Beranda

Welcome

Selamat Datang di Blog Sarana Informasi ...... Welcome on this blog...benvenuti nel nostro blog..bienvenue sur notre blog...Willkommen in unserem Blog... bienvenido a nuestro blog...... 블로그에 오신 것을 환영합니다 beullogeue osin geos-eul hwan-yeonghabnida....

Wednesday, October 23, 2024

Makalah Hambatan Komunikasi

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

 

A.    Latar Belakang

Komunikasi merupakan suatu proses timbal balik yang terjadi antara pengirim dan penerima pesan. Proses komunikasi terdiri dari orang yang mengirim pesan, isi pesan, serta orang yang menerima pesan. Antara si pengirim pesan maupun si penerima pesan saling mempengaruhi. Orang yang menerima pesan akan menjawab atau memberi reaksi terhadap pengiriman pesan, sehingga terjadi interaksi antara pengirim pesan dan penerima pesan.

Dalam konseptual interaksi bahwa komunikasi memiliki  peran yang utama untuk  mencapai  tujuan, khususnya dalam konteks pembelajaran maka komunikasi menjadi sebuah strategi yang harus mendapatkan perhatian sebaik-baiknya. Tanpa komunikasi yang baik  dan benar tidak akan ada tercipta suasana yang bahagia, demikian halnya tanpa adanya percakapan yang efektif tidak akan ada kesepahaman untuk mencapai sebuah kesepakatan. Sebagai ilustrasi dikeseharian dalam suatu rumah tangga, kita menemukan kondisi dimana Ibu dan ayah tidak satu makna dalam perintah seperti sang ayah berkata “tidak” dan sang ibu berkata “ya”. Atau sebaliknya, maka informasi yang harus diterima sang anak akan sulit, hal ini harus diperjelas dengan kejelasan berkomunikasi yang baik dan benar agar sang anak dapat mempunyai pemahaman yang benar terhadap informasi yang diterimanya.

Sebagaimana kita ketahui bahwa sesungguhnya pendidikan yang  utama dan pertama bagi  anak usia dini  berada di rumah bersama orang tua  yaitu  ayah dan ibu. Indikatornya adalah : (1) orang tua merupa- kan orang yang paling bertanggungjawab terhadap perkembangan anak-anaknya, (2) orang tua meru- pakan orang yang pertama berinteraksi dengan anak-anaknya sebelum mereka berinteraksi dengan orang lain, (3) lingkungan keluarga merupakan ling- kungan terdekat yang sangat berpengaruh terhadap kepribadian anak, dan (4) waktu yang dimiliki oleh anak lebih banyak dihabiskan di rumah bersama orangtuanya . Dengan demikian pemberian  asah, asih dan asuh kepada anak usia dini menjadi tang- gungjawab utama bagi orangtuanya yaitu ayah dan ibunya.

Sarana komunikasi yang dibangun yaitu bahasa adalah mampu membangun keterampilan berkomunikasi, keterampilan menyampaikan pendapat, gagasan, dan pandangan dalam menyikapi suatu persoalan yang dihadapi dalam kehidupan. Keterampilan seperti itu tentu sangat dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang anak usia dini.bahasa juga merupakan alat berpikir, Oleh karena itu, melalui kemampuan berbahasa, berbagai persoalan yang dihadapi dapat dipahami, disikapi, dan dicerna dengan baik sehingga dapat menambah kematangan berpikir atau kematangan intelektual seseorang. Berkenaan dengan itu, kemampuan berkomunikasi yang tinggi dan daya pikir yang kritis dalam meng- hadapi setiap tantangan pada gilirannya juga dapat melahirkan generasi yang kreatif dan inovatif.

Komunikasi merupakan kunci sukses  hubun- gan antara orang tua dengan anak-anaknya. Bentuk komunikasi verbal dengan kata-kata maupun komunikasi non verbal seperti pelukan, ciuman, sentuhan, dll merupakan bentuk komunikasi yang  perlu dipupuk dan dilatih kepada anak sejak anak usia dini. Sehingga sampai kapanpun “komunikasi kasih sayang” dari kedua orang tua kepada anak-anaknya dapat terus berlangsung, tanpa anak merasa malu, terganggu dan lain-lain.Proses belajar komunikasi anak merupakan kolaborasiantara kedua orang tua dengan anak-anaknya, dan kolaborasi tersebut  dapat dimulai sejak anak masih 0 tahun. Masa inilah merupakan fondasi bagi seorang anak untuk membekali dirinya dalam menyongsong dan menjalani kehidupan dimasa depannya. Proses pembelajaran komunikasi  ini  akan   mematangkan   pembelajaran etika, nilai (value), kepribadian, dan sikap agar mereka benar-benar menjadi sosok penerus bangsa yang berperilaku dan berkepribadian luhur seperti apa yang diamanatkan oleh para pejuang negeri tercinta ini. Komunikasi yang baik antara orang tua dengan anak, sangat membantu anak memahami dirinya sendiri, perasaannya, pikirannya, pendapatnya dan keinginan-keinginannya. Anak dapat mengidentifikasi perasaannya secara tepat sehing- ga membantunya untuk mengenali perasaan yang sama pada orang lain.

Setiap orang tua dan pendidik pasti menginginkan yang terbaik bagi anaknya, tapi kadang harapan itu terkendala oleh komunikasi dalam pola  asuh yang diterapkan oleh orang tua sejak anak tersebut berusia dini. Dengan mengetahui betapa pentingnya komunikasi terhadap anak usia dini, maka kajian ini mejadi sangat penting untuk disusun dan diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu referensi bagi setiap orang tua atau orang dewasa dalam mendidik anak. Dengan bekal pengetahuan strategi berkomunikasi, maka orang tua dapat mewujudkan dan membimbing anak-anaknya menjadi anak yang handal dan berkualitas serta siap untuk menghada- pi kehidupan yang semakin kompleks.

Gangguan komunikasi meliputi berbagai lingkup masalah, yaitu gangguan bicara, bahasa, dan mendengar. Gangguan bahasa dan bicara melingkupi gangguan artikulasi, gangguan mengeluarkan suara, afasia (kesulitan menggunakan kata-kata, biasanya karena ada memar atau luka di otak ) dan keterlambatan di dalam berbicara atau berbahasa. Masing-masing gangguan ini mempengaruhi fungsi akademik, atau pekerjaan, atau kemampuan untuk berkomunikasi secara sosial. Penanganan pada gangguan komunikasi umumnya dilakukan melalui terapi bicara dan koseling psikologis untuk kecemasan social dan masalah-masalah emosional lainnya. Keterlambatan bicara dan bahasa tergantung dari beberapa penyebab termasuk di dalamnya adalah faktor lingkungan atau gangguan pendengaran.

Manusia telah diberi anugerah dari Tuhan untuk mampu berkomunikasi. Sepintas komunikasi merupakan suatu hal yang alamiah yang dapat dilakukan oleh siapa saja. Akan tetapi pada kenyataannya tidak semua orang dapat melakukan komunikasi dengan baik, salah satunya adalah anak yang memiliki gangguan komunikasi. Gangguan komunikasi yang dialami anak akan mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan kemampuan anak, meskipun tidak seluruh aspek pertumbuhan, perkembangan dan kemampuan seseorang ditentukan oleh kemampuan perilaku komunikasinya.

Siapapun orangnya baik orangtua maupun guru harus menyadari bahwa yang harus ditekankan adalah kemampuan berkomunikasi tidak hanya bicara, tapi semua aspek komunikasi. Aspek komunikasi meliputi kemampuan mendengar, kemampuan menjawab, cara berkomunikasi, kemampuan memahami kata-kata dan kemampuan menuangkan gagasan atau ide. Dengan pemikiran seperti itu maka kita dapat melakukan berbagai hal untuk mengembangkan kemampuan komunikasi anak yang mengalami gangguan komunikasi. Kita dapat mengembangkan kemampuan komunikasi anak karena sesungguhnya mereka masih memiliki potensi untuk berkomunikasi, misalnya dengan gerak tubuh atau dengan visualnya (Williams dan Wright, 2004).

 

B.     Rumusan Masalah

1.      Apakah yang dimaksud dengan gangguan komunikasi ?

2.      Bagaimana ciri – ciri anak yang mengalami gangguan komunikasi ?

3.      Apa penyebab gangguan komunikasi pada anak ?

4.      Apa saja jenis – jenis gangguan komunikasi ?

5.      Bagaimana cara berkomunikasi dan penyampaian ilmu pada anak yang mengalami gangguann komunikasi ?

6.      Apa saja karakteristik gangguan komunikasi dalam DSM V ?

 

C.    Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah agar pembaca dapat memahami tentang :

1.      Definisi gangguan komunikasi

2.      Ciri – ciri gangguan komunikasi

3.      Penyebab gangguan komunikasi

4.      Jenis – jenis gangguan komunikasi

5.      Cara komunikasi dan penyampaian ilmu pada anak yang mengalami gangguan komunikasi

6.      Karakteristik gangguan komunikasi dalam DSM V

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

 

A.    Konsep Komunikasi

Secara umum komunikasi merupakan kegiatan yang dilakukan manusia untuk saling memahami atau mengerti suatu pesan yang disampaikan seseorang kepada lawan bicaranya atau juga dapat dikatakan sebagai proses pemindahan pesan atau informasi dari indivitu ke individu atau individu ke kelompok kecil maupun besar. (Oktarina & Abdullah, 2017)

Laswell menjelaskan secara eksplisit dan kronologis tentang lima komponen yang terlibat komunikasi, yaitu: siapa (pelaku komunikasi pertama yang mempunyai inisiatif atau sumber, mengatakan apa (isi informasi yang disampaikan), kepada siapa (pelaku komunikasi lainnya yang dijadikan sasaran penerima), melalui saluran apa (alat penyampaian informasi), dengan akibat/hasil apa (hasil yang terjadi pada diri penerima pesan). (Oktarina & Abdullah, 2017:5)

Laswell juga menjelaskan bahwa dalam proses komunikasi harus mencakup  kelengkapan dari unsur-unsur komunikasi sehingga menjadi efektif diterima, unsurunsur komunikasi tersebut terdiri dari : a. Komunikator, yaitu pihak yang memberikan atau menyampaikan pesan kepada audiens baik secara langsung maupun tidak langsung. Seorang komunikator juga dapat bertindak sebagai sumber pesan atau informasi. b. Pesan, yaitu materi yang akan disampaikan merupakan objek dari informasi yang akan menjadi bahasan. c. Media, merupakan sarana penghubung atau penyampaian dan penerima pesan yang digunakan komunikator maupun komunikan dalam menyampaikan maupun menerima pesan. d. Komunikan, yaitu pihak yang menerima isi pesan atau informasi dari pihak komunikator baik perorangan maupun lembaga. e. Efek, yaitu hasil yang dapat dilihat sebagai pengaruh, dari diterima atau ditolaknya suatu isi pesan atau informasi. (Oktarina & Abdullah, 2017)

Komunikasi dapat dibagi menjadi 4 model yaitu komunikasi verbal dan komunikasi non-verbal.

