BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Komunikasi
merupakan suatu proses timbal balik yang terjadi antara pengirim dan penerima
pesan. Proses komunikasi terdiri dari orang yang mengirim pesan, isi pesan,
serta orang yang menerima pesan. Antara si pengirim pesan maupun si penerima
pesan saling mempengaruhi. Orang yang menerima pesan akan menjawab atau memberi
reaksi terhadap pengiriman pesan, sehingga terjadi interaksi antara pengirim
pesan dan penerima pesan.
Dalam
konseptual interaksi bahwa komunikasi memiliki
peran yang utama untuk
mencapai tujuan, khususnya dalam
konteks pembelajaran maka komunikasi menjadi sebuah strategi yang harus mendapatkan
perhatian sebaik-baiknya. Tanpa komunikasi yang baik dan benar tidak akan ada tercipta suasana
yang bahagia, demikian halnya tanpa adanya percakapan yang efektif tidak akan
ada kesepahaman untuk mencapai sebuah kesepakatan. Sebagai ilustrasi
dikeseharian dalam suatu rumah tangga, kita menemukan kondisi dimana Ibu dan
ayah tidak satu makna dalam perintah seperti sang ayah berkata “tidak” dan sang
ibu berkata “ya”. Atau sebaliknya, maka informasi yang harus diterima sang anak
akan sulit, hal ini harus diperjelas dengan kejelasan berkomunikasi yang baik
dan benar agar sang anak dapat mempunyai pemahaman yang benar terhadap
informasi yang diterimanya.
Sebagaimana
kita ketahui bahwa sesungguhnya pendidikan yang
utama dan pertama bagi anak usia
dini berada di rumah bersama orang tua yaitu
ayah dan ibu. Indikatornya adalah : (1) orang tua merupa- kan orang yang
paling bertanggungjawab terhadap perkembangan anak-anaknya, (2) orang tua meru-
pakan orang yang pertama berinteraksi dengan anak-anaknya sebelum mereka
berinteraksi dengan orang lain, (3) lingkungan keluarga merupakan ling- kungan
terdekat yang sangat berpengaruh terhadap kepribadian anak, dan (4) waktu yang
dimiliki oleh anak lebih banyak dihabiskan di rumah bersama orangtuanya .
Dengan demikian pemberian asah, asih dan
asuh kepada anak usia dini menjadi tang- gungjawab utama bagi orangtuanya yaitu
ayah dan ibunya.
Sarana
komunikasi yang dibangun yaitu bahasa adalah mampu membangun keterampilan
berkomunikasi, keterampilan menyampaikan pendapat, gagasan, dan pandangan dalam
menyikapi suatu persoalan yang dihadapi dalam kehidupan. Keterampilan seperti
itu tentu sangat dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang anak usia dini.bahasa
juga merupakan alat berpikir, Oleh karena itu, melalui kemampuan berbahasa,
berbagai persoalan yang dihadapi dapat dipahami, disikapi, dan dicerna dengan
baik sehingga dapat menambah kematangan berpikir atau kematangan intelektual
seseorang. Berkenaan dengan itu, kemampuan berkomunikasi yang tinggi dan daya
pikir yang kritis dalam meng- hadapi setiap tantangan pada gilirannya juga
dapat melahirkan generasi yang kreatif dan inovatif.
Komunikasi
merupakan kunci sukses hubun- gan antara
orang tua dengan anak-anaknya. Bentuk komunikasi verbal dengan kata-kata maupun
komunikasi non verbal seperti pelukan, ciuman, sentuhan, dll merupakan bentuk
komunikasi yang perlu dipupuk dan
dilatih kepada anak sejak anak usia dini. Sehingga sampai kapanpun “komunikasi
kasih sayang” dari kedua orang tua kepada anak-anaknya dapat terus berlangsung,
tanpa anak merasa malu, terganggu dan lain-lain.Proses belajar komunikasi anak
merupakan kolaborasiantara kedua orang tua dengan anak-anaknya, dan kolaborasi
tersebut dapat dimulai sejak anak masih
0 tahun. Masa inilah merupakan fondasi bagi seorang anak untuk membekali
dirinya dalam menyongsong dan menjalani kehidupan dimasa depannya. Proses
pembelajaran komunikasi ini akan
mematangkan pembelajaran etika,
nilai (value), kepribadian, dan sikap agar mereka benar-benar menjadi sosok
penerus bangsa yang berperilaku dan berkepribadian luhur seperti apa yang
diamanatkan oleh para pejuang negeri tercinta ini. Komunikasi yang baik antara
orang tua dengan anak, sangat membantu anak memahami dirinya sendiri,
perasaannya, pikirannya, pendapatnya dan keinginan-keinginannya. Anak dapat
mengidentifikasi perasaannya secara tepat sehing- ga membantunya untuk
mengenali perasaan yang sama pada orang lain.
Setiap orang
tua dan pendidik pasti menginginkan yang terbaik bagi anaknya, tapi kadang
harapan itu terkendala oleh komunikasi dalam pola asuh yang diterapkan oleh orang tua sejak
anak tersebut berusia dini. Dengan mengetahui betapa pentingnya komunikasi
terhadap anak usia dini, maka kajian ini mejadi sangat penting untuk disusun
dan diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu referensi bagi setiap orang
tua atau orang dewasa dalam mendidik anak. Dengan bekal pengetahuan strategi
berkomunikasi, maka orang tua dapat mewujudkan dan membimbing anak-anaknya
menjadi anak yang handal dan berkualitas serta siap untuk menghada- pi
kehidupan yang semakin kompleks.
Gangguan
komunikasi meliputi berbagai lingkup masalah, yaitu gangguan bicara, bahasa,
dan mendengar. Gangguan bahasa dan bicara melingkupi gangguan artikulasi,
gangguan mengeluarkan suara, afasia (kesulitan menggunakan
kata-kata, biasanya karena ada memar atau luka di otak ) dan keterlambatan di
dalam berbicara atau berbahasa. Masing-masing gangguan ini mempengaruhi fungsi
akademik, atau pekerjaan, atau kemampuan untuk berkomunikasi secara sosial.
Penanganan pada gangguan komunikasi umumnya dilakukan melalui terapi bicara dan
koseling psikologis untuk kecemasan social dan masalah-masalah emosional
lainnya. Keterlambatan bicara dan bahasa tergantung dari beberapa penyebab
termasuk di dalamnya adalah faktor lingkungan atau gangguan pendengaran.
Manusia telah
diberi anugerah dari Tuhan untuk mampu berkomunikasi. Sepintas komunikasi
merupakan suatu hal yang alamiah yang dapat dilakukan oleh siapa saja. Akan
tetapi pada kenyataannya tidak semua orang dapat melakukan komunikasi dengan
baik, salah satunya adalah anak yang memiliki gangguan komunikasi. Gangguan
komunikasi yang dialami anak akan mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan
kemampuan anak, meskipun tidak seluruh aspek pertumbuhan, perkembangan dan
kemampuan seseorang ditentukan oleh kemampuan perilaku komunikasinya.
Siapapun
orangnya baik orangtua maupun guru harus menyadari bahwa yang harus ditekankan
adalah kemampuan berkomunikasi tidak hanya bicara, tapi semua aspek komunikasi.
Aspek komunikasi meliputi kemampuan mendengar, kemampuan menjawab, cara
berkomunikasi, kemampuan memahami kata-kata dan kemampuan menuangkan gagasan
atau ide. Dengan pemikiran seperti itu maka kita dapat melakukan berbagai hal
untuk mengembangkan kemampuan komunikasi anak yang mengalami gangguan
komunikasi. Kita dapat mengembangkan kemampuan komunikasi anak karena
sesungguhnya mereka masih memiliki potensi untuk berkomunikasi, misalnya dengan
gerak tubuh atau dengan visualnya (Williams dan Wright, 2004).
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah yang dimaksud dengan gangguan komunikasi ?
2.
Bagaimana ciri – ciri anak yang mengalami gangguan komunikasi ?
3.
Apa penyebab gangguan komunikasi pada anak ?
4.
Apa saja jenis – jenis gangguan komunikasi ?
5.
Bagaimana cara berkomunikasi dan penyampaian ilmu pada anak yang
mengalami gangguann komunikasi ?
6.
Apa saja karakteristik gangguan komunikasi dalam DSM V ?
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar pembaca dapat memahami
tentang :
1.
Definisi gangguan komunikasi
2.
Ciri – ciri gangguan komunikasi
3.
Penyebab gangguan komunikasi
4.
Jenis – jenis gangguan komunikasi
5.
Cara komunikasi dan penyampaian ilmu pada anak yang mengalami gangguan
komunikasi
6.
Karakteristik gangguan komunikasi dalam DSM V
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep Komunikasi
Secara umum komunikasi merupakan kegiatan yang dilakukan manusia
untuk saling memahami atau mengerti suatu pesan yang disampaikan seseorang
kepada lawan bicaranya atau juga dapat dikatakan sebagai proses pemindahan
pesan atau informasi dari indivitu ke individu atau individu ke kelompok kecil
maupun besar. (Oktarina & Abdullah, 2017)
Laswell menjelaskan secara eksplisit dan kronologis tentang lima
komponen yang terlibat komunikasi, yaitu: siapa (pelaku komunikasi pertama yang
mempunyai inisiatif atau sumber, mengatakan apa (isi informasi yang
disampaikan), kepada siapa (pelaku komunikasi lainnya yang dijadikan sasaran
penerima), melalui saluran apa (alat penyampaian informasi), dengan
akibat/hasil apa (hasil yang terjadi pada diri penerima pesan). (Oktarina &
Abdullah, 2017:5)
Laswell juga menjelaskan bahwa dalam proses komunikasi harus
mencakup kelengkapan dari unsur-unsur komunikasi sehingga menjadi efektif
diterima, unsurunsur komunikasi tersebut terdiri dari : a. Komunikator, yaitu
pihak yang memberikan atau menyampaikan pesan kepada audiens baik secara
langsung maupun tidak langsung. Seorang komunikator juga dapat bertindak
sebagai sumber pesan atau informasi. b. Pesan, yaitu materi yang akan
disampaikan merupakan objek dari informasi yang akan menjadi bahasan. c. Media,
merupakan sarana penghubung atau penyampaian dan penerima pesan yang digunakan
komunikator maupun komunikan dalam menyampaikan maupun menerima pesan. d.
Komunikan, yaitu pihak yang menerima isi pesan atau informasi dari pihak
komunikator baik perorangan maupun lembaga. e. Efek, yaitu hasil yang dapat
dilihat sebagai pengaruh, dari diterima atau ditolaknya suatu isi pesan atau
informasi. (Oktarina & Abdullah, 2017)
Komunikasi dapat dibagi menjadi 4 model
yaitu komunikasi verbal dan komunikasi non-verbal.
