Beranda

Welcome

Selamat Datang di Blog Sarana Informasi ...... Welcome on this blog...benvenuti nel nostro blog..bienvenue sur notre blog...Willkommen in unserem Blog... bienvenido a nuestro blog...... 블로그에 오신 것을 환영합니다 beullogeue osin geos-eul hwan-yeonghabnida....

Thursday, January 7, 2021

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGENAL LAMBANG BILANGAN DENGAN METODE DEMONSTRASI MELALUI MEDIA KARTU ANGKA

 


 

 

A.      Hakikat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

1.   Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini

Anak usia dini adalah anak yang berada pada usia 0-6 tahun. Para ahli memandang masa usia dini adalah masa yang paling fundamental bagi perkembangan anak selanjutnya. Selain itu masa ini juga dipandang sebagai masa keemasan (golde age) masa sensitif atau masa peka, masa inisiatif, dan masa pengembangan diri.

   Dimasa peka, kecepatan pertumbuhan otak anak sangat tinggi artinya golden age merupakan masa yang sangat teapt untuk menggali segala potensi kecerdasan anak sebanyak-banyaknya. Pada masa anak usia dini anak memerlukan berbagia bentuk bantuan orang dewasa dari kebutuhan jasmani dan rohani, mereka memiliki hal yang sama dengan orang dewasa dalam kehidupan di dunia, misalnya hal untuk mendapat pendidikan, kesehatan, perlindungan dari kekerasan dan rasa aman.

Perkembangan dan pertumbuhan pada anak usia dini perlu diarahkan pada peletakan dasar yang tepat bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia seutuhnya. Dengan demikian anak akan berkembang secara optimal. Pada masa ini hampir seluruh potensi anak mengalami masa peka untuk tumbuh dan berkembang secara cepat dan hebat.

Perkembangan setiap anak tidak sama karena setiap individu memiliki perkembangan yang berbeda. Makanan yang bergizi dan seimbang serta stimulasi yang intensif sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tersebut. Apabila anak diberikan stimulasi secara intensif dari lingkungannya, maka anak akan mampu menjalani tugas perkembangannya dengan baik. Masa kanak-kanak merupakan masa saat anak belum mampu mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Mereka cenderung senang bermain pada saat yang bersamaan, ingin menang sendiri dan sering mengubah aturan main untuk kepentingan diri sendiri.

Dengan demikian, dibutuhkan upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan, baik perkembangan fisik maupun perkembangan psikis. Sesuai dengan Permendiknas Nomor 58 tahun 2009 tentang standar PAUD, bahwa perkembangan anak mencakup 5 aspek yaitu : moral dan nilai-nilai agama, fisik, kognitif, bahasa dan sosioemosional.

Pada bab I pasal 1 ayat 14 ditegaskan bahwa “ Pendidikan usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan enam tahun yang dilakukan melalui perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”.

2.   Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Tujuan pendidikan anak usia dini yang ingin dicapai adalah untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman orang tua dan guru serta pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan dan perkembangan anak usia dini. Secara khusus tujuan yang ingin dicapai adalah:

a.      Dapat mengidentifikasi perkembangan fisiologis anak usia dini dan mengaplikasikan hasil identifikasi tersebut dalam pengembangan fisiologis yang bersangkutan.

b.     Dapat memahami perkembangan kreativitas anak usia dini dan usaha-usaha yang terkait dengan pengembangannya.

c.      Dapat memahami kecerdasan jamak dan berkaitannya dengan perkembangan anak usia dini.

d.     Dapat memahami arti bermain bagi perkembangan anak usia dini.

e.      Dapat memahami pendekatan pembelajaran dan aplikasinya bagi perkembangan usia dini.

Tujuan anak usia dini secara umum adalah mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Secara khusus tujuan pendidikan anak usia dini agar :

a.      Anak mampu melakukan ibadah, mengenal dan percaya akan ciptaan Tuhan dan mencintai manusia.

b.     Anak mampu mengelola keterampilan tubuh termasuk gerakan-gerakan yang mengontrol gerakan tubuh, gerakan halus, dan gerakan kasar, serta menerima rangsangan sensorik (panca indera)

c.      Anak mampu menggunakan bahasa untuk pemahaman bahasa pasif dan dapat berkomunikasi secara efektif yang bermanfaat untuk berpikir dan belajar.

d.     Anak mampu berpikir logis, kritis, memberikan alasan, memecahkan masalah dan menemukan hubungan sebab akibat.

e.      Anak mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan sosial, peranan masyarakat, dan menghargai keagamaan sosial dan budaya, serta mampu mengembangkan konsep diri, sikap positif terhadap belajar, control diri, dan rasa memiliki.

f.      Anak memiliki kepekaan terhadap irama, nada, birama, berbagai bunyi, bertepuk tangan, serta menghargai hasil yang kreatif.

