Hart, 2000).

2.2    Pengertian Dari Sistem Perlindungan Anak Di Indonesia

Indonesia menghadapi masalah serius terkait dengan hak dan kesejahteraan anak-anak. Hampir setengah dari anak-anak Indonesia berusia antara 13 dan 18 tahun putus sekolah; hampir tiga juta anak terlibat dalam perburuhan anak berpotensi berbahaya, dan sekitar 2,5 juta anak Indonesia menjadi korban kekerasan setiap tahun. Lebih dari 80% anak-anak sedang menjalani proses peradilan berakhir di belakang bar dan jumlah yang lebih besar adalah tanpa bantuan hukum. Statistik ini menggaris bawahi kebutuhan untuk mengintensifkan dan memperkuat upaya saat ini untuk meningkatkan perlindungan anak di Indonesia. 2008 review dari Pemerintah Program Negara Indonesia dan UNICEF Kerjasama menyoroti hubungan antara kebutuhan untuk meningkatkan perlindungan anak dan pengembangan ekonomi nasional yang adil dan berkelanjutan.

Negara Indonesia, saat ini sedang mengembangkan kesejahteraan anak dan keluarga yang fokus pada sistem untuk pencegahan dan merespon semua bentuk – bentuk kekerasan pada anak. Hal ini merupakan refleski pada pendekatan baru pada upaya perlindungan anak secara internasional. Kendati negara Indonesia telah mengembangkan sebuah kerangka kerja progresif untuk hak-hak anak, hanya saja dalam pelaksanaannya kurang mampu berkembang untuk perlindungan anak. Disisi lain, belum ada mandat secara jelas bagi sebuah lembaga untuk mengelola pelayanan pencegahan dan merespon masalah-masalah anak terkait dengan kewenangan dan akuntabilitas untuk melindungi secara legal dan efektif.

Pendekatan dalam penyediaan layanan perlindungan anak berbasis sistem mulai dikembangkan berbeda dengan pendekatan tradisional yang dijalankan saat ini. Dimana, dalam pendekatan tradisional dilakukan berdasarkan respon yang berbasis kesejahteraan, lebih dipimpin oleh NGOs, berorientasi pada kedaruratan, berbasis pada issu (seperti perdagangan anak; peradilan anak), bekerja berdasarkan jaringan dan bukan sistem; dan hanya terfokus pada kelompok anak yang termarjinalkan dan rentan, serta layanan perlindungan anak lebih mengedepankan pada respon atau gejala saja.

Upaya untuk mengadopsi pendekatan ”membangun sistem” ini merupakan upaya untuk mengkerangkakan kembali sebuah pendekatan pada anak yang membutuhkan atau beresiko, memikirkan kembali bagaimana membangun strategi untuk perlindungan anak, mendifinisikan apa itu persekutuan/kemitraan, bagaimana peran, tanggung jawab, serta memprogramkan kembali intervensi dari masing masing stakeholder diperlindungan anak.

Orangtua, keluarga dan masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum. Demikian pula dalam rangka penyelenggaraaan perlindungan anak, negara dan pemerintah juga bertanggungjawab untuk menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya secara optimal. Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 tahun. 

Komponen yang saling terkait antara lain adalah kerangka hukum dan kebijakan yang kuat untuk PA, tersedianya anggaran yang memadai, koordinasi multi sektoral, sistem layanan pencegahan yang ramah anak dan responsif, tenaga kerja PA yang profesional, pengawasan dan regulasi, serta data dan informasi yang kuat tentang isu isu PA.

Dalam sistem perlindungan anak meliputi:

b.         Pencegahan terhadap kekerasan, penelantaran, perlakukan salah dan eksploitasi yang direspon secara efektif ketika hal tersebut muncul serta menyediakan layanan yang dibutuhkan, rehabilitasi dan kompensasi terhadap para korban

c.         Memperoleh pengetahuan tentang akar penyebab kegagalan pada perlindungan anak dan sejauh mana mengetahui tentang kekerasan, penelantaran, eksploitasi dan perlakukan salah terhadap anak disemua kondisi.

d.        Mengembangkan kebijakan dan regulasi, yang mempengaruhi untuk tindakan pencegahan dan penanganan, dan bagiamana memastikan perkembangannya.

e.         Mendorong partisipasi anak baik laki dan perempuan, orang tua, wali dan masyarakat, international dan nasional NGO serta masyarakat sipil.