 

1. Komunikasi verbal

Komunikasi verbal adalah suatu keinginan berkomunikasi antara individua atau kelompok yang mempergunakan bahasa sebagai alat penghubung. Proses komunikasi dapat berlangsung dengan baik bila komunikan dapat menafsirkan dengan tepat pesan yang disampaikan oleh komunikator melalui bahasa dalam bentuk kata-kata maupun kalimat Dengan cara ini orang tua dapat mempengaruhi atau memberikan pemahaman kepada anak melalui pikiran dan emosi untuk memperhatikan apa yang disampaikan dan anak mungkin akan berusaha untuk mendengarkan pesan-pesan yang akan disampaikan oleh orang tuanya.

2. Komunikasi non-verbal

Komunikasi non-verbal atau isyarat sering menyampaikan suatu pesan

dalam menyampaikan suatu pesan kepada anak. Orang tua dapat menggerakan hati anak untuk melakukan sesuatu tanpa berkata apapun. Dalam konteks sikap dan perilaku orang tua yang lain. Pesan non-verbal juga dapat menerjemahkan suatu gagasan, keinginan, atau maksud yang terkandung dalam hati. Tanpa harus menggunakan kata-kata sebagai pendukungnya.

a. Komunikasi tulisan

Komunikasi tulisan adalah proses penyampaian pesan dimana tidak menggunakan kata-kata dalam penyampaianya, melainkan menggunakan bahasa-bahasa non-verbal atau bahasa tertulis seperti, tulisan, sms, email, media sosial, dan lain-lain. Komunikasi tulisan ini sering digunakan oleh orang tua dan anak dalam suatu hubungan keluarga.

b. Komunikasi simbol

Komunikasi yang terungkap lewat simbol adalah komunikasi lewat pemberian atau hadiah, ekspresi wajah, bahasa dan gerak tubuh yang dapat menumbuhkan kata-kata untuk menjelaskannya. Simbol merupakan dukungan yang bagus dan penting dalam berkomunikasi. Tetapi sedekat apapun relasi yang dimiliki, penggunaan simbol tanpa kata-kata tidak dapat digunakan dengan baik. Simbol hanya akan berfungsi dengan baik dalam berkomunikasi jika disertai kata-kata dalam menjelaskannya. (Rahmawati & Gazali, 2018)

 

 

Proses Pendidikan akan selalu terjadi dalam keluarga melalui segala perilaku orang tua dan lingkungannya dalam keluarga selama anak tersebut masih berada di dalam asuhannya. Orang tua selalu memberikan nasihat tertentu kepada anaknya, membuat peraturan yang mengikat, memberi pemahaman dan perlindungan dari hal buruk, memberi contoh berbicara yang sopan, dan sebagainya. (Rahmawati & Gazali, 2018)

Berkomunikasi dengan anak merupakan hal terpenting menyangkut keterampilan dalam mengasuh anak. Kebanyakan orang tua tidak melakukan komunikasi terbuka dengan anaknya, terkadang orang tua tidak nyaman mendengar keluh kesah yang disampaikan oleh anaknya tetapi di lain waktu orang tua selalu memberikan nasihat yang mungkin tidak dibutuhkan oleh anaknya. Agar komunikasi dapat berjalan dengan efektif. Sebaiknya orang tua mencoba untuk memahami keinginan anak sehingga anak akan merasa bahwa orang tuanya sungguh ingin mendengar keluh kesah mereka. (Rahmawati & Gazali, 2018)

Komunikasi terbuka dalam keluarga merupakan salah satu tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak, maka komunikasinya pun dapat menjadi sebuah

nilai pendidikan. Adapun dimensi komunikasi terbuka antara orang tua dan anak

yaitu:

a. Keterbukaan, yang mengacu pada tiga aspek komunikasi antarpribadi; Pertama, komunikator antarpribadi yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi; Kedua, mengacu pada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang; Ketiga, aspek yang menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran. Dalam membicarakan masalah perilaku kepada anaknya, orang tua harus terbuka dan siap untuk bereaksi secara wajar terhadap umpan balik yang datang, serta jujur memberi ganjaran kepada anaknya, bila perilakunya baik diberi pujian atau hadiah, dan bila perilakunya buruk diberi hukuman, sehingga pada akhirnya anak memiliki tanggung jawab.

b. Empati, yaitu kemampuan orang tua memposisikan dirinya dalam komunikasi dengan anaknya artinya orang tua mampu memahami anaknya sehingga dalam memberi bimbingan, motivasi, dan menilai kemajuan belajar anaknya tetap pada sudut perkembangan anak.

c. Sikap mendukung, artinya keterbukaan dan empati dapat terlaksana jika terjadi dalam suasana yang mendukung (kondusif), yang ditandai dengan bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan strategik, dan (3) professional, bukan sangat yakin. Dalam membicarakan masalah belajar anak maka orang tua harus memahami kondisi anak pada saat itu. Orang tua harus bersikap deskriptif, artinya memberikan penjelasan atau uraian mengenai topik pembicaraan tersebut dengan harapan anak tidak merasa adanya suatu ancaman. Spontanitas dalam keterbukaan dan keterus terangan orang tua diperlukan agar anak juga bersikap demikian, yaitu terbuka dan terus terang mengenai masalah yang dihadapinya. Sikap profesional orang tua sangat diperlukan dalam mengefektifkan komunikasi yang terjadi dengan anak mereka. Orang tua harus bersedia mendengarkan pandangan yang mungkin berlawanan dengan pandangannya dari anak mereka. Bahkan dalam kondisi tertentu orang tua bersedia mengubah posisinya jika keadaan mengharuskan.

d. Sikap positif, artinya dalam berkomunikasi orang tua harus memiliki sikap positif terhadap anaknya. Sikap positif berupa pujian dan penghargaan yang ditunjukkan orang tua dapat merupakan pendorong bagi anak dalam belajar. Dorongan positif ini mendukung citra pribadi anak dan membuatnya merasa lebih percaya diri dalam belajar. Komunikasi positif merupakan komunikasi yang mengutamakan perhatian terhadap orang lain sebagai manusia, mendorong perkembangan potensinya, yang cenderung akan memberikan keberanian dan kepercayaan diri kepadanya. e. Kesetaraan, artinya komunikasi akan lebih efektif apabila suasananya setara. Orang tua dan anak dalam membicarakan masalah belajar harus mengakui bahwa masing-masing penting dan berharga dalam berperan, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam hal ini keefektifan komunikasi akan tercapai jika orang tua dan anak saling menghargai dan mengakui kekurangan dan kelebihan masing-masing (sharing Information).Kesetaraan atau kesamaan menurut Alo Liliweri adalah ”hasil proses pembagian informasi, melalui tindakan pertukaran, saling mengisi dan melengkapi kekurangan satu dengan yang lain. (Rahmawati & Gazali, 2018:175-176)

 

B.     Definisi Gangguan Komunikasi

Komunikasi merupakan suatu proses timbal balik yang terjadi antara pengirim dan penerima pesan. Proses komunikasi terdiri dari orang yang mengirim pesan, isi pesan, serta orang yang menerima pesan. Antara si pengirim pesan maupun si penerima pesan saling mempengaruhi. Orang yang menerima pesan akan menjawab atau memberi reaksi terhadap pengiriman pesan, sehingga terjadi interaksi antara pengirim pesan dan penerima pesan.

Dalam Buku Materi Pokok Mata Kuliah Gangguan Interaksi-Komunikasi (Permanarian Somad, 2007) dijelaskan bahwa istilah komunikasi (dalam bahasa Inggris communication) berasal dari bahasa latin, yaitu communicare yang berarti memberi (impart). Communicare bersumber dari kata communis yang berarti sama makna mengenai suatu hal. Komunikasi merupakan suatu aktivitas atau peristiwa transmisi informasi yang merupakan proses penyampaian informasi antara individu dengan individu atau individu dengan kelompok melalui sistem simbol yang umum digunakan seperti pesan verbal dan tulisan, serta melalui isyarat atau simbol lainnya.

Untuk berlangsungnya suatu komunikasi, diperlukan adanya penggunaan sistem simbol yang sama-sama dimengerti oleh pelaku komunikasi sehingga didapatkan kesamaan makna. Apabila dua orang atau lebih terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, komunikasi akan berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Maka percakapan orang-orang tadi dapat dikatakan komunikatif apabila mereka, selain mengerti bahasa yang digunakan, juga mengerti maknanya.

Dalam komunikasi selalu ada tiga komponen yang terlibat yaitu pengirim pesan atau komunikator (a sender), pesan (a message), dan penerima atau komunikan (a receiver).

Secara terminologis, komunikasi berarti penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang pada orang lain sebagai konsekuensi dari hubungan sosial (Sunardi dan Sunaryo, 2006:174). Pengertian komunikasi di sini lebih menekankan komunikasi sebagai alat hubungan sosial sebagai konsekuensi dari manusia sebagai makhluk sosial. Sehingga untuk menjalankan perannya sebagai makhluk sosial manusia harus berkomunikasi.

Menurut Everet M. Rogers komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku.

Menurut Gerald R. Miller: komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima.

Menurut Carld R. Miller: komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain.

Menurut Theodore M. Newcomb, setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai suatu transmisi informasiyang terdiri dari rangsangan yang diskriminatif dari sumber kepada penerima.

Jadi komunikasi adalah suatu proses yang kompleks di dalam dan di antara dua mitra (atau lebih) antara pengirim pesan dan penerima pesan artinya selama proses interaksi tersebut dibangun dibutuhkan berbagai hal (tidak hanya kode-kode saja) tetapi dibutuhkan berbagai kemampuan seperti kemampuan untuk memberikan perhatian, menatap dan/atau mendengarkan, termotivasi dan mampu menafsirkan apa yang difahami, dan termotivasi untuk merespon.

The American Speech – Language – Hearing Assosiation (ASHA) mendefinisikan a communication disorder is “An impairment in the ability to receive, send, process, and comprehend concepts or verbal, nonverbal, and graphic symbol systems. A communication disorder may be evident in the processes of hearing, language, and/or speech. A communication disorder may range in severity from mild to profound. It may be developmental or acquired. Individuals may demonstrate one or any combination of the three aspects of communication disorders. A communication disorder may result in a primary disability or it may be secondary to other disabilities” (ASHA, 1993).

