Setiap masyarakat dalam
melakukan hubungan hukum keperdataan baik itu jual beli, sewa menyewa dan atau
hubungan hukum lain, tentunya didahului dengan adanya perjanjian antara kedua
belah pihak. Menurut Subekti perjanjian merupakan suatu peristiwa di mana ada seseorang
berjanji kepada orang lain, atau dimana dua orang tersebut saling berjanji
kepada orang lain, atau dimana dua orang saling berjanji tersebut untuk
melaksanakan sesuatu hal.[1]
Sebagai subjek hukum
dan untuk mewujudkan adanya hubungan hukum dalam hal melakukan perjanjian maka
subjek hukum tersebut memiliki kebebasan untuk melakukan perjanjian dalam
bentuk apapun. Suatu perjanjian dapat dikatakan sah menurut hukum, maka harus
memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian berdasarkan KUHPerdata Pasal 1320, antara
lain:
1. Sepakat
Dua orang atau lebih bersepakat untuk
mengikatkan diri dalam suatu perjanjian.
2. Cakap
Dalam hal melakukan suatu perjanjian
para pihak yang berjanji haruslah cakap, misalnya tidak dibawah umur atau tidak
dibawah pengampuan. Ketentuan orang tidak cakap diatur dalam Pasal 1330
KUHPerdata.
3. Ada objek yang diperjanjikan
Objek yang harus diperjanjikan haruslah
jelas sehingga terhindar dari masalah hukum dikemudian hari.
4. Sebab yang halal
Hal yang diperjanjikan adalah hal-hal
yang diperbolehkan saja, bahwa isi perjanjian merupakan tujuan bersama yang
hendak dicapai oleh para pihak.
Dalam hal dibuat dengan
akta otentik maka para pihak tentu saja akan membutuhkan jasa notaris, karena
setiap subjek hukum akan selalu membutuhkan seseorang atau figur di mana
keterangan yang diberikan dapat diandalkan secara hukum, dipercaya, dimana
tanda tangan serta segelnya dapat memberikan jaminan dan bukti kuat, sehingga
perjanjian yang dilakukan akan dapat dilindungi dihari-hari yang akan datang.
Para pihak yang menghadap
ke notaris menghendaki agar tindakan dan perbuatannya dapat diformulasikan ke
dalam akta otentik, hal ini sesuai dengan kewenangan notaris. Selanjutnya
notaris akan membuatkan akta tersebut atas permintaan dan atau keinginan para
pihak, dalam hal ini memberikan landasan kepada notaris dan para penghadap
bahwa telah terjadi hubungan hukum.
Notaris
sebagai pejabat umum, memiliki kekhususan sendiri, yaitu berperan sebagai
penasehat hukum, penemu hukum, dan penyuluh hukum dalam hal-hal yang berkaitan
dengan akta yang dibuatnya. Dampak dari penemu hukum, notaris terikat pada
pasal 1338 KUHPerdata yaitu bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. Sehingga semua akta yang
dibuat oleh para pihak dihadapan notaris berlaku sebagai undang-undang yang
harus ditaati oleh para pihak.
“Pertanggungjawaban
atas perbuatan seseorang biasanya baru ada pengertiannya, apabila orang
tersebut melakukan perbuatan-perbuatan seperti perbuatan yang ada dalam KUH
Perdata yang disebut dengan perbuatan melawan hukum”[2],
yang diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang menyatakan bahwa “tiap perbuatan
hukum yang melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti
kerugian tersebut”.
Tanggung
jawab dalam Pasal 1365 KUH Perdata adalah Perbuatan melawan hukum yang
diakibatkan baik adanya perbuatan yang menimbulkan kerugian (Positip/culpa in commitendo) atau perbuatan yang tidak mengakibatkan
perbuatan yang merupakan keharusan, sehingga pihak lain menderita kerugian (pasif/culpa in ommitendo).
Dalam hukum perdata,
apabila ada pihak yang tidak bisa melaksanakan tanggungjawabnya mengenai
sesuatu hal dan orang tersebut dinyatakan meninggal dunia, maka hak dan
kewajiban si pewaris beralih kepada ahli warisnya karena pada prinsipnya
pewarisan timbul karena kematian.
KUH Perdata Pasal 833
(1) dinyatakan bahwa ahli waris dengan sendirinya karena hukum mendapatkan hak
milik atas segala barang, segala hak dan segala piutang dari si pewaris. Di
sisi lain Pasal 1100 KUH Perdata para ahli waris juga mempunyai kewajiban dalam
hal pembayaran hutang, hibah wasiat, dan lain-lain dari pewaris, sehingga
apabila terdapat kerugian yang ditimbulkan oleh pewaris maka para ahli waris
berkewajiban untuk mengganti kerugian tersebut.
Berpedoman pada hukum
perdata, maka notaris dalam melaksanakan tugasnya yaitu membuat akta jika
mengakibatkan kerugian dan notaris tersebut meninggal dunia maka kerugian itu
bisa dikenakan kepada ahli warisnya dan tidak bisa dikenakan kepada notaris
lain yang ada dalam persekutuan perdata notaris. Hal ini bahwa tanggungjawab
seorang notaris terletak pada pribadi notaris yang membuat akta. Pihak yang dirugikan
atas akta yang dibuat oleh notaris yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan
ganti rugi kepada ahli warisnya melalui pengadilan.
No comments:
Post a Comment