Selain itu, tujuan pendidikan anak usia dini adalah :

a.      Untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangan sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa.

b.     Untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.

c.      Intervensi dini dengan memberikan rangsangan sehingga dapat menumbuhkan potensi-potensi yang tersembunyi (hidden potency) yaitu dimensi perkembangan anak (bahasa, intelektual, emosi, sosial, motorik, konsep diri, minat dan bakat).

d.     Melakukan deteksi dini terhadap kemungkinan terjadinya gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan potensi-potensi yang dimiliki anak.

3.   Prinsip – Prinsip Pendidikan Anak Usia Dini

a.      Berorientasi pada kebutuhan anak

Pada dasarnya setiap anak  memiliki kebutuhan dasar yang sama, seperti kebutuhan fisik, rasa aman, dihargai, tidak dibeda-bedakan, bersosialisasi, dan kebutuhan untuk diakui. Anak tidak bisa belajar dengan baik apabila dia lapar, merasa tidak aman/takut, lingkungan tidak sehat, tidak dihargai, atau diacuhkan oleh pendidik atau temannya. Oleh karena itu dalam pelaksanaan pendidikan anak usia dini guru harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut dengan tidak membedakan anak satu dengan lainnya.

  1. Sesuai dengan perkembangan anak

Anak usia dini memiliki karakteristisk khusus disemua area perkembangannya. Di aspek fisik, anak telah memiliki kekuatan otot dan koordinasi visual motorik yang semakin matang, di aspek bahasa, anak telah memiliki kosa kata yang cukup sehingga mampu membangun komunikasi dengan orang lain. Secara kognitif, anak telah mampu melakukan hubungan logika sebab akibat dan pemecahan masalah, sedangkan sosial emosional, anak telah mempunyai kemampuan untuk mengelola perasaannnya sehingga memungkinkan untuk menjalin interaksi dengan teman dan orang dewasa. Secara moral dan agama anak mulai dapat membedakan hal – hal yang baik dan buruk. Oleh karena itu guru harus memahami tahap perkembangan anak dan menyusun kegiatan yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak untuk mendukung pencapaian tahap perkembangan yang lebih tinggi.

  1. Sesuai dengan keunikan setiap individu

Anak merupakan individu yang unik, masing – amsing mempunyai gaya belajar yang berbeda. Ada anak yang lebih mudah belajarnya dengan mendengarkan (auditori), ada anak yang lebih mudah belajarnya dengan melihat (visual) dan ada anak yang harus  belajar dengan bergerak ( kinestetik ). Anak juga memiliki minat yang berbeda – beda terhadap alat/bahan yang dipelajari /digunakan, juga mempunyai bahasa yang berbeda, bakat yang berbeda, cara merespon lingkungan, serta kebiasaan yang berbeda. Guru seharusnya mempertimbangkan perbedaan individual anak, dan mengakui perbedaan tersebut sebagai kelebihan masing – masing anak. Untuk mendukung hal tersebut sebagai kelebihan masing – masing anak. Untuk mendukung hal tersebut guru harus menggunakan cara yang beragam dalam membangun pengalaman anak, menyediakan kesempatan bagi anak untuk belajar dengan cara yang sesuai dengan kekuatannya, serta menyediakan ragam main yang cukup.

  1. Kegiatan belajar dilakukan melalui bermain

Pembelajaran dilakukan dengan cara yang menyenangkan , sehingga tidak boleh terjadi pemaksaan atau  penekanan. Selama bermain anak mendapatkan pengalaman untuk mengembangkan aspek – aspek nilai agama dan moral, fisik motorik, kognitif, bahasa dan sosial emosional. Pembiasaan dan pembentukan karakter yang baik serta tanggung jawab, kemandirian , sopan santun, dan lainnya ditanamkan melalui kegiatan yang menyenangkan.

  1. Pembelajaran berpusat pada anak.

Pembelajaran di PAUD hendaknya menempatkan anak sebagai subjek pendidikan. Oleh karena itu guru harus memberi kesempatan kepada anak – anak untuk menenrukan pilihan, mengemukakan pendapat, dan aktif melakukan atau mengalami sendiri untuk membangun pengetahuannya sendiri. Guru bertindak sebagai fasilitator saja, bukan yang menentukan segala sesuatu yang akan dikerjakan anak.

