Beranda

Welcome

Selamat Datang di Blog Sarana Informasi ...... Welcome on this blog...benvenuti nel nostro blog..bienvenue sur notre blog...Willkommen in unserem Blog... bienvenido a nuestro blog...... 블로그에 오신 것을 환영합니다 beullogeue osin geos-eul hwan-yeonghabnida....

Saturday, October 10, 2020

Latar Belakang Masalah Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Pada Anak Usia Dini

 


1.      Identifikasi Masalah

Anak usia dini merupakan masa peka bagi anak. Anak mulai sensitif untuk menerima berbagai upaya perkembangan seluruh potensi anak. Masa peka adalah masa terjadinya pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini merupakan masa untuk meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional, konsep diri, disiplin, kemandirian, seni, moral, dan nilai-nilai agama. Oleh sebab itu dibutuhkan kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal.

Anak merupakan individu yang unik dimana masing-masing memiliki bawaan, minat, kapabilitas, dan latar belakang kehidupan yang berbeda satu sama lain. Di samping memiliki kesamaan, anak juga memiliki keunikan tersendiri seperti dalam gaya belajar, minat, dan latar belakang keluarga. Meskipun terdapat pola urutan umum dalam perkembangan anak yang dapat diprediksi, namun pola perkembangan dan belajarnya tetap memiliki perbedaan satu sama lain.

Anak akan mempelajari sesuatu tidak dengan cara duduk tenang, mendengarkan keterangan-keterangan dari orang tua maupun guru, tetapi anak akan mempelajari sesuatu hal dengan cara bermain. Dalam kegiatannya saat bermain tersebut anak akan menemukan hal-hal baru yang sebelumnya tidak dia ketahui. Sesuai dengan karakteristik anak usia dini yang bersifat aktif melakukan berbagai kegiatan bermain, maka proses pembelajarannya adalah pada aktivitas anak dalam bentuk belajar sambil bermain. Program belajar mengajar bagi anak usia dini dirancang dan dilaksanakan sebagai suatu sistem yang dapat menciptakan dan memberi kemudahan bagi anak usia dini untuk belajar sambil bermain melalui berbagai aktivitas dan sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan serta kehidupan anak usia dini.

Pada saat memasuki usia 3 tahun, biasanya seorang anak akan semakin mandiri dan mulai mendekatkan diri pada teman-teman sebayanya. Pada tahapan usia anak mulai menyadari tentang apa yang dirasakan dan apa yang telah mampu dilakukan dan yang belum mampu dilakukan. Selain itu, pola kegiatan bermainnya pun telah berubah karena anak mulai memasuki tahapan bermain paralel di mana seorang anak bermain dengan anak lain tanpa interaksi dan tidak mau memberikan mainannya ketika ada yang ingin meminjam atau sebaliknya menolak mengembalikan mainan yang dipinjamnya. Hal ini berdampak pada kegiatan bermain mereka yang seringkali diwarnai dengan konflik atau pertikaian yang biasanya hanya bersifat sementara saja (Sujiono dan Sujiono, 2010: 23).

Perkembangan anak usia dini sifatnya holistik, yaitu dapat berkembang optimal apabila sehat badannya, cukup gizinya dan didik secara baik dan benar. Anak berkembang dari berbagai aspek yaitu berkembang fisiknya, baik motorik kasar maupun halus, berkembang aspek kognitif, aspek sosial dan emosional. Keterampilan motorik kasar pada anak diperlukan untuk mengendalikan seluruh gerak tubuhnya, sehingga anak mampu untuk melakukan gerak lari, jalan, melompat dan sebagainya. Sedangkan motorik halus merupakan kegiatan yang menggunakan bagian kecil dari tubuh terutama tangan, seperti menulis, menggunting, meniru bentuk, meniru gerakan orang lain dan sebagainya.

Selanjutnya Montessori menyatakan bahwa usia keemasan merupakan masa di mana anak mulai peka untuk menerima berbagai stimulasi dan berbagai upaya pendidikan dari lingkungannnya baik disengaja maupun tidak disengaja. Pada masa inilah terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis sehingga anak siap merespons dan mewujudkan semua tugas-tugas perkembangan yang diharapkan muncul pada pola perilakunya sehari-hari (Hainstock dalam Sujiono, 2009:54).

Perkembangan adalah suatu perubahan yang progresif dan berkesinambungan yang ada dalam setiap diri manusia. Santrock (2007:183) menyebutkan bahwa perkembangan merupakan suatu proses yang sifatnya menyeluruh (holistik). Maksudnya perkembangan tersebut terjadi tidak hanya dalam aspek yang terjalin antara satu dengan yang lainnya.

Teori-teori perkembangan merupakan dasar pendidikan bagi anak usia dini sebab kebanyakan teori pendidikan anak usia dini dikembangkan berdasarkan teori perkembangan anak. Prinsip-prinsip pendidikan anak usia dini harus menjadi acuan dan landasan dalam melaksanakan dan mengembangkan pola pendidikan bagi anak usia dini.

Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal. Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke beberapa arah, yaitu pertumbuhan dan perkembangan fisik, kecerdasan dan sosioemosional.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 butir 14 menyatakan:

Pendidikan anak usia dini atau disingkat PAUD adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan dengan memberi rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

 

Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu upaya dalam rangka mengembangkan potensi dan bakat anak sehingga dapat berkembang secara optimal, sebagaimana dikemukakan Sujiono (2009:7) bahwa :

Pendidikan pada anak usia dini pada dasarnya meliputi seluruh upaya dan tindakan yang dilakukan oleh pendidik dan orang tua dalam proses perawatan, pengasuhan, dan pendidikan pada anak dengan menciptakan aura dan lingkungan dimana anak dapat mengeksplorasi pengalaman yang memberikan kesempatan kepadanya untuk mengetahui dan memahami pengalaman belajar yang diperolehnya dari lingkungan, melalui cara mengamati, meniru dan bereksperimen yang berlangsung secara berulang-ulang dan melibatkan seluruh potensi dan kecerdasan anak. Pendidikan anak usia dini pada dasarnya harus meliputi aspek keilmuan yang menunjang kehidupan anak dan terkait dengan perkembangan anak.

Pendidikan dasar anak usia dini pada dasarnya harus berdasarkan pada nilai-nilai filosofis dan religi yang dipegang oleh lingkungan yang berada di sekitar anak dan agama yang dianutnya. Di dalam Islam dikatakan bahwa “seorang anak terlahir dalam keadaan fitrah/Islam/lurus”, orang tua mereka yang membuat anaknya menjadi yahudi, nasrani atau majusi,” maka bagaimana kita bisa menjaga serta meningkatkan potensi kebaikan tersebut, hal itu tentu harus dilakukan dari sejak usia dini. 

Pada masa ini, anak sudah memiliki dasar tentang sikap moralitas terhadap kelompok sosialnya (orang tua, saudara dan teman sebaya). Melalui pengalaman berinteraksi dengan orang lain anak belajar memahami tentang kegiatan mana yang baik/boleh/diterima/disetujui atau buruk/tidak boleh/ditolak/tidak disetujui. (Yusuf, 2005:175).

Salah satu perkembangan yang dialami oleh anak usia dini adalah kemampuan motorik. Kemampuan motorik terdiri dari motorik halus dan motorik kasar. Hal tersebut sangat penting bagi kelangsungan kehidupan anak di kemudian hari, karena menentukan kemampuan anak beraktivitas dalam kehidupannya. Untuk itu diperlukan upaya pengembangan terhadap kemampuan motorik anak agar anak dapat melakukan berbagai kegiatan sehari-hari. Kegiatan pengembangan kemampuan motorik anak dilakukan dalam kegiatan pembelajaran dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan pengembangan kemampuan lainnya. Akan tetapi perlu diperhatikan metode pembelajaran yang disampaikan kepada anak.

Perkembangan motorik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam perkembangan anak secara keseluruhan. Perkembangan fisik sangat berkaitan erat dengan perkembangan motorik anak. Perkembangan motorik meliputi motorik kasar dan halus. Perkembangan ini akan berpengaruh pada kemampuan sosial emosi, bahasa dan fisik anak. Dalam pembelajaran di Taman Kanak-Kanak aspek pengembangan yang dikembangkan terdiri dari aspek pembiasaan, kognitif, berbahasa, seni, fisik dan motorik.

Perkembangan motorik adalah perubahan-perubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya (maturation) yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah). Sementara itu, menurut Chaplin (Yusuf, 2009: 25) mengartikan perkembangan motorik sebagai : (1) perubahan yang berkesinambungan dan progresif dalam organisme dari lahir sampai mati, (2) pertumbuhan, (3) perubahan dalam bentuk dan dalam integrasi dari bagian-bagian jasmaniah ke dalam bagian-bagian fungsional, (4) kedewasaan atau kemunculan pola-pola asasi dari tingkah laku yang tidak dipelajari.

Pada anak usia 5 tahun, syaraf-syaraf yang berfungsi mengontrol gerakan motorik sudah mencapai tingkat kematangannya dan menstimulasi serta mendorong berbagai kegiatan motorik yang dilakukan anak secara luas dalam kegiatannya. Otot besar yang mengontrol berbagai gerakan motorik kasar berkembang lebih cepat apabila dibandingkan dengan otot halus yang mengontrol berbagai kegiatan motorik halus. Pada waktu bersamaan persepsi visual motorik anak ikut berkembang dengan pesat, seperti mengisi gelas dengan air, menggambar, mewarnai dengan tidak keluar garis. Di usia 5 tahun anak telah memiliki kemampuan motorik yang bersifat kompleks yaitu kemampuan untuk mengkombinasikan gerakan motorik dengan seimbang seperti berlari sambil melompat dan mengendarai sepeda.

Ketika anak mampu melakukan suatu gerakan motorik, maka akan termotivasi untuk bergerak kepada motorik yang lebih luas lagi. Aktivitas fisiologis meningkat dengan tajam. Anak seakan-akan tidak mau berhenti melakukan aktivitas fisik, baik yang melibatkan motorik kasar maupun motorik halus. Pada saat mencapai kematangan untuk terlibat secara aktif dalam aktivitas fisik yang ditandai dengan kesiapan dan motivasi yang tinggi dan seiring dengan hal tersebut, perlu diberikan berbagai kesempatan dan pengalaman yang dapat meningkatkan keterampilan motorik anak secara optimal (Saputra, 2005:36).

Seringkali perkembangan motorik anak prasekolah diabaikan atau bahkan dilupakan oleh orang tua. Hal ini dikarenakan belum pahamnya mereka bahwa perkembangan motorik menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan anak usia dini karena sebagian besar orang tua dan pembimbing lebih mengedepankan perkembangan kognitif saja. Padahal perkembangan tidak hanya dalam aspek kognitif melainkan meliputi seluruh aspek yakni perkembangan bahasa, sosial emosional, moral agama serta perkembangan fisik motorik anak. Perkembangan fisik motorik sangat berpengaruh terhadap perkembangan-perkembangan yang lainnya. Seperti yang dikemukakan oleh para ahli perkembangan.

Selain perkembangan motorik kasar yang meningkat, perkembangan motorik halus juga meningkat. Pada usia ini koordinasi mata, tangan anak semakin baik. Anak sudah dapat menggunakan kemampuan untuk melatih diri dengan bantuan orang dewasa. Anak dapat menyikat gigi, menyisir, mengancingkan baju, membuka dan memakai sepatu, melipat, meronce, dan lain-lain. Kelenturan tangannya juga semakin baik. Anak dapat menggunakan tangannya untuk berkreasi. Faktor-faktor pendukung dalam meningkatkan perkembangan motorik kasar maupun motorik halus antara lain adalah mainan atau lingkungan yang memungkinkan anak untuk melatih ketrampilan motoriknya (Izzaty, 2005 : 55).

Dalam perkembangan anak biasanya kemampuan motorik kasar lebih dahulu berkembang daripada kemampuan motorik halus. Hal ini terbukti ketika anak sudah dapat berjalan dengan menggunakan otot-otot kakinya. Kemudian anak baru mampu dapat mengontrol tangan dan jari-jarinya untuk menggambar atau menggunting. Keterampilan motorik halus pada umumnya memerlukan jangka waktu yang relatif lama untuk penyesuaiannya.

Sebagian anak mengalami kesulitan dalam keterampilan motorik halus dilatarbelakangi oleh pesatnya kemajuan teknologi jaman sekarang seperti video games dan komputer, anak-anak kurang menggunakan waktu mereka untuk permainan yang memakai motorik halus. Ini bisa menyebabkan kurang berkembangnya otot-otot halus pada tangan. Keterlambatan perkembangan otot-otot ini menyebabkan kesulitan menulis ketika anak masuk sekolah.

 

Anak-anak pada umumnya masih memiliki kemampuan motorik halus yang masih rendah terutama pada kegiatan pramenulis seperti cara memegang pensil yang belum benar, membuat garis yang belum rapi, menjiplak bentuk yang belum rapi, kesulitan membuat bentuk-bentuk tulisan dan mewarnai yang masih terlihat belum rapi dan keluar garis.

Perkembangan motorik halus pada anak merupakan suatu hal yang sangat penting bagi perkembangan anak. Anak membutuhkan belajar menggunakan tangan dengan baik agar dapat menggerakkan mainan dan untuk keterampilan hidup seperti makan dan memakai pakaian sendiri. Mereka belajar mengkoordinasikan mata dan gerakan tangan sehingga dapat menggunakan bermacam alat permainan.

Gerakan motorik halus yang terlihat saat usia TK, antara lain adalah anak mulai dapat menyikat giginya, menyisir, membuka dan menutup resleting, memakai sepatu sendiri, mengancingkan pakaian, serta makan sendiri dengan menggunakan sendok dan garpu. Semakin baiknya gerakan motorik halus anak membuat anak dapat berkreasi, seperti menggunting kertas dengan hasil guntingan yang lurus dan lain sebagainya.

Selain gerakan motorik halus seperti: menyikat gigi, menyisir, membuka dan menutup resleting, memakai sepatu sendiri, mengancingkan pakaian, serta makan sendiri dengan menggunakan sendok dan garpu, ada aktivitas lainnya yang dapat membantu meningkatkan kemampuan motorik halus anak diantaranya adalah mencocok, menjepit, mengambil benda dengan capit, dan menjahit gambar.

Selain perkembangan motorik kasar yang meningkat, perkembangan motorik halus juga meningkat. Pada usia ini koordinasi mata, tangan anak semakin baik. Anak sudah dapat menggunakan kemampuan untuk melatih diri dengan bantuan orang dewasa. Anak dapat menyikat gigi, menyisir, mengancingkan baju, membuka dan memakai sepatu, melipat, meronce, dan lain-lain. Kelenturan tangannya juga semakin baik. Anak dapat menggunakan tangannya untuk berkreasi. Faktor-faktor pendukung dalam meningkatkan perkembangan motorik kasar maupun motorik halus antara lain adalah mainan atau lingkungan yang memungkinkan anak untuk melatih keterampilan motoriknya (Izzaty, 2005 : 55).

Kegiatan motorik halus sebaiknya sudah diperkenalkan kepada anak-anak usia prasekolah. Tentu saja hal ini seiring dengan kegiatan motorik kasarnya. Sebab kegiatan motorik halus merupakan langkah awal bagi pematangan dalam hal menulis dan menggambar. Anak-anak memerlukan persiapan yang matang sebelum mereka bersekolah, sehingga kelak diharapkan mereka mampu menguasai gerakan-gerakan yang akan dilakukan nantinya pada saat bersekolah.

Sudah menjadi ciri khas, hampir semua anak memiliki sifat ingin tahu yang tinggi, memiliki imajinasi yang alami serta kreatif. Anak-anak akan beradaptasi dan merespon dengan cepat ketika mereka berinteraksi dengan orang-orang atau benda yang ada di lingkungannya. Mereka sangat tertarik dengan berbagai hal, seperti bagaimana sesuatu bekerja atau mengapa sesuatu terjadi sebagaimana sesuatu itu terjadi.

Keterampilan motorik halus adalah aktivitas-aktivitas yang memerlukan pemakaian otot-otot kecil pada tangan. Aktivitas ini termasuk memegang benda kecil seperti manik-manik, butiran kalung, memegang sendok, memegang pensil dengan benar, menggunting, melipat kertas, mengikat tali sepatu, mengancing, dan menarik ritsleting. Aktivitas tersebut terlihat mudah namun memerlukan latihan dan bimbingan agar anak dapat melakukannya secara baik dan benar (Hamdani, 2010:25).

Sumantri (2005:9) menyatakan bahwa aktivitas pengembangan keterampilan motorik halus anak TK bertujuan untuk melatih kemampuan koordinasi motorik anak. Koordinasi antara tangan dan mata dapat dikembangkan melalui kegiatan permainan membentuk atau memanipulasi dari tanah liat/lilin/adonan, memalu, menggambar, mewarnai, menempel dan menggunting, memotong merangkai benda dengan benar atau meronce, dan menjahit.

Setiap metode yang digunakan diharapkan dapat menjadikan situasi kegiatan belajar mengajar yang efektif kepada siswa. Guru memberikan pengalaman kepada para siswa, sebagai pengayom, sebagai tempat bertanya, sebagai pengarah, sebagai pembimbing, sebagai fasilitator dan sebagai organisator dalam belajar. Guru harus memperlakukan anak didik dengan penuh kasih sayang, membimbing anak didik ke arah selalu ingin tahu dan tidak lekas puas dengan hasil yang dicapai.

Berdasarkan pengamatan dan pengalaman penulis selama mengajar di TK Wiyata Handayani Purwakarta khususnya kelompok B, kemampuan anak dalam aspek motorik khususnya kemampuan motorik halus masih kurang berkembang. Hal ini dikarenakan proses pembelajaran masih cenderung konvensional yaitu guru menyampaikan materi yang ada di buku atau majalah. Pembelajaran yang menekankan aspek pengembangan motorik halus yaitu berupa kegiatan menulis di buku/majalah, meniru bentuk, atau menggambar.

Untuk mengetahui kondisi anak mengenai perkembangan motorik halusnya peneliti juga melakukan wawancara dengan guru kelompok B. Dari keterangan guru tersebut menunjukkan bahwa kemampuan motorik halus anak secara umum masih kurang berkembang. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan sehari-hari berupa menulis, menggambar, menjiplak/meniru bentuk yang masih kurang. Metode yang diterapkan dalam pembelajaran motorik halus lebih banyak menggunakan buku atau majalah yang sudah tersedia.

Kegiatan-kegiatan lain yang berkaitan dengan kegiatan pengembangan motorik halus masih jarang dilaksanakan. Hambatan yang ditemui guru dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan lain dalam upaya pengembangan motorik halus adalah belum tersedianya media, alat dan bahan yang diperlukan. Guru mengalami kesulitan dalam mengajukan penambahan sarana/media yang diperlukan bagi anak kepada pihak kepala sekolah dan instansi terkait. Selain itu juga guru masih kurang menguasai metode pembelajaran lain yang akan diberikan kepada anak.

No comments:

Post a Comment

About

Popular Posts