Indonesia merupakan salah satu negara yang mencantumkan anak dalam konstitusinya. Hal ini merupakan tongak sejarah perjuangan untuk memajukan penyelenggaraan perlindungan anak.

2.3    Lembaga Ombudsman Di Indonesia

Sampai dengan diterbitkannya TAP MPR Nomor VIII/MPR/2001 yang memberi mandat kepada eksekutif dan legislative agar menyusun undang-undang Ombudsman. Bahkan yang terakhir, komisi Konstitusi memasukkan usulan pasal tentang Ombudsman dalam naskah Amandemen UUD 1945 yang mereka susun dan telah diserahkan kepada MPR periode 1945-2004.usulan pengaturan Ombudsman dalam amandemen UUD 1945 oleh komisi konstitusi dimasukkan dalam pasal 24 G ayat (1), berbunyi “Ombudsman Republik Indonesia adalah Ombudsman yang mandiri guna mengawasi penyelenggaraan pelayanan umum kepada masyarakat. Dan ayat (2) berbunyi : Susunan, Kedudukan, dan kewenangan Ombudsman Republik Indonesia diatur dengan Undang-undang. Karena komisi konstitusi ini menilai bahwa Ombudsman mempunyai pengaruh yang sangat besar dalm mewujudkan cita-cita negara yakni pemrintahan yang baik (good governance).

Pembentukan komisi ombudsman Nasional (KON) dimaksudkan untuk membantu menciptakan dan mengembangkan kondisi yang kondusif dalam pemberantasan KKN serta menigkatkan perlindungan hak-hak masyarakat agar memperoleh pelayanan umum yang sebagai bagian dari pelaksanaan prinsip good governance. Dalam perjalanan waktu, secara evaluative dengan merujuk pada laporan tahunan (Laptah) dan laporan lima tahunan KON, eksistensi komisi bentukan presiden itu masih dipandang secara sebelah mata oleh aperatur penyelenggara pelayanan publik.

Meskipun saat ini belum ada lembaga resmi yang disebut "Ombudsman Anak" di Indonesia seperti di beberapa negara lain, namun semangat untuk melindungi hak-hak anak terus digaungkan. Konsep Ombudsman Anak ini sangat relevan dengan kondisi Indonesia yang memiliki jumlah anak yang besar.

Mengapa Ombudsman Anak Penting?

·      Perlindungan Khusus: Anak-anak memiliki kebutuhan khusus yang berbeda dengan orang dewasa. Mereka seringkali rentan terhadap berbagai bentuk kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi. Ombudsman Anak berperan sebagai suara mereka dalam menyuarakan hak-hak mereka.

·      Akses Keadilan: Ombudsman Anak dapat menjadi jembatan bagi anak-anak untuk mengakses keadilan ketika hak-hak mereka dilanggar. Mereka dapat membantu anak-anak melaporkan kasus-kasus pelanggaran dan mengawal proses penyelesaiannya.

·      Pencegahan: Selain menangani kasus-kasus yang sudah terjadi, Ombudsman Anak juga berperan dalam upaya pencegahan terjadinya pelanggaran hak-hak anak. Mereka dapat melakukan sosialisasi, edukasi, dan advokasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya perlindungan anak.

Upaya yang Sudah Dilakukan:

·      Integrasi dalam Lembaga Perlindungan Anak: Meskipun belum ada lembaga khusus, namun berbagai lembaga perlindungan anak di Indonesia telah mengintegrasikan fungsi Ombudsman Anak dalam tugas dan fungsinya.

·      Kolaborasi dengan Berbagai Pihak: Lembaga-lembaga terkait seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), serta berbagai organisasi masyarakat sipil lainnya terus berupaya melindungi hak-hak anak.

·      Advokasi Kebijakan: Berbagai pihak terus mengadvokasi pentingnya pembentukan lembaga Ombudsman Anak yang independen untuk memastikan perlindungan hak-hak anak secara optimal.

Tantangan yang Dihadapi:

·      Kurangnya Sumber Daya: Salah satu tantangan utama adalah keterbatasan sumber daya manusia dan anggaran untuk menjalankan tugas-tugas perlindungan anak secara optimal.

·      Koordinasi Antar Lembaga: Koordinasi antar lembaga yang menangani perlindungan anak masih perlu ditingkatkan agar upaya perlindungan anak dapat lebih efektif.

·      Kesadaran Masyarakat: Kesadaran masyarakat tentang pentingnya perlindungan anak masih perlu terus ditingkatkan.