Komunikasi pada dasarnya merupakan kegiatan penyampaian pesan. Proses tersebut melibatkan dua pihak yang berkomunikasi yang masing-masing bertujuan membangun suatu makna agar keduanya memahami atas apa yang sedang dikomunikasikan. Komunikasi dapat diartikan sebagai suatu proses pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pen- golahan pesan yang terjadi di dalam diri seseorang dan atau di antara dua atau lebih dengan tujuan ter- tentu. Pada komunikasi lisan, terdapat istilah yang menjadi prasyarat utama, yaitu interaksi. Interaksi bertujuan mendapatkan makna yang sama-sama dimengerti oleh pihak-pihak yang berkomunikasi.

Bagaimana cara mengoptimalkan komunikasi berkenaan dengan interaksi pada anak usia dini?. Seyogyanya hal ini kita mulai dari lingkungan terdekat anak yaitu keluarga. Melalui pola komunikasi yang tepat seiring dengan kemampuan berbahasa orang tua yang akan ditrasfer pada anak lewat komunikasi yang efektif, maka segala hal positif berkenaan dengan tumbuhkembang anak yang sesuai harapan akan terpenuhi.

Beberapa teori pembelajaran bahasa anak dapat dijadikan bahan acuan analisis penyusunan strategi komunikasi terhadap anak usia dini sesuai dengan tingkatan pertumbuhan dan perkembangannya. Perkembangan strategi komunikasi berawal dari perkembangan bahasa anak. Bahasa anak awalnya berkembang secara alami. Proses ini dikenal dengan pemerolehan bahasa. Melalui interaksi dengan lingkungan anak memperoleh pengalaman yang memberi sumbangan terhadap perkembangan bahasa. Di samping itu, bahasa anak juga dapat distimulasi dengan berbagai cara. Stimulasi tersebut dikenal dengan pembelajaran yang direalisasi dalam bentuk kegiatan-kegiatan belajar atau bermain. Agar pendidik dapat memberikan stimulasi yang tepat, pendidik perlu memiliki pengetahuantentang perkembangan bahasa.

Ada tiga teori dasar yang dapat digunakan untuk memahami perkembangan bahasa anak. Ketiga teori tersebut dikemukakan berikut ini:

1.      Teori Behavioristik (Teori Perilaku) dari Skinner

Teori dalam aliran behavioristik yang diprakarsai oleh BF. Skinner yang menyatakan bahwa lingkungan memberi pengaruh utama bagi perkem- bangan bahasa anak. Oleh karenanya orang tua dan pendidik perlu aktif mengajak anak berbicara dan memberi contoh penggunaan bahasa yang baik. Teori perilaku juga percaya bahwa agar anak berhasil dibutuhkan penguatan. Bentuk penguatan khususnya adalah pujian atau barang-barang seder- hana. Anak perlu diberi contoh ucapan sehingga anak dapat meniru ucapan tersebut. Atas keberhasilan anak mengulangi contoh yang diberikan, perlu diberi penguatan dan imbalan yang segera diberikan seperti ‘bagus,’ pinter, diberi permen atau yang lainnya yang setimpal. Teori ini menekankan bahwa dalam perkembangan bahasa anak usia dini, orang- tua dituntut untuk memberikan stimulasi, seperti aktif mengajak anak berbicara dan bercakap-cakap agar pencapaian kemampuan berbahasa anak maksimal.

2.      Teori Nativistik dari Chomsky

Noam Chomsky mengkritik teori yang dikemu- kakan Skinner. Ia menyatakan bahwa perkemban- gan bahasa anak tidak ditentukan oleh lingkungan semata. Faktor genetik sangat menentukan perkem- bangan bahasa anak. Menurut Noan Chomsky kemampuan bahasa anak terbentuk mulai dari konsepsi. Dengan kata lain, sejak lahir anak telah memiliki kemampuan berbahasa. Kemampuan tersebut dikenal dengan Language Advice Device (LAD). Chomsky  juga  memperkenalkan  Universal  Grammar  dalam  kemampuan  bahasa   anak. Ini merupakan kelemahan dan sumber kritik atas teorinya Chomsky. Selanjutnya Chomsky juga menyatakan bahwa belajar bahasa sebaiknya sebelum usia sepuluh tahun. Kemampuan yang  terbentuk pada saat dalam kandungan akan teraktualisasi atau berkembangan dengan didukung oleh faktor biolo- gis dan faktor lingkungan setelah anak lahir. Untuk itu, Noam Chomsky menyatakan faktor lingkungan juga sangat berperan dalam perkembangan bahasa anak disamping kesiapan faktor biologis. Ada kemampuan yang tidak mungkin dimiliki anak, walau lingkungan memberi stimulasi yang maksimal  kalau kondisi biologis belum siap untuk mencapai kemampuan tersebut. Misalnya, pengucapan huruf ‘g’ tidak mungkin dimiliki sebelum alveolenatal matang untuk berfungsi.

Teori ini Mengutarakan bahwa  bahasa  sudah ada di dalarn diri anak. Pada  saat  seorang  anak lahir, dia telah memiiiki seperangkat kemampuan berbahasa yang disebut Tata Bahasa Umum” atau ‘Universal Grammar’. Teori ini mengatakan bahwa meskipun pengetahuan yang ada di dalam diri anak tidak rnendapatkan banyak rangsangan, anak akan tetap dapat mempelajarinya. Anak tidak sekedar meniru bahasa.yang dia dengarkan, tapi ia juga mampu menarik kesimpulan dari pola yang ada, hal ini karena anak memiliki sistem bahasa  yang disebut Perangkat Penguasaan Bahasa. Teori Nativistik juga memberikan pengetahuan  bahwa  keterampilan bahasa juga dipengaruhi oleh kematangan fisik anak, misalnya kematangan organ-organ bicara. Oleh karena itu, pendidik dalam dalam memberi- kan stimulasi perlu memperhatikan kesiapan anak. Teori ini juga memberikan wawasan bahwa anak akan belajar bahasa dengan cepat sebelum usia 10 tahun. Artinya, pembelajaran bahasa lebih baik diberikan sejak dini, karena lebih dari usia 10 tahun anak akan mengalami kesulitan.

3.      Teori   Konstruktivisme dari Piaget, Vygotsky, Gardner

Perkembangan kognisi dan bahasa dibentuk dari interaksi dengan orang lain.Dengan berinteraksi dengan orang lain, maka pengetahuan, nilai dan sikap anak akan berkembang. Anak memiliki perkembangan kognisi yang terbatas pada usia-usia tertentu, tetapi melalui interaksi sosial, anak akan mengalarni peningkatan kemampuan berpikir.

Pengaruh pada pembelajaran. Anak akan dapat belajar dengan optimal jika diberikan kegiatan, Se mentara anak melakukan kegiatan, anak perlu di- dorong untuk sering berkomunikasi. Adanya anak yang lebih tua usianya atau orang dewasa yang mendampingi pembeiajaran dan mengajak bercakap-cakap akan menolong anak menggunakan kemampuan berbahasa yang lebih tinggi. Jika anak mengalami kesulitan, peran orang dewasa yang te pat akan membantu anak memecahkan persoalan sehingga anak dapat belajar sesuatu dari peristiwa tersebut. Karena itu pendidik perlu menggunakan metode yang interaktif, menantang anak untuk meningkatkan pembeiajaran dan menggunakan bahasa yang berkualitas

Sedangkan, Gangguan Komunikasi (Communication Disorders) adalah sekumpulan gangguan psikologis yang ditandai dengan kesulitan- kesulitan dalam pemahaman atau penggunaan bahasa. Kategori- kategori dari gangguan komunikasi adalah gangguan bahasa ekspresif, gangguan bahasa campuran reseptif- ekspresif, gangguan fonologis dan gagap. Masing- masing gangguan ini mempengaruhi fungsi akademik, atau pekerjaan, atau kemampuan untuk berkomunikasi secara sosial.Penanganan pada gangguan komunikasi umumnya dilakukan melalui terapi bicara dan koseling psikologis untuk kecemasan social dan masalah- masalah emosional lainnya.

Hal yang perlu ditekankan adalah kemampuan komunikasi tidak hanya kemampuan bicara tapi juga termasuk semua aspek komunikasinya. Aspek komunikasi itu sendiri meliputi kemampuan mendengar, kemampuan menjawab, cara berkomunikasi, kemampuan memahami kata-kata dan kemampuan menuangkan gagasan atau ide. Dengan demikian kita dapat membantu mengembangkan kemampuan komunikasi anak yang mengalami gangguan komunikasi karena sesungguhnya mereka masih memiliki potensi untuk berkomunikasi, misalnya dengan gerak tubuh atau dengan visualnya (Williams dan Wright, 2004).

Perkembangan komunikasi anak pada umumnya berawal dari tangisan bayi yang memberi tahu ibunya bahwa ia merasa lapar atau tidak nyaman. Usia sekitar 2 bulan bayi sudah mengeluarkan suara-suara (cooing) atau tertawa, bila ia merasa senang. Kemudian berkembang menjadi babbling atau pengulangan rangkaian konsonan-vokal misalnya, ma-ma-ma, ba-ba-ba. Usia sekitar 10 bulan, bayi sudah mulai mengenal kata-kata tapi belum mampu mengucapkannya dan kemudian mengucapakan kata pertamanya pada saat ia berusia sekitar 1 tahun.

Perkembangan bicara anak pada umumnya akan terus berkembang dengan pesat sehingga dalam rentang usia 16-24 bulan perbendaharaan kata yang dimiliki oleh anak meningkat dari 50 kata menjadi kurang lebih 400 kata. Saat berusia 2 tahun, anak seharusnya sudah mampu menggunakan kata kerja, kata sifat dan melakukan pengungkapan diri dengan kalimat yang terdiri dari 2 kata.

Menginjak usia 3 tahun, cara anak berbicara sudah menyamai cara orang dewasa berbicara secara informal. Anak sudah menguasai hampir 1000 kata, dapat menyusun kalimat dengan benar dan dapat berkomunikasi dengan baik. Disamping menggunakan bahasa, anak pada umumnya juga mampu berkomunikasi dengan gestur dan simbol-simbol lainnya (Papalia, 1995 dalam Riyanti, 2002:12).

Menurut MacDonald (2004) ada lima tahap dalam perkembangan komunikasi, yaitu:

1. Interaksi

Pada tahap interaksi, anak secara bertahap mulai menerima orang lain dalam dunianya. Dia mulai berinisiatif dan merespon orang lain serta bergabung dalam kegiatan. Dia mulai lebih menyukai bersama orang lain daripada sendiri dan menjadi lebih nyaman berinteraksi untuk tujuan sosial daripada sekedar memenuhi kebutuhannya. Dia jua mulai memiliki hubungan timbale balik dengan orang lain. Dia mulai bermain memberi dan menerima baik melalui tindakan maupun suara. Dia tetap melakukan interaksi secara sukarela dalam waktu yang lebih lama.

