Pembelajaran
saintifik terdiri atas lima langkah yakni; mengamati (observing), bertanya
(questioning), menalar (associating), mencoba (experimenting),
dan mengkomunikasikan (networking).
a. Mengamati
Mengamati
mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning).
Mengamati memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara
nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu
saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu
persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak
terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan
pembelajaran.
Mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta
didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan
metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara obyek
yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru.
Kegiatan
mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-langkah seperti
berikut ini.
1)
Menentukan
objek apa yang akan diobservasi
2)
Membuat
pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi
3)
Menentukan
secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder
4)
Menentukan
di mana tempat objek yang akan diobservasi
5)
Menentukan
secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar
berjalan mudah dan lancar
6)
Menentukan
cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi, seperti menggunakan buku
catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya.
Kegiatan
observasi dalam proses pembelajaran meniscayakan keterlibatan peserta didik
secara langsung. Dalam kaitan ini, guru harus memahami bentuk keterlibatan
peserta didik dalam observasi tersebut.
a. Observasi biasa (common
observation). Pada observasi biasa untuk kepentingan pembelajaran, peserta
didik merupakan subjek yang sepenuhnya melakukan observasi (complete
observer). Di sini peserta didik sama sekali tidak melibatkan diri dengan
pelaku, objek, atau situasi yang diamati.
b. Observasi terkendali (controlled
observation). Seperti halnya observasi biasa, pada observasi terkendali
untuk kepentingan pembelajaran, peserta didik sama sekali tidak melibatkan diri
dengan pelaku, objek, atau situasi yang diamati. Mereka juga tidak memiliki
hubungan apa pun dengan pelaku, objek, atau situasi yang diamati. Namun
demikian, berbeda dengan observasi biasa, pada observasi terkendali pelaku atau
objek yang diamati ditempatkan pada ruang atau situasi yang dikhususkan. Karena
itu, pada pembelajaran dengan observasi terkendali termuat nilai-nilai
percobaan atau eksperimen atas diri pelaku atau objek yang diobservasi.
c. Observasi partisipatif
(participant observation). Pada observasi partisipatif, peserta didik
melibatkan diri secara langsung dengan pelaku atau objek yang diamati.
Sejatinya, observasi semacam ini paling lazim dilakukan dalam penelitian
antropologi khususnya etnografi. Observasi semacam ini mengharuskan peserta
didik melibatkan diri pada pelaku, komunitas, atau objek yang diamati. Di
bidang pengajaran bahasa, misalnya, dengan menggunakan pendekatan ini berarti
peserta didik hadir dan “bermukim” langsung di tempat subjek atau komunitas
tertentu dan pada waktu tertentu pula untuk mempelajari bahasa atau dialek setempat,
termasuk melibatkan diri secara langsung dalam situasi kehidupan mereka.
Selama
proses pembelajaran, peserta didik dapat melakukan observasi dengan dua cara
pelibatan diri. Kedua cara pelibatan dimaksud yaitu observasi berstruktur dan
observasi tidak berstruktur, seperti dijelaskan berikut ini.
a. Observasi berstruktur.
Pada observasi berstruktur dalam rangka proses pembelajaran, fenomena subjek,
objek, atau situasi apa yang ingin diobservasi oleh peserta didik telah
direncanakan oleh secara sistematis di bawah bimbingan guru.
b. Observasi tidak
berstruktur. Pada observasi yang tidak berstruktur dalam rangka proses
pembelajaran, tidak ditentukan secara baku atau rijid mengenai apa yang harus
diobservasi oleh peserta didik. Dalam kerangka ini, peserta didik membuat
catatan, rekaman, atau mengingat dalam memori secara spontan atas subjek,
objektif, atau situasi yang diobservasi.
Praktik
observasi dalam pembelajaran hanya akan efektif jika peserta didik dan guru
melengkapi diri dengan alat-alat pencatatan dan alat-alat lain, seperti: (1)
tape recorder, untuk merekam pembicaraan; (1) kamera, untuk merekam objek atau
kegiatan secara visual; (2) film atau video, untuk merekam kegiatan objek atau
secara audio-visual; dan (3) alat-alat lain sesuai dengan keperluan.
