1. Identifikasi
Masalah
Anak usia dini merupakan masa
peka bagi anak. Anak mulai sensitif untuk menerima berbagai upaya perkembangan
seluruh potensi anak. Masa peka adalah masa terjadinya pematangan fungsi-fungsi
fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan.
Masa ini merupakan masa untuk meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan
kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional, konsep diri, disiplin,
kemandirian, seni, moral, dan nilai-nilai agama. Oleh sebab itu dibutuhkan
kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak agar pertumbuhan dan
perkembangan anak tercapai secara optimal.
Anak merupakan individu yang unik dimana masing-masing memiliki bawaan,
minat, kapabilitas, dan latar belakang kehidupan yang berbeda satu sama lain.
Di samping memiliki kesamaan, anak juga memiliki keunikan tersendiri seperti
dalam gaya belajar, minat, dan latar belakang keluarga. Meskipun terdapat pola
urutan umum dalam perkembangan anak yang dapat diprediksi, namun pola
perkembangan dan belajarnya tetap memiliki perbedaan satu sama lain.
Anak akan mempelajari sesuatu
tidak dengan cara duduk tenang, mendengarkan keterangan-keterangan dari orang
tua maupun guru, tetapi anak akan mempelajari sesuatu hal dengan cara bermain.
Dalam kegiatannya saat bermain tersebut anak akan menemukan hal-hal baru yang
sebelumnya tidak dia ketahui. Sesuai dengan karakteristik anak usia dini yang
bersifat aktif melakukan berbagai kegiatan bermain, maka proses pembelajarannya
adalah pada aktivitas anak dalam bentuk belajar sambil bermain. Program belajar
mengajar bagi anak usia dini dirancang dan dilaksanakan sebagai suatu sistem
yang dapat menciptakan dan memberi kemudahan bagi anak usia dini untuk belajar
sambil bermain melalui berbagai aktivitas dan sesuai dengan tingkat pertumbuhan
dan perkembangan serta kehidupan anak usia dini.
Pada saat memasuki usia 3 tahun,
biasanya seorang anak akan semakin mandiri dan mulai mendekatkan diri pada
teman-teman sebayanya. Pada tahapan usia anak mulai menyadari tentang apa yang
dirasakan dan apa yang telah mampu dilakukan dan yang belum mampu dilakukan.
Selain itu, pola kegiatan bermainnya pun telah berubah karena anak mulai
memasuki tahapan bermain paralel di mana seorang anak bermain dengan anak lain
tanpa interaksi dan tidak mau memberikan mainannya ketika ada yang ingin
meminjam atau sebaliknya menolak mengembalikan mainan yang dipinjamnya. Hal ini
berdampak pada kegiatan bermain mereka yang seringkali diwarnai dengan konflik
atau pertikaian yang biasanya hanya bersifat sementara saja (Sujiono dan
Sujiono, 2010: 23).
Perkembangan anak usia dini sifatnya holistik, yaitu dapat berkembang
optimal apabila sehat badannya, cukup gizinya dan didik secara baik dan benar.
Anak berkembang dari berbagai aspek yaitu berkembang fisiknya, baik motorik
kasar maupun halus, berkembang aspek kognitif, aspek sosial dan emosional.
Keterampilan motorik kasar pada anak diperlukan untuk mengendalikan seluruh
gerak tubuhnya, sehingga anak mampu untuk melakukan gerak lari, jalan, melompat
dan sebagainya. Sedangkan motorik halus merupakan kegiatan yang menggunakan
bagian kecil dari tubuh terutama tangan, seperti menulis, menggunting, meniru
bentuk, meniru gerakan orang lain dan sebagainya.
Selanjutnya Montessori menyatakan
bahwa usia keemasan merupakan masa di mana anak mulai peka untuk menerima
berbagai stimulasi dan berbagai upaya pendidikan dari lingkungannnya baik
disengaja maupun tidak disengaja. Pada masa inilah terjadi pematangan fungsi-fungsi
fisik dan psikis sehingga anak siap merespons dan mewujudkan semua tugas-tugas
perkembangan yang diharapkan muncul pada pola perilakunya sehari-hari
(Hainstock dalam Sujiono, 2009:54).