Dia mulai bertindak dan berkomunikasi seperti yang dia lihat dikerjakan oleh orang lain. Perkembangan keterampilan imitasi dan modeling ini membuat dia terus belajar sejalan dengan peningkatan interaksinya. Tahap interaksi ini berlanjut sepanjang perkembangan keterampilan komunikasi dan bahasa anak.

Tahap interaksi ini merupakan masalah umum pada autism, dimana anak autis mengabaikan dan menolak orang lain, lebih senang sendiri, bertindak dengan caranya sendiri, dan bermain baik pasif maupun dominan di dalam interksi. Ini merupakan tahap dimana anak menjadi lebih dapat diakses dan responsive terhadap orang secara umum.

2. Komunikasi Non Verbal

Pada tahap kedua ini, anak belajar untuk mengirim dan menerima pesan secara fisik yang dia bisa lakukan. Belajar untuk berkomunikasi bagi anak-anak merupakan sebuah proses yang sangat kompleks dan melibatkan lebih banyak hal dibanding mempelajari bahasa misalnya. Komunikasi mensyaratkan anak masuk ke dalam dunia orang lain, seringkali memerlukan waktu panjang dalam berkomunikasi menggunakan cara non verbal sebelum dapat menggunakan bahasa secara sosial. Di sisi anak belajar untuk berhubungan dengan dunia orang lain.

Pada tahap komunikasi non verbal, orang tua belajar untuk mendukung perilaku non vocal dan vocal anak yang sebelumnya dianggap tidak penting untuk berkomunikasi. Anak bukan sekedar berkomunikasi tanpa kata-kata, anak juga perlu berkomunikasi untuk berbagai alasan sosial dan bukan sekedar memuaskan kebutuhannya.

Pada anak autis, pada tahap ini anak gagal untuk berkomunikasi atau hanya berkomunikasi dengan gerakan atau suara. Membantu anak percaya bahwa perilaku non verbal dapat berhasil dalam komunikasi merupakan tujuan utama tahap ini.

3. Bahasa Sosial

Pada tahap ketiga, anak belajar bicara untuk alasan personal, sosial dan instrumental. Seringnya anak-anak terlambat-bicara belajar bahasa degnan hapalan atau cara-cara pengulangan yang sebenarnya tidak benar-benar komunikatif. Di sini anak perlu belajar bahwa bahasa lebih dari hanya sekedar membentuk kata; bahasa berarti pertukaran arti/makna dengan orang lain dengan cara memberi dan menerima dimana kedua bela pihak berpartisipasi dan berhubungan dengan yang menjadi perhatian orang lain.

Pada anak autis seringkali pembicaraannya aneh atau di luar topic, hapalan dan tidak responsive, diulang-ulang, dan bahasa hanya dimengerti sendiri.

4. Percakapan

Pada tahap keempat, anak menggunakan bahasa untuk menjalin hubungan dan belajar mengambil perspektif orang lain sehingga percakapan bermanfaat bagi keduanya. Percakapan yang efektif adalah puncak dari tahapan-tahapan perkembangan komunikasi sebelumnya dimana anak mampu melakukan kegiatan rutin bersama, meningkatkan pengambilan giliran, komunikasi intensional dan berbagai penggunaan bahasa dan bukan sekedar pengucapan kata-kata. Bagi beberapa anak, tahap percakapan ini lama datangnya, kadang-kadang baru muncul saat remaja atau dewasa. Percakapan dapat dipercepat ketika perhatian penuh diberikan untuk membantu anak agar terbiasa berinteraksi dalam permainan sosial dan ikut mengambil giliran. Sering ditemukan bahwa banyak anak menolak bercakap-cakap jika mereka tidak percaya bahwa mereka akan diterima apa adanya, tanpa menghiraukan seberapa “tidak biasa” mereka dilihat orang lain.

Pada anak autis masalah yang muncul adalah mereka sering “berbicara pada” dan bukannya “berbicara dengan” orang lain, bersikeras dengan topic mereka sendiri, dan menginterupsi yanglain. Pada tahap ini juga anak sering berganti topic dengan cepat, mengabaikan yang orang lain katakan, memulai atau merespon tetapi tidak keduanya, dan mendominasi percakapan.

 

 

5. Perilaku Sipil

Pada tahap ke lima, sebenarnya merupakan keterampilan yang dapat dipelajari pada setiap tahap di atas. Perilaku sipil maksudnya adalah anak belajar berinteraksi dengan orang lain secara empatik, respek dan mengurangi perilaku-perilaku yang tidak sesuai atau maladaptive yang sering muncul. Anak belajar bekerja sama dengan orang lain dan memperlakukan orang lain degnan respek dan baik. Anak juga belajar perilaku yang secara emosional sesuai seperti mempercayai orang dan mengatur diri sendiri serta mengelola emosi baik positif maupun negative sesuai dengan batasan. Anak juga belajar memahami perspektif orang lain dan mengembangkan empati yang dibutuhkan untuk keberhasilan suatu hubungan.

Pada anak autis, masalah yang muncul adalah tidak memperdulikan perasaan orang lain, bicara tidak sensitive, dan berbagai bentuk tidak menghormati orang lain. Pengembangan perilaku sipil merupakan hal yang penting agar anak autis berhasil secara sosial.

Menurut Sussman (1999) dalam Sukinah (2007) komunikasi pada anak autis berkembang melalui empat tahapan:

1. The own agenda stage

Pada tahap ini anak masih lebih suka bemain sendiri dan tampaknya tidak tertarik pada orang-orang di sekitarnya. Anak belum tahu bahwa dengan komunikasi ia dapat mempengaruhi orang lain. Untuk mengetahui keinginannya, kita harus memperhatikan gerak tubuh dan ekspresi wajah anak. Seringkali anak mengambil sendiri benda-benda yang diinginkannya. Anak tidak berkomunikasi dengan orang lain dan bermain dengan cara menjerit untuk menyatakan protes. Anak suka tersenyum dan tertawa sendiri bahkan pada tahapan ini hampir tidak mengerti kata-kata yang kita ucapkan.

2. The requester stage

Anak berada tahap ini mulai menyadari bahwa tingkah lakunya dapat mempengaruhi orang di sekitarnya. Bila menginginkan sesuatu, anak biasanya menarik tangan kita dan mengarahkannya ke benda yang diinginkan. Sebagian anak telah mampu mengulangi kata-kata atau suara tetapi bukan untuk berkomunikasi melainkan untuk menenangkan dirinya. Anak juga mulai bisa mengikuti perintah sederhana tapi responnya belum konsisten.

3. The early communication stage

Anak telah menyadari bahwa ia bisa menggunakan satu bentuk komunikasi tertentu secara konsisten pada situasi khusus. Namun demikian, inisiatif berkomunikasi masih terbatas pada pemenuhan kebutuhannya. Anak mulai memahami isyarat visual/gambar komunikasi dan memahami kalimat-kalimat sederhana yang kita ucapkan. Bila terlihat perkembangan bahwa anak mulai memanggil nama, menunjuk sesuatu yang diinginkan, atau melakukan kontak mata untuk menarik perhatian, maka berarti anak sudah siap untuk melakukan komunikasi dua arah.

4. The partner stage

Tahap ini merupakan fase yang paling efektif. Bila kemampuan bicara anak baik, ia akan mampu melakukan percakapan sederhana. Anak juga dapat diminta untuk menceritakan pengalamannya, keinginannya yang belum terpenuhi dan mengekspresikan perasaanya. Namun demikian, biasanya anak masih terpaku pada kalimat-kalimat yang telah dihapalkan dan sulit menemukan topik pembicaraan yang tepat pada situasi baru. Bagi anak-anak yang masih mengalami kesulitan untuk berbiara, komunikasi dapat dilakukan dengan menggunakan rangkaian gambar atau menyusun kartu-kartu bertulisan.

Agar lebih jelas mengenai perkembangan komunikasi tersebut, di bawah ini akan diberikan contoh-contoh perkembangan komunikasi pada anak menurut Rowland dan Stremmel (1987) dalam Gardner et al (1999:3) sebagai berikut:

a. Perilaku Pra-tujuan

Cooing (mengeluarkan suara-suara), tertawa sendiri, tiba-tiba menangis tanpa sebab, ekspresi wajah tanpa tujuan, menggerakkan kepala dan gerakan badan yang tidakberaturan

b. Perilaku bertujuan

Memperhatikan suatu objek, tersenyum, bergerak ke suatu arah, Meraih sesuatu atau mendorong sesuatu dan Rewel

 

 

c. Komunikasi pra simbolik non konvensional

Tertawa, membuat suara tak beraturan, kontak mata atau menggerakkan mata untuk mengikuti gerakan tangan orang lain dan mencoba meraihnya

d. Komunikasi pra simbolik konvensional

Mengeluarkan pola suara yang beraturan (dada, mama, baba), menunjuk/mengarahkan tangan, mengayunkan tangan dan kaki, mencium, memeluk, memilih salah satu dari dua objek.

e. Komunikasi simbol kongkrit

Mengeluakan suara untuk menunjuk objek tertentu, menggunakan gestur sederhana/gerak anggota tubuh untuk mengungkapkan sesuatu, misalnya menepuk-nepuk kursi sebagai keinginan untuk duduk di kursi, menggunakan objek kongkrit, dan menggunakan gambar foto.

f. Komunikasi simbol abstrak

Menggunakan kata-kata tunggal/dasar, menggunakan isyarat, menggunakan gambar abstrak (gambar outline).

g. Komunikasi simbol formal (berbahasa)

Mengkombinasikan dua kata atau lebih, mengkombinasikan gambar atau symbol dan mengkombinasikan kata-kata yang tertulis

Karakteristik dan Keterampilan Berbahasa Anak (Permanarian S, 2007) :

Usia Kronologis Anak Pencapaian Keterampilan Perkembangan Bahasa Anak

0 sampai 1 bulan - Mengeluarkan suara tak berarti

1 sampai 3 bulan - Tersenyum jika mendengar suara atau melihat wajah yang dikenalinya.

- Mulai berceloteh

- Mengatakan “uh” dan “ah”.

- Tertawa dan mungkin menjerit.

4 sampai 7 bulan - Menoleh pada suara dan suara manusia

- Bereaksi jika dipanggil namanya.

- Mulai bereaksi jika dikatakan “tidak”.