  1. Anak sebagai pembelajar yang aktif

Anak bukanlah sebuah wadah yang kosong yang perlu diisi guru dengan berbagai pengetahuan, tetapi anak merupakan  subjek/ pelaku kegiatan dan guru merupakan fasilitator (membantu dan mengarahkan sesuai dengan kebutuhan masing – masing anak). Anak mempunyai rasa ingin tahu yang besar, mempunyai banyak ide dan tidak bisa berdiam dalam jangka waktu lama. Ijinkanlah anak untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui pengalaman dengan beraneka bahan dan kegiatan. Oleh karena itu guru harus menyediakan berbagai bahan dan alat serta memberi kesempatan anak untuk memainkannya dengan berbagai cara, dan memberikan waktu yang cukup  kepada anak untuk mengenal lingkungannya dengan caranya sendiri. Guru juga harus memahami dan tidak memaksakan anak untuk duduk diam tanpa aktifitas yang dilakukannya dalam waktu yang lama.

  1. Anak belajar dari konkrit keabstrak, dari sederhana ke yang kompleks, dari gerakan ke verbal, dan dari sendiri ke sosial

1)     Anak belajar mulai dari hal – hal yang paling konkret yang dapat dirasakan oleh inderanya (dilihat, diraba, dicium, dicecap, didengar) ke hal – hal yang bersifat abstrak/ imajinasi.

2)     Anak belajar dari konsep yang paling sederhana ke konsep yang rumit, misalnya mula – mula anak memahami apel sebagai buah kesukaannya, kemudian anak memahami apel sebagai buah yang berguna untuk kesehatannya.

3)     Kemampuan komunikasi anak dimulai dengan menggunakan bahasa tubuh lalu berkembang menggunakan bahasa lisan. Guru harus memahami bahasa tubuh anak dan membantu mengembangkan kemampuan bahasa anak melalui kegiatan bermain

4)     Anak memahami lingkungannya dimulai dari hal – hal yang terkait dengan dirinya sendiri, kemudian ke lingkungan dan orang – orang yang paling dekat dengan dirinya, sampai kepada lingkungan yang lebih luas. Dengan demikian guru harus menyediakan alat – alat main dari yang paling konkrit sampai alat main yang bisa digunakan sebagai pengganti benda yang sesungguhnya.

  1. Menyediakan lingkungan yang mendukung proses belajar

Lingkungan merupakan sumber belajar yang sangat bermanfaat bagi anak. Lingkungan pembelajaran berupa lingkungan fisik dan non fisik. Lingkungan fisik berupa penataan ruangan, penataan alat main, benda – benda yang ada disekitar anak, dan lingkungan non fisik berupa kebiasaan orang – orang sekitar, suasana belajar, dan interaksi guru dan anak yang berkualitas, karena itu guru perlu menata lingkungan yang menarik, menciptakan suasana hubungan yang menarik, menciptakan suasana hubunngan yang hangat dengan anak.

  1. Merangsang munculnya kreativitas dan inovasi

Pada dasarnya setiap anak memiliki potensi kreativitas yang sangat tinggi, karena itu berikan anak kesempatan untuk menggunakan bahan dengan berbagai jenis tekstur ,bentuk dan ukuran dalam kegiatan permainannya, dan kesempatan untuk belajar tentang berbagai sifat dan bahan – bahan, cara memainkan, bereksplorasi dan menemukan. Guru perlu menghargai setiap kreasi anak apapun bentuknya sebagai wujud karya kreatif mereka. Dengan kreativitas, nantinya anak akan memiliki pribadi yang kreatif sehingga mereka dapat memecahkan masalah/persoalan kehidupan dengan cara – cara yang kreatif.

  1. Mengembangkan kecakapan hidup anak

Kecakapan hidup merupakan suatu ketrampilan dasar yang perlu dimiliki anak melalui pengembangan karakter, yang berguna bagi kehidupannya kelak. Karakter yang baik dapat dikembangkan dan dipupuk sehingga menjadi modal masa depan anak. Kecakapan hidup diarahkan untuk membantu anak menajdi mandiri, tekun, bekerja keras, disiplin dan jujur, percaya diri, menghargai kerjasama dan mampu membangun hubungan dengan orang lain

  1. Menggunakan berbagai sumber dan media belajar

Sumber dan media belajar anak usia dini tidak terbatas pada alat dan media hasil pabrikan, tetapi dapat menggunakan berbagai bahan dan alat yang tersedia di lingkungan belajar  sepanjang tidak membahayakan anak. Air, tanah, pasir, batu – batuan, kerang, botol bekas, karton bekas, baju bekas, sepatu bekas dan masih banyak lagi benda lainnya yang dapat dijadikan sebagai media belajar. Dengan menggunakan bahan dan benda yang ada disekitar anak, maka kepedulian anak terhadap lingkungan terasah untuk ikut serta menjaga dan melestarikan lingkungan alam sekitarnya. Sumber belajar juga tidak terbatas pada guru tetapi orang – orang lain yang ada disekitarnya. Misalnya anak belajar  pada petani, polisi, tukang pos, penjual, satpam, dan lainnya dengan cara mengunjungi tempat kerja mereka atau mendatangkan mereka ke sekolah  PAUD / Taman Kanak – Kanak, untuk menjadi sumber belajar/ pengetahuan atau inspirasi.