1. Komunikasi verbal
Komunikasi verbal adalah suatu keinginan
berkomunikasi antara individua atau kelompok yang mempergunakan bahasa sebagai
alat penghubung. Proses komunikasi dapat berlangsung dengan baik bila komunikan
dapat menafsirkan dengan tepat pesan yang disampaikan oleh komunikator melalui
bahasa dalam bentuk kata-kata maupun kalimat Dengan cara ini orang tua dapat
mempengaruhi atau memberikan pemahaman kepada anak melalui pikiran dan emosi
untuk memperhatikan apa yang disampaikan dan anak mungkin akan berusaha untuk
mendengarkan pesan-pesan yang akan disampaikan oleh orang tuanya.
2. Komunikasi non-verbal
Komunikasi non-verbal atau isyarat sering
menyampaikan suatu pesan
dalam menyampaikan suatu pesan kepada anak.
Orang tua dapat menggerakan hati anak untuk melakukan sesuatu tanpa berkata
apapun. Dalam konteks sikap dan perilaku orang tua yang lain. Pesan non-verbal
juga dapat menerjemahkan suatu gagasan, keinginan, atau maksud yang terkandung
dalam hati. Tanpa harus menggunakan kata-kata sebagai pendukungnya.
a. Komunikasi tulisan
Komunikasi tulisan adalah proses
penyampaian pesan dimana tidak menggunakan kata-kata dalam penyampaianya,
melainkan menggunakan bahasa-bahasa non-verbal atau bahasa tertulis seperti,
tulisan, sms, email, media sosial, dan lain-lain. Komunikasi tulisan ini sering
digunakan oleh orang tua dan anak dalam suatu hubungan keluarga.
b. Komunikasi simbol
Komunikasi yang terungkap lewat simbol
adalah komunikasi lewat pemberian atau hadiah, ekspresi wajah, bahasa dan gerak
tubuh yang dapat menumbuhkan kata-kata untuk menjelaskannya. Simbol merupakan
dukungan yang bagus dan penting dalam berkomunikasi. Tetapi sedekat apapun
relasi yang dimiliki, penggunaan simbol tanpa kata-kata tidak dapat digunakan dengan
baik. Simbol hanya akan berfungsi dengan baik dalam berkomunikasi jika disertai
kata-kata dalam menjelaskannya. (Rahmawati & Gazali, 2018)
Proses Pendidikan
akan selalu terjadi dalam keluarga melalui segala perilaku orang tua dan
lingkungannya dalam keluarga selama anak tersebut masih berada di dalam
asuhannya. Orang tua selalu memberikan nasihat tertentu kepada anaknya, membuat
peraturan yang mengikat, memberi pemahaman dan perlindungan dari hal buruk,
memberi contoh berbicara yang sopan, dan sebagainya. (Rahmawati & Gazali,
2018)
Berkomunikasi
dengan anak merupakan hal terpenting menyangkut keterampilan dalam mengasuh
anak. Kebanyakan orang tua tidak melakukan komunikasi terbuka dengan anaknya,
terkadang orang tua tidak nyaman mendengar keluh kesah yang disampaikan oleh
anaknya tetapi di lain waktu orang tua selalu memberikan nasihat yang mungkin
tidak dibutuhkan oleh anaknya. Agar komunikasi dapat berjalan dengan efektif.
Sebaiknya orang tua mencoba untuk memahami keinginan anak sehingga anak akan
merasa bahwa orang tuanya sungguh ingin mendengar keluh kesah mereka.
(Rahmawati & Gazali, 2018)
Komunikasi
terbuka dalam keluarga merupakan salah satu tanggung jawab orang tua dalam
mendidik anak, maka komunikasinya pun dapat menjadi sebuah
nilai pendidikan. Adapun
dimensi komunikasi terbuka antara orang tua dan anak
yaitu:
a. Keterbukaan,
yang mengacu pada tiga aspek komunikasi antarpribadi; Pertama, komunikator
antarpribadi yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya
berinteraksi; Kedua, mengacu pada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara
jujur terhadap stimulus yang datang; Ketiga, aspek yang menyangkut
“kepemilikan” perasaan dan pikiran. Dalam membicarakan masalah perilaku kepada
anaknya, orang tua harus terbuka dan siap untuk bereaksi secara wajar terhadap
umpan balik yang datang, serta jujur memberi ganjaran kepada anaknya, bila
perilakunya baik diberi pujian atau hadiah, dan bila perilakunya buruk diberi
hukuman, sehingga pada akhirnya anak memiliki tanggung jawab.
b. Empati, yaitu
kemampuan orang tua memposisikan dirinya dalam komunikasi dengan anaknya
artinya orang tua mampu memahami anaknya sehingga dalam memberi bimbingan,
motivasi, dan menilai kemajuan belajar anaknya tetap pada sudut perkembangan
anak.
c. Sikap
mendukung, artinya keterbukaan dan empati dapat terlaksana jika terjadi dalam
suasana yang mendukung (kondusif), yang ditandai dengan bersikap (1)
deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan strategik, dan (3) professional,
bukan sangat yakin. Dalam membicarakan masalah belajar anak maka orang tua
harus memahami kondisi anak pada saat itu. Orang tua harus bersikap deskriptif,
artinya memberikan penjelasan atau uraian mengenai topik pembicaraan tersebut
dengan harapan anak tidak merasa adanya suatu ancaman. Spontanitas dalam
keterbukaan dan keterus terangan orang tua diperlukan agar anak juga bersikap
demikian, yaitu terbuka dan terus terang mengenai masalah yang dihadapinya.
Sikap profesional orang tua sangat diperlukan dalam mengefektifkan komunikasi
yang terjadi dengan anak mereka. Orang tua harus bersedia mendengarkan
pandangan yang mungkin berlawanan dengan pandangannya dari anak mereka. Bahkan
dalam kondisi tertentu orang tua bersedia mengubah posisinya jika keadaan
mengharuskan.
d. Sikap positif, artinya dalam berkomunikasi orang tua harus
memiliki sikap positif terhadap anaknya. Sikap positif berupa pujian dan
penghargaan yang ditunjukkan orang tua dapat merupakan pendorong bagi anak
dalam belajar. Dorongan positif ini mendukung citra pribadi anak dan membuatnya
merasa lebih percaya diri dalam belajar. Komunikasi positif merupakan
komunikasi yang mengutamakan perhatian terhadap orang lain sebagai manusia,
mendorong perkembangan potensinya, yang cenderung akan memberikan keberanian
dan kepercayaan diri kepadanya. e. Kesetaraan, artinya komunikasi akan lebih
efektif apabila suasananya setara. Orang tua dan anak dalam membicarakan
masalah belajar harus mengakui bahwa masing-masing penting dan berharga dalam
berperan, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk
disumbangkan. Dalam hal ini keefektifan komunikasi akan tercapai jika orang tua
dan anak saling menghargai dan mengakui kekurangan dan kelebihan masing-masing
(sharing Information).Kesetaraan atau kesamaan menurut Alo Liliweri adalah
”hasil proses pembagian informasi, melalui tindakan pertukaran, saling mengisi
dan melengkapi kekurangan satu dengan yang lain. (Rahmawati & Gazali,
2018:175-176)
B.
Definisi Gangguan Komunikasi
Komunikasi
merupakan suatu proses timbal balik yang terjadi antara pengirim dan penerima
pesan. Proses komunikasi terdiri dari orang yang mengirim pesan, isi pesan,
serta orang yang menerima pesan. Antara si pengirim pesan maupun si penerima
pesan saling mempengaruhi. Orang yang menerima pesan akan menjawab atau memberi
reaksi terhadap pengiriman pesan, sehingga terjadi interaksi antara pengirim
pesan dan penerima pesan.
Dalam Buku
Materi Pokok Mata Kuliah Gangguan Interaksi-Komunikasi (Permanarian Somad,
2007) dijelaskan bahwa istilah komunikasi (dalam bahasa Inggris communication)
berasal dari bahasa latin, yaitu communicare yang berarti memberi (impart).
Communicare bersumber dari kata communis yang berarti sama makna mengenai suatu
hal. Komunikasi merupakan suatu aktivitas atau peristiwa transmisi informasi
yang merupakan proses penyampaian informasi antara individu dengan individu
atau individu dengan kelompok melalui sistem simbol yang umum digunakan seperti
pesan verbal dan tulisan, serta melalui isyarat atau simbol lainnya.
Untuk
berlangsungnya suatu komunikasi, diperlukan adanya penggunaan sistem simbol
yang sama-sama dimengerti oleh pelaku komunikasi sehingga didapatkan kesamaan
makna. Apabila dua orang atau lebih terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam
bentuk percakapan, komunikasi akan berlangsung selama ada kesamaan makna
mengenai apa yang dipercakapkan. Kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam
percakapan belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Maka percakapan orang-orang
tadi dapat dikatakan komunikatif apabila mereka, selain mengerti bahasa yang
digunakan, juga mengerti maknanya.
Dalam
komunikasi selalu ada tiga komponen yang terlibat yaitu pengirim pesan atau
komunikator (a sender), pesan (a message), dan penerima atau komunikan (a
receiver).
Secara
terminologis, komunikasi berarti penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang
pada orang lain sebagai konsekuensi dari hubungan sosial (Sunardi dan Sunaryo,
2006:174). Pengertian komunikasi di sini lebih menekankan komunikasi sebagai
alat hubungan sosial sebagai konsekuensi dari manusia sebagai makhluk sosial. Sehingga
untuk menjalankan perannya sebagai makhluk sosial manusia harus berkomunikasi.
Menurut
Everet M. Rogers komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari
sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah
laku.
Menurut
Gerald R. Miller: komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu
pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku
penerima.
Menurut
Carld R. Miller: komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang
(komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk
mengubah perilaku orang lain.
Menurut
Theodore M. Newcomb, setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai suatu
transmisi informasiyang terdiri dari rangsangan yang diskriminatif dari sumber
kepada penerima.
Jadi
komunikasi adalah suatu proses yang kompleks di dalam dan di antara dua mitra
(atau lebih) antara pengirim pesan dan penerima pesan artinya selama proses
interaksi tersebut dibangun dibutuhkan berbagai hal (tidak hanya kode-kode
saja) tetapi dibutuhkan berbagai kemampuan seperti kemampuan untuk memberikan
perhatian, menatap dan/atau mendengarkan, termotivasi dan mampu menafsirkan apa
yang difahami, dan termotivasi untuk merespon.
The American
Speech – Language – Hearing Assosiation (ASHA) mendefinisikan a communication
disorder is “An impairment in the ability to receive, send, process, and
comprehend concepts or verbal, nonverbal, and graphic symbol systems. A
communication disorder may be evident in the processes of hearing, language, and/or
speech. A communication disorder may range in severity from mild to profound.
It may be developmental or acquired. Individuals may demonstrate one or any
combination of the three aspects of communication disorders. A communication
disorder may result in a primary disability or it may be secondary to other
disabilities” (ASHA, 1993).
