Beranda

Welcome

Selamat Datang di Blog Sarana Informasi ...... Welcome on this blog...benvenuti nel nostro blog..bienvenue sur notre blog...Willkommen in unserem Blog... bienvenido a nuestro blog...... 블로그에 오신 것을 환영합니다 beullogeue osin geos-eul hwan-yeonghabnida....

Friday, April 23, 2021

PERAN MEDIA MASSA TERHADAP PANDEMI COVID-19 DI INDONESIA

 


 

Pada masa pra komunikasi media massa, umumnya orang bergantung kepada orang-orang lain untuk mencatat, menafsirkan, menyampaikan pesan-pesan kepadanya dengan cara yang amat pribadi. Zaman komunikasi massa tiba ketika orang-orang telah mampu menciptakan mesin reproduksi yang dapat menggantikan komunikator pribadi dan melipatgandakan pesan- pesannya. Maka setelah perkembangan media massa sebagai sarana informasi di Indonesia, tidak terlepas dari jalannya pembangunan nasional di segala sektor kehidupan masyarakat. Kecenderungan misi media massa pada posisi terpenting dalam perumusan pola kebijakan pembangunan nasional untuk itu harus di topang institusi, pengontrol serta perangkat aturan lain, yang jelas konsep dan pelaksanaanya (kode etik media massa). Terjadinya penyimpangan kode etik pada media massa disebabkan oleh lemahnya kontrol terhadap media massa serta tidak dilaksanakannya secara tegas UU untuk kode etik yang dibuat agar tidak terjadi efek media massa yang negatif dan dapat menyebabkan ketimpangan dalam agama.

Media merupakan sarana komunikasi bagi masyarakat, yang terletak di antara dua pihak sebagai perantara atau penghubung. Sedangkan McLuhan bersama Quentin Fiore, menyatakan bahwa “media setiap zamannya menjadi esensi masyarakat” hal ini menunjukkan bahwasanya masyarakat dan media selalu berkaitan dan media menjadi bagian yang penting dalam kehidupan masyarakat, sadar atau tidak sadar bahwa media memiliki pengaruh yang berdampak positif maupun negatif dalam pola dan tingkah laku masyarakat.

Media massa meliputi media cetak, media elektronik dan media online. Media cetak terbagi menjadi beberapa macam diantaranya seperti koran, majalah, buku, dan sebagainya, begitupula dengan media elektronik terbagi menjadi dua macam, diantaranya radio dan televisi, sedangkan media online meliputi media internet seperti website, dan lainnya. Jika dilihat dari kemampuannya menarik perhatian manusia (masyarakat), ketiga jenis media massa tersebut sama-sama memiliki strategi dalam menarik perhatian khalayak. Mengenai menarik perhatian masyarakat, media sosial yang merupakan bagian dari media online bisa saja lebih aktif dalam mengalihkan perhatian masyarakat dari media massa dan hanya tertuju pada media sosial.

Jika khalayak tersebar tanpa diketahui dimana mereka berada, maka biasanya digunakan media massa. Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber ke penerima dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio dan televisi. Adapun karakteristik media massa menurut Hafied Cangara (1998: 134- 135) adalah:

1.   Bersifat melembaga, artinya pihak yang mengelola media terdiri dari banyak orang, yakni mulai dari pengumpulan, pengelolaan sampai pada penyajian informasi.

2.   Bersifat satu arah, artinya komunikasi yang dilakukan kurang memungkinkan terjadinya dialog antara pengirim dan penerima. Kalau toh terjadi reaksi atau umpan balik, biasanya memerlukan waktu dan tertunda.

3.   Meluas dan serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak, karena ia memiliki kecepatan bergerak secara luas dan simultan, dimana informasi yang disampaikan diterima oleh banyak orang pada saat  yang sama.

4.   Memakai peralatan teknis atau mekanis, seperti radio, televisi, film dan semacamnya. Bersifat terbuka, artinya pesannya dapat diterima oleh siapa saja dan dimana saja tanpa mengenal usia, jenis kelamin, dan suku bangsa.

Jadi, media massa adalah industri dan teknologi komunikasi yang mencakup surat kabar, majalah, radio, televisi dan film. Istilah ‘massa’ mengacu pada kemampuan teknologi komunikasi untuk mengirimkan pesan melalu ruang dan waktu dan menjangkau banyak orang.