- Membedalkan emosi berdasarkan nada suara.

- Merespon pada suara dengan membuat suara dan mungkin menirukan orang bicara.

- Menggunakan suara untuk mengungkapkan rasa senang atau kecewa.

- Berceloteh dengan serangkaian konsonan (ba-ba-da-da).

8 sampai 12 bulan - Semakin memperhatikan ujaran orang lain.

- Berbicara atau mengoceh sindiri, biasanya dengan suara-suara nonbahasa.

- Berespon terhadap perintah verbal sederhana

- Berhenti melakukan sesuatu jika dikatakan “jangan/tidak boleh”, namun hanya sementara.

- Menggunakan isyarat sederhana, seperti menggelengkan kepala jika mengatakan “tidak”

- Mengucapkan “mama” dan “papa”.

- Menggunakan seruan seperti “ha”.

- Berusaha menirukan kata-kata.

- Mengindikasikan keinginan.

1 sampai 2 tahun - menoleh dan melihat jika dipanggil.

- Menunjukkan pada benda atau gambar jika disebutkan namanya.

- Melambaikan tangan dan mengatakan “daah” jika ada orang yang pergi.

- Mengenali nama-nama orang, benda atau tubuh.

- Mengucapkan kata-kata sederhana seperti “mimik”, “mamam”, “eek”, “ini’, “itu”.

- Menggunakan frasa dua kata seperti “mimik susu”.

- Mampu mengikuti perintah sederhana.

- Mengulangi kata-kata yang didengarnya dalam percakapan orang lain.

- Menggunakan benda, gerak isyarat dan kata-kata sederhana untuk berkomunikasi.

- Menggunakan benda, gerak isyarat dan kata-kata sederhana untuk berkomunikasi.

2 sampai 3 tahun - Mengikuti dua atau tiga perintah, contohnya “ambilkan bola itu dan masukkan di keranjang itu”.

- Mengajukan pertanyaan.

- Mengenali dan mengidentifikasi banyak objek dan gambar yang umum.

- Mencocockkan benda yang dipegang atau yang terdapat dalam ruangan dengan gambar yang umum.

- Mencocockkan benda yang dipegang atau yang terdapat dalam ruangan dengan gambar dalam buku.

- Mengetahui bagian-bagian tubuh utama.

- Menggunakan kalimat yang terdiri dari empat atau lima kata.

- Dapat menyatakan nama, usia dan jenis kelamin sendiri.

3 sampai 4 tahun - Memahami konsep “sama” dan “berbeda”

- Menyebutkan beberapa warna dengan benar.

- Memahami konsep menghitung sederhana dan mungkin mengetahui sejumlah bilangan.

- Mengikuti tiga sampai empat perintah.

- Menggunakan kalimat dalam lima kata.

- Mampu bercerita secara sederhana.

- Mampu berbicara secara jelas sehingga dapat dimengerti orang asing.

4 sampai 5 tahun - Berbicara dengan kalimat lebih dari lima kata.

- Mampu menuturkan cerita yang agak panjang.

- Mampu menyebutkan alamat rumah.

- Menyebutkan setidaknya empat warna.

- Mengemukakan apa yang harus dilakukan jika orang lelah, haus, atau lapar.

Tabel Perkembangan Bicara dan Bahasa Normal Periode 5 –6 Tahun

(Permanarian Somad, 2007)

Pemahaman Bahasa Ekspresi Bahasa Bicara

- Memahami kata-kata “pertama, yang lalu. “

- Memahami hampir 4000 kata.

- Memahami “ kanan“ dan “ kiri.”

- Memahami berbagai konsep kualitas ( semua, setengah.

- Memahami beberapa lelucon., keheranan, meyakinkan/ berpura-pura - Menggunakan kata kerja dengan benar.

- Memilki tata bahasa seperti orang dewasa.

- Menggunakan kata-kata penolakan,kepemilikan dan jamak. Mengucapkan semua bunyi-bunyi /fonem dengan benar.

 

C.    Ciri – Ciri Gangguan Komunikasi

Anak berkebutuhan khusus biasanya diikuti dengan beberapa karakteristik atau ciri-ciri sesuai dengan gangguan yang di alami, bagi anak yang mengalami gangguan komunikasi terdapat 8 ciri-ciri, yaitu :

1.      Menurut Hallahan dan Kaufan (2006) dalam buku yang ditulis oleh Frieda menjelaskan bahwa anak yang mengalami gangguan komunikasi adalah mereka yang tidak memiliki perhatian untuk berkomunikasi dengan orang-orang dilingkungannya dengan tujuan bersosial.

2.      Sewaktu kecil, gumaman yang biasanya muncul ketika anak sudah mulai atau sebelum dapat bicara tidak muncul. Ini terjadi pada anak yang terdiagnoasa autisma.

3.      Berbicara tapi ada hal yang abnormal dari segi intonasi, rate, volume dan isi bahasanya. Misalnya bicara seperti robot, mengulang-ulang perkataan yang didengar, sulit menggunakan bahasa karena mereka tidak sadar dengan reaksi pendengarnya.

4.      Sering tidak memahami ucapan yang ditujukan kepada mereka. Sulit memahami bahwa satu kata memiliki makna atau banyak arti.

5.      Meggunakan kata-kata yang aneh, seperti ketika melihat mobil mereka mengatakan “empat”.

6.      Terus mengalami pertanyaan-pertanyaan yang diajukan meskipun mereka sudah tahu jawaban dari pertanyaan tersebut. Contoh kecilnya adalah “Ma, itu kambing ya.?. Mereka tidak menghiraukan lawan bicaranya, yang jelas mereka suka dengan topik pembahasan yang diangkat dan tidak jarang memperpanjang pembicaraan.

7.      Sering mengulang-ngulang kata-kata yang baru atau pernah mereka dengar tanpa ada maksud untuk berkomunikasi sama sekali. Mereka sering berbicara dengan diri mereka atau benda yang disukai dengan bahasa mereka sendiri.

8.      Menarik diri dari lingkungan yang mereka tinggali, tidak paham dengan pembicaraan yang didengarnya, kesulitan dalam mengolah kata-kata.

9.      Memiliki gangguan komunikasi non verbal. Tidak pernah menggunakan gerak tubuh ketika berbicara layaknya orang-orang normal lain yang secara spontan terlihat ketika mereka berbicara.

10.  Pada gangguan lain, gangguan komunikasi biasanya terjadi kepada orang-orang yang tuna wicara yang memang tidak pernah tahu atau kesulitan untuk menyebut kata-kata ketika berkomunikasi karena adanya gangguan saraf yang mengontrol komunikasi verbal manusia.

Anak BK  sebenarnya sangat banyak mengalami gangguan komunikasi baik dengan skala besar maupun kecil meskipun dengan gangguan komunikasi tertentu. Misalnya anak retardasi mental, autis, tuna wicara dan tuna-tuna yang lain. Gangguan komunikasi pada anak autisma misalnya yang paling banyak disoroti karena mereka sangat jauh dengan dunia sosialnya, dunia mereka yang kemungkinan besar membuat mereka hanya merasa nyaman jika berada disana. Dengan demikian, hampir semua ABK mengalami gangguan komunikasi, baik itu retardasi mental dan gangguan yang lain.

 

D.    Penyebab Gangguan Komunikasi

Dalam Buku Materi Pokok Mata Kuliah Gangguan Interaksi-Komunikasi (Permanarian Somad, 2007) dijelaskan bahwa terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan bicara dan bahasa tersebut, antara lain: faktor kondisi fisik dan kemampuan motorik; kecerdasan; sosial-ekonomi; Jenis kelamin ; lingkungan; dan Kedwibahasaan (Biblingualism ).

Faktor internal dapat diakibatkan antara lain a) karena gangguan pendengaran (tunarungu), b) gangguan atau kerusakan organ artikulasi, c) gangguan sistem pernapasan, d) tunagrahita, e) gangguan atau kerusakan organ fungsi fisik, f) gangguan fungsi syaraf pusat atau perifer, g) autisme.

Faktor eksternal dapat diakibatkan antara lain karena : a) penggunaan dua bahasa dalam keluarga (bilingualism), dan b) lingkungan yang tidak menunjang perkembangan bicara anak c) faktor lain yang berpengaruh terhadap perkembangan berkomunikasi.

Penyebab kelainan komunikasi adalah sangat kompleks. Meskipun kebanyakan anak-anak dievaluasi dalam konteks sistem pendidikan mempunyai kelainan komunikasi fungsional, tetapi pengenalan faktor-faktor penyebab lainnya yang bersifat organik sangat penting diketahui oleh para guru. Penyebab dapat termasuk di dalamnya ketidaknormalan sebelum lahir, kecelakaan prenatal, tumor, dan masalah dengan sistem syaraf atau otot, otak, atau mekanisme bicara itu sendiri. Pengaruh dari agen yang mempengaruhi embrio atau janin, termasuk sinar x, virus, obat-obatan, dan racun lingkungan dapat juga meneyebabkan kelainan yang dibawa sejak lahir. Dalam enam minggu pertama sampai dua belas minggu kehidupan janin, banyak organ tubuh sedang dibentuk. Apabila ada agen yang merusak satu organ, maka dapat berpengaruh terhadap berbagai sistem perkembangan secara terus menerus (Northon, 1996).

Gangguan komunikasi pada anak dapat disebabkan karena adanya gangguan pada masalah memproduksi kata-kata karena motoric mulut, gangguan system pernafasan, gangguan pendengaran sehingga tidak dapat mendengar apalagi mengingat kata-kata dengan jelas, tidak memahami arti kata dan mengasosiasikan dengan situasi serta keadaan lingkungan yang tidak mendukung anak untuk termotivasi berbicara atau mengembangkan kemampuan berbicarannya.

Serta fisiologis gangguan yang akan mengakibatkan tidak lancarnya komunikasi yaitu :

1.      Kondisi organ bicara mengalami kerusakan (bibir, gigi, pita suara, langit-langit keras atau lunak, rongga mulut, hidung tenggorokan).

2.      Organ pendengaran yang berfungsi sebagai transmisi rangsang bunyi dari lingkungan dan diteruskan keotak untuk menerima pesan tidak berfungsi dengan baik.

3.      Persyarafan pusat yang berfungsi untuk mengkoordinir sensorimotoris dalam berkomunikasi berfungsi untuk mendasari pikiran dan organ pola tindakan juga tidak berfungsi dengan baik.

Secara psikologis gangguan yang mengakibatkan tidak lancarnnya komunikasi yaitu :

1.      Kecerdasan yang rendah yang mengakibatkan keterlambatan dalam perkembangan bahasa.

2.      Minat yang kurang pada lingkungan yang dilihat dan didengarnya.

3.      Tidak adannya dukungan dari lingkungan mengakibatkan tidak adannya stimulus untuk berinteraksi dan mengakibatkan gangguan dalam berinteraksi dan komunikasi.