Secara
lebih luas, alat atau instrumen yang digunakan dalam melakukan observasi, dapat
berupa daftar cek (checklist), skala rentang (rating scale),
catatan anekdotal (anecdotal record), catatan berkala, dan alat mekanikal
(mechanical device). Daftar cek dapat berupa suatu daftar yang berisikan
nama-nama subjek, objek, atau faktor- faktor yang akan diobservasi. Skala
rentang , berupa alat untuk mencatat gejala atau fenomena menurut tingkatannya.
Catatan anekdotal berupa catatan yang dibuat oleh peserta didik dan guru
mengenai kelakuan-kelakuan luar biasa yang ditampilkan oleh subjek atau objek
yang diobservasi. Alat mekanikal berupa alat mekanik yang dapat dipakai untuk
memotret atau merekam peristiwa-peristiwa tertentu yang ditampilkan oleh subjek
atau objek yang diobservasi.
Prinsip-rinsip
yang harus diperhatikan oleh guru dan peserta didik selama observasi
pembelajaran disajikan berikut ini.
a. Cermat, objektif, dan
jujur serta terfokus pada objek yang diobservasi untuk kepentingan
pembelajaran.
b. Banyak atau sedikit
serta homogenitas atau hiterogenitas subjek, objek, atau situasi yang
diobservasi. Makin banyak dan hiterogen subjek, objek, atau situasi yang
diobservasi, makin sulit kegiatan obervasi itu dilakukan. Sebelum observasi
dilaksanakan, guru dan peserta didik sebaiknya menentukan dan menyepakati cara
dan prosedur pengamatan.
c. Guru dan peserta didik
perlu memahami apa yang hendak dicatat, direkam, didokumentasikan melalui
pengambilan gambar baik foto maupun video dan bahkan yang hendak ditutup atau
dihilangkan karena mengurangi sasaran pokok yang diamatinya, serta bagaimana
membuat catatan atas perolehan observasi.
b. Menanya
Guru
yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan
mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya,
pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan
baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia
mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik.
Berbeda
dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyara, pertanyaan dimaksudkan untuk
memperoleh tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk
“kalimat tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya
menginginkan tanggapan verbal. Fungsi Bertanya: (1) Membangkitkan rasa ingin
tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu tema atau topik
pembelajaran; (2) Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif
belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri; (3)
Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampaikan ancangan
untuk mencari solusinya; (4) Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya
atas substansi pembelajaran yang diberikan; (5) Membangkitkan keterampilan
peserta didik dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban
secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar; (6)
Mendorong partisipasipeserta didik dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan
berpikir, dan menarik simpulan; (7) Membangun sikap keterbukaan untuk saling
memberi dan menerima pendapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta
mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok; (8) Membiasakan peserta
didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam merespon persoalan yang
tiba-tiba muncul; dan (9) Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan
kemampuan berempati satu sama lain.
Kriteria
Pertanyaan yang Baik: (1) Singkat dan jelas; (2) Menginspirasi jawaban; (3)
Memiliki fokus; (4) Bersifat probing atau divergen; (5) Bersifat validatif atau
penguatan; (6) Memberi kesempatan peserta didik untuk berpikir ulang; (7)
Merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif; (8) Merangsang proses
interaksi.
c. Menalar
Istilah
“menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang
dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik
merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi
peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses berfikir
yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk
memperoleh simpulan berupa pengetahuan.
Penalaran
dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penakaran nonilmiah tidak selalu
tidak bermanfaat. Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating;
bukan merupakan terjemanan dari reasonsing, meski istilah ini juga bermakna
menalar atau penalaran. Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks
pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada
teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam
pembelajaran merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan
mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan
memori.
Selama
mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam
referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di
memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah
tersedia. Proses itu dikenal sebagai asosiasi atau menalar. Dari persepektif
psikologi, asosiasi merujuk pada koneksi antara entitas konseptual atau mental
sebagai hasil dari kesamaan antara pikiran atau kedekatan dalam ruang dan
waktu.
d. Mencoba
Untuk
memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus mencoba
atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai.
Pada mata pelajaran IPA, misalnya, peserta didik harus memahami konsep-konsep
IPA dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Peserta didik pun harus
memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam
sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk
memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.
Aplikasi
metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah
tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas
pembelajaran yang nyata untuk ini adalah: (1) menentukan tema atau topik sesuai
dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum; (2) mempelajari cara-cara
penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan; (3) mempelajari
dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya; (4) melakukan
dan mengamati percobaan; (5) mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan
menyajikan data; (6) menarik simpulan atas hasil percobaan; dan (7) membuat
laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan.