Komunikasi
pada dasarnya merupakan kegiatan penyampaian pesan. Proses tersebut melibatkan
dua pihak yang berkomunikasi yang masing-masing bertujuan membangun suatu makna
agar keduanya memahami atas apa yang sedang dikomunikasikan. Komunikasi dapat
diartikan sebagai suatu proses pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pen-
golahan pesan yang terjadi di dalam diri seseorang dan atau di antara dua atau
lebih dengan tujuan ter- tentu. Pada komunikasi lisan, terdapat istilah yang
menjadi prasyarat utama, yaitu interaksi. Interaksi bertujuan mendapatkan makna
yang sama-sama dimengerti oleh pihak-pihak yang berkomunikasi.
Bagaimana
cara mengoptimalkan komunikasi berkenaan dengan interaksi pada anak usia dini?.
Seyogyanya hal ini kita mulai dari lingkungan terdekat anak yaitu keluarga.
Melalui pola komunikasi yang tepat seiring dengan kemampuan berbahasa orang tua
yang akan ditrasfer pada anak lewat komunikasi yang efektif, maka segala hal
positif berkenaan dengan tumbuhkembang anak yang sesuai harapan akan terpenuhi.
Beberapa
teori pembelajaran bahasa anak dapat dijadikan bahan acuan analisis penyusunan
strategi komunikasi terhadap anak usia dini sesuai dengan tingkatan pertumbuhan
dan perkembangannya. Perkembangan strategi komunikasi berawal dari perkembangan
bahasa anak. Bahasa anak awalnya berkembang secara alami. Proses ini dikenal
dengan pemerolehan bahasa. Melalui interaksi dengan lingkungan anak memperoleh
pengalaman yang memberi sumbangan terhadap perkembangan bahasa. Di samping itu,
bahasa anak juga dapat distimulasi dengan berbagai cara. Stimulasi tersebut
dikenal dengan pembelajaran yang direalisasi dalam bentuk kegiatan-kegiatan
belajar atau bermain. Agar pendidik dapat memberikan stimulasi yang tepat,
pendidik perlu memiliki pengetahuantentang perkembangan bahasa.
Ada tiga
teori dasar yang dapat digunakan untuk memahami perkembangan bahasa anak.
Ketiga teori tersebut dikemukakan berikut ini:
1. Teori Behavioristik (Teori Perilaku) dari
Skinner
Teori dalam
aliran behavioristik yang diprakarsai oleh BF. Skinner yang menyatakan bahwa
lingkungan memberi pengaruh utama bagi perkem- bangan bahasa anak. Oleh
karenanya orang tua dan pendidik perlu aktif mengajak anak berbicara dan memberi
contoh penggunaan bahasa yang baik. Teori perilaku juga percaya bahwa agar anak
berhasil dibutuhkan penguatan. Bentuk penguatan khususnya adalah pujian atau
barang-barang seder- hana. Anak perlu diberi contoh ucapan sehingga anak dapat
meniru ucapan tersebut. Atas keberhasilan anak mengulangi contoh yang
diberikan, perlu diberi penguatan dan imbalan yang segera diberikan seperti
‘bagus,’ pinter, diberi permen atau yang lainnya yang setimpal. Teori ini
menekankan bahwa dalam perkembangan bahasa anak usia dini, orang- tua dituntut
untuk memberikan stimulasi, seperti aktif mengajak anak berbicara dan
bercakap-cakap agar pencapaian kemampuan berbahasa anak maksimal.
2. Teori Nativistik dari Chomsky
Noam Chomsky
mengkritik teori yang dikemu- kakan Skinner. Ia menyatakan bahwa perkemban- gan
bahasa anak tidak ditentukan oleh lingkungan semata. Faktor genetik sangat
menentukan perkem- bangan bahasa anak. Menurut Noan Chomsky kemampuan bahasa
anak terbentuk mulai dari konsepsi. Dengan kata lain, sejak lahir anak telah
memiliki kemampuan berbahasa. Kemampuan tersebut dikenal dengan Language Advice
Device (LAD). Chomsky juga memperkenalkan Universal
Grammar dalam kemampuan
bahasa anak. Ini merupakan
kelemahan dan sumber kritik atas teorinya Chomsky. Selanjutnya Chomsky juga
menyatakan bahwa belajar bahasa sebaiknya sebelum usia sepuluh tahun. Kemampuan
yang terbentuk pada saat dalam kandungan
akan teraktualisasi atau berkembangan dengan didukung oleh faktor biolo- gis dan
faktor lingkungan setelah anak lahir. Untuk itu, Noam Chomsky menyatakan faktor
lingkungan juga sangat berperan dalam perkembangan bahasa anak disamping
kesiapan faktor biologis. Ada kemampuan yang tidak mungkin dimiliki anak, walau
lingkungan memberi stimulasi yang maksimal
kalau kondisi biologis belum siap untuk mencapai kemampuan tersebut.
Misalnya, pengucapan huruf ‘g’ tidak mungkin dimiliki sebelum alveolenatal
matang untuk berfungsi.
Teori ini
Mengutarakan bahwa bahasa sudah ada di dalarn diri anak. Pada saat
seorang anak lahir, dia telah
memiiiki seperangkat kemampuan berbahasa yang disebut Tata Bahasa Umum” atau
‘Universal Grammar’. Teori ini mengatakan bahwa meskipun pengetahuan yang ada
di dalam diri anak tidak rnendapatkan banyak rangsangan, anak akan tetap dapat
mempelajarinya. Anak tidak sekedar meniru bahasa.yang dia dengarkan, tapi ia
juga mampu menarik kesimpulan dari pola yang ada, hal ini karena anak memiliki
sistem bahasa yang disebut Perangkat
Penguasaan Bahasa. Teori Nativistik juga memberikan pengetahuan bahwa
keterampilan bahasa juga dipengaruhi oleh kematangan fisik anak,
misalnya kematangan organ-organ bicara. Oleh karena itu, pendidik dalam dalam
memberi- kan stimulasi perlu memperhatikan kesiapan anak. Teori ini juga
memberikan wawasan bahwa anak akan belajar bahasa dengan cepat sebelum usia 10
tahun. Artinya, pembelajaran bahasa lebih baik diberikan sejak dini, karena
lebih dari usia 10 tahun anak akan mengalami kesulitan.
3. Teori
Konstruktivisme dari Piaget, Vygotsky, Gardner
Perkembangan
kognisi dan bahasa dibentuk dari interaksi dengan orang lain.Dengan
berinteraksi dengan orang lain, maka pengetahuan, nilai dan sikap anak akan
berkembang. Anak memiliki perkembangan kognisi yang terbatas pada usia-usia
tertentu, tetapi melalui interaksi sosial, anak akan mengalarni peningkatan
kemampuan berpikir.
Pengaruh
pada pembelajaran. Anak akan dapat belajar dengan optimal jika diberikan
kegiatan, Se mentara anak melakukan kegiatan, anak perlu di- dorong untuk
sering berkomunikasi. Adanya anak yang lebih tua usianya atau orang dewasa yang
mendampingi pembeiajaran dan mengajak bercakap-cakap akan menolong anak
menggunakan kemampuan berbahasa yang lebih tinggi. Jika anak mengalami
kesulitan, peran orang dewasa yang te pat akan membantu anak memecahkan
persoalan sehingga anak dapat belajar sesuatu dari peristiwa tersebut. Karena
itu pendidik perlu menggunakan metode yang interaktif, menantang anak untuk
meningkatkan pembeiajaran dan menggunakan bahasa yang berkualitas
Sedangkan, Gangguan Komunikasi (Communication Disorders) adalah sekumpulan gangguan psikologis yang
ditandai dengan kesulitan- kesulitan dalam pemahaman atau penggunaan bahasa.
Kategori- kategori dari gangguan komunikasi adalah gangguan bahasa ekspresif,
gangguan bahasa campuran reseptif- ekspresif, gangguan fonologis dan gagap.
Masing- masing gangguan ini mempengaruhi fungsi akademik, atau pekerjaan, atau
kemampuan untuk berkomunikasi secara sosial.Penanganan pada gangguan komunikasi
umumnya dilakukan melalui terapi bicara dan koseling psikologis untuk kecemasan
social dan masalah- masalah emosional lainnya.
Hal yang perlu
ditekankan adalah kemampuan komunikasi tidak hanya kemampuan bicara tapi juga
termasuk semua aspek komunikasinya. Aspek komunikasi itu sendiri meliputi
kemampuan mendengar, kemampuan menjawab, cara berkomunikasi, kemampuan memahami
kata-kata dan kemampuan menuangkan gagasan atau ide. Dengan demikian kita dapat
membantu mengembangkan kemampuan komunikasi anak yang mengalami gangguan
komunikasi karena sesungguhnya mereka masih memiliki potensi untuk
berkomunikasi, misalnya dengan gerak tubuh atau dengan visualnya (Williams dan
Wright, 2004).
Perkembangan
komunikasi anak pada umumnya berawal dari tangisan bayi yang memberi tahu
ibunya bahwa ia merasa lapar atau tidak nyaman. Usia sekitar 2 bulan bayi sudah
mengeluarkan suara-suara (cooing) atau tertawa, bila ia merasa senang. Kemudian
berkembang menjadi babbling atau pengulangan rangkaian konsonan-vokal misalnya,
ma-ma-ma, ba-ba-ba. Usia sekitar 10 bulan, bayi sudah mulai mengenal kata-kata
tapi belum mampu mengucapkannya dan kemudian mengucapakan kata pertamanya pada
saat ia berusia sekitar 1 tahun.
Perkembangan
bicara anak pada umumnya akan terus berkembang dengan pesat sehingga dalam
rentang usia 16-24 bulan perbendaharaan kata yang dimiliki oleh anak meningkat
dari 50 kata menjadi kurang lebih 400 kata. Saat berusia 2 tahun, anak
seharusnya sudah mampu menggunakan kata kerja, kata sifat dan melakukan
pengungkapan diri dengan kalimat yang terdiri dari 2 kata.
Menginjak
usia 3 tahun, cara anak berbicara sudah menyamai cara orang dewasa berbicara
secara informal. Anak sudah menguasai hampir 1000 kata, dapat menyusun kalimat
dengan benar dan dapat berkomunikasi dengan baik. Disamping menggunakan bahasa,
anak pada umumnya juga mampu berkomunikasi dengan gestur dan simbol-simbol
lainnya (Papalia, 1995 dalam Riyanti, 2002:12).
Menurut
MacDonald (2004) ada lima tahap dalam perkembangan komunikasi, yaitu:
1. Interaksi
Pada tahap
interaksi, anak secara bertahap mulai menerima orang lain dalam dunianya. Dia
mulai berinisiatif dan merespon orang lain serta bergabung dalam kegiatan. Dia
mulai lebih menyukai bersama orang lain daripada sendiri dan menjadi lebih
nyaman berinteraksi untuk tujuan sosial daripada sekedar memenuhi kebutuhannya.