4.      Masalah emosi anak, seperti anak yang menghadapi perceraian orang tuanya.

Berdasarkan pada lingkungan, gangguan yang akan mengakibatkan tidak lancarnya komunikasi yaitu pada masa pertama keberadaan anak lebih banyak ada di lingkungan keluarga, kalau lingkungan keluarga tidak mendukung seperti pasif tidak adanya akses bahasa, tidak ada sitimulus untuk berinteraksi, ini akan berpengaruh kepada perkembangan anak untuk bisa berbicara dan menjadikan gangguan dalam berinteraksi dan komunikasi.(Permanarian Somad, 2007)

 

E.                 Jenis – jenis Gangguan Komunikasi

1.      Gangguan Bahasa

Bahasa adalah ujaran dan bukan tulisan. Hal ini sesuai dengan kaidah pertama bahasa, yakni bahasa adalah lambang bunyi. Ganguan bahasa merupakan salah satu jenis kelainan atau gangguan dalam komunikasi dengan indikasi klien yang mengalami kesulitan atau kehilangan dalam proses simbolisasi. Kesuliatan simbolisasi ini mengakibatkan seseorang tidak mampu memberikan simbol yang diterima dan tidak mampu mengubah konsep pengertiannya menjadi simbol-simbol yang dapat dimengerti oleh orang lain dalam lingkungannya. Beberapa bentuk gangguan bahasa adalah sebagai berikut:

a.       Keterlambatan dalam perkembangan bahasa

Adalah salah satu bentuk dalam kelainan bahasa yang ditandai dengan kegagalan klien dalam mencapai tahapan perkembangannya sesuai dengan perkembangan bahasa anak normal seusiannya.

Kelambatan perkembangan bahasa diantaranya disebabkan karena keterlambatan mental intelektual, ketunarunguan, congenital aphasia, autisme, disfungsi neurologis dan kesulitan belajar. Anak-anak yang mengalami sebab-sebab tersebut di atas cenderung terlambat dalam perkembangan kemampuan bahasa , sehingga anak mengalami kesulitan transformasi yang diperlukan dalam komunikasi. Gangguan tingkah laku tersebut sangat mempengaruhi proses pemerolehan bahasa, diantaranya kurang perhatian terhadap minat rangsangan yang ada disekelilingnya, perhatian yang mudah beralih, konsentrasi yang kurang baik, nampak mudah bingung, cepat putus asa, kreatifitas dan daya khayalnya kurang, serta kurangnya pemilikan konsep diri.

b.      Afasia

Afasia adalah salah satu jenis kelainan bahasa yang disebabkan adanya kerusakan pada pusat-pusat bahasa di cortex cerebri. Kerusakan pada pusat-pusat yang dialami oleh anak disebut afasia anak. Dan kerusakan pusat yang dialami oleh orang dewasa disebut afasia dewasa. Secara klinis afasia dibedakan menjadi :

1)      Afasia Sensoria

Kelainan ini ditandai dengan kesulitan dalam memberikan makna rangsangan yang diterimanya. Bicara spontan biasanya lancar hanya kadang-kadang kurang relevan dengan situasi pembicaraan atau konteks komunikasi.

Seorang aphasia dewasa akan kesulitan untuk menyebutkan kata buku walau di hadapannya ditunjukan benda buku. Klien dengan susah menyebut busa…. bulu…,bubu (klien nampak susah dan putus asa). Untuk aphasia auditory, klien tidak mampu memberikan makna apa yang didengarnya. Ketika ditanya, “apakah bapak sudah makan?. Maka jawabannya adalah piring…….piring…… meja….. ya…ya..

2)      Afasia Motoris

Kelainan ini ditandai dengan kesulitan dalam mengkoordinasikan atau menyusun fikiran, perasaan dan kemauan menjadi simbol yang bermakna dan dimengerti oleh orang lain. Bicara lisan tidak lancar, terputus-putus dan ucapannya sering tidak dimengerti orang lain. Apabila bertutur kalimatnya pendek-pendek dan monoton. Seorang dengan kelainan ini mengerti dan dapat menginterpretasikan rangsangan yang diterimanya, hanya saja untuk mengekspresikannya mengalami kesulitan.

Seorang aphasia dewasa berumur 59 tahun, kesulitan menjawab, rumah bapak dimana?, maka dengan menunjuk ke arah barat , dan dengan kesal karena tidak ada kemampuan dalam ucapannya. Jenis aphasia ini juga dialami dalam menuangkan ke bentuk tulisan. Jenis ini disebur dengan disgraphia (agraphia).

3)      Afasia Konduktif

Kelainan ini ditandai dengan kesulitan dalam meniru pengulangan bunyi-bunyi bahasa. Pada ucapan kalimat-kalimat pendek cukup lancar, tetapi untuk kalimat panjang mengalami kesulitan.

4)      Afasia Amnestik

Kelainan ini ditandai dengan kesulitan dalam memilih dan menggunakan simbol-simbol yang tepat. Umumnya simbol yang dipilih yang berhubungan dengan nama, aktivitas, situasi yang berhubungan dengan aktivitas kehidupan. Misalnya apabila mau mengatakan kursi maka diganti dengan kata duduk.

2.      Gangguan bicara

Perkembangan bahasa tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan bicara. Perkembangan bahasa seseorang akan mempengaruhi perkembangan bicara. Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh situasi dan kondisi lingkungan dimana anak dibesarkan. Kelainan bicara merupakan salah satu jenis kelainan atau gangguan perilaku komunikasi yang ditandai dengan adanya kesalahan proses produksi bunyi bicara. Kelainan proses produksi menyebabkan kesalahan artikulasi fonem, baik dalam titik artikulasinya maupun cara pengucapannya, akibatnya terjadi kesalahan seperti penggantian /substitusi atau penghilangan /omosi. Ditinjau dari segi klinis, gejala kelainan bicara dalam hubungannya dengan penyebab kelainannya, dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu :

a.       Disaudia

Disaudia adalah satu jenis gangguan bicara yang disebabkan gangguan pendengaran. Gangguan pendengaran tersebut menyebabkan kesulitan dalam menerima dan mengolah nada intensitas dan kualitas bunyi bicara, sehingga pesan bunyi yang tidak sempurna dan mungkin salah arti. Pada anak tunarungu kesalahan tersebut sering dipergunakan dalam berkomunikasi. Misalnya kata /kopi/, ia dengar /topi/, kata /bola/, ia dengar /pola/.

Anak yang mengalami gangguan pendengaran cenderung bersuara monoton dan bernada tinggi, ia tidak mengenal lagu kalimat, mana kalimat tanya, kalimat penegasan, makna tanda seru dalam kalimat. Umumnya anak dengan disaudia dalam berkomunikasi cenderung menggunakan bahasa isyarat yang telah dikuasainya. Namun tidak semua lawan bicaranya dapat menerima sehingga komunikasi secara global terganggu.

b.       Dislogia

Dislogia diartikan sebagai satu bentuk kelainan bicara yang disebabkan oleh kemampuan kapasitas berpikir atau taraf kecerdasan di bawah normal. Terdapatnya kesalahan pengucapan yang terjadi disebabkan karena tidak mampu mengamati perbedaan bunyi-bunyi benda terutama bunyi-bunyi yang hampir sama. Misalnya tadi dengan tapi, kopi dengan topi. Rendahnya kemampuan mengingat menyebabkan penghilangan fonem, suku kata atau kata pada waktu mengucapkan kalimat, misalnya /makan/ diucapkan /kan/, /pergi/ diucapkan /gi/, /ibu pergi ke pasar/ diucapkan / bu…gi….cal/.

c.       Disartria

Disartria diartikan jenis kelainan bicara yang terjadi akibat adanya kelumpuhan, kelemahan, kekakuan atau gangguan koordinasi otot alat-alat ucap atau organ bicara karena adanya kerusakan susunan syaraf pusat. Disartria ada beberapa jenis, yaitu:

1)      Spastic Disartria

Ketidakmampuan berbicara akibat spastisitas atau kekakuan otot-otot bicara. Ditandai dengan bicara lambat dengan terputus-putus, karena tidak mampu melakukan gerakan organ bicara secara biasa.

 

 

2)      Flaksid Disartria

Ketidakmampuan bicara akibat layuh atau lemahnya otot-otot organ bicara, sehingga tidak mampu berbicara seperti biasa.

3)      Ataksia Disartria

Ketidakmampuan bicara karena adanya gangguan koordinasi gerakan-gerakan fonasi, artikulasi dan resonansi. Terutama pada saat memulai kata/kalimat.

4)      Hipokinetik Disartria

Ketidakmampuan dalam memproduksi bunyi bicara akibat penurunan gerak dari otot-otot organ bicara terhadap rangsangan dari pusat/cortex. Ditandai dengan tekanan dan nada yang monoton.

5)      Hiperkinetik Disartria

Ketidakmampuan dalam memproduksi bunyi bicara terjadi akibat kegagalan dalam melakukan gerakan yang disengaja, ditandai dengan abnormalitas tonus atau gerakan yang berlebihan sehingga muncul kenyaringan.

d.      Disglosia

Disglosia mengandung arti kelainan bicara yang terjadi karena adanya kelainan bentuk struktur dari organ bicara. Kegagalan tersebut akibat adanya kelainan bentuk dan struktur organ artikulasi yaitu:

1)      Palatoskisis: sumbing langitan

2)      Maloklusi : salah temu gigi atas dan gigi bawah

3)      Anomali: kelainan atau penyimpangan/cacat bawaan misalnya bentuk lidah yang tebal, tidak tumbuh velum atau tali lidah yang pendek.

e.       Dislalia

Yaitu gejala gangguan bicara karena ketidakmampuan dalam memperhatikan bunyi-bunyi bicara yang diterima, sehingga tidak mampu membentuk konsep bahasa. Misalnya /makan/ menjadi /kaman/ atau /nakam/

3.    Gangguan Suara

Gangguan pada proses produksi suara merupakan salah satu jenis gangguan komunikasi. Gangguan tersebut meliputi:

a.       Kelainan Nada

Gangguan pada frekuensi getaran pita suara pada waktu ponasi yang berakibat pada gangguan nada yang diucapkan, yaitu nada tinggi, nada rendah, nada datar, dwinada, suara pubertas.

b.      Kelainan kualitas suara

Yaitu gangguan suara yang terjadi karena adanya ketidaksempurnaan kontak antara pita suara pada saat adduksi, sehingga suara yang dihasilkan tidaksama dengan suara yang biasanya. Hal ini berpengaruh pada kualitas suara yaitu, preathiness, hoarness, harness, hipernasal, hiponasal.

c.       Afonia

Yaitu kelainan suara yang diakibatkan ketidakmampuan dalam memproduksi suara atau tidak dapat bersuara sama sekali karena kelumpuhan pita suara, histeria, pertumbuhan yang tidak sempurna atau karena suatu penyakit.