Perkembangan adalah suatu
perubahan yang progresif dan berkesinambungan yang ada dalam setiap diri
manusia. Santrock (2007:183) menyebutkan bahwa perkembangan merupakan suatu
proses yang sifatnya menyeluruh (holistik). Maksudnya perkembangan tersebut
terjadi tidak hanya dalam aspek yang terjalin antara satu dengan yang lainnya.
Teori-teori perkembangan merupakan dasar pendidikan bagi anak usia dini
sebab kebanyakan teori pendidikan anak usia dini dikembangkan berdasarkan teori
perkembangan anak. Prinsip-prinsip pendidikan anak usia dini harus menjadi
acuan dan landasan dalam melaksanakan dan mengembangkan pola pendidikan bagi
anak usia dini.
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum
pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak
sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan
rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang
diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal. Pendidikan anak
usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang
menitikberatkan pada peletakan dasar ke beberapa arah, yaitu pertumbuhan dan
perkembangan fisik, kecerdasan dan sosioemosional.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 butir 14 menyatakan:
Pendidikan anak usia dini atau
disingkat PAUD adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak
lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan dengan memberi rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Pendidikan anak usia dini
merupakan salah satu upaya dalam rangka mengembangkan potensi dan bakat anak
sehingga dapat berkembang secara optimal, sebagaimana dikemukakan Sujiono
(2009:7) bahwa :
Pendidikan pada anak usia dini
pada dasarnya meliputi seluruh upaya dan tindakan yang dilakukan oleh pendidik
dan orang tua dalam proses perawatan, pengasuhan, dan pendidikan pada anak dengan
menciptakan aura dan lingkungan dimana anak dapat mengeksplorasi pengalaman
yang memberikan kesempatan kepadanya untuk mengetahui dan memahami pengalaman
belajar yang diperolehnya dari lingkungan, melalui cara mengamati, meniru dan
bereksperimen yang berlangsung secara berulang-ulang dan melibatkan seluruh
potensi dan kecerdasan anak. Pendidikan anak usia dini pada dasarnya harus
meliputi aspek keilmuan yang menunjang kehidupan anak dan terkait dengan
perkembangan anak.
Pendidikan dasar anak usia dini
pada dasarnya harus berdasarkan pada nilai-nilai filosofis dan religi yang
dipegang oleh lingkungan yang berada di sekitar anak dan agama yang dianutnya.
Di dalam Islam dikatakan bahwa “seorang anak terlahir dalam keadaan
fitrah/Islam/lurus”, orang tua mereka yang membuat anaknya menjadi yahudi,
nasrani atau majusi,” maka bagaimana kita bisa menjaga serta meningkatkan
potensi kebaikan tersebut, hal itu tentu harus dilakukan dari sejak usia
dini.
Pada masa ini,
anak sudah memiliki dasar tentang sikap moralitas terhadap kelompok sosialnya
(orang tua, saudara dan teman sebaya). Melalui pengalaman berinteraksi dengan
orang lain anak belajar memahami tentang kegiatan mana yang
baik/boleh/diterima/disetujui atau buruk/tidak boleh/ditolak/tidak disetujui.
(Yusuf, 2005:175).
Salah satu perkembangan yang dialami oleh anak usia
dini adalah kemampuan motorik. Kemampuan motorik terdiri dari motorik halus dan
motorik kasar. Hal tersebut sangat penting bagi kelangsungan kehidupan anak di
kemudian hari, karena menentukan kemampuan anak beraktivitas dalam
kehidupannya. Untuk itu diperlukan upaya pengembangan terhadap kemampuan
motorik anak agar anak dapat melakukan berbagai kegiatan sehari-hari. Kegiatan
pengembangan kemampuan motorik anak dilakukan dalam kegiatan pembelajaran dan
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan pengembangan kemampuan lainnya.
Akan tetapi perlu diperhatikan metode pembelajaran yang disampaikan kepada
anak.
Perkembangan motorik merupakan salah satu faktor yang
sangat penting dalam perkembangan anak secara keseluruhan. Perkembangan fisik
sangat berkaitan erat dengan perkembangan motorik anak. Perkembangan motorik
meliputi motorik kasar dan halus. Perkembangan ini akan berpengaruh pada
kemampuan sosial emosi, bahasa dan fisik anak. Dalam pembelajaran di Taman Kanak-Kanak aspek pengembangan yang
dikembangkan terdiri dari aspek pembiasaan, kognitif, berbahasa, seni,
fisik dan motorik.
Perkembangan motorik adalah perubahan-perubahan yang
dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya
(maturation) yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan
berkesinambungan, baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah).
Sementara itu, menurut Chaplin (Yusuf, 2009: 25) mengartikan perkembangan
motorik sebagai : (1) perubahan yang berkesinambungan dan progresif dalam
organisme dari lahir sampai mati, (2) pertumbuhan, (3) perubahan dalam bentuk
dan dalam integrasi dari bagian-bagian jasmaniah ke dalam bagian-bagian
fungsional, (4) kedewasaan atau kemunculan pola-pola asasi dari tingkah laku
yang tidak dipelajari.
Pada anak usia 5 tahun,
syaraf-syaraf yang berfungsi mengontrol gerakan motorik sudah mencapai tingkat
kematangannya dan menstimulasi serta mendorong berbagai kegiatan motorik yang
dilakukan anak secara luas dalam kegiatannya. Otot besar yang mengontrol
berbagai gerakan motorik kasar berkembang lebih cepat apabila dibandingkan
dengan otot halus yang mengontrol berbagai kegiatan motorik halus. Pada waktu
bersamaan persepsi visual motorik anak ikut berkembang dengan pesat, seperti
mengisi gelas dengan air, menggambar, mewarnai dengan tidak keluar garis. Di
usia 5 tahun anak telah memiliki kemampuan motorik yang bersifat kompleks yaitu
kemampuan untuk mengkombinasikan gerakan motorik dengan seimbang seperti
berlari sambil melompat dan mengendarai sepeda.
Ketika anak mampu melakukan suatu gerakan motorik,
maka akan termotivasi untuk bergerak kepada motorik yang lebih luas lagi.
Aktivitas fisiologis meningkat dengan tajam. Anak seakan-akan tidak mau
berhenti melakukan aktivitas fisik, baik yang melibatkan motorik kasar maupun
motorik halus. Pada saat mencapai kematangan untuk terlibat secara aktif dalam
aktivitas fisik yang ditandai dengan kesiapan dan motivasi yang tinggi dan
seiring dengan hal tersebut, perlu diberikan berbagai kesempatan dan pengalaman
yang dapat meningkatkan keterampilan motorik anak secara optimal (Saputra,
2005:36).
Seringkali perkembangan motorik anak prasekolah
diabaikan atau bahkan dilupakan oleh orang tua. Hal ini dikarenakan belum
pahamnya mereka bahwa perkembangan motorik menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dalam kehidupan anak usia dini karena sebagian besar orang tua dan
pembimbing lebih mengedepankan perkembangan kognitif saja. Padahal perkembangan
tidak hanya dalam aspek kognitif melainkan meliputi seluruh aspek yakni
perkembangan bahasa, sosial emosional, moral agama serta perkembangan fisik
motorik anak. Perkembangan fisik motorik sangat berpengaruh terhadap
perkembangan-perkembangan yang lainnya. Seperti yang dikemukakan oleh para ahli
perkembangan.
Selain perkembangan motorik kasar yang meningkat,
perkembangan motorik halus juga meningkat. Pada usia ini koordinasi mata,
tangan anak semakin baik. Anak sudah dapat menggunakan kemampuan untuk melatih
diri dengan bantuan orang dewasa. Anak dapat menyikat gigi, menyisir,
mengancingkan baju, membuka dan memakai sepatu, melipat, meronce, dan
lain-lain. Kelenturan tangannya juga semakin baik. Anak dapat menggunakan
tangannya untuk berkreasi. Faktor-faktor pendukung dalam meningkatkan perkembangan
motorik kasar maupun motorik halus antara lain adalah mainan atau lingkungan
yang memungkinkan anak untuk melatih ketrampilan motoriknya (Izzaty, 2005 : 55).
Dalam
perkembangan anak biasanya kemampuan motorik kasar lebih dahulu berkembang
daripada kemampuan motorik halus. Hal ini terbukti ketika anak sudah dapat
berjalan dengan menggunakan otot-otot kakinya. Kemudian anak baru mampu dapat
mengontrol tangan dan jari-jarinya untuk menggambar atau menggunting.
Keterampilan motorik halus pada umumnya memerlukan jangka waktu yang relatif
lama untuk penyesuaiannya.
Sebagian anak
mengalami kesulitan dalam keterampilan motorik halus dilatarbelakangi oleh
pesatnya kemajuan teknologi jaman sekarang seperti video games dan komputer,
anak-anak kurang menggunakan waktu mereka untuk permainan yang memakai motorik
halus. Ini bisa menyebabkan
kurang berkembangnya otot-otot halus pada tangan. Keterlambatan perkembangan
otot-otot ini menyebabkan kesulitan menulis ketika anak masuk sekolah.
Anak-anak pada
umumnya masih memiliki kemampuan motorik halus yang masih rendah terutama pada
kegiatan pramenulis seperti cara memegang pensil yang belum benar, membuat
garis yang belum rapi, menjiplak bentuk yang belum rapi, kesulitan membuat
bentuk-bentuk tulisan dan mewarnai yang masih terlihat belum rapi dan keluar
garis.
Perkembangan
motorik halus pada anak
merupakan suatu hal yang sangat penting bagi perkembangan anak. Anak
membutuhkan belajar menggunakan tangan dengan baik agar dapat menggerakkan
mainan dan untuk keterampilan hidup seperti makan dan memakai pakaian sendiri.
Mereka belajar mengkoordinasikan mata dan gerakan tangan sehingga dapat
menggunakan bermacam alat permainan.
Gerakan motorik halus yang terlihat saat usia TK,
antara lain adalah anak mulai dapat menyikat giginya, menyisir, membuka dan
menutup resleting, memakai sepatu sendiri, mengancingkan pakaian, serta makan
sendiri dengan menggunakan sendok dan garpu. Semakin baiknya gerakan motorik
halus anak membuat anak dapat berkreasi, seperti menggunting kertas dengan hasil
guntingan yang lurus dan lain sebagainya.
Selain gerakan motorik halus seperti: menyikat gigi,
menyisir, membuka dan menutup resleting, memakai sepatu sendiri, mengancingkan
pakaian, serta makan sendiri dengan menggunakan sendok dan garpu, ada aktivitas
lainnya yang dapat membantu meningkatkan kemampuan motorik halus anak
diantaranya adalah mencocok, menjepit, mengambil benda dengan capit, dan
menjahit gambar.
Selain perkembangan motorik kasar yang meningkat,
perkembangan motorik halus juga meningkat. Pada usia ini koordinasi mata,
tangan anak semakin baik. Anak sudah dapat menggunakan kemampuan untuk melatih
diri dengan bantuan orang dewasa. Anak dapat menyikat gigi, menyisir,
mengancingkan baju, membuka dan memakai sepatu, melipat, meronce, dan lain-lain.
Kelenturan tangannya juga semakin baik. Anak dapat menggunakan tangannya untuk
berkreasi. Faktor-faktor pendukung dalam meningkatkan perkembangan motorik
kasar maupun motorik halus antara lain adalah mainan atau lingkungan yang
memungkinkan anak untuk melatih keterampilan motoriknya (Izzaty, 2005 : 55).
Kegiatan motorik halus sebaiknya sudah diperkenalkan kepada anak-anak
usia prasekolah. Tentu saja hal ini seiring dengan kegiatan motorik kasarnya.
Sebab kegiatan motorik halus merupakan langkah awal bagi pematangan dalam hal
menulis dan menggambar. Anak-anak memerlukan persiapan yang matang sebelum
mereka bersekolah, sehingga kelak diharapkan mereka mampu menguasai
gerakan-gerakan yang akan dilakukan nantinya pada saat bersekolah.
Sudah menjadi ciri khas, hampir semua anak memiliki sifat ingin tahu yang
tinggi, memiliki imajinasi yang alami serta kreatif. Anak-anak akan beradaptasi
dan merespon dengan cepat ketika mereka berinteraksi dengan orang-orang atau
benda yang ada di lingkungannya. Mereka sangat tertarik dengan berbagai hal,
seperti bagaimana sesuatu bekerja atau mengapa sesuatu terjadi sebagaimana
sesuatu itu terjadi.
Keterampilan motorik halus adalah aktivitas-aktivitas
yang memerlukan pemakaian otot-otot kecil pada tangan. Aktivitas ini termasuk memegang
benda kecil seperti manik-manik, butiran kalung, memegang sendok, memegang
pensil dengan benar, menggunting, melipat kertas, mengikat tali sepatu,
mengancing, dan menarik ritsleting. Aktivitas tersebut terlihat mudah namun
memerlukan latihan dan bimbingan agar anak dapat melakukannya secara baik dan
benar (Hamdani, 2010:25).
Sumantri (2005:9) menyatakan bahwa aktivitas
pengembangan keterampilan motorik halus anak TK bertujuan untuk melatih
kemampuan koordinasi motorik anak. Koordinasi antara tangan dan mata dapat
dikembangkan melalui kegiatan permainan membentuk atau memanipulasi dari tanah
liat/lilin/adonan, memalu, menggambar, mewarnai, menempel dan menggunting,
memotong merangkai benda dengan benar atau meronce, dan menjahit.
Setiap
metode yang digunakan diharapkan dapat menjadikan situasi kegiatan belajar mengajar yang efektif kepada siswa. Guru memberikan pengalaman kepada para
siswa, sebagai pengayom, sebagai tempat bertanya, sebagai pengarah, sebagai
pembimbing, sebagai fasilitator dan sebagai organisator dalam belajar. Guru
harus memperlakukan anak didik dengan penuh kasih sayang, membimbing anak didik
ke arah selalu ingin tahu dan tidak lekas puas dengan hasil yang dicapai.
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman penulis selama
mengajar di TK Wiyata Handayani Purwakarta khususnya kelompok B, kemampuan anak
dalam aspek motorik khususnya kemampuan motorik halus masih kurang berkembang.
Hal ini dikarenakan proses pembelajaran masih cenderung konvensional yaitu guru
menyampaikan materi yang ada di buku atau majalah. Pembelajaran yang menekankan
aspek pengembangan motorik halus yaitu berupa kegiatan menulis di buku/majalah,
meniru bentuk, atau menggambar.
Untuk
mengetahui kondisi anak mengenai perkembangan motorik halusnya peneliti juga
melakukan wawancara dengan guru kelompok B. Dari keterangan guru tersebut
menunjukkan bahwa kemampuan motorik halus anak secara umum masih kurang
berkembang. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan sehari-hari berupa menulis,
menggambar, menjiplak/meniru bentuk yang masih kurang. Metode yang diterapkan
dalam pembelajaran motorik halus lebih banyak menggunakan buku atau majalah
yang sudah tersedia.
Kegiatan-kegiatan
lain yang berkaitan dengan kegiatan pengembangan motorik halus masih jarang
dilaksanakan. Hambatan yang ditemui guru dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan
lain dalam upaya pengembangan motorik halus adalah belum tersedianya media,
alat dan bahan yang diperlukan. Guru mengalami kesulitan dalam mengajukan
penambahan sarana/media yang diperlukan bagi anak kepada pihak kepala sekolah
dan instansi terkait. Selain itu juga guru masih kurang menguasai metode
pembelajaran lain yang akan diberikan kepada anak.
No comments:
Post a Comment