 

2.4    Lembaga Perlindungan Anak

Lembaga Perlindungan Anak atau disebut juga LPA adalah lembaga independen yang bergerak dalam bidang perlindungan anak dan pemenuhan hak-hak anak. LPA mempunyai peran melakukan pemantauan dan pengembangan perlindungan anak, melakukan advokasi dan pendampingan pelaksanaan hak-hak anak, menerima pengaduan pelanggaran hak-hak anak, melakukan kajian strategis terhadap berbagai kebijakan daerah menyangkut kepentingan terbaik anak, melakukan koordinasi antar lembaga di tingkat daerah, memberikan pelayanan bantuan hukum untuk beracara di pengadilan mewakili kepentingan anak, melakukan rujukan untuk pemulihan dan penyatuan kembali anak, menyelenggarakan diklat, pengenalan dan penyebarluasan informasi tentang hak anak.

Komnas Anak muncul sebagai lembaga independen yang berkecimpung dalam perlindungan Anak. Keberadaan Komnas Anak yang memiliki fokus dalam perlindungan Anak dilatarbelakangi oleh kurang optimalnya lembaga Pemerintah dalam mengurus permasalahan anak yang makin tahun jumlah kasus yang terjadi semakin „menggunung‟. Komnas Anak sebagai LSM yang bergerak dalam bidang pemenuhan hak Anak juga mendorong pemerintah untuk ikut ambil andil dan berusaha untuk lebih baik dalam membuat program untuk mensejahterakan anak-anak korban kekerasan.

Kemudian sebagai tindak lanjutnya, di daerah dibentuk Lembaga Perlindungan Anak (LPA) melalui Kepmensos RI Nomor 81/HUK/1997 tanggal 5 Desember 1997 tentang Pembentukan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) sebagai salah satu upaya masyarakat dalam melaksanakan sebagian tugas dan peran pemerintah untuk turut serta melaksanakan pemenuhan hak-hak anak dalam rangka perlindungan anak. Komnas Anak adalah sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang membidangi tentang perlindungan anak, sehingga Lembaga Perlindungan Anak (LPA) merupakan LSM Perlindungan Anak yang berada ditingkat Kabupaten/Kota.

Lembaga Perlindungan Anak adalah lembaga independen di bidang perlindungan anak dan pemenuhan hak-hak yang berbasis masyarakat, sesuai Mandat Forum Nasional LPA ke III tahun 2001 dari 33 Provinsi di Indonesia bersama Komnas Anak, untuk melakukan serangkaian kegiatan/program perlindungan anak dan memperkuat mekanisme nasional yang kondusif bagi perlindungan anak. Salah satu lembaga yang mempunyai dedikasi dan perhatian tentang perlindungan anak adalah Lembaga Perlindungan Anak. Lembaga Perlindungan Anak ini dilaksanakan melalui kegiatan peran serta masyarakat yang merupakan kewajiban masyarakat dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak. Hal ini di atur dalam Pasal 72 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa masyarakat berhak memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk berperan dalam perlindungan anak.

Peran masyarakat dapat dilakukan oleh orang perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, badan usaha, dan media massa yang merupakan kewajiban dan tanggung jawab masyarakat dalam memberikan perlindungan bagi anak.

Sampai September 2018 data Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI menunjukan bahwa kekerasan terhadap anak masih kerap terjadi. Kekerasan yang terjadi terhadap anak tak hanya terjadi di lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat tetapi juga di sekolah yang harusnya menjadi center perlindungan anak di negeri ini .

Sebagian masyarakat masih menganggap peran KPAI untuk memberikan perlindungan anak masih belum terlalu signifikan, hal ini masih belum terlihatnya peran akif KPAI daerah untuk merespon berbagai kasus kekerasan terhadap anak khusus lagi pada pelayanan publik, belum lagi tidak semua daerah memiliki komisi perindungan anak daerah yang aktif dan efektif

Semisal di pelayanan publik untuk anak-anak belum mendapatkan prioritas yang sesuai saat mereka dibawa orang tua atau wali mereka pada fasilitas pelayanan publik semisal di bandara, layanan adminduk, imigrasi, kepolisian, sekolah rumah sakit dll

Sebagian besar masih belum menyediakan ruang baca, bermain atau tempat bagi anak untuk mereka diberi tempat yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Ombudsman Republik Indoensia pun sebagai pengawas pelayanan publik masih belum terlalu intens dengan pelayanan publik anak anak mengingat memang unit Ombudsman anak juga memnag belum diadakan khusus di Ombudsman Indonesia.