  1. Anak belajar sesuai dengan kondisi sosial budayanya

PAUD merupakan wahana untuk tumbuh kembang anak sesuai dengan potensi dengan berdasarkan sosial budaya yang berlaku di lingkungannya. Pendidik seharusnya mengenalkan budaya daerah seperti kesenian, bahasa, adat – istiadat, permainan tradisional, alat musik dan sebagainya untuk menjadi bagian dari pembelajaran baik secara rutin, mapun pada saat – saat tertentu.

  1. Melibatkan peran serta orang tua

Keberhasilan PAUD tidak bisa tercapai secara optimal tanpa keterlibatan orang tua. Guru sebagai pendidik kedua harus menjalin kerjasama atau hubungan dengan orang tua untuk mendapatkan informasi tentang anak agar dapat menumbuh kembangkan semua potensi anak secara optimal. Orang tua harus dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan program pendidikan di sekolah, sehingga diharapkan dapat menjamin terjadinya keberlangsungan dan kesinambungan program antara apa yang dilakukan guru di sekolah dengan orang tua di rumah.

  1. Stimulasi pendidikan bersifat menyeluruh yang mencakup semua aspek perkembangan

Setiap anak melakukan sesuatu, sesungguhnya ia sedang mengembangkan berbagai aspek perkembangan/ kecerdasannya. Sebagai contoh saat anak makan, ia mengembangkan kemampuan bahasa (kosa kata tentang bahan makanan, jenis makanan), mengembangkan gerakan motorik halus (memegang sendok, membawa makanan ke mulut), kemampuan kognitif, membedakan  macam – macam rasa, membedakan jumlah makanan banyak-sedikit, kemampuan sosial emosi ( duduk dengan sopan, saling berbagi), aspek moral agama (berdoa sebelum dan sesudah makan). Program pembelajaran dan kegiatan anak yang dikembangkan guru seharusnya ditujukan untuk mencapai kematangan semua aspek perkembangan.

4. Karakteristik Anak Usia Dini

            Anak usia dini memiliki karakteristik yang khas, baik secara fisik, sosial, moral dan sebagainya. Menurut Siti Aisyah, dkk (2010:1.4-1.9) karakteristik anak usia dini antara lain: a) memiliki rasa ingin tahu yang besar, b) merupakan pribadi yang unik, c) suka berfantasi dan berimajinasi, d) masa paling potensial untuk belajar, e) menunjukkan sikap egosentris, f) memiliki rentang daya konsentrasi yang pendek, g) sebagai bagian dari makhluk sosial, penjelasannya adalah sebagai berikut.

            Usia dini merupakan masa emas, masa ketika anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Pada usia ini anak paling peka dan potensial untuk mempelajari sesuatu, rasa ingin tahu anak sangat besar. Hal ini dapat kita lihat dari anak sering bertanya tentang apa yang mereka lihat. Apabila pertanyaan anak belum terjawab, maka mereka akan terus bertanya sampai anak mengetahui maksudnya. Di samping itu, setiap anak memiliki keunikan sendiri-sendiri yang berasal dari faktor genetik atau bisa juga dari faktor lingkungan. Faktor genetik misalnya dalam hal kecerdasan anak, sedangkan faktor lingkungan bisa dalam hal gaya belajar anak.

Anak usia dini suka berfantasi dan berimajinasi. Hal ini penting bagi pengembangan kreativitas dan bahasanya. Anak usia dini suka membayangkan dan mengembangkan suatu hal melebihi kondisi yang nyata. Salah satu khayalan anak misalnya kardus, dapat dijadikan anak sebagai mobil-mobilan. Menurut Berg, rentang perhatian anak usia 5 tahun untuk dapat duduk tenang memperhatikan sesuatu adalah sekitar 10 menit, kecuali hal-hal yang biasa membuatnya senang. Anak sering merasa bosan dengan satu kegiatan saja. Bahkan anak mudah sekali mengalihkan perhatiannya pada kegiatan lain yang dianggapnya lebih menarik. Anak yang egosentris biasanya lebih banyak berpikir dan berbicara tentang diri sendiri dan tindakannya yang bertujuan untuk menguntungkan dirinya, misalnya anak masih suka berebut mainan dan menangis ketika keinginannya tidak dipenuhi. Anak sering bermain dengan teman-teman di lingkungan sekitarnya. Melalui bermain ini anak belajar bersosialisasi. Apabila anak belum dapat beradaptasi dengan teman lingkungannya, maka anak anak akan dijauhi oleh teman-temannya. Dengan begitu anak akan belajar menyesuaikan diri dan anak akan mengerti bahwa dia membutuhkan orang lain di sekitarnya.