Agar
pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka: (1) Guru hendaknya merumuskan
tujuan eksperimen yanga akan dilaksanakan siswa (2) Guru bersama siswa
mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan (3) Perlu memperhitungkan tempat
dan waktu (4) Guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan siswa (5)
Guru membicarakan masalah yang akan dijadikan eksperimen (6) Membagi kertas
kerja kepada siswa (7) Siswa melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan
(8) Guru mengumpulkan hasil kerja siswa dan mengevaluasinya, bila dianggap
perlu didiskusikan secara klasikal.
e. Membentuk Jejaring
Pembelajaran
disebut juga Pembelajaran Kolaboratif. Apa yang dimaksud dengan pembelajaran
kolaboratif? Pembelajaran kolaboratif merupakan suatu filsafat personal, lebih
dari sekadar teknik pembelajaran di kelas-kelas sekolah. Kolaborasi esensinya
merupakan filsafat interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan
memaknai kerjasama sebagai struktur interaksi yang dirancang secara baik dan
disengaja rupa untuk memudahkan usaha kolektif dalam rangka mencapai tujuan
bersama.
Pada
pembelajaran kolaboratif kewenangan guru atau fungsi guru lebih bersifat
direktif atau manajer belajar, sebaliknya, peserta didiklah yang harus lebih
aktif. Jika pembelajaran kolaboratif diposisikan sebagai satu falsafah pribadi,
maka ia menyentuh tentang identitas peserta didik terutama jika mereka
berhubungan atau berinteraksi dengan yang lain atau guru.
Dalam
situasi kolaboratif itu, peserta didik berinteraksi dengan empati, saling menghormati,
dan menerima kekurangan atau kelebihan masing-masing. Dengan cara semacam ini
akan tumbuh rasa aman, sehingga memungkinkan peserta didik menghadapi aneka
perubahan dan tntutan belajar secara bersama-sama.
Ada
empat sifat kelas atau pembelajaran kolaboratif. Dua sifat berkenaan dengan
perubahan hubungan antara guru dan peserta didik. Sifat ketiga berkaitan dengan
pendekatan baru dari penyampaian guru selama proses pembelajaran. Sifat keempat
menyatakan isi kelas atau pembelajaran kolaboratif.
a. Guru dan peserta didik
saling berbagi informasi. Dengan pembelajaran kolaboratif, peserta didik
memiliki ruang gerak untuk menilai dan membina ilmu pengetahuan, pengalaman
personal, bahasa komunikasi, strategi dan konsep pembelajaran sesuai dengan
teori, serta menautkan kondisi sosiobudaya dengan situasi pembelajaran. Di sini,
peran guru lebih banyak sebagai pembimbing dan manajer belajar ketimbang
memberi instruksi dan mengawasi secara rijid.
b. Berbagi tugas dan
kewenangan. Pada pembelajaran atau kelas kolaboratif, guru berbagi tugas dan
kewenangan dengan peserta didik, khususnya untuk hal-hal tertentu. Cara ini
memungkinan peserta didik menimba pengalaman mereka sendiri, berbagi strategi
dan informasi, menghormati antar sesama, mendoorong tumbuhnya ide-ide cerdas, terlibat
dalam pemikiran kreatif dan kritis serta memupuk dan menggalakkan mereka
mengambil peran secara terbuka dan bermakna.
c. Guru sebagai mediator.
Pada pembelajaran atau kelas kolaboratif, guru berperan sebagai mediator atau
perantara. Guru berperan membantu menghubungkan informasi baru dengan
pengalaman yang ada serta membantu peserta didik jika mereka mengalami kebutuan
dan bersedia menunjukkan cara bagaimana mereka memiliki kesungguhan untuk
belajar.
d. Kelompok peserta didik
yang heterogen. Sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didk yang tumbuh
dan berkembang sangat penting untuk memperkaya pembelajaran di kelas. Pada
kelas kolaboratif peserta didikdapat menunjukkan kemampuan dan keterampilan
mereka, berbagi informasi,serta mendengar atau membahas sumbangan informasi
dari peserta didik lainnya. Dengan cara seperti ini akan muncul “keseragaman”
di dalam heterogenitas peserta didik.