Dia jua mulai memiliki hubungan timbale balik dengan orang lain. Dia mulai
bermain memberi dan menerima baik melalui tindakan maupun suara. Dia tetap
melakukan interaksi secara sukarela dalam waktu yang lebih lama.
Dia mulai
bertindak dan berkomunikasi seperti yang dia lihat dikerjakan oleh orang lain.
Perkembangan keterampilan imitasi dan modeling ini membuat dia terus belajar
sejalan dengan peningkatan interaksinya. Tahap interaksi ini berlanjut
sepanjang perkembangan keterampilan komunikasi dan bahasa anak.
Tahap
interaksi ini merupakan masalah umum pada autism, dimana anak autis mengabaikan
dan menolak orang lain, lebih senang sendiri, bertindak dengan caranya sendiri,
dan bermain baik pasif maupun dominan di dalam interksi. Ini merupakan tahap
dimana anak menjadi lebih dapat diakses dan responsive terhadap orang secara
umum.
2. Komunikasi Non Verbal
Pada tahap
kedua ini, anak belajar untuk mengirim dan menerima pesan secara fisik yang dia
bisa lakukan. Belajar untuk berkomunikasi bagi anak-anak merupakan sebuah
proses yang sangat kompleks dan melibatkan lebih banyak hal dibanding
mempelajari bahasa misalnya. Komunikasi mensyaratkan anak masuk ke dalam dunia
orang lain, seringkali memerlukan waktu panjang dalam berkomunikasi menggunakan
cara non verbal sebelum dapat menggunakan bahasa secara sosial. Di sisi anak
belajar untuk berhubungan dengan dunia orang lain.
Pada tahap
komunikasi non verbal, orang tua belajar untuk mendukung perilaku non vocal dan
vocal anak yang sebelumnya dianggap tidak penting untuk berkomunikasi. Anak
bukan sekedar berkomunikasi tanpa kata-kata, anak juga perlu berkomunikasi
untuk berbagai alasan sosial dan bukan sekedar memuaskan kebutuhannya.
Pada anak
autis, pada tahap ini anak gagal untuk berkomunikasi atau hanya berkomunikasi
dengan gerakan atau suara. Membantu anak percaya bahwa perilaku non verbal
dapat berhasil dalam komunikasi merupakan tujuan utama tahap ini.
3. Bahasa Sosial
Pada tahap
ketiga, anak belajar bicara untuk alasan personal, sosial dan instrumental.
Seringnya anak-anak terlambat-bicara belajar bahasa degnan hapalan atau
cara-cara pengulangan yang sebenarnya tidak benar-benar komunikatif. Di sini
anak perlu belajar bahwa bahasa lebih dari hanya sekedar membentuk kata; bahasa
berarti pertukaran arti/makna dengan orang lain dengan cara memberi dan
menerima dimana kedua bela pihak berpartisipasi dan berhubungan dengan yang
menjadi perhatian orang lain.
Pada anak
autis seringkali pembicaraannya aneh atau di luar topic, hapalan dan tidak
responsive, diulang-ulang, dan bahasa hanya dimengerti sendiri.
4. Percakapan
Pada tahap
keempat, anak menggunakan bahasa untuk menjalin hubungan dan belajar mengambil
perspektif orang lain sehingga percakapan bermanfaat bagi keduanya. Percakapan
yang efektif adalah puncak dari tahapan-tahapan perkembangan komunikasi
sebelumnya dimana anak mampu melakukan kegiatan rutin bersama, meningkatkan
pengambilan giliran, komunikasi intensional dan berbagai penggunaan bahasa dan
bukan sekedar pengucapan kata-kata. Bagi beberapa anak, tahap percakapan ini
lama datangnya, kadang-kadang baru muncul saat remaja atau dewasa. Percakapan
dapat dipercepat ketika perhatian penuh diberikan untuk membantu anak agar
terbiasa berinteraksi dalam permainan sosial dan ikut mengambil giliran. Sering
ditemukan bahwa banyak anak menolak bercakap-cakap jika mereka tidak percaya
bahwa mereka akan diterima apa adanya, tanpa menghiraukan seberapa “tidak
biasa” mereka dilihat orang lain.
Pada anak
autis masalah yang muncul adalah mereka sering “berbicara pada” dan bukannya
“berbicara dengan” orang lain, bersikeras dengan topic mereka sendiri, dan
menginterupsi yanglain. Pada tahap ini juga anak sering berganti topic dengan
cepat, mengabaikan yang orang lain katakan, memulai atau merespon tetapi tidak
keduanya, dan mendominasi percakapan.
5. Perilaku Sipil
Pada tahap
ke lima, sebenarnya merupakan keterampilan yang dapat dipelajari pada setiap
tahap di atas. Perilaku sipil maksudnya adalah anak belajar berinteraksi dengan
orang lain secara empatik, respek dan mengurangi perilaku-perilaku yang tidak
sesuai atau maladaptive yang sering muncul. Anak belajar bekerja sama dengan
orang lain dan memperlakukan orang lain degnan respek dan baik. Anak juga
belajar perilaku yang secara emosional sesuai seperti mempercayai orang dan
mengatur diri sendiri serta mengelola emosi baik positif maupun negative sesuai
dengan batasan. Anak juga belajar memahami perspektif orang lain dan
mengembangkan empati yang dibutuhkan untuk keberhasilan suatu hubungan.
Pada anak
autis, masalah yang muncul adalah tidak memperdulikan perasaan orang lain,
bicara tidak sensitive, dan berbagai bentuk tidak menghormati orang lain.
Pengembangan perilaku sipil merupakan hal yang penting agar anak autis berhasil
secara sosial.
Menurut
Sussman (1999) dalam Sukinah (2007) komunikasi pada anak autis berkembang
melalui empat tahapan:
1. The own
agenda stage
Pada tahap
ini anak masih lebih suka bemain sendiri dan tampaknya tidak tertarik pada
orang-orang di sekitarnya. Anak belum tahu bahwa dengan komunikasi ia dapat
mempengaruhi orang lain. Untuk mengetahui keinginannya, kita harus
memperhatikan gerak tubuh dan ekspresi wajah anak. Seringkali anak mengambil
sendiri benda-benda yang diinginkannya. Anak tidak berkomunikasi dengan orang
lain dan bermain dengan cara menjerit untuk menyatakan protes. Anak suka
tersenyum dan tertawa sendiri bahkan pada tahapan ini hampir tidak mengerti
kata-kata yang kita ucapkan.
2. The
requester stage
Anak berada
tahap ini mulai menyadari bahwa tingkah lakunya dapat mempengaruhi orang di
sekitarnya. Bila menginginkan sesuatu, anak biasanya menarik tangan kita dan
mengarahkannya ke benda yang diinginkan. Sebagian anak telah mampu mengulangi
kata-kata atau suara tetapi bukan untuk berkomunikasi melainkan untuk
menenangkan dirinya. Anak juga mulai bisa mengikuti perintah sederhana tapi
responnya belum konsisten.
3. The early
communication stage
Anak telah
menyadari bahwa ia bisa menggunakan satu bentuk komunikasi tertentu secara
konsisten pada situasi khusus. Namun demikian, inisiatif berkomunikasi masih
terbatas pada pemenuhan kebutuhannya. Anak mulai memahami isyarat visual/gambar
komunikasi dan memahami kalimat-kalimat sederhana yang kita ucapkan. Bila
terlihat perkembangan bahwa anak mulai memanggil nama, menunjuk sesuatu yang
diinginkan, atau melakukan kontak mata untuk menarik perhatian, maka berarti
anak sudah siap untuk melakukan komunikasi dua arah.
4. The
partner stage
Tahap ini
merupakan fase yang paling efektif. Bila kemampuan bicara anak baik, ia akan
mampu melakukan percakapan sederhana. Anak juga dapat diminta untuk
menceritakan pengalamannya, keinginannya yang belum terpenuhi dan
mengekspresikan perasaanya. Namun demikian, biasanya anak masih terpaku pada
kalimat-kalimat yang telah dihapalkan dan sulit menemukan topik pembicaraan
yang tepat pada situasi baru. Bagi anak-anak yang masih mengalami kesulitan
untuk berbiara, komunikasi dapat dilakukan dengan menggunakan rangkaian gambar
atau menyusun kartu-kartu bertulisan.
Agar lebih
jelas mengenai perkembangan komunikasi tersebut, di bawah ini akan diberikan
contoh-contoh perkembangan komunikasi pada anak menurut Rowland dan Stremmel
(1987) dalam Gardner et al (1999:3) sebagai berikut:
a. Perilaku Pra-tujuan
Cooing
(mengeluarkan suara-suara), tertawa sendiri, tiba-tiba menangis tanpa sebab,
ekspresi wajah tanpa tujuan, menggerakkan kepala dan gerakan badan yang
tidakberaturan
b. Perilaku bertujuan
Memperhatikan
suatu objek, tersenyum, bergerak ke suatu arah, Meraih sesuatu atau mendorong
sesuatu dan Rewel
c. Komunikasi pra simbolik non konvensional
Tertawa, membuat
suara tak beraturan, kontak mata atau menggerakkan mata untuk mengikuti gerakan
tangan orang lain dan mencoba meraihnya
d. Komunikasi pra simbolik konvensional
Mengeluarkan
pola suara yang beraturan (dada, mama, baba), menunjuk/mengarahkan tangan, mengayunkan
tangan dan kaki, mencium, memeluk, memilih salah satu dari dua objek.
e. Komunikasi simbol kongkrit
Mengeluakan
suara untuk menunjuk objek tertentu, menggunakan gestur sederhana/gerak anggota
tubuh untuk mengungkapkan sesuatu, misalnya menepuk-nepuk kursi sebagai
keinginan untuk duduk di kursi, menggunakan objek kongkrit, dan menggunakan
gambar foto.
f. Komunikasi simbol abstrak
Menggunakan
kata-kata tunggal/dasar, menggunakan isyarat, menggunakan gambar abstrak
(gambar outline).
g. Komunikasi simbol formal (berbahasa)
Mengkombinasikan
dua kata atau lebih, mengkombinasikan gambar atau symbol dan mengkombinasikan
kata-kata yang tertulis
Karakteristik
dan Keterampilan Berbahasa Anak (Permanarian S, 2007) :
Usia
Kronologis Anak Pencapaian Keterampilan Perkembangan Bahasa Anak
0 sampai 1
bulan - Mengeluarkan suara tak berarti
1 sampai 3
bulan - Tersenyum jika mendengar suara atau melihat wajah yang dikenalinya.
- Mulai
berceloteh
- Mengatakan
“uh” dan “ah”.
- Tertawa
dan mungkin menjerit.
4 sampai 7 bulan
- Menoleh pada suara dan suara manusia
- Bereaksi
jika dipanggil namanya.
- Mulai
bereaksi jika dikatakan “tidak”.
-
Membedalkan emosi berdasarkan nada suara.
- Merespon
pada suara dengan membuat suara dan mungkin menirukan orang bicara.