Media massa sering digunakan untuk menimbulkan perubahan yang melibatkan difusi atau suatu inovasi atau tipe lain program intervensi sosial. Di pihak lain, beberapa peneliti menggarisbawahi fungsi konservatif media massa. Mereka mengungkapkan bahwa fungsi media massa yang lebih umum ialah untuk memperkuat kepercayaan yang telah ada, attitude, dan cara mengerjakan sesuatu, daripada mendorong perubahan.

Media mencerminkan keadaan suatu masyarakat, artinya bahwa realitas yang ada dalam masyarakat kemudian dikonstruksi kembali ke dalam media dengan cara yang berbeda sesuai dengan kapasitas, struktur kelembagaan dan ideologi media. Semua elemen tersebut berpadu dan membentuk gambaran tayangan yang hadir ke hadapan publik. Tidaklah mengherankan jika satu event/kejadian  yang  sama  seperti  bencana  alam,  kecelakaan  dan  kegiatan seremoni bisa dihadirkan secara berbeda. Ini disebabkan karena media mengambilnya dari sudut (angle) yang berbeda dan dipersepsikan secara berbeda pula. Bagaimanapun warna sebuah berita setidaknya ditentukan oleh wartawan di lapangan, redaktur, kebijakan redaksional, visi dan ideologi media. Elemen tersebut merupakan bagian tak terpisahkan dari proses produksi pesan baik pada media cetak maupun elektronik.

Perkembangan teknologi telah menempatkan komunikasi di garis depan dari sebuah perubahan sosial. Dalam konteks ini perubahan dan dinamika dalam suatu masyarakat dipengaruhi oleh proses komunikasi lintas wilayah dan budaya. Komunikasi mempengaruhi pola perilaku, gaya hidup, cara pandang, dan tatanan sosial masyarakat. Seiring globalisasi, dinamika kehidupan manusia modern melingkupi pergerakan manusia, barang atau gagasan di antara negara dan akselerasi wilayah. Ada empat dimensi pokok globalisasi yang saat ini dapat kita jadikan acuan menggali hubungan ekonomi dan kapital; media, informasi dan teknologi komunikasi, imigrasi dalam skala besar, produksi kebudayaan dan konsumerisme.

Perkembangan media massa modern menempatkan media tidak lagi dipahami dalam konteks sebagai institusi sosial dan politik belaka, melainkan juga harus dilihat dalam konteks institusi ekonomi. Fakta menunjukkan bahwa media telah tumbuh bukan saja sebagai alat sosial, politik, dan budaya, tetapi juga sebagai perusahaan yang menekankan keuntungan ekonomi. Institusi media harus dinilai sebagai dari sistem ekonomi yang juga bertalian erat dengan sistem politik. Inilah yang dimaksudkan bahwa media mempunyai dua karakter yang tidak terpisahkan: karakter sosial-budaya-politik dan karakter ekonomi. Faktor ekonomi rupanya menjadi faktor penentu dalam memengaruhi seluruh perilaku media massa modern.

Perkembangan teknologi telah menempatkan komunikasi di garis depan dari sebuah perubahan sosial. Dalam konteks ini perubahan dan dinamika dalam suatu masyarakat dipengaruhi oleh proses komunikasi lintas wilayah dan budaya. Komunikasi mempengaruhi pola perilaku, gaya hidup, cara pandang, dan tatanan sosial masyarakat. Seiring globalisasi, dinamika kehidupan manusia modern melingkupi pergerakan manusia, barang atau gagasan di antara negara dan akselerasi wilayah. Ada empat dimensi pokok globalisasi yang saat ini dapat kita jadikan acuan menggali hubungan ekonomi dan kapital; media, informasi dan teknologi komunikasi, imigrasi dalam skala besar, produksi kebudayaan dan konsumerisme.

Dalam situasi dimana pergulatan ideologi berlangsung dengan ketat, bangsa Indonesia mengalami tekanan yang mengakibatkan keterpurukan dan krisis dalam berbagai aspek kehidupan – khususnya watak bangsa (nation character) sehingga sulit melihat dengan jernih bagaimana kolonialisme bermetamorfosis dengan banyak istilah seperti ‘globalisasi ekonomi’ yang secara perlahan masuk melalui banyak pintu. Kolonialisme dan kapitalisme selalu bermuara pada pengerukan sebanyak-banyaknya sumber-sumber produksi untuk mencapai keuntungan sebanyak-banyaknya. Paham ini mulai berkembang di kota-kota utama dunia besar sebagai pusat masuknya informasi yang kemudian merembes ke kota besar dan kota-kota kecil lainnya lewat istilah kosmopolitan. Karena istilah ini lahir dalam budaya Barat – tentu saja tidak terlepas dari akar ideologi tersebut. Pada intinya istilah kosmopolitan mengandung dimensi keanekaragaman lalu lintas budaya dari berbagai kutub peradaban. Namun yang kemudian terjadi adalah istilah ini kemudian menyempit dan menjadi ‘made in USA’.