4.    Gangguan Irama

Yaitu gangguan bicara dengan ditandai adanya ketidaklancaran pada saat berbicara, meliputi:

a.       Stuttering

Stuttering atau gagap, yaitu gangguan dalam kelancaran berbicara berupa pengulangan bunyi atau suku kata, perpanjangan dan ketidakmampuan untuk memulai pengucapan kata.

b.      Cluttering

Cluttering merupakan ganguan kelancaran bicara yang ditandai bicara yang sangat cepat, sehingga terjadi kesalahan artikulasi sehingga sulit dimengerti.

Terdapat 3 type yaitu:

1.      Distorsi : pengucapan yang tidak jelas

2.      Substitusi : penggantian ucapan menjadi bunyi yang lain

3.      Omisi : penghilangan bunyi-bunyi

c.       Palilalia

Kelainan ini jarang terjadi, dan biasanya terjadi setelah usia dewasa.

Peranan Guru dalam mengatasi anak dengan gangguan Komunikasi di Sekolah Reguler. Sekolah merupakan lembaga yang menyelenggarakan pendidikan untuk peserta didik , yang mempunyai tujuan untuk mengembangkan kemampuan dengan memperhatikan tahap perkembangan dasar dan kesesuian dengan lingkungan, sehingga muncul kemandirian.

F.     Cara Komunikasi dan Penyampaian Ilmu Pada Anak yang Mengalami Gangguan Komunikasi

1.      Cara berkomuikasi dengan anak gangguan komunikasi

belajar berkomunikasi selalu menduduki peringkat pertama yang harus dikuasai terlebih dahulu. Bahasa tutur boleh jadi sulit sekali untuk dipelajari oleh anak dengan dengan gangguan komunikasi.

Oleh karena itu, cara mengajar berkomunikasi sebagai berikut:

a.       Menunjukan sesuatu,

b.      Menggunakan alat bantu berupa gambar-gambar, atau

c.       Menggunakan bahasa isyarat standar

2.      Pola atau cara komunikasi dengan anak gangguan komunikasi, sebagai berikut:

a.       Wajah yang terarah

Dasar yang pertama dilakukan pada umunnya ketika seseorang berbicara dengan orang lain adalah melihat wajah lawan bicaranya, karena itu anak autis yang biasanya kesulitan melakukan kontak mata, pertama kali latihlah ia untuk melihat wajah dari lawan bicaranya. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk melatih anak melihat wajah :

1)      Jangan mulai pembicaraan sebelum anak melihat kepada anda

2)      Dekatkan mainan atau benda yang sangat disukai anak ke wajah anda sehingga anak mengikutinya sebelum mulai berbicara

3)      Setiap kali terjadi kontak mata dengan anak anda meskipun tidak disengaja,usahakan untuk melakukan suatu pembicaraan

4)      Bermainlah “ci luk ba” untuk melatih kesadaran anak dengan wajah orang lain di sekitarnya

b.      Suara yang terarah

Anak-anak autis seringkali tidak memahami makna dari bunyi yang didengarnya, dan itu bunyi apa. Latihlah anak untuk sadar dengan berbagai bunyi yang ada di sekitarnya dengan beberapa aktivitas sebagai berikut :

1)      Pekalah terhadap reaksi anak saat mendengar bunyi tertentu, langsung tunjukan pada anak dimana sumber bunyi tersebut berasal.

2)      Mainkan bunyi-bunyian secara bergantian dari berbagai arah, dan pancing anak untuk menemukan dari arah mana sumber bunyinya.

3)      Biasakan anak bercakap-cakap dengan anda di berbagai suasana, sepi atau ramai

c.       Suasana bersama antara anak dengan orangtuanya

Kemampuan berbahasa kita secara otomatis berkembang ketika kita berada di tengah lingkungan yang terus menerus menggunakan bahasa tersebut. Percakapan sehari-hari yang kita dengar sejak bayi membuat kosa kata kita bertambah dengan sendirinya tanpa ada yang mengajarkannya secara sengaja. Karena itu percakapan antara anak dengan orang tua ata deungan orang lain yang ada di sekitarnya sangat penting perannya dalam mengembangkan kemampuan berbahasa anak. Sering-seringlah mengajak anak berbicara dalam situasi apapun. Ceritakan pada anak apapun, lepas dari ia benar-benar mengerti atau tidak. Memang orang tua seringkali terkesan “cerewet” dalam hal ini, tapi ini akan berdampak positif untuk perkembangan bahasa dan wicara anak.

d.      Tanggapan terhadap apa yang ingin dikatakan anak

Kadang-kadang anak berusaha mengatakan sesuatu, namun karena kemampuan wicara dan bahasanya yang masih terbatas, ia hanya mengatakan dengan menggunakan isyarat, eksspresi wajah, atau kata-kata yang tidak lengkap. Misalnya saat ingin minum, anak hanya menunjuk sambil bilang ‘eeegghh...eghhh..”. saat reperti ini dibahasakanlah kehendak anak dengan kalimat yang jelas : “oohh andi ingin minum “ atau “Andi haus dan ingin minum dengan cangkir warna hijau”

e.       Manfaatkan kepandaian anak dalam meniru

Anak memiliki kemampuan meniru sesuatu dengan sangat baik. Ada baiknya kita memanfaatkan kemampuan ini dengan memberikan model bahasa atau kata-kata yang sesuai. Misal dengan menggunakan flashcard lalu kita mengucapkan nama gambar di dalam flashcard. Lakukan sesering mungkin dan terus-menerus. Ajak anak berbicara berdua dengan berbagai kalimat dalam suasana yang nyaman sesering mungkin sehingga ia terdorong untuk mengingat dan meniru kata-kata

f.       Berikan apresiasi positif atau inisiatif anak bercerita

Ketika anak menceritakan sesuatu tentang dirinya sendiri, misalnya tentang mainannya, temannya atau apapun secara spontan, selalu sempatkan untuk memberi tanggapan dengan bahasa indonesia yang baik dan benar yang sering dipakai dalam percakapan sehari-hari. Beri apresiasi atas apa yang diceritakan anak sehingga anak termotivasi untuk berceritera kembali lain kali. Hindari sikap mengabaikan atau komentar yang membuat anak merasa enggan untuk berbicara lagi lain kali seperti “adek berisik ah, mama jadi gak bisa mikir nih”. Apresiasi secara positif kemauan anak untuk bercerita dan pancing dengan berbagai pertanyaan yang membuat anak bercerita lebih banyak. Selingi aktivitas bercakap-cakap dengan kegiatan yang menyenangkan seperti meminta anak menggambarkan bentuk mainan yang diceritakannya, atau binatang yang dilihatnya, memperagakan bagaimana kejadian yang dilihatnya tadi, agar anak lebih bersemangat.

g.      Kembangkan komunikasi yang penuh empati

Biasakan juga untuk melibatkan percakapan yang mewakili muatan emosi untuk mengembangkan emosi anak terhadap sesuatu disekitarnya. Anak autis seringkali kesulitan memahami apa yang ada di sekitarnya. Dengan mengembangkan percakapan yang bermuatan emosi membantu anak sekaligus untuk belajar peka dan memahami situasi disekitarnya, misalnya : “lihat kaki kucingnya terluka,pasti sakit sekali kakinya ya, kasihan......, ayo kita obati atau adek tadi jatuh ya ? kasihan, pasti sakit ya rasanya? Lain kali hati-hati ya ?”

h.      Berbicara benar dalam berbagai situasi

Biasakan untuk melakukan percakapan lengkap dengan anak dalam kondisi apapun, saat anak bermain, di rumah, di sekolah, dalam kegiatan apapun yang sedang dilakukan anak. Meskipun anak masih kesulitan mengucapkan kata atau kalimat yang benar, teruslah berbicara pada anak dengan bahasa yang baik dan benar. Hal ini akan menstimulasi otak anak untuk memodel kalimat dan kata yang benar. Kalimat-kalimat yang kita ucapkan menjadi input di otak anak untuk direkam dan dikeluarkan kembali pada saat ia berbicara nantinya.

i.        Permainan tiba-tiba

Permainan tiba-tiba merupakan permainan tidak terencana tapi mengasyikan, karena mengajari anak berbicara dari apa yang menarik perhatian anak saat itu. Misalnya anak tertarik pada kaleng berkas yang kebetulan tergeletak di lanlai. Lantas anak mengambil, membuka dan menutup kaleng tersebut. Kesempatan ini dapat digunakan oleh orang tua atau terapis untuk mengajari konsep “ buka “ atau “tutup”.

Caranya, orang tua atau terapis menutup kaleng sambil mengatakan, “tutup”. Lantas penutup kaleng tersebut diberikan kepada anak. Kemudian minta anak untuk mengikuti apa yang dilakukan sebelumnya. Atau, bisa juga menggunakan kaleng lain, agar orang tua atau terapis dan anak melakukan permainan ini secara bersamaan.

Jadi, Pola atau cara orang tua melakukan komunikasi dengan anak di rumah adalah melalui latihan kepatuhan kemudian diikuti dengan kontak mata melalui tatacaranya masing-masing dan bila dua hal itu terjadi anak akan diberikan imbalan seperti pujian dan pelukan, belaian baru dilanjutkan dengan melafalkan huruf-huruf atau bertanya siapa namanya, sedang buat apa atau mengajak anak bernyanyi lagu-lagu yang pendek bahkan dalam bidang akademik anak diajar menulis, membaca dan berhitung dan bila berhasil dilakukan oleh anak akan diikuti dengan imbalan seperti pujian.

G.      Karakteristik Gangguan Komunikasi dalam DSM V

Yang termasuk kedalam gangguan komunikasi diantaranya adalah kurangnya kemampuan dalam bahasa, berbicara dan komunikasi ; Kemampuan berbicara adalah bentuk ekspresi dari hasil bunyi yang termasuk didalamnya artikulasi individu, kelancaran, suara dan kualitas resonansi. Bahasa meliputi bentuk, fungsi dan sistem penggunaan simbol yang lazim digunakan untuk komunikasi. Komunikasi termasuk diantaranya perilaku verbal atau non verbal yang mempengaruhi perilaku, pikiran atau sikap seseorang dengan orang lain.