Pendidik perlu memahami karakteristik anak untuk mengoptimalkan kegiatan pembelajaran. Pendidik dapat memberikan materi pembelajaran sesuai dengan perkembangan anak. Pendapat lain tentang karakteristik anak usia dini (Hibama S Rahman, 2002: 43-44) adalah sebagai berikut.

a.    Usia 0–1 tahun

Perkembangan fisik pada masa bayi mengalami pertumbuhan yang paling cepat dibanding dengan usia selanjutnya karena kemampuan dan keterampilan dasar dipelajari pada usia ini. Kemampuan dan keterampilan dasar tersebut merupakan modal bagi anak untuk proses perkembangan selanjutnya. Karakteristik anak usia bayi adalah sebagai berikut: 1) keterampilan motorik antara lain anak mulai berguling, merangkak, duduk, berdiri dan berjalan, 2) keterampilan menggunakan panca indera yaitu anak melihat atau mengamati, meraba, mendengar, mencium, dan mengecap dengan memasukkan setiap benda ke mulut, 3) komunikasi sosial anak yaitu komunikasi dari orang dewasa akan mendorong dan memperluas respon verbal dan non verbal bayi.

b.   Anak Usia 2–3 tahun

Usia ini anak masih mengalami pertumbuhan yang pesat pada perkembangan fisiknya. Karakteristik yang dilalui anak usia 2-3 tahun antara lain: 1) anak sangat aktif untuk mengeksplorasi benda-benda yang ada di sekitarnya. Eksplorasi yang dilakukan anak terhadap benda yang ditemui merupakan proses belajar yang sangat efektif, 2) anak mulai belajar mengembangkan kemampuan berbahasa yaitu dengan berceloteh. Anak belajar berkomunikasi, memahami pembicaraan orang lain dan belajar mengungkapkan isi hati dan pikiran, 3) anak belajar mengembangkan emosi yang didasarkan pada faktor lingkungan karena emosi lebih banyak ditemui pada lingkungan.

c.    Anak usia 4–6 tahun

Anak pada usia ini kebanyakan sudah memasuki Taman Kanak-kanak. Karakteristik anak 4-6 tahun adalah: 1) perkembangan fisik, anak sangat aktif dalam berbagai kegiatan sehingga dapat membantu mengembangkan otot-otot anak, 2) perkembangan bahasa semakin baik anak mampu memahami pembicaraan orang lain dan mampu mengungkapkan pikirannya, 3) perkembangan kognitif (daya pikir) sangat pesat ditunjukkan dengan rasa keingintahuan anak terhadap lingkungan sekitarnya. Anak sering bertanya tentang apa yang dilihatnya, 4) bentuk permainan anak masih bersifat individu walaupun dilakukan anak secara bersama-sama.

d.   Anak usia 7–8 tahun

Karakteristik anak usia 7-8 tahun adalah: 1) dalam perkembangan kognitif, anak mampu berpikir secara analisis dan sintesis, deduktif dan induktif (mampu berpikir bagian per bagian), 2) perkembangan sosial, anak mulai ingin melepaskan diri dari orangtuanya. Anak sering bermain di luar rumah bergaul dengan teman sebayanya, 3) anak mulai menyukai permainan yang melibatkan banyak orang dengan saling berinteraksi, 4) perkembangan emosi anak mulai berbentuk dan tampak sebagai bagian dari kepribadian anak.

Karakteristik anak usia dini merupakan individu yang memiliki tingkat perkembangan yang relatif cepat merespon (menangkap) segala sesuatu dari berbagai aspek perkembangan yang ada. Sedangkan karakteristik anak usia dini menurut Richard D.Kellough (Kuntjojo, 2010) adalah sebagai berikut: a) egosentris, b) memiliki curiosity yang tinggi, c) makhluk sosial, d) the unique person, e) kaya dengan fantasi, f) daya konsentrasi yang pendek, g) masa belajar yang paling potensial.

