Notaris harus
bertanggung jawab secara pidana jika seorang notaris tersebut telah melakukan
perbuatan hukum yang dilarang oleh ketentuan perundang-undangan atau notaris
telah melakukan kesalahan atau perbuatan melawan hukum baik karena kesengajaan
atau kelalaian sehingga menimbulkan kerugian pihak lain.
Ketentuan
pidana yang dimaksud adalah perbuatan pidana yang dilakukan oleh seorang
notaris dalam kapasitasnya sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta,
bukan dalam konteks individu sebagai warga negara pada umumnya.
Ketentuan Pidana tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan
Notaris. UU tersebut hanya mengatur sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh
notaris terhadap UUJN, dan sanksi terhadap akta yang dibuat oleh notaris.
Perbuatan pidana merupakan perbuatan yang dalam hal ini dilarang oleh
aturan hukum, jika larangan tersebut dilanggar maka akan diikuti sanksi berupa
pidana tertentu. Seorang notaris dalam menjalankan jabatannya dan dikenai
sanksi pidana, maka yang dimaksudkan adalah pidana yang dilakukan oleh notaris
dalam kapasitasnya sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik
yang diamanatkan oleh UUJN, bukan merupakan kapasitas pribadi atau individu
dari notaris tersebut.
Pemidanaan terhadap notaris terjadi berdasarkan akta yang dibuat oleh atau
dihadapan notaris sebagai bagian dari pelaksanaan tugas jabatan atau kewenangan
notaris, tanpa memperhatikan aturan hukum yang berkaitan dengan tata cara
pembuatan akta dan hanya berdasarkan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP).
Tindakan hukum atau pelanggaran yang dilakukan oleh notaris dapat ditarik
atau dikualifikasikan sebagai suatu tindak pidana yang dilakukan oleh notaris
dengan dasar notaris telah membuat surat palsu atau memalsukan akta.
Aspek-aspek formal akta
notaris dapat dijadikan dasar atau batasan untuk memidanakan notaris, apabila
aspek-aspek tersebut terbukti secara sengaja yang artinya dengan kesadaran dan
keinsyafan serta direncanakan oleh notaris yang bersangkutan dan para pihak
atau penghadap, bahwa akta yang dibuat dihadapan dan oleh notaris dijadikan
suatu alat untuk melakukan suatu tindak pidana atau dalam pembuatan aktanya.
Secara pidana, notaris
harus bertanggungjawab terhadap pembuatan aktanya. Batasan-batasan notaris
dapat dipidana antara lain:
1.
Ada tindakan hukum yang dilakukan oleh notaris terhadap aspek formal akta
yang disengaja, artinya penuh kesadaran dan keinsyafan serta direncanakan,
bahwa akta yang dibuat dihadapan notaris atau oleh notaris, penghadap
bersama-sama dengan sepakat untuk dijadikan dasar untuk melakukan suatu tindak
pidana.
2.
Adanya tindakan hukum dari notaris dalam membuat akta dihadapan atau oleh
notaris yang jika diukur berdasarkan UUJN tidak sesuai dengan UUJN
3.
Tindakan tersebut tidak sesuai menurut instansi yang berwenang, instansi
yang dimaksud adalah Majelis Pengawas Notaris.
Notaris dalam
melaksanakan tugas jabatannya sebagai pejabat umum yang membuat akta otentik
haruslah menghindari dari tindakan atau perbuatan yang menimbulkan tindak
pidana, misalnya pemalsuan akta.
Apabila dalam pembuatan
aktanya seorang notaris telah melanggar aturan tersebut maka seorang notaris
harus dapat bertanggungjawab apabila dibuktikan bahwa notaris tersebut
bersalah.
Sebelum pengualifikasian ke tindak pidana
terhadap akta yang dibuat oleh notaris, maka harus dipergunakan asas praduga
tidak bersalah bahwa notaris tidak dapat dinyatakan bersalah sebelum dapat
dibuktikan kesalahannya untuk menilai
akta yang telah dibuat oleh notaris. Notaris merupakan pejabat publik yang
kewenangannya tercantum dalam Pasal 15 Undang-undang Nomor 2 tahun 2014 tentang
Jabatan Notaris. Jika dalam pembuatan aktanya berwenang sesuai keinginan para
pihak dan aspek lahiriah, formil dan materiil telah dilakukan maka akta
tersebut harus dianggap sah.
Akta otentik sebagai produk notaris, maka
penilaian akta harus dilakukan dengan asas praduga sah (vermoden van rechtmatigheid).[1] Asas tersebut digunakan untuk menilai akta
notaris apabila akta notaris harus tetap dianggap sah sampai ada pihak yang
menyatakan akta tersebut tidak sah. Untuk menyatakan akta tersebut sah atau
tidak sah harus dengan gugatan di pengadilan umum. Selama belum ada putusan
tetap dari pengadilan maka akta tersebut tetap dianggap sah.
Persekutuan
perdata notaris bukanlah suatu korporasi yang berbentuk badan hukum seperti
yang ada dalam KUH Perdata tetapi persekutuan perdata notaris adalah kantor
bersama, dimana masing-masing notaris mempunyai kedudukan yang sejajar dan
mempunyai kewenangan dan kewajiban yang sama, apapun yang dilakukan dalam hal
pembuatan aktanya terletak pada masing-masing notaris yang bersangkutan
berserta akibat yang nanti ditimbulkan atas dibuatnya akta tersebut.
Pertanggung jawaban koorporasi dalam
hukum pidana tidak bisa dikenakan kepada persekutuan perdata notaris karena
persekutuan perdata notaris bukanlah korporasi dalam bentuk badan hukum.
Pertanggungjawaban notaris dalam
bentuk persekutuan perdata, dalam persekutuan perdata kedudukan notaris adalah
sama sederajat tidak mengenal pengurusan sehingga apabila terjadi tuntutan
terhadap notaris dalam kantor bersama maka yang bertanggungjawab terhadap
aktanya adalah notaris yang bersangkutan bukan teman sekutunya. Tuntutan hukum
secara pidana tidak dapat ditujukan kepada persekutuan perdata notaris tetapi
tuntutan tersebut ditujukan kepada masing-masing notaris yang ada dalam kantor
bersama terhadap pembuatan aktanya.
[1]Philiphus M Hadjon, Pemerintah Menurut Hukum (Vermoden Van Rechtmatigheid), Yuridika, Surabaya, 1993, hlm. 5.
No comments:
Post a Comment