-
Menggunakan suara untuk mengungkapkan rasa senang atau kecewa.
- Berceloteh
dengan serangkaian konsonan (ba-ba-da-da).
8 sampai 12
bulan - Semakin memperhatikan ujaran orang lain.
- Berbicara
atau mengoceh sindiri, biasanya dengan suara-suara nonbahasa.
- Berespon
terhadap perintah verbal sederhana
- Berhenti
melakukan sesuatu jika dikatakan “jangan/tidak boleh”, namun hanya sementara.
-
Menggunakan isyarat sederhana, seperti menggelengkan kepala jika mengatakan
“tidak”
-
Mengucapkan “mama” dan “papa”.
-
Menggunakan seruan seperti “ha”.
- Berusaha
menirukan kata-kata.
-
Mengindikasikan keinginan.
1 sampai 2
tahun - menoleh dan melihat jika dipanggil.
-
Menunjukkan pada benda atau gambar jika disebutkan namanya.
-
Melambaikan tangan dan mengatakan “daah” jika ada orang yang pergi.
- Mengenali
nama-nama orang, benda atau tubuh.
-
Mengucapkan kata-kata sederhana seperti “mimik”, “mamam”, “eek”, “ini’, “itu”.
-
Menggunakan frasa dua kata seperti “mimik susu”.
- Mampu
mengikuti perintah sederhana.
- Mengulangi
kata-kata yang didengarnya dalam percakapan orang lain.
-
Menggunakan benda, gerak isyarat dan kata-kata sederhana untuk berkomunikasi.
-
Menggunakan benda, gerak isyarat dan kata-kata sederhana untuk berkomunikasi.
2 sampai 3
tahun - Mengikuti dua atau tiga perintah, contohnya “ambilkan bola itu dan
masukkan di keranjang itu”.
- Mengajukan
pertanyaan.
- Mengenali
dan mengidentifikasi banyak objek dan gambar yang umum.
-
Mencocockkan benda yang dipegang atau yang terdapat dalam ruangan dengan gambar
yang umum.
- Mencocockkan
benda yang dipegang atau yang terdapat dalam ruangan dengan gambar dalam buku.
- Mengetahui
bagian-bagian tubuh utama.
-
Menggunakan kalimat yang terdiri dari empat atau lima kata.
- Dapat
menyatakan nama, usia dan jenis kelamin sendiri.
3 sampai 4 tahun
- Memahami konsep “sama” dan “berbeda”
-
Menyebutkan beberapa warna dengan benar.
- Memahami
konsep menghitung sederhana dan mungkin mengetahui sejumlah bilangan.
- Mengikuti
tiga sampai empat perintah.
-
Menggunakan kalimat dalam lima kata.
- Mampu bercerita
secara sederhana.
- Mampu
berbicara secara jelas sehingga dapat dimengerti orang asing.
4 sampai 5
tahun - Berbicara dengan kalimat lebih dari lima kata.
- Mampu
menuturkan cerita yang agak panjang.
- Mampu
menyebutkan alamat rumah.
-
Menyebutkan setidaknya empat warna.
-
Mengemukakan apa yang harus dilakukan jika orang lelah, haus, atau lapar.
Tabel
Perkembangan Bicara dan Bahasa Normal Periode 5 –6 Tahun
(Permanarian
Somad, 2007)
Pemahaman
Bahasa Ekspresi Bahasa Bicara
- Memahami
kata-kata “pertama, yang lalu. “
- Memahami
hampir 4000 kata.
- Memahami “
kanan“ dan “ kiri.”
- Memahami
berbagai konsep kualitas ( semua, setengah.
- Memahami
beberapa lelucon., keheranan, meyakinkan/ berpura-pura - Menggunakan kata kerja
dengan benar.
- Memilki tata
bahasa seperti orang dewasa.
-
Menggunakan kata-kata penolakan,kepemilikan dan jamak. Mengucapkan semua
bunyi-bunyi /fonem dengan benar.
C. Ciri – Ciri Gangguan Komunikasi
Anak
berkebutuhan khusus biasanya diikuti dengan beberapa karakteristik atau
ciri-ciri sesuai dengan gangguan yang di alami, bagi anak yang mengalami
gangguan komunikasi terdapat 8 ciri-ciri, yaitu :
1.
Menurut Hallahan dan Kaufan (2006) dalam buku yang ditulis oleh
Frieda menjelaskan bahwa anak yang mengalami gangguan komunikasi adalah mereka
yang tidak memiliki perhatian untuk berkomunikasi dengan orang-orang
dilingkungannya dengan tujuan bersosial.
2.
Sewaktu kecil, gumaman yang biasanya muncul ketika anak sudah mulai
atau sebelum dapat bicara tidak muncul. Ini terjadi pada anak yang terdiagnoasa
autisma.
3.
Berbicara tapi ada hal yang abnormal dari segi intonasi, rate,
volume dan isi bahasanya. Misalnya bicara seperti robot, mengulang-ulang
perkataan yang didengar, sulit menggunakan bahasa karena mereka tidak sadar
dengan reaksi pendengarnya.
4.
Sering tidak memahami ucapan yang ditujukan kepada mereka. Sulit
memahami bahwa satu kata memiliki makna atau banyak arti.
5.
Meggunakan kata-kata yang aneh, seperti ketika melihat mobil mereka
mengatakan “empat”.
6.
Terus mengalami pertanyaan-pertanyaan yang diajukan meskipun mereka
sudah tahu jawaban dari pertanyaan tersebut. Contoh kecilnya adalah “Ma, itu
kambing ya.?. Mereka tidak menghiraukan lawan bicaranya, yang jelas mereka suka
dengan topik pembahasan yang diangkat dan tidak jarang memperpanjang
pembicaraan.
7.
Sering mengulang-ngulang kata-kata yang baru atau pernah mereka
dengar tanpa ada maksud untuk berkomunikasi sama sekali. Mereka sering
berbicara dengan diri mereka atau benda yang disukai dengan bahasa mereka
sendiri.
8.
Menarik diri dari lingkungan yang mereka tinggali, tidak paham
dengan pembicaraan yang didengarnya, kesulitan dalam mengolah kata-kata.
9.
Memiliki gangguan komunikasi non verbal. Tidak pernah menggunakan gerak
tubuh ketika berbicara layaknya orang-orang normal lain yang secara spontan
terlihat ketika mereka berbicara.
10.
Pada gangguan lain, gangguan komunikasi biasanya terjadi kepada
orang-orang yang tuna wicara yang memang tidak pernah tahu atau kesulitan untuk
menyebut kata-kata ketika berkomunikasi karena adanya gangguan saraf yang
mengontrol komunikasi verbal manusia.
Anak BK sebenarnya sangat banyak mengalami gangguan
komunikasi baik dengan skala besar maupun kecil meskipun dengan gangguan
komunikasi tertentu. Misalnya anak retardasi mental, autis, tuna wicara dan
tuna-tuna yang lain. Gangguan komunikasi pada anak autisma misalnya yang paling
banyak disoroti karena mereka sangat jauh dengan dunia sosialnya, dunia mereka
yang kemungkinan besar membuat mereka hanya merasa nyaman jika berada disana.
Dengan demikian, hampir semua ABK mengalami gangguan komunikasi, baik itu
retardasi mental dan gangguan yang lain.
D. Penyebab Gangguan Komunikasi
Dalam Buku
Materi Pokok Mata Kuliah Gangguan Interaksi-Komunikasi (Permanarian Somad,
2007) dijelaskan bahwa terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan
bicara dan bahasa tersebut, antara lain: faktor kondisi fisik dan kemampuan
motorik; kecerdasan; sosial-ekonomi; Jenis kelamin ; lingkungan; dan
Kedwibahasaan (Biblingualism ).
Faktor
internal dapat diakibatkan antara lain a) karena gangguan pendengaran
(tunarungu), b) gangguan atau kerusakan organ artikulasi, c) gangguan sistem
pernapasan, d) tunagrahita, e) gangguan atau kerusakan organ fungsi fisik, f)
gangguan fungsi syaraf pusat atau perifer, g) autisme.
Faktor
eksternal dapat diakibatkan antara lain karena : a) penggunaan dua bahasa dalam
keluarga (bilingualism), dan b) lingkungan yang tidak menunjang perkembangan
bicara anak c) faktor lain yang berpengaruh terhadap perkembangan
berkomunikasi.
Penyebab kelainan
komunikasi adalah sangat kompleks. Meskipun kebanyakan anak-anak dievaluasi dalam
konteks sistem pendidikan mempunyai kelainan komunikasi fungsional, tetapi
pengenalan faktor-faktor penyebab lainnya yang bersifat organik sangat penting diketahui
oleh para guru. Penyebab dapat termasuk di dalamnya ketidaknormalan sebelum lahir,
kecelakaan prenatal, tumor, dan masalah dengan sistem syaraf atau otot, otak,
atau mekanisme bicara itu sendiri. Pengaruh dari agen yang mempengaruhi embrio atau
janin, termasuk sinar x, virus, obat-obatan, dan racun lingkungan dapat juga meneyebabkan
kelainan yang dibawa sejak lahir. Dalam enam minggu pertama sampai dua belas minggu
kehidupan janin, banyak organ tubuh sedang dibentuk. Apabila ada agen yang
merusak satu organ, maka dapat berpengaruh terhadap berbagai sistem perkembangan
secara terus menerus (Northon, 1996).
Gangguan komunikasi
pada anak dapat disebabkan karena adanya gangguan pada masalah memproduksi
kata-kata karena motoric mulut, gangguan system pernafasan, gangguan pendengaran
sehingga tidak dapat mendengar apalagi mengingat kata-kata dengan jelas, tidak memahami
arti kata dan mengasosiasikan dengan situasi serta keadaan lingkungan yang
tidak mendukung anak untuk termotivasi berbicara atau mengembangkan kemampuan berbicarannya.
Serta fisiologis gangguan yang akan mengakibatkan
tidak lancarnya komunikasi yaitu :
1. Kondisi organ bicara mengalami kerusakan
(bibir, gigi, pita suara, langit-langit keras atau lunak, rongga mulut, hidung tenggorokan).
2. Organ pendengaran yang berfungsi sebagai transmisi
rangsang bunyi dari lingkungan dan diteruskan keotak untuk menerima pesan tidak
berfungsi dengan baik.
3. Persyarafan pusat yang berfungsi untuk mengkoordinir
sensorimotoris dalam berkomunikasi berfungsi untuk mendasari pikiran dan organ
pola tindakan juga tidak berfungsi dengan baik.
Secara psikologis gangguan yang
mengakibatkan tidak lancarnnya komunikasi yaitu :
1.
Kecerdasan yang rendah yang mengakibatkan keterlambatan
dalam perkembangan bahasa.
2.
Minat yang kurang pada lingkungan yang dilihat dan didengarnya.
3.