Egosentris adalah salah satu sifat seorang anak dalam melihat dan memahami sesuatu cenderung dari sudut pandang dan kepentingan diri sendiri. Anak mengira bahwa semuanya penuh dengan hal-hal yang menarik dan menakjubkan. Melalui interaksi dengan orang lain anak membangun konsep diri sehingga anak dikatakan sebagai makhluk sosial. Anak memiliki daya imajinasi yang berkembang melebihi apa yang dilihatnya. Anak juga memiliki daya perhatian yang pendek kecuali terhadap hal-hal yang bersifat menyenangkan bagi anak. Berbagai perbedaan yang dimiliki anak penanganan yang berbeda mendorong pada setiap anak. Pada masa belajar yang potensial ini, anak mengalami masa peka untuk tumbuh dan berkembang dengan cepat.

Anak usia dini merupakan masa peka dalam berbagai aspek perkembangan yaitu masa awal pengembangan kemampuan fisik motorik, bahasa, sosial emosional, serta kognitif. Menurut Piaget (Slamet Suyanto, 2003: 56-72), anak memiliki 4 tingkat perkembangan kognitif yaitu tahapan sensori motorik (0-2 tahun), pra operasional konkrit (2-7 tahun), operasional konkrit (7-11 tahun), dan operasional formal (11 tahun ke atas).

Dalam tahap sensori motorik (0-2 tahun), anak mengembangkan kemampuannya untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan dengan gerakan dan tindakan fisik. Anak lebih banyak menggunakan gerak reflek dan inderanya untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Pada perkembangan pra operasional, proses berpikir anak mulai lebih jelas dan menyimpulkan sebuah benda atau kejadian walaupun itu semua berada di luar pandangan, pendengaran, atau jangkauan tangannya. Pada tahap operasional konkrit, anak sudah dapat memecahkan persoalan-persoalan sederhana yang bersifat konkrit dan dapat memahami suatu pernyataan, mengklasifikasikan serta mengurutkan. Pada tahap operasional formal, pikiran anak tidak lagi terbatas pada benda-benda dan kejadian di depan matanya. Pikiran anak terbebas dari kejadian langsung.

Dilihat dari perkembangan kognitif, anak usia dini berada pada tahap pra operasional. Anak mulai proses berpikir yang lebih jelas dan menyimpulkan sebuah benda atau kejadian walaupun itu semua berada di luar pandangan, pendengaran, atau jangkauan tangannya. Anak mampu mempertimbangkan tentang besar, jumlah, bentuk dan benda-benda melalui pengalaman konkrit. Kemampuan berfikir ini berada saat anak sedang bermain.

 

B.      Hakikat Matematika

1.   Pengertian Matematika Untuk Anak Usia Dini

Menurut Sumantri (1992: 190-195) menyebutkan “bahwa matematika merupakan bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang akan kita sampaikan, matematika merupakan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif, matematika merupakan sarana berfikir deduktif”.

Sementara menurut Reys, et.al (1998: 2) matematika merupakan ilmu yang mempelajari pola dan hubungan, cara untuk berpikir, seni, bahasa, dan alat.

Dari pendapat yang dikemukakan di atas, matematika memiliki makna yang jauh lebih luas dari perhitungan angka karena matematika berfungsi sebagai cara dan alat untuk berpikir. Matematika mengandung unsur-unsur keindahan sebagaimana yang terkandung dalam seni. Matematika juga merupakan bahasa yang bersifat kuantitatif, dan merupakan ilmu yang mempelajari pola-pola serta hubungan. 

2.   Kemampuan Dasar Matematika Anak Usia Dini

Kemampuan dasar matematika anak usia dini menurut Piaget, Jean dan Inhelder, Barbel (2010: 111-123) anak yang berada di bangku TK yang berusia 4-6 tahun yang dalam tahap perkembangan kognitifnya berada pada tahap pra-operasional, pada umumnya dikenalkan matematika sebagai berikut: a. bilangan, b. konservasi, c. seriasi, d. klasifikasi, e. jarak, f. waktu dan kecepatan, g. pola dan h. pengukuran.

3.   Prinsip Pembelajaran Matematika Anak Usia Dini

Prinsip pembelajaran matematika pada anak usia dini adalah:

a.      Membangun keinginan dan kepercayaan diri dalam menyesuaikan berhitung.

b.     Menghargai kesalahan anak dan jangan menghukumnya, fokus pada apa yang anak capai.

c.      Pelajaran yang mengasyikkan dengan melakukan aktifitas yang menghubungkan kegiatan berhitung dengan kehidupan sehari-hari.

d.     Pembelajaran secara langsung yang dilakukan oleh anak didik melalui bermain dan permainan yang diberikan secara bertahap dan menyenangkan bagi anak didik.

e.      Tidak memaksakan kehendak guru dimana anak diberi kebebasan untuk berpartisipasi atau terlibat langsung menyelesaikan masalah-masalahnya.