Seiring dengan pentingnya perlindungan hak asasi anak, maka hemat penulis penting menganggas Ombudsman untuk anak-anak agar kualitas dan perlindungan anak-anak sebagai generasi masa depan bangsa Indonesia semakin lebih baik dan terjauh dari segala bentuk kekerasan, terlebih saat mereka mengakses pelayanan publik.

Secara umum, lembaga perlindungan anak di Indonesia dapat dibagi menjadi dua kategori:

  1. Lembaga Negara:
    • Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI): Merupakan lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk mengawasi pelaksanaan kebijakan pemerintah di bidang perlindungan anak. KPAI juga bertugas menerima pengaduan, melakukan investigasi, dan memberikan rekomendasi terkait kasus-kasus pelanggaran hak anak.
  2. Lembaga Masyarakat:
    • Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM): Banyak LSM yang fokus pada perlindungan anak, seperti Save the Children, Plan International, dan berbagai LSM lokal lainnya. LSM-LSM ini biasanya menjalankan program-program di lapangan, seperti pendidikan, kesehatan, dan perlindungan anak dari kekerasan.
    • Lembaga Agama: Beberapa lembaga agama juga memiliki program perlindungan anak, seperti lembaga sosial di bawah naungan berbagai agama.

Perbedaan KPAI dan LSM

  • KPAI: Memiliki mandat langsung dari negara, memiliki kewenangan lebih luas, dan berfokus pada kebijakan perlindungan anak secara nasional.
  • LSM: Lebih fleksibel dalam menjalankan program, seringkali lebih dekat dengan masyarakat, dan fokus pada isu-isu perlindungan anak yang spesifik.

Fungsi Utama Lembaga Perlindungan Anak

  • Mencegah dan menanggulangi kekerasan terhadap anak: Baik itu kekerasan fisik, seksual, maupun psikis.
  • Mencegah eksploitasi anak: Seperti eksploitasi anak dalam pekerjaan, perdagangan anak, dan pornografi anak.
  • Mencegah diskriminasi terhadap anak: Termasuk diskriminasi berdasarkan gender, suku, agama, atau kondisi fisik.
  • Memastikan pemenuhan hak-hak anak: Seperti hak untuk hidup, tumbuh kembang, pendidikan, kesehatan, dan perlindungan dari hukum.
  • Meningkatkan kesadaran masyarakat: Tentang pentingnya perlindungan anak dan bagaimana cara mencegah dan melaporkan kasus-kasus pelanggaran hak anak.

Ada banyak sekali lembaga independen perlindungan anak internasional yang beroperasi di seluruh dunia. Beberapa contoh yang terkenal antara lain:

  • UNICEF (United Nations Children's Fund): Badan PBB yang fokus pada perlindungan anak dan kesejahteraan anak.
  • Save the Children: Organisasi kemanusiaan internasional yang fokus pada anak-anak di negara berkembang.
  • World Vision: Organisasi Kristen yang melakukan berbagai program untuk membantu anak-anak yang membutuhkan.
  • Human Rights Watch: Organisasi hak asasi manusia yang juga memantau pelanggaran hak-hak anak.

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

3.1  Kesimpulan

Perbedaan antara Ombudsman Anak dan Lembaga Independen Perlindungan Anak di tingkat kabupaten bersifat kompleks dan dinamis. Kedua lembaga ini saling melengkapi dalam upaya melindungi hak-hak anak. Penting bagi kedua lembaga untuk membangun kerja sama yang baik agar dapat memberikan perlindungan yang optimal bagi anak.

Kedua lembaga ini memiliki peran yang saling melengkapi dalam perlindungan anak. Lembaga Ombudsman Anak berperan penting dalam memastikan bahwa hak-hak anak terpenuhi dalam pelayanan publik, sedangkan Lembaga Independen Perlindungan Anak memiliki peran yang lebih luas dalam mencegah dan menangani berbagai bentuk pelanggaran hak anak.

 

3.2  Saran

Setelah menulis makalah ini, penulis menyarankan agar sistem perlindungan anak di Indonesia harus ditingkatkan lagi, mengingat banyaknya resiko yang akan terjadi pada anak-anak di Indonesia karena kesalahan penggunaan Sistem perlindungan anak di Indonesia ini.

Diharapkan ke depannya akan ada lembaga Ombudsman Anak yang mandiri dan kuat di Indonesia. Hal ini akan menjadi langkah penting dalam mewujudkan perlindungan hak-hak anak secara optimal dan menyeluruh.

 

 

 

 

No comments:

Post a Comment

About

Popular Posts