Salah satu pengertian sempit globalisasi adalah Amerikanisasi – pengertian ini rasanya tidak berlebihan bila melihat desarnya arus modal Amerika yang menembus berbagai belahan dunia. Pada tahun 2002 Divisi Kependudukan PBB mencatat bahwa Mc. Donald’s sebagai salah satu ‘made in Amerika’ terkemuka memiliki 30.000 warung di 118 negara di dunia dan diperkirakan dalam dekade 1999 - 2000 an setiap hari ada 3 warung Mc.Donald’s di buka, bisa dibayangkan bagaimana derasnya penetrasi label Amerika di hampir seluruh penjuru dunia.

Penetrasi ini secara perlahan menggiring berbagai lapisan masyarakat terutama generasi muda yang dengan tidak sadar membangun konsep diri (self concept) yang rentan menimbulkan rasa minder (inferior) bila mengidentifikasikan diri di saat juga harus menghadapi masalah dan tekanan dari luar dan dalam budaya sendiri. Mereka merasa malu dan minder bila tidak nongkrong di KFC, berbalut merek Blue Jeans dan Lee Cooper serta rasa minder kalau tidak mengidentifikasikan dirinya dengan label-label Barat. Bila ini menjangkiti generasi muda maka disinilah pintu masuknya Amerikanisasi berawal, khasanah nilai-nilai dan kearifan lokal yang mengagungkan kesederhanaan, beralih dengan mempersepsikan sesuatu sesuai dengan standar materi dan hedonisme.

Tayangan yang hadir di layar kaca mewakili secara simbolis realitas yang ada didalam masyarakat. Jika saat ini - misalnya dalam program stasiun televisi di negeri ini saat ini banyak yang bermunculan tayangan bertema hantu - itulah realitas masyarakat kita. Lalu ketika muncul protes dan kritikan karena dianggap kurang mendidik apakah mesti dibuatkan Undang - Undang Anti hantu seperti halnya Rencana Undang-Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi yang saat ini sedang digagas dan menimbulkan pro dan kontra?

Meskipun banyak pendapat yang mengatakan bahwa realitas dalam masyarakat dikonstruksi kembali kedalam media melalui film dan sinetron namun semuanya belumlah merupakan realitas sesungguhnya. Kita bisa melihat bagimana sinetron di televisi sebagai hiburan yang mengangkat “realitas perempuan” yang mayoritas penontonnya perempuan muda, ibu-ibu dan pembantu rumah-tangga. Kebanyakan tayangan tersebut menampilkan perempuan yang memarahi anak gadis, suami, pembantu hingga tetangganya sampai kelihatan urat lehernya. Mungkin salah satu sebab mengapa para tenaga kerja wanita yang berprofesi sebagai PRT yang dikirim keluar negeri mengalami pelecehan karena dari dalam negeri sendiri terlalu sering dikatakan pembantu bodoh dan dungu. Secara tidak sadar perempuan Indonesia direpresentasikan oleh seringnya tokoh perempuan menangis dalam begitu banyak episode Sinetron dan film serta pakaian minim artis dan liuk tubuh penyanyi dangdut perempuan. Pertanyaannya adalah apakah realitas yang dikonstruksi media tersebut identitas perempuan bangsa Indonesia? Jawabannya mungkin bukan mencerminkan identitas perempuan Indonesia tetapi itulah realitas perempuan Indonesia saat ini.

Diakui atau tidak, media massa telah menarik begitu banyak energi sosial mulai dari pakaian, cita rasa, hingga pemakaian bahasa. Melalui media massa elemen-elemen budaya pop Amerika seakan menjadi menu yang melebur dan membentuk watak budaya pop di Indonesia, merembes dari kota-kota besar lalu menuju kota-kota kecil. Lihatlah bagaimana Britney Spears, Christina Aguillera atau Ashley Simpson kemudian menular ke Agnes Monika dan artis remaja lainnya dan menjadi ikon remaja yang diikuti gaya dandanannya. Kalau kebetulan ke Jakarta dan berjalan-jalan ke pusat perbelanjaan maka kita akan menjumpai begitu banyak istilah yang campur aduk mulai dari hingar-bingar pemakaian kata-kata bahasa Inggris tertentu seperti “thank you”, “okay”, atau “cool” sampai “so what gitu loh” di hampir semua media elektronik, Summit Building, Plaza Senayan, Atrium Plaza Senen, Depok Trade Center dan masih banyak lagi – bahkan sudah merambah ke daerah tercinta lewat “Sultan Square” - hanya untuk memberi label tempat merupakan ciri dari bahasa budaya pop Indonesia. Akibatnya sering tidak terhindar dari kelatahan salah kaprah pemahaman makna padahal begitu banyak padanannya dalam bahasa Indonesia.

Bila kita menonton tayangan dari negeri lainnya di Asia seperti Jepang, Thailand dan Cina hampir tidak ditemukan eskpresi kemarahan berlebihan seperti di Indonesia. Keberadaan perempuan yang konstruksi dalam berbagai jenis sinetron atau apapun namanya boleh jadi merupakan gambaran kondisi psikologis yang disebut patologi sosial “masyarakat yang sakit” suatu masyarakat yang sakit secara sosial karena banyaknya himpitan persoalan yang tidak bisa dipecahkan sementara di lain pihak mereka tidak mempunyai kemampuan subsistensi sosial yang cukup kuat, suatu keadaan dimana masyarakat toleran dan sabar menghadapi berbagai macam persoalan hidup. Antonio Gramsci, seorang penyokong teori media kritis menyatakan bahwa proses hegemoni dapat muncul dalam banyak cara dan pola, intinya hal itu terjadi ketika sesuatu diinterpretasi pada cara yang menungkinkan kepentingan satu kelompok diatas yang lainnya. Mc.Quail dalam teori media kritis lainnya mengatakan bahwa media merupakan pemain utama dalam pertarungan ideologi, dimana ideologi yang dominan dapat diabadikan oleh media. Dalam pandangan marxisme klasik media merupakan instrumen kelas atau kelompok yang dominan dimana kaum kapitalis mengembangkan ideologinya. Media menyebarkan ideologi penguasaan dan menindas kelas lain dalam masyarakat.

Pada gilirannya apa yang tertangkap stasiun televisi di pusat kekuasaan kemudian merembes menuju kota lain dan kota-kota kecil sampai pelosok desa yang terjangkau siaran tersebut. Pada tahap ini tidak ada yang dapat membendung penetrasi berbagai nilai dan budaya dari luar selain kemampuan masyarakat itu sendiri untuk dapat menjadi jaring bagi sebuah ketahanan budaya dan kearifan lokal.

Pandemi virus corona covid-19 masih terjadi di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Bahkan hingga kini belum ada obat yang bisa menyembuhkan penyakit ini. Meskipun saat ini sudah vaksin yang bertujuan untuk mencegah dan mengatasi penularan virus corona covid-19. Sayangnya di tengah usaha semua negara untuk melawan pandemi covid-19, hoaks juga menjamur. Peran media sangat strategis untuk sosialisasi dan komunikasi saat menangani covid-19 ini. Negara kita saat ini sedang dalam ancaman covid-19 dan setiap komponen bangsa harus berpartisipasi untuk bela negara, termasuk para jurnalis.

Media massa memiliki peranan yang sangat penting dalam sirkulasi informasi terkait wabah Covid-19 baik antar satu daerah ke daerah lain maupun antara satu orang ke orang yang lain. Itu artinya, peran media massa merupakan suatu hal yang vital dalam mengatasi wabah Covid-19 ini. Media massa memiliki fungsi seperti dua sisi mata pisau, satu sisi positif jika digunakan dengan baik dan disisi yang lain bisa menjadi negatif jika berita yang disebarkan merupakan berita yang hoax. Media massa memiliki hal yang positif jika informasi yang disebarkan digunakan seperti sebagaimana mestinya. Misalnya, informasi bahayanya terkena Covid-19, cara mengidentifikasi gejala Covid-19, cara menghindari terkena Covid-19 dengan PHBS (Pola Hidup Bersih dan Sehat), dan bisa mengetahui berapa banyak orang yang sudah terkena Covid-19 didaerah masing-masing.

Informasi yang diberikan tersebut dapat membantu masyarakat untuk mengetahui lebih dini mengenai wabah Covid-19 ini. Selain itu, informasi yang disebarkan juga bisa membantu pemerintah untuk membuat data statistik penyebaran orang-orang yang sudah posifif terkena Covid-19, sehingga dapat lebih berhati-hati bagi masyarakat setempat yang tinggal di sana. Adapun dengan adanya media massa juga bisa membantu pemerintah dalam penyebaran informasi tentang wabah Covid-19 ini agar lebih cepat, akurat, dan terpercaya.

Media massa memiliki hal yang negatif jika informasi yang disebarkan tidak digunakan sebagaimana mestinya. Sebagai contoh berita yang disebarkan oleh suatu media massa adalah informasi yang hoax (tidak benar), informasi yang disebarkan digunakan untuk menakut-nakuti masyarakat, informasi yang disebarkan menimbulkan kekhawatiran dan keresahan antar sesama masyarakat, dan informasi yang disebarkan berupaya untuk membuat masyarakat melakukan judgement kepada orang yang terkena Covid-19.

Namun, sayangnya masyarakat malah percaya dengan berita hoax yang menyatakan bahwa tempat jenazah dimakamkan bisa menularkan virusnya ke orang lain juga. Selain itu, ada juga berita mengenai pengobatan-pengobatan tradisional yang mampu untuk terhindar dari Covid-19 ini. Padahal, berita ini tidaklah 100% benar akan bisa terhindar dari Covid-19 ini, melainkan obat-obatan tradisional ini hanyalah agar imun tubuh kita kuat, sehingga terhindar dari berbagai penyakit namun tidak juga bisa menjamin terhindar dari Covid-19 karena para ilmuwan masih belum meneliti tentang hal itu. Sedangkan saat ini para peneliti di berbagai belahan dunia manapun sedang meneliti tentang vaksin yang dapat digunakan dalam mengatasi wabah Covid-19 ini.

Peran media massa juga sangat penting untuk membantu pemerintah dalam menyebarkan informasi mengenai wabah covid-19 ini. Oleh karena itu, kita sebagai masyarakat awam seharusnya dapat memilah mana berita yang benar dan mana berita yang salah sehingga kita tidak berspekulasi yang tidak baik mengenai orang-orang yang menjadi korban terkena covid-19 ini. Bukankah kita juga sebagai umat Islam sudah diajarkan bagaimana untuk tetap ber-tabayyun terhadap berita yang kita dapatkan.

Hendaknya setiap informasi yang akan disampaikan haruslah informasi yang benar dan sesuai dengan fakta di lapangan. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an :

 

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar (QS. 33:70)

Hal ini dilakukan agar kita tidak mudah menyerap informasi yang tidak benar baik untuk diri kita sendiri maupun membagikan informasinya untuk orang lain. Adapun di antara langkah pemerintah untuk mengatasi penyebaran informasi yang hoax melalui media massa adalah dengan melakukan sosialisasi langsung ke masyarakat dan menyebarkan website-website terpercaya yang memang bisa menjadi rujukan masyarakat untuk mengetahui informasi terkini tentang perkembangan wabah Covid-19 ini. Di samping itu juga, control dan pengawasan terhadap situs ataupun website di dunia maya. Harapannya dengan ini semua informasi hoax terkait Covid-19 dapat dikikis habis.

Kesimpulan

Efek media massa selain positif juga memiliki dampak negatif. Pengelola komunikasi massa dapat dipastikan tidak berniat untuk menyebarkan dampak negatif kepada khalayaknya. Media massa harus memiliki efek menambah pengetahuan, mengubah sikap, menggerakkan perilaku. Efek yang terjadi pada tiga aspek yaitu efek pengetahuan (afektif), perasaan (kognitif), dan pada sikap perilaku (konatif).

Ada beberapa alasan yang mendorong kita untuk meningkatkan peranan media massa antara lain agar media dapat memperkenalkan dan mengintegrasikan inovasi yang diperlukan dalam perikehidupan masyarakat, agar media massa memperluas wawasan yang dapat mengurangi ketegangan yang menyertai perubahan di era global ini, agar media massa meredam konflik dengan menyediakan forum diskusi dan dialog antara individu maupun antarkelompok dalam masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Al-Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 70

 

Amir, Ma’ruf. 1999. Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam. Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu.

 

Cangara, Hafied.1998. Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

 

Effendy, Onong Uchjana.1991. Radio Siaran: Teori dan Praktek, Cet. III, Bandung: CV Mandar Maju.

 

Hamid, Farid dan Budianto, Heri. 2011. Ilmu Komunikasi Sekarang Dan Tantangan Masa Depan. Jakarta. Kencana Prenada Media Group

 

Jahi, Amri. 1993. Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara- Negara Dunia Ketiga: Suatu Pengantar, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

 

Muis, A. 2001. Komunikasi Islam, Cet I. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

 

Rivers L. W, dkk.2008. Media Massa & Masyarakat Modern. Terjemahan, Massa Media and Modern Society, Oleh Haris Munandar dan Dudy Priatna. Jakarta: Prenada Media Group.

 

 

No comments:

Post a Comment

About

Popular Posts