  

C.      Hakikat Bilangan

1.   Kemampuan Mengenal Lambang Bilangan Pada Anak TK

a.   Pengertian Mengenal Bilangan di Taman Kanak-Kanak

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2007: 707) “Kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan untuk melakukan sesuatu’. Kemampuan merupakan bagian dari kecerdasan seorang individu yakni kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah untuk menjalankan kegiatan mental sedangkan kemampuan fisik adalah untuk melakukan kegiatan yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan bakat-bakat sejenisnya. Setiap individu memiliki kecerdasan logika matematika atau kemampuan memahami bilangan.

Kemampuan menurut Munandar  (Ahmad, 2011: 97) bahwa kemampuan merupakan suatu daya untuk melakukan suatu tindakan dari hasil pembawaan atau latihan. Seseorang dapat melakukan sesuatu karena adanya kemampuan yang dimilikinya. Dalam pandangan Munandar kemampuan ini adalah potensi seseorang yang merupakan bawaan sejak lahir serta dikembangkan dengan adanya pembiasaan dan latihan sehingga ia mampu melakukan sesuatu. Kemampuan mengenal lambang bilangan pada anak TK sangat penting dikembangkan guna memperoleh kesiapan dalam mengikuti pembelajaran di tingkat yang lebih tinggi khususnya dalam penguasaan konsep matematika.

Dengan demikian kemampuan mengenal lambang bilangan telah ada pada anak dan untuk mengembangkannya maka guru memberikan stimulus dan rangsangan pada anak agar kemampuan mengenal lambang bilangan dapat berkembang dengan baik dan optimal.

Perkembangan kognitif dan kemampuan berfikir anak TK dalam mengenal lambang bilangan termasuk ke dalam kemampuan Number ability, yaitu kemampuan anak memahami dan memecahkan masalah-masalah matematis yaitu masalah yang menyangkut dan menggunakan angka-angka atau bilangan-bilangan.

Teori belajar Jean Piaget termasuk pada teori belajar kognitif yang berpandangan bahwa prose belajar pada manusia melibatkan pengenalan yang bersifat kognitif. Dimana cara belajar orang dewasa akan berbeda dengan cara belajar anak. Proses belajar orang dewasa melibatkan kemampuan kognitif yang lebih tinggi. Proses kognitif tersebut turut ambil bagian selama proses belajar berlangsung. Oleh karena itu, faktor tahap perkembangan kognitif individu menjadi pertimbangan utama berlangsungnya proses pembelajaran. Jean Piaget (Sutardi dan Sudirjo, 2007:13) membagi tahap perkembangan menjadi a) Tahap sensori motor (0-2), b) periode praoperasional (2-7), c) periode operasional konkrit (7-11/12), dan d) periode operasional formal (12-14/15)”.

Pada umumnya anak TK berumur 2-6 tahun, yaitu berada pada periode praoperasional. Anak yang masih berada pada periode ini untuk berpikir abstrak masih membutuhkan bantuan manipulasi objek-objek konkrit atau pengalaman-pengalaman yang langsung dialaminya.

Dalam belajar, menurut Piaget (Pitajeng, 2005:27) bahwa “Struktur kognitif yang dimiliki seseorang terjadi karena proses asimilasi dan akomodasi”. Asimilasi adalah proses mendapatkan informasi dan pengalaman baru yang langsung menyatu dengan struktur mental yang sudah dimiliki oleh seseorang. Sedangkan akomodasi adalah proses menstruktur kembali mental sebagai akibat adanya informasi dan pengalaman baru. Jadi, belajar tidak hanya menerima informasi dan pengalaman lama yang dimiliki siswa untuk mengakomodasikan informasi pengalaman baru. Oleh karena itu, yang perlu diperhatikan dalam tahap praoperasional adalah pembelajaran yang didasarkan pada benda-benda konkrit agar mempermudah siswa memahami lambang bilangan.

Bilangan merupakan bagian tak terpisahkan dari matematika. Sejarah lahirnya bilangan menunjukkan bahwa bilangan diperlukan dalam kegiatan sehari-hari, mulai dari perhitungan sederhana di zaman dahulu sampai perhitungan rumit saat ini untuk keperluan teknologi  tinggi.

Menurut Sutawidjaya (1992:20) bahwa “Bilangan merupakan sebuah lambang dalam menyatakan sebuah konsep banyaknya anggota dalam sebuah kumpulan atau himpunan”. Sedangkan konsep bilangan mengacu kepada banyak anggota.

