Notaris mempunyai fungsi
dan peran dalam menggerakkan pembangunan nasional yang berkembang semakin
kompleks, sebab kelancaran dan kepastian hukum dari usaha yang dijalankan oleh
semua pihak makin banyak dan luas khususnya dalam bidang hukum keperdataan,
sehingga tentunya tidak bisa lepas dari pelayanan dari produk hukum yang
dihasilkan oleh notaris yaitu akta otentik.
Agar notaris bisa
memberikan pelayanan jasa yang maksimal dengan menghasilkan produk aktanya yang
benar-benar terjaga otensitasnya dan memiliki nilai dan bobot yang handal, maka
notaris harus menjalankan kewajiban yang diamanatkan oleh UUJN dan kode etik
notaris dan harus menghindari larangan-larangan dalam jabatannya, sehingga
dikatakan bahwa ada hubungan yang saling melengkapi antara UUJN dan kode etik
profesi notaris.
Notaris harus bersikap profesional,
berkepribadian baik dan menjunjung tinggi harkat martabat kehormatan notaris
dan wajib menghormati rekan sesama notaris dan saling menjaga dan membela
kehormatan nama baik organisasi notaris. Notaris sebagai profesi, maka harus
bertanggungjawab terhadap profesi yang dilakukannya yaitu berpedoman juga pada
kode etik profesi.
Profesi notaris
merupakan profesi yang ada kaitannya dengan individu, organisasi profesi,
masyarakat pada umumnya dan negara sehingga tindakan yang dilakukan oleh
notaris tidak boleh merugikan notaris secara individu, organisasi profesi,
masyarakat dan negara. Hubungan profesi notaris dengan masyarakat dan negara
telah diatur dalam UUJN beserta peraturan perundang-undangan lainnya dan
hubungan profesi notaris dengan organisasi profesi notaris diatur melalui kode
etik notaris.
Adanya janji sumpah
tersebut maka notaris diharuskan menjaga sikap, tingkah lakunya dan akan
menjalankan kewajibannya sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat
dan tanggungjawabnya sebagai notaris. Tunduk pada UUJN juga harus tunduk pada
kode etik notaris serta bertanggungjawab terhadap masyarakat yang dilayaninya,
organisasi profesi yaitu Ikatan Notaris Indonesia maupun terhadap negara.
Menurut Abdul Kadir
Muhammad[1] Notaris dalam menjalankan tugas
jabatannya harus mengutamakan hal-hal sebagai berikut:
1.
Notaris dituntut untuk membuat kata dengan baik dan benar, artinya bahwa
akta yang dibuat harus memenuhi kehendak hukum dan permintaan para pihak yang
berkepentingan untuk dibuatnya suatu akta.
2.
Notaris dituntut untuk menghasilkan produk akta yang bermutu, artinya bahwa
akta yang dibuat itu harus sesuai dengan aturan hukum dan kehendak pihak-pihak
yang berkepentingan dalam arti yang sebenarnya dan notaris harus menjelaskan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan akan kebenaran isi dan prosedur akta
yang dibuatnya itu.
3.
Akta yang dibuat berdampak positif, artinya siapapun akan mengakui bahwa
akta notaris yang dibuat mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.
Ruang lingkup kode etik
adalah bahwa kode etik berlaku bagi seluruh anggota perkumpulam maupun orang
lain yang memegang dan menjalankan jabatan notaris baik dalam pelaksanaan
jabatan maupun dalam kehidupan sehari-hari, sehingga jelas bahwa kode etik
notaris melekat pada notaris selaku pejabat pembuat akta.
Tanggung jawab notaris
dalam pembuatan aktanya harus memperhatikan kewajibannya selaku pembuat akta,
kewajiban yang dimaksud dalam kode etik notaris adalah sikap, perilaku,
perbuatan atau tindakan yang harus dilakukan anggota perkumpulan maupun orang
lain yang memangku dan menjalankan jabatan notaris, dalam rangka menjaga dan
memelihara citra serta wibawa lembaga notariat dan menjunjung tinggi keluhuran
harkat dan martabat jabatan notaris.
Selain kewajiban,
notaris juga harus memperhatikan larangan yang diatur dalam kode etik notaris,
larangan yang dimaksud adalah sikap, perilaku dan perbuatan atau tindakan
apapun yang tidak boleh dilakukan oleh anggota perkumpulan maupun orang lain
yang memangku dan menjalankan jabatan notaris, yang dapat menurunkan citra
serta wibawa lembaga notariat ataupun keluhuran harkat, martabat jabatan
notaris.
Meskipun notaris oleh
UUJN diperbolehkan membentuk persekutuan perdata tetapi notaris harus tetap
bertanggung jawab terhadap akta yang dibuatnya, dan tanggung jawab tersebut
hanya diberikan kepada notaris secara pribadi, tidak kepada notaris lain yang
merupakan teman sekutunya.
[1]Abdul Ghofur Anshori, Lembaga
Kenotariatan Indonesia (Perspektif Hukum dan Etika), UII Press
cetakan pertama, Yogjakarta, 2009, hlm. 35-49.
No comments:
Post a Comment