Tidak adannya dukungan dari lingkungan mengakibatkan tidak
adannya stimulus untuk berinteraksi dan mengakibatkan gangguan dalam berinteraksi
dan komunikasi.
4.
Masalah emosi anak, seperti anak yang menghadapi perceraian
orang tuanya.
Berdasarkan pada lingkungan, gangguan yang
akan mengakibatkan tidak lancarnya komunikasi yaitu pada masa pertama
keberadaan anak lebih banyak ada di lingkungan keluarga, kalau lingkungan
keluarga tidak mendukung seperti pasif tidak adanya akses bahasa, tidak ada
sitimulus untuk berinteraksi, ini akan berpengaruh kepada perkembangan anak
untuk bisa berbicara dan menjadikan gangguan dalam berinteraksi dan
komunikasi.(Permanarian Somad, 2007)
E.
Jenis – jenis Gangguan Komunikasi
1.
Gangguan Bahasa
Bahasa adalah ujaran
dan bukan tulisan. Hal ini sesuai dengan kaidah pertama bahasa, yakni bahasa
adalah lambang bunyi. Ganguan bahasa merupakan salah satu jenis kelainan atau
gangguan dalam komunikasi dengan indikasi klien yang mengalami kesulitan atau
kehilangan dalam proses simbolisasi. Kesuliatan simbolisasi ini mengakibatkan
seseorang tidak mampu memberikan simbol yang diterima dan tidak mampu mengubah
konsep pengertiannya menjadi simbol-simbol yang dapat dimengerti oleh orang
lain dalam lingkungannya. Beberapa bentuk gangguan bahasa adalah sebagai
berikut:
a. Keterlambatan dalam
perkembangan bahasa
Adalah salah satu bentuk dalam kelainan bahasa yang ditandai dengan kegagalan klien dalam mencapai tahapan perkembangannya
sesuai dengan perkembangan bahasa anak normal seusiannya.
Kelambatan perkembangan bahasa diantaranya disebabkan karena keterlambatan
mental intelektual, ketunarunguan, congenital aphasia, autisme,
disfungsi neurologis dan kesulitan belajar. Anak-anak yang mengalami
sebab-sebab tersebut di atas cenderung terlambat dalam perkembangan kemampuan
bahasa , sehingga anak mengalami kesulitan transformasi yang diperlukan dalam
komunikasi. Gangguan tingkah laku tersebut sangat
mempengaruhi proses pemerolehan bahasa, diantaranya kurang perhatian terhadap
minat rangsangan yang ada disekelilingnya, perhatian yang mudah beralih,
konsentrasi yang kurang baik, nampak mudah bingung, cepat putus asa, kreatifitas
dan daya khayalnya kurang, serta kurangnya pemilikan konsep diri.
b. Afasia
Afasia adalah salah
satu jenis kelainan bahasa yang disebabkan adanya kerusakan pada pusat-pusat
bahasa di cortex cerebri. Kerusakan pada pusat-pusat yang dialami oleh
anak disebut afasia anak. Dan kerusakan pusat yang dialami oleh orang dewasa
disebut afasia dewasa. Secara klinis afasia dibedakan menjadi :
1) Afasia Sensoria
Kelainan ini ditandai
dengan kesulitan dalam memberikan makna rangsangan yang diterimanya. Bicara
spontan biasanya lancar hanya kadang-kadang kurang relevan dengan situasi
pembicaraan atau konteks komunikasi.
Seorang aphasia dewasa
akan kesulitan untuk menyebutkan kata buku walau di hadapannya ditunjukan benda
buku. Klien dengan susah menyebut busa…. bulu…,bubu (klien nampak susah
dan putus asa). Untuk aphasia auditory, klien tidak mampu memberikan
makna apa yang didengarnya. Ketika ditanya, “apakah bapak sudah makan?.
Maka jawabannya adalah piring…….piring…… meja….. ya…ya..
2) Afasia Motoris
Kelainan ini ditandai dengan
kesulitan dalam mengkoordinasikan atau menyusun fikiran, perasaan dan kemauan
menjadi simbol yang bermakna dan dimengerti oleh orang lain. Bicara lisan tidak
lancar, terputus-putus dan ucapannya sering tidak dimengerti orang lain.
Apabila bertutur kalimatnya pendek-pendek dan monoton. Seorang dengan kelainan
ini mengerti dan dapat menginterpretasikan rangsangan yang diterimanya, hanya
saja untuk mengekspresikannya mengalami kesulitan.
Seorang aphasia dewasa
berumur 59 tahun, kesulitan menjawab, rumah bapak dimana?, maka dengan
menunjuk ke arah barat , dan dengan kesal karena tidak ada kemampuan dalam
ucapannya. Jenis aphasia ini juga dialami dalam menuangkan ke bentuk tulisan.
Jenis ini disebur dengan disgraphia (agraphia).
3) Afasia Konduktif
Kelainan ini ditandai
dengan kesulitan dalam meniru pengulangan bunyi-bunyi bahasa. Pada ucapan
kalimat-kalimat pendek cukup lancar, tetapi untuk kalimat panjang mengalami
kesulitan.
4) Afasia Amnestik
Kelainan ini ditandai
dengan kesulitan dalam memilih dan menggunakan simbol-simbol yang tepat.
Umumnya simbol yang dipilih yang berhubungan dengan nama, aktivitas, situasi
yang berhubungan dengan aktivitas kehidupan. Misalnya apabila mau mengatakan
kursi maka diganti dengan kata duduk.
2.
Gangguan bicara
Perkembangan bahasa
tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan bicara. Perkembangan bahasa
seseorang akan mempengaruhi perkembangan bicara. Perkembangan bahasa
dipengaruhi oleh situasi dan kondisi lingkungan dimana anak dibesarkan.
Kelainan bicara merupakan salah satu jenis kelainan atau gangguan perilaku
komunikasi yang ditandai dengan adanya kesalahan proses produksi bunyi bicara.
Kelainan proses produksi menyebabkan kesalahan artikulasi fonem, baik dalam
titik artikulasinya maupun cara pengucapannya, akibatnya terjadi kesalahan
seperti penggantian /substitusi atau penghilangan /omosi. Ditinjau dari segi
klinis, gejala kelainan bicara dalam hubungannya dengan penyebab kelainannya,
dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu :
a. Disaudia
Disaudia adalah satu
jenis gangguan bicara yang disebabkan gangguan pendengaran. Gangguan
pendengaran tersebut menyebabkan kesulitan dalam menerima dan mengolah nada
intensitas dan kualitas bunyi bicara, sehingga pesan bunyi yang tidak sempurna
dan mungkin salah arti. Pada anak tunarungu kesalahan tersebut sering
dipergunakan dalam berkomunikasi. Misalnya kata /kopi/, ia dengar
/topi/, kata /bola/, ia dengar /pola/.
Anak yang mengalami
gangguan pendengaran cenderung bersuara monoton dan bernada tinggi, ia tidak
mengenal lagu kalimat, mana kalimat tanya, kalimat penegasan, makna tanda seru
dalam kalimat. Umumnya anak dengan disaudia dalam berkomunikasi cenderung
menggunakan bahasa isyarat yang telah dikuasainya. Namun tidak semua lawan
bicaranya dapat menerima sehingga komunikasi secara global terganggu.
b. Dislogia
Dislogia diartikan
sebagai satu bentuk kelainan bicara yang disebabkan oleh kemampuan kapasitas
berpikir atau taraf kecerdasan di bawah normal. Terdapatnya kesalahan
pengucapan yang terjadi disebabkan karena tidak mampu mengamati perbedaan
bunyi-bunyi benda terutama bunyi-bunyi yang hampir sama. Misalnya tadi dengan
tapi, kopi dengan topi. Rendahnya kemampuan mengingat menyebabkan penghilangan
fonem, suku kata atau kata pada waktu mengucapkan kalimat, misalnya /makan/
diucapkan /kan/, /pergi/ diucapkan /gi/, /ibu pergi ke pasar/ diucapkan
/ bu…gi….cal/.
c. Disartria
Disartria diartikan
jenis kelainan bicara yang terjadi akibat adanya kelumpuhan, kelemahan,
kekakuan atau gangguan koordinasi otot alat-alat ucap atau organ bicara karena
adanya kerusakan susunan syaraf pusat. Disartria ada beberapa jenis, yaitu:
1) Spastic Disartria
Ketidakmampuan
berbicara akibat spastisitas atau kekakuan otot-otot bicara. Ditandai dengan
bicara lambat dengan terputus-putus, karena tidak mampu melakukan gerakan organ
bicara secara biasa.
2) Flaksid Disartria
Ketidakmampuan bicara
akibat layuh atau lemahnya otot-otot organ bicara, sehingga tidak mampu
berbicara seperti biasa.
3) Ataksia Disartria
Ketidakmampuan bicara
karena adanya gangguan koordinasi gerakan-gerakan fonasi, artikulasi dan
resonansi. Terutama pada saat memulai kata/kalimat.
4) Hipokinetik Disartria
Ketidakmampuan dalam
memproduksi bunyi bicara akibat penurunan gerak dari otot-otot organ bicara
terhadap rangsangan dari pusat/cortex. Ditandai dengan tekanan dan nada yang
monoton.
5) Hiperkinetik Disartria
Ketidakmampuan dalam
memproduksi bunyi bicara terjadi akibat kegagalan dalam melakukan gerakan yang
disengaja, ditandai dengan abnormalitas tonus atau gerakan yang berlebihan
sehingga muncul kenyaringan.
d. Disglosia
Disglosia mengandung arti kelainan bicara yang terjadi karena adanya
kelainan bentuk struktur dari organ bicara. Kegagalan tersebut akibat adanya
kelainan bentuk dan struktur organ artikulasi yaitu:
1)
Palatoskisis: sumbing langitan
2)
Maloklusi : salah temu gigi atas dan gigi bawah
3)
Anomali: kelainan atau penyimpangan/cacat bawaan misalnya bentuk lidah yang
tebal, tidak tumbuh velum atau tali lidah yang pendek.
e. Dislalia
Yaitu gejala gangguan bicara karena ketidakmampuan dalam memperhatikan
bunyi-bunyi bicara yang
diterima, sehingga tidak mampu membentuk konsep bahasa. Misalnya /makan/ menjadi
/kaman/ atau /nakam/
3. Gangguan Suara
Gangguan pada proses produksi suara merupakan salah satu jenis gangguan
komunikasi. Gangguan tersebut meliputi:
a. Kelainan Nada
Gangguan pada frekuensi
getaran pita suara pada waktu ponasi yang berakibat pada gangguan nada yang
diucapkan, yaitu nada tinggi, nada rendah, nada datar, dwinada, suara pubertas.
b. Kelainan kualitas suara
Yaitu gangguan suara
yang terjadi karena adanya ketidaksempurnaan kontak antara pita suara pada saat
adduksi, sehingga suara yang dihasilkan tidaksama dengan suara yang biasanya.
Hal ini berpengaruh pada kualitas suara yaitu, preathiness, hoarness, harness,
hipernasal, hiponasal.
c. Afonia
Yaitu kelainan suara
yang diakibatkan ketidakmampuan dalam memproduksi suara atau tidak dapat
bersuara sama sekali karena kelumpuhan pita suara, histeria, pertumbuhan yang
tidak sempurna atau karena suatu penyakit.
4. Gangguan Irama
Yaitu gangguan bicara dengan ditandai adanya ketidaklancaran pada saat
berbicara, meliputi:
a. Stuttering
Stuttering atau gagap, yaitu gangguan dalam kelancaran berbicara berupa
pengulangan bunyi atau suku kata, perpanjangan dan ketidakmampuan untuk memulai
pengucapan kata.
b. Cluttering
Cluttering merupakan ganguan kelancaran bicara yang ditandai bicara yang
sangat cepat, sehingga terjadi kesalahan artikulasi sehingga sulit dimengerti.
Terdapat 3 type yaitu:
1. Distorsi : pengucapan
yang tidak jelas
2. Substitusi :
penggantian ucapan menjadi bunyi yang lain
3. Omisi : penghilangan
bunyi-bunyi
c.
Palilalia
Kelainan ini jarang terjadi, dan biasanya terjadi setelah usia dewasa.
Peranan Guru dalam mengatasi anak dengan gangguan Komunikasi di Sekolah
Reguler. Sekolah merupakan lembaga yang menyelenggarakan pendidikan untuk
peserta didik , yang mempunyai tujuan untuk mengembangkan kemampuan dengan
memperhatikan tahap perkembangan dasar dan kesesuian dengan lingkungan,
sehingga muncul kemandirian.
F. Cara Komunikasi dan Penyampaian Ilmu Pada Anak yang Mengalami
Gangguan Komunikasi
1.
Cara berkomuikasi dengan anak gangguan komunikasi
belajar
berkomunikasi selalu menduduki peringkat pertama yang harus dikuasai terlebih
dahulu. Bahasa tutur boleh jadi sulit sekali untuk dipelajari oleh anak dengan
dengan gangguan komunikasi.
Oleh
karena itu, cara mengajar berkomunikasi sebagai berikut:
a.
Menunjukan sesuatu,
b.
Menggunakan alat bantu berupa gambar-gambar, atau
c.
Menggunakan bahasa isyarat standar
2.
Pola atau cara
komunikasi dengan anak gangguan komunikasi, sebagai berikut:
a.
Wajah yang
terarah
Dasar yang pertama dilakukan pada umunnya ketika seseorang
berbicara dengan orang lain adalah melihat wajah lawan bicaranya, karena itu
anak autis yang biasanya kesulitan melakukan kontak mata, pertama kali latihlah
ia untuk melihat wajah dari lawan bicaranya. Ada beberapa hal yang dapat
dilakukan untuk melatih anak melihat wajah :
1)
Jangan mulai
pembicaraan sebelum anak melihat kepada anda
2)
Dekatkan mainan
atau benda yang sangat disukai anak ke wajah anda sehingga anak mengikutinya
sebelum mulai berbicara
3)
Setiap kali
terjadi kontak mata dengan anak anda meskipun tidak disengaja,usahakan untuk
melakukan suatu pembicaraan
4)
Bermainlah “ci
luk ba” untuk melatih kesadaran anak dengan wajah orang lain di sekitarnya
b.
Suara yang
terarah
Anak-anak autis seringkali tidak memahami makna dari bunyi yang
didengarnya, dan itu bunyi apa. Latihlah anak untuk sadar dengan berbagai bunyi
yang ada di sekitarnya dengan beberapa aktivitas sebagai berikut :
1)
Pekalah
terhadap reaksi anak saat mendengar bunyi tertentu, langsung tunjukan pada anak
dimana sumber bunyi tersebut berasal.
2)
Mainkan
bunyi-bunyian secara bergantian dari berbagai arah, dan pancing anak untuk
menemukan dari arah mana sumber bunyinya.
3)
Biasakan anak
bercakap-cakap dengan anda di berbagai suasana, sepi atau ramai
c.
Suasana bersama
antara anak dengan orangtuanya
Kemampuan berbahasa kita secara otomatis berkembang ketika kita
berada di tengah lingkungan yang terus menerus menggunakan bahasa tersebut.
Percakapan sehari-hari yang kita dengar sejak bayi membuat kosa kata kita
bertambah dengan sendirinya tanpa ada yang mengajarkannya secara sengaja.
Karena itu percakapan antara anak dengan orang tua ata deungan orang lain yang
ada di sekitarnya sangat penting perannya dalam mengembangkan kemampuan
berbahasa anak. Sering-seringlah mengajak anak berbicara dalam situasi apapun.
Ceritakan pada anak apapun, lepas dari ia benar-benar mengerti atau tidak.
Memang orang tua seringkali terkesan “cerewet” dalam hal ini, tapi ini akan
berdampak positif untuk perkembangan bahasa dan wicara anak.
d.
Tanggapan
terhadap apa yang ingin dikatakan anak
Kadang-kadang anak berusaha mengatakan sesuatu, namun karena
kemampuan wicara dan bahasanya yang masih terbatas, ia hanya mengatakan dengan
menggunakan isyarat, eksspresi wajah, atau kata-kata yang tidak lengkap.
Misalnya saat ingin minum, anak hanya menunjuk sambil bilang
‘eeegghh...eghhh..”. saat reperti ini dibahasakanlah kehendak anak dengan
kalimat yang jelas : “oohh andi ingin minum “ atau “Andi haus dan ingin minum
dengan cangkir warna hijau”
e.
Manfaatkan
kepandaian anak dalam meniru
Anak memiliki kemampuan meniru sesuatu dengan sangat baik. Ada
baiknya kita memanfaatkan kemampuan ini dengan memberikan model bahasa atau
kata-kata yang sesuai. Misal dengan menggunakan flashcard lalu kita
mengucapkan nama gambar di dalam flashcard. Lakukan sesering mungkin dan
terus-menerus. Ajak anak berbicara berdua dengan berbagai kalimat dalam suasana
yang nyaman sesering mungkin sehingga ia terdorong untuk mengingat dan meniru
kata-kata
f.
Berikan
apresiasi positif atau inisiatif anak bercerita
Ketika anak menceritakan sesuatu tentang dirinya sendiri, misalnya
tentang mainannya, temannya atau apapun secara spontan, selalu sempatkan untuk
memberi tanggapan dengan bahasa indonesia yang baik dan benar yang sering
dipakai dalam percakapan sehari-hari. Beri apresiasi atas apa yang diceritakan
anak sehingga anak termotivasi untuk berceritera kembali lain kali. Hindari
sikap mengabaikan atau komentar yang membuat anak merasa enggan untuk berbicara
lagi lain kali seperti “adek berisik ah, mama jadi gak bisa mikir nih”.
Apresiasi secara positif kemauan anak untuk bercerita dan pancing dengan
berbagai pertanyaan yang membuat anak bercerita lebih banyak. Selingi aktivitas
bercakap-cakap dengan kegiatan yang menyenangkan seperti meminta anak
menggambarkan bentuk mainan yang diceritakannya, atau binatang yang dilihatnya,
memperagakan bagaimana kejadian yang dilihatnya tadi, agar anak lebih
bersemangat.
g.
Kembangkan
komunikasi yang penuh empati
Biasakan juga untuk melibatkan percakapan yang mewakili muatan
emosi untuk mengembangkan emosi anak terhadap sesuatu disekitarnya. Anak autis
seringkali kesulitan memahami apa yang ada di sekitarnya. Dengan mengembangkan
percakapan yang bermuatan emosi membantu anak sekaligus untuk belajar peka dan
memahami situasi disekitarnya, misalnya : “lihat kaki kucingnya terluka,pasti
sakit sekali kakinya ya, kasihan......, ayo kita obati atau adek tadi jatuh ya
? kasihan, pasti sakit ya rasanya? Lain kali hati-hati ya ?”
h.
Berbicara benar
dalam berbagai situasi
Biasakan untuk melakukan percakapan lengkap dengan anak dalam
kondisi apapun, saat anak bermain, di rumah, di sekolah, dalam kegiatan apapun
yang sedang dilakukan anak. Meskipun anak masih kesulitan mengucapkan kata atau
kalimat yang benar, teruslah berbicara pada anak dengan bahasa yang baik dan
benar. Hal ini akan menstimulasi otak anak untuk memodel kalimat dan kata yang
benar. Kalimat-kalimat yang kita ucapkan menjadi input di otak anak untuk
direkam dan dikeluarkan kembali pada saat ia berbicara nantinya.
i.
Permainan
tiba-tiba
Permainan tiba-tiba merupakan permainan tidak terencana tapi
mengasyikan, karena mengajari anak berbicara dari apa yang menarik perhatian
anak saat itu. Misalnya anak tertarik pada kaleng berkas yang kebetulan
tergeletak di lanlai. Lantas anak mengambil, membuka dan menutup kaleng
tersebut. Kesempatan ini dapat digunakan oleh orang tua atau terapis untuk
mengajari konsep “ buka “ atau “tutup”.
Caranya, orang tua atau terapis menutup kaleng sambil mengatakan,
“tutup”. Lantas penutup kaleng tersebut diberikan kepada anak. Kemudian minta
anak untuk mengikuti apa yang dilakukan sebelumnya. Atau, bisa juga menggunakan
kaleng lain, agar orang tua atau terapis dan anak melakukan permainan ini
secara bersamaan.
Jadi, Pola atau
cara orang tua melakukan komunikasi dengan anak di rumah adalah melalui latihan
kepatuhan kemudian diikuti dengan kontak mata melalui tatacaranya masing-masing
dan bila dua hal itu terjadi anak akan diberikan imbalan seperti pujian dan
pelukan, belaian baru dilanjutkan dengan melafalkan huruf-huruf atau bertanya
siapa namanya, sedang buat apa atau mengajak anak bernyanyi lagu-lagu yang
pendek bahkan dalam bidang akademik anak diajar menulis, membaca dan berhitung
dan bila berhasil dilakukan oleh anak akan diikuti dengan imbalan seperti
pujian.
G.
Karakteristik Gangguan Komunikasi
dalam DSM V
Yang
termasuk kedalam gangguan komunikasi diantaranya adalah kurangnya kemampuan
dalam bahasa, berbicara dan komunikasi ; Kemampuan
berbicara adalah bentuk ekspresi dari hasil bunyi yang termasuk didalamnya
artikulasi individu, kelancaran, suara dan kualitas resonansi. Bahasa
meliputi bentuk, fungsi dan sistem penggunaan simbol yang lazim digunakan untuk
komunikasi. Komunikasi
termasuk diantaranya perilaku verbal atau non verbal yang mempengaruhi
perilaku, pikiran atau sikap seseorang dengan orang lain.