Berdasarkan Kurikulum Taman Kanak-Kanak, Standar Kompetensi yang harus dikuasai anak dalam aspek kognitid yaitu anak mampu mengenal berbagai konsep dalam kehidupan sehari-hari. Hasil belajar yang diharapkan yaitu anak dapat mengenal bilangan. Indikator yang harus dicapai adalah (1) membilang/menyebutkan urutan bilangan dari 1 sampai 10, (2) membilangan dengan menunjuk benda (mengenal konsep bilangan dengan benda-benda) sampai 5, (3) menunjukkan urutan benda untuk bilangan sampai 5, (4) menghubungkan/memasangkan lambang bilangan dengan benda-benda sampai 5 (anak tidak disuruh menulis), (5) menunjukkan 2 kumpulan benda yang sama jumlahnya, yang tidak sama, lebih banyak dan lebih sedikit, (6) menyebutkan kembali benda-benda yang baru dilihatnya.

Berdasarkan Permendiknas Nomor 146 Tahun 2014 tentang kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini bahwa indicator pencapaian untuk mengenal lambang bilangan adalah Menghubungkan benda-benda konkret  dengan lambang bilangan 110.

b.   Pentingnya Pembelajaran Bilangan di Taman kanak-Kanak

Pembelajaran bilangan penting diberikan kepada anak sejak dini karena pada masa ini perkembangan otak mengalami lompatan dan berjalan demikian pesat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Osborn (Depdiknas, 2007:5) bahwa “Perkembangan intelektual pada anak berkembang sangat pesat pada kurun usia 0 sampai pra sekolah.” Pernyataan itu didukung oleh pendapat Bloom dalam (Depdiknas, 2007:5) bahwa “50% dari potensi intelektual anak terbentuk di usia 4 tahun kemudian mencapai sekitar 80% pada usia 8 tahun.

Sejak dini juga anak sudah mulai mengenal dan menggali berbagai dimensi matematis dari dunia mereka. Mereka membandingkan kuantitas, menemukan berbagai bentuk, menentukan arah dalam ruang, dan menyelesaikan berbagai permasalahan nyata seperti menyeimbangkan bangunan balok yang tinggi atai membagi semangkuk makanan secara adil dengan seorang temannya.

Pemahaman bilangan membantu anak membentuk pemahaman atas dunia mereka di luar sekolah dan membantu mereka membangun sebuah dasar yang kokoh untuk kesuksesan di dalam sekolah. Mengingat betapa pentingnya bilangan dalam kehidupan manusia, maka pembelajaran bilangan perlu diperkenalkan sedini mungkin. Karena “bilangan merupakan dasar bagi pengembangan kemampuan matematika” (Depdiknas, 2000:1). Hal ini dipertegas oleh pendapat Grouws dan Cebulla (Suparlan, 2004:35) yang menyatakan bahwa “Pengertian bilangan merupakan prasyarat yang paling dasar yang harus dikuasai dengan benar oleh siswa, dengan cara membangun konstruksi pemahaman yang benar dalam benak siswa.”

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran bilangan sangat penting ditanamkan kepada anak usia dini karena pada masa anak-anak perkembangan intelektualnya sangat pesat. Pengenalan bilangan pada anak-anak juga dapat membantu perkembangan aspek-aspek lainnya, seperti emosi, fisik, bahasa dan lain-lain. Manfaat mengenal lambang bilangan untuk anak usia dini adalah untuk mengembangkan aspek perkembangan dan aspek kecerdasan dengan menstimulasi otak untuk berpikir logis, dapat beradaptasi dan menyesuaikan dengan lingkungan yang kesehariannya memerlukan kepandaian berhitung, memiliki apresiasi, konsentrasi, serta ketelitian yang tinggi.

c.   Tahap-tahap Pembelajaran Bilangan di Taman kanak-kanak

Tahap-tahap pembelajarna mengenal lambang bilangan di TK dapat dilakukan sesuai dengan teori perkembangan mental anak atau teori tingkat perkembangan berpikir anak menurut Jean Piaget (Subarinah, 2006: 2) yaitu “tahap sensori motorik (usia kurang dari 2 tahun), tahap praoperasi (usia 2-7 tahun), tahap operasi konkrit (7-11 tahun), tahap operasi formal (11 tahun ke atas).

Dalam teorinya Jerome S Bruner menekankan proses belajar menggunakan model mental, setiap individu yang belajar mengalami sendiri apa yang dipelajarinya agar proses tersebut direkam dalam pikirannya dengan caranya sendiri. Bruner (Subarinah, 2006: 3) membagi proses dalam 3 tahapan yaitu “tahap kegiatan (enactive), tahap gambar bayangan (iconic), tahap simbolik (symbolic)”.

Dalam menyampaikan materi pembelajaran tentang mengenal bilangan pada anak usia dini tidak dapat dilakukan secara tergesa-gesa, tetapi harus secara bertahap. Menurut Thorndike (Maulana, 2008:65) bahwa : “Sebaