Kaidah fiqih muamalah
berlaku di ranah ekonomi, dan oleh karenanya ia bersifat juz’iy. Ia diturunkan dari kaidah induk yang bersifat kully seperti dari kaidah: (1) al-umur bimaqashidih; (2) al-yaqin la yuzal
bi al-syak (3) al-dharar yuzal (4) al-masyaqat tajlin al-taisir, dan (5)
al-‘adat muhakkamat. Dalam ranah UU No. 21 tahun 2008, maqashid tersirat di Pasal 4 yaitu keadilan dan kesejahteraan
ekonomi masyarakat yang bebas dari unsur gharari,
haram, maisyir dan penindasan. Kaidah ini berdampak tertutupnya perilaku
perbankan syariah yang menyimpang, yaitu kegiatan usaha yang bertentangan
dengan prinsip hukum Islam sehingga kaidah berperan sebagai syad dzara’i (penyumbat kejahatan).
Hukum
asal bermuamalah adalah diperbolehkan sedangkan transaksi berperdoman kepada
kelaziman. Kedua kaidah memberikan makna bahwa hukum asal itu berlaku selama
tidak ada ketentuan atau dalil lain yang mengharamkannya, akibat dari perilaku
muamalah yang menyalahi hukum Islam. Oleh karenanya semua transaksi ekonomi
pada asalnya diperkenankan kecuali apabila di dalamnya terdapat unsur
ketidaklaziman dan atau bertentangan dengan kaidah hukum Islam.
Dalam
UU No. 21 terekam kaidah sebagai berikut ; (1) kaidah diterjemahkan oleh UU,
umpamanya dalam bentuk status hukum bermuamalah dengan landasan syariah
diperbolehkan (pasal 2), tujuan ekonomi syariah Pasal 3, dan fungsi perbankan
syariah Pasal 4, (2) dhbit
diaplikasikan oleh UU dalam bentuk keragaman transaksi muamalah yang
dipergunakan dalam jenis dan macam kegiatan usaha perbankan seperti al-mudharabat di 13 tempat, yaitu di
Pasal 1 angka 21, 22, 24, dan 25. Pasal 19 angka 1 huruf b, c dan I; Pasal 19
huruf b, c, I; pasal 21 huruf a angka 2 dan huruf b angka 1; dan pasal 21 huruf
c. Istilah mudharabat bersumberkan Alquran dan secara langsung disebut dalam
kitab fiqih dan fatwa ulama.[1]
[1]
Lihat Abd. Al-Rahman al-Juzairi, Kitab
al-Fiqih ‘ala Madzahib al-Arba’at, (Beirut Libanon: Dar al-Fikr, 1991) Juz
III, hlm. 34; Sayid Sabiq, op.cit. Jilid III Cet. IV hlm, 212; Dewan Syariah
Nasional dan Majelis Ulama Indonesia, Himpunan
Fatwa Dewan Syariah Nasional. (Jakarta: Intermasa, 2003), edisi II, hlm. 21
No comments:
Post a Comment