Berbagai
diagnosis kategori gangguan komunikasi diantaranya : Gangguan bahasa, Gangguan
suara, Gagap pada masa kanak-kanak, Gangguan komunikasi sosial, serta gangguan
komunikasi tertentu dan yang tidak ditentukan lainnya.
1.
Language Disorder
a.
Kesulitan yang sifatnya terus menerus dalam menerima dan
menggunakan bahasa saat melakukan banyak hal (berbicara, menulis, bahasa
isyarat dan lainnya) karena kurangnya pemahaman
atau produktivitasnya yang diantaranya meliputi :
1)
Pengurangan kosa kata
2)
Struktur kalimat yang terbatas
3)
Kelemahan dalam percakapan
b.
Kemampuan bahasa yang pada hakikatnya dan secara terukur berada
dibawah apa yang seharusnya terjadi pada usia tertentu, yang menghasilkan
keterbatasan dalam berkomunikasi yang efektif, partisipasi sosial, prestasi akademik
atau kinerja pekerjaan, terjadi secara individu ataupun dalam bentuk gabungan.
c.
Munculnya gejala-gejala pada awal masa perkembangan.
d.
Kesulitan yang dialami tidak disebabkan karena kelemahan atau
kerusakan pendengaran ataupun kemampuan sensoris lainnya, tidak karena ketidak
berfungsian motorik atau kondisi medis dan neurologi lainnya, serta dijelaskan
sebagai gangguan intelektual atau keterlambatan perkembangan global.
2.
Speech Sound Disorder
Kriteria
Diagnostik untuk Gangguan Kemampuan Berbicara :
a.
Kesulitan dalam mengeluarkan suara sehingga mengganggu kejelasan
suara atau menghalangi komunikasi pesan verbal.
b.
Gangguan berbicara menyebabkan keterbatasan dalam komunikasi yang
efektif yang mengganggu partisipasi sosial, prestasi akademik atau kinerja
kerja, secara individual atau dalam kombinasi apapun.
c.
Timbulnya gejala dalam periode awal perkembangan.
d.
Gangguan berbicara tidak disebabkan atau didapat dari kondisi
bawaan seperti kelumpuhan pada otak, bibir sumbing, tuli atau gangguan
pendengaran, cedera otak traumatis atau neurologis atau kondisi medis lainnya.
3.
Childhood-Onset Fluency Disorder (Stuttering)
Kriteria
Diagnostik untuk Gangguan Kefasihan Kata Pada Anak-anak (Gagap):
a.
Gangguan kelancaran kata tidak sesuai untuk usia yang pada umumnya
sudah mampu untuk berbicara normal dan kemampuan bahasa pada individu ini
biasanya bertahan dari waktu ke waktu dan sering ditandai dengan satu kejadian
(atau lebih), seperti berikut;
1)
Penggulangan suara pada suku kata.
2)
Perpanjangna suara pada konsonan maupun vocal.
3)
Pemutusan kata (misalnya, jeda dalam kata)
4)
Hambatan yang terdengar atau tenang (ada atau tidaknya jeda dalam
berbicara).
5)
Pemakaian kata-kata yang terlalu banyak (substitusi kata untuk
menghindari kata-kata bermasalah).
6)
Menghasilkan kata-kata yang berlebihan akibat ketegangan fisik yang
berlebihan.
7)
Pengulangan seluruh kata yang bersuku (misalnya, aku-aku-aku-aku
melihatnya).
b.
Gangguan kelancaran kata ini menyebabkan kecemasan atau
keterbatasan berbicara dalam komunikasi yang efektif, partisipasi sosial, atau
kinerja akademis atau pekerjaan, baik secara individu atau dalam kombinasi
apapun.
c.
Timbulnya gejala pada periode awal perkembangan.
d.
Gangguan kelancaran kata tidak disebabkan oleh kemampuan bicara
motorik dan sensorik, ketidaklancaran yang berhubungan dengan kondisi
neurologis (misalnya, stroke, tumor, trauma) atau kondisi medis lain dan tidak
dapat dijelaskan oleh gangguan mental lain.
4.
Social (Pragmatic) Communication Disorder
Kriteria
Diagnostik untuk Gangguan Komunikasi Sosial (Pragmatis) :
a.
Kesulitan terus-menerus dalam penggunaan komunikasi sosial verbal
dan nonverbal seperti yang dituturkan hal berikut:
1)
Kurang berkomunikasi dalam berinteraksi dalam sosial, seperti
menyapa dan berbagi informasi, dalam menggunakan cara yang tepat untuk konteks
sosial.
2)
Kelemahan dalam kemampuan mengubah komunikasi untuk mencocokkan
konteks dengan pendengar, seperti berbicara secara berbeda di kelas daripada di
taman bermain, berbicara secara berbeda kepada anak-anak daripada orang dewasa,
dan menghindari penggunaan bahasa yang terlalu formal.
3)
Kesulitan dalam aturan berbicara dan bercerita, seperti bergiliran
dalam berbicara, mengulang ketika disalah pahamkan, dan mengetahui bagaimana
menggunakan sinyal verbal dan nonverbal untuk mengatur interaksi berikut.
4)
Kesulitan memahami apa yang tidak dinyatakan secara eksplisit
(membuat kesimpulan) dan makna nonliteral atau ambigu dari bahasa (ungkapan,
humor, kiasan, beberapa makna yang bergantung pada konteks untuk interpretasi).
b.
Kurangnya berkomuniksi mengakibatkan keterbatasan fungsional dalam
komunikasi yang efektif, partisipasi sosial, hubungan sosial, prestasi
akademik, atau kinerja kerja, secara individual atau dalam kombinasi.
c.
Timbulnya gejala dalam periode awal perkembangan (tapi defisit
tersebut mungkin tidak menjadi sepenuhnya terwujud sampai tuntutan komunikasi
sosial melebihi kapasitas tertentu).
d.
Gejala tersebut tidak disebabkan kondisi medis atau neurologis atau
kemampuan rendah dalam mendomain struktur kata dan tata bahasa, dan gangguan
spektrum autism tidak menjelaskan dengan baik, cacat intelektual (gangguan
perkembangan intelektual), keterlambatan perkembangan global, atau gangguan
mental lainnya .
5.
Unspecified Communication Disorder (Gangguan komunikasi yang tidak
ditentukan)
Kelompok ini berlaku pada gejala karakteristik dari gangguan
komunikasi yang disebabkan karena distress atau kelemahan sosial, pekerjaan
atau bidang-bidang penting lainnya tentang fungsi yang menonjol namun tidak
memenuhi kriteria secara keseluruhan untuk gangguan komunikasi atau untuk salah
satu gangguan dalam gangguan perkembangan syaraf.
Kelompok Unspecified Communication Disorder digunakan pada situasi
dimana klinisi memilih untuk tidak memberikan diagnosa dengan alasan bahwa
kriteria gangguan tidak terpenuhi untuk gangguan komunikasi atau gangguan
perkembangan syaraf tertentu, dan disajikan ketika informasi tidak mencukupi
untuk membuat diagnosa khusus.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Secara garis besar gangguan komunikasi dibagi menjadi 2 yaitu,
gangguan bicara dan gangguan bahasa. Gangguan bicara dapat disebut juga dengan
tunawicara yang terjadi akibat gangguan pendengaran yang telah dialami sejak
lahir atau terjadi kerusakan pada organ bicara, misalnya anak memiliki bentuk
bibir yang kurang sempurna. Sedangkan gangguan bahasa diakibatkan karena anak
kesulitan dalam memahami dan menggunakan bahasa baik dalam bentuk lisan maupun
tulisan. Hal tersebut biasanya terjadi karena anak memiliki tingkat kecerdasan
yang rendah sehingga sulit mengikuti atau mengucapkan kata atau suatu bahasa.
B. Saran
Apabila ditemukan anak yang memiliki masalah gangguan komunikasi
sebaiknya dirujuk secepatnya kepada tenaga profesional. Hal terseebut agar anak
dapat segera dievaluasi dengan menggunakan tes dan skala yang telah
terstandarisasi. Apabila anak memerlukan terapi bicara dan konseling psikologis
maka keterlibatan orangtua sangat berperan. Orangtua dapat membantu untuk
mengevaluasi dan mengamati perkembangan komunikasi anak, mendorong perilaku
anak untuk mau melakukan praktek komunikasi dan menjaga keseimbangan
keharmonisan keluarga. Sedangkan tugas ahli adalah memberikan instruksi
linguistik, bicara dan bahasa yang diintefrasikan ke dalam berbagai lingkungan
secara bersama-sama, memberikan sugesti, relaksasi dan pengalihan perhatian.
DAFTAR
PUSTAKA
Akhadiah,
Sabarti. 1991. Bahasa Indonesia I, Jakarta: Depdikbud.
Burhan Bungin, 2008.
Sosiologi Komunikasi, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2008.
Crain, William, Teori
Perkembangan Konsep Dan Aplikasi, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2007
Brown, H.
Douglas. 1994. Principles of Language Learning and Teaching. Third Edition. New
Jer- sey : Prentice Hall Regents.
Burn, A, &
Joyce, H. 1997.Focus on Speaking. Syd- ney: Sydney National Centre for
English Lan- guage Teaching and Research
Direktorat PADU.
2002. Buletin PADU Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia Edisi 02. Jakarta.
Direktorat PADU.
2002. Modul Pelatihan Pengelola dan Tenaga Pendidik Kelompok Bermain. Jakarta.
Efendi, Mohammad.
2008. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara
Effendy, Onong
Uchjana, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung, Remaja Rosda Karya Offset,
2001
Hafied Cangara,.
Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2008.
Heward W. dan
Orlansky M. 1992. Exceptional Children (4th ed). New York: Macmillan.
Hurlock ,Elizabeth
B.. 2005. Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta. Penerbit Erlangga.
Hurlock, Elizabeth B.
1978. Perkembangan Anak Jilid 2. Erlangga. Jakarta.
Kartono, Kartini.
1995. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Mandar Maju. Bandung.
Muhammad, Jamila.
Special Education For Special Children ( Panduan Pendidikan Khusus Anak-anak
Dengan Ketunaan dan Learning Disabilites). Jakarta, Hikmah (PT. Mizan Publika),
2008
Sarwono, Sarlito W,
Pengantar Psikologi Umum, Jakarta: Rajawali Press, 2009
Soejorno Soekanto,
Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, PT. Grafindo Persada, 2008.
Sugiarto, S,
Prambahan, D.S., dan Pratitis, N.T, Pengaruh Social Story Terhadap Kemampuan
Berinteraksi Sosial pada Anak Autis. Anima, 2004
Somantri, Sutjihati.
Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama, 2007
William Sears.2006. The Succesful
Child..Penerje- mah; Tim Embun.Jakarta.
Wolfberg, Pamela J.
Play imajination in children with autisme. New York and London , Teachers
College, Columbia University, 1999
Zahroh, Iroh Siti.
2002 .Komunikasi dalam Pengasuhan.Dirjen PAUD Nonformal dan Informal.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
No comments:
Post a Comment