Berbagai diagnosis kategori gangguan komunikasi diantaranya : Gangguan bahasa, Gangguan suara, Gagap pada masa kanak-kanak, Gangguan komunikasi sosial, serta gangguan komunikasi tertentu dan yang tidak ditentukan lainnya.

1.      Language Disorder

a.       Kesulitan yang sifatnya terus menerus dalam menerima dan menggunakan bahasa saat melakukan banyak hal (berbicara, menulis, bahasa isyarat dan lainnya) karena kurangnya pemahaman atau produktivitasnya yang diantaranya meliputi :

1)      Pengurangan kosa kata

2)      Struktur kalimat yang terbatas

3)      Kelemahan dalam percakapan

b.      Kemampuan bahasa yang pada hakikatnya dan secara terukur berada dibawah apa yang seharusnya terjadi pada usia tertentu, yang menghasilkan keterbatasan dalam berkomunikasi yang efektif, partisipasi sosial, prestasi akademik atau kinerja pekerjaan, terjadi secara individu ataupun dalam bentuk gabungan.

c.       Munculnya gejala-gejala pada awal masa perkembangan.

d.      Kesulitan yang dialami tidak disebabkan karena kelemahan atau kerusakan pendengaran ataupun kemampuan sensoris lainnya, tidak karena ketidak berfungsian motorik atau kondisi medis dan neurologi lainnya, serta dijelaskan sebagai gangguan intelektual atau keterlambatan perkembangan global.

2.      Speech Sound Disorder

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Kemampuan Berbicara :

a.       Kesulitan dalam mengeluarkan suara sehingga mengganggu kejelasan suara atau menghalangi komunikasi pesan verbal.

b.      Gangguan berbicara menyebabkan keterbatasan dalam komunikasi yang efektif yang mengganggu partisipasi sosial, prestasi akademik atau kinerja kerja, secara individual atau dalam kombinasi apapun.

c.       Timbulnya gejala dalam periode awal perkembangan.

d.      Gangguan berbicara tidak disebabkan atau didapat dari kondisi bawaan seperti kelumpuhan pada otak, bibir sumbing, tuli atau gangguan pendengaran, cedera otak traumatis atau neurologis atau  kondisi medis lainnya.

3.      Childhood-Onset Fluency Disorder (Stuttering)

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Kefasihan Kata Pada Anak-anak (Gagap):

a.       Gangguan kelancaran kata tidak sesuai untuk usia yang pada umumnya sudah mampu untuk berbicara normal dan kemampuan bahasa pada individu ini biasanya bertahan dari waktu ke waktu dan sering ditandai dengan satu kejadian (atau lebih), seperti berikut;

1)      Penggulangan suara pada suku kata.

2)      Perpanjangna suara pada konsonan maupun vocal.

3)      Pemutusan kata (misalnya, jeda dalam kata)

4)      Hambatan yang terdengar atau tenang (ada atau tidaknya jeda dalam berbicara).

5)      Pemakaian kata-kata yang terlalu banyak (substitusi kata untuk menghindari kata-kata bermasalah).

6)      Menghasilkan kata-kata yang berlebihan akibat ketegangan fisik yang berlebihan.

7)      Pengulangan seluruh kata yang bersuku (misalnya, aku-aku-aku-aku melihatnya).

b.      Gangguan kelancaran kata ini menyebabkan kecemasan atau keterbatasan berbicara dalam komunikasi yang efektif, partisipasi sosial, atau kinerja akademis atau pekerjaan, baik secara individu atau dalam kombinasi apapun.

c.       Timbulnya gejala pada periode awal perkembangan.

d.      Gangguan kelancaran kata tidak disebabkan oleh kemampuan bicara motorik dan sensorik, ketidaklancaran yang berhubungan dengan kondisi neurologis (misalnya, stroke, tumor, trauma) atau kondisi medis lain dan tidak dapat dijelaskan oleh gangguan mental lain.

4.      Social (Pragmatic) Communication Disorder

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Komunikasi Sosial (Pragmatis) :

a.       Kesulitan terus-menerus dalam penggunaan komunikasi sosial verbal dan nonverbal seperti yang dituturkan hal berikut:

1)      Kurang berkomunikasi dalam berinteraksi dalam sosial, seperti menyapa dan berbagi informasi, dalam menggunakan cara yang tepat untuk konteks sosial.

2)      Kelemahan dalam kemampuan mengubah komunikasi untuk mencocokkan konteks dengan pendengar, seperti berbicara secara berbeda di kelas daripada di taman bermain, berbicara secara berbeda kepada anak-anak daripada orang dewasa, dan menghindari penggunaan bahasa yang terlalu formal.

3)      Kesulitan dalam aturan berbicara dan bercerita, seperti bergiliran dalam berbicara, mengulang ketika disalah pahamkan, dan mengetahui bagaimana menggunakan sinyal verbal dan nonverbal untuk mengatur interaksi berikut.

4)      Kesulitan memahami apa yang tidak dinyatakan secara eksplisit (membuat kesimpulan) dan makna nonliteral atau ambigu dari bahasa (ungkapan, humor, kiasan, beberapa makna yang bergantung pada konteks untuk interpretasi).

b.      Kurangnya berkomuniksi mengakibatkan keterbatasan fungsional dalam komunikasi yang efektif, partisipasi sosial, hubungan sosial, prestasi akademik, atau kinerja kerja, secara individual atau dalam kombinasi.

c.       Timbulnya gejala dalam periode awal perkembangan (tapi defisit tersebut mungkin tidak menjadi sepenuhnya terwujud sampai tuntutan komunikasi sosial melebihi kapasitas tertentu).

d.      Gejala tersebut tidak disebabkan kondisi medis atau neurologis atau kemampuan rendah dalam mendomain struktur kata dan tata bahasa, dan gangguan spektrum autism tidak menjelaskan dengan baik, cacat intelektual (gangguan perkembangan intelektual), keterlambatan perkembangan global, atau gangguan mental lainnya .

5.      Unspecified Communication Disorder (Gangguan komunikasi yang tidak ditentukan)

Kelompok ini berlaku pada gejala karakteristik dari gangguan komunikasi yang disebabkan karena distress atau kelemahan sosial, pekerjaan atau bidang-bidang penting lainnya tentang fungsi yang menonjol namun tidak memenuhi kriteria secara keseluruhan untuk gangguan komunikasi atau untuk salah satu gangguan dalam gangguan perkembangan syaraf.

Kelompok Unspecified Communication Disorder digunakan pada situasi dimana klinisi memilih untuk tidak memberikan diagnosa dengan alasan bahwa kriteria gangguan tidak terpenuhi untuk gangguan komunikasi atau gangguan perkembangan syaraf tertentu, dan disajikan ketika informasi tidak mencukupi untuk membuat diagnosa khusus.

 


 

BAB III

PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

Secara garis besar gangguan komunikasi dibagi menjadi 2 yaitu, gangguan bicara dan gangguan bahasa. Gangguan bicara dapat disebut juga dengan tunawicara yang terjadi akibat gangguan pendengaran yang telah dialami sejak lahir atau terjadi kerusakan pada organ bicara, misalnya anak memiliki bentuk bibir yang kurang sempurna. Sedangkan gangguan bahasa diakibatkan karena anak kesulitan dalam memahami dan menggunakan bahasa baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Hal tersebut biasanya terjadi karena anak memiliki tingkat kecerdasan yang rendah sehingga sulit mengikuti atau mengucapkan kata atau suatu bahasa.

 

B.     Saran

Apabila ditemukan anak yang memiliki masalah gangguan komunikasi sebaiknya dirujuk secepatnya kepada tenaga profesional. Hal terseebut agar anak dapat segera dievaluasi dengan menggunakan tes dan skala yang telah terstandarisasi. Apabila anak memerlukan terapi bicara dan konseling psikologis maka keterlibatan orangtua sangat berperan. Orangtua dapat membantu untuk mengevaluasi dan mengamati perkembangan komunikasi anak, mendorong perilaku anak untuk mau melakukan praktek komunikasi dan menjaga keseimbangan keharmonisan keluarga. Sedangkan tugas ahli adalah memberikan instruksi linguistik, bicara dan bahasa yang diintefrasikan ke dalam berbagai lingkungan secara bersama-sama, memberikan sugesti, relaksasi dan pengalihan perhatian.

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Akhadiah, Sabarti. 1991. Bahasa Indonesia I, Jakarta: Depdikbud.

Burhan Bungin, 2008. Sosiologi Komunikasi, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2008.

 

Crain, William, Teori Perkembangan Konsep Dan Aplikasi, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2007

 

Brown, H. Douglas. 1994. Principles of Language Learning and Teaching. Third Edition. New Jer- sey : Prentice Hall Regents.

Burn, A, & Joyce, H. 1997.Focus on Speaking. Syd- ney: Sydney National Centre for English  Lan- guage Teaching and Research

Direktorat PADU. 2002. Buletin PADU Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia Edisi 02. Jakarta.

Direktorat PADU. 2002. Modul Pelatihan Pengelola dan Tenaga Pendidik Kelompok Bermain. Jakarta.

Efendi, Mohammad. 2008. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara

 

Effendy, Onong Uchjana, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung, Remaja Rosda Karya Offset, 2001

 

Hafied Cangara,. Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2008.

 

Heward W. dan Orlansky M. 1992. Exceptional Children (4th ed). New York: Macmillan.

 

Hurlock ,Elizabeth B.. 2005. Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta. Penerbit Erlangga.

 

Hurlock, Elizabeth B. 1978. Perkembangan Anak Jilid 2. Erlangga. Jakarta.

 

Kartono, Kartini. 1995. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Mandar Maju. Bandung.

 

Muhammad, Jamila. Special Education For Special Children ( Panduan Pendidikan Khusus Anak-anak Dengan Ketunaan dan Learning Disabilites). Jakarta, Hikmah (PT. Mizan Publika), 2008

 

Sarwono, Sarlito W, Pengantar Psikologi Umum, Jakarta: Rajawali Press, 2009

 

Soejorno Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, PT. Grafindo Persada, 2008.

 

Sugiarto, S, Prambahan, D.S., dan Pratitis, N.T, Pengaruh Social Story Terhadap Kemampuan Berinteraksi Sosial pada Anak Autis. Anima, 2004

 

Somantri, Sutjihati. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama, 2007

 

William Sears.2006. The Succesful Child..Penerje- mah; Tim Embun.Jakarta.

 

Wolfberg, Pamela J. Play imajination in children with autisme. New York and London , Teachers College, Columbia University, 1999

 

Zahroh, Iroh Siti. 2002 .Komunikasi dalam Pengasuhan.Dirjen PAUD Nonformal dan Informal. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

 

 

No comments:

Post a Comment

About

Popular Posts