Anak
adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang masih harus dikembangkan. Anak
memiliki karakteristik tertentu yang khas dan tidak sama dengan orang dewasa,
mereka selalu aktif, dinamis, antusias, dan ingin tahu terhadap apa yang
dilihat, didengar, dirasakan, mereka seolah-olah tak pernah berhenti
bereksplorasi dan belajar (Sujiono, 2009:6). Anak usia dini atau anak usia
prasekolah merupakan fase perkembangan individu, ketika anak mulai memiliki
kesadaran tentang dirinya sebagai pria atau wanita, dapat mengatur diri dalam
buang air (toilet training), dan
mengenal beberapa hal yang dianggap berbahaya (mencelakakan dirinya) (Yusuf,
2005:162).
Anak usia dini adalah sosok
individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat dan
fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Anak usia dini berada pada rentang usia
0-8 tahun. Pada masa ini proses pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai
aspek sedang mengalami masa yang cepat dalam rentang perkembangan hidup
manusia. Proses pembelajaran sebagai bentuk perlakuan yang diberikan pada anak
harus memperhatikan karakteristik yang dimiliki setiap tahapan perkembangan
anak (Sujiono, 2009:6).
Pada saat memasuki usia 3 tahun, biasanya
seorang anak akan semakin mandiri dan mulai mendekatkan diri pada teman-teman
sebayanya. Pada tahapan usia anak mulai menyadari tentang apa yang dirasakan
dan apa yang telah mampu dilakukan dan yang belum mampu dilakukan. Selain itu,
pola kegiatan bermainnya pun telah berubah karena anak mulai memasuki tahapan
bermain paralel di mana seorang anak bermain dengan anak lain tanpa interaksi
dan tidak mau memberikan mainannya ketika ada yang ingin meminjam atau
sebaliknya menolak mengembalikan mainan yang dipinjamnya. Hal ini berdampak
pada kegiatan bermain mereka yang seringkali diwarnai dengan konflik atau
pertikaian tetapi biasanya hanya bersifat sementara saja (Sujiono dan Sujiono,
2010:23).
Pada
hakikatnya anak usia dini selalu termotivasi untuk bermain. Artinya bermain
secara alamiah memberi kepuasan pada anak. Melalui bermain bersama dalam
kelompok atau sendiri tanpa orang lain, anak mengalami kesenangan yang lalu
memberikan kepuasan baginya (Montolalu, 2009:2).
Menurut
Montessori (dalam Putra dan Dwilestari, 2012:35) mengemukakan bahwa anak usia
dini menyerap ilmu pengetahuan secara langsung ke dalam alam psikisnya.
Semata-mata dengan melanjutkan hidup, anak belajar menuturkan bahasa
ibu/aslinya. Anak menciptakan “otot mentalnya” sendiri dengan menggunakan
segala sesuatu yang dijumpainya di sekelilingnya untuk tujuan itu.
No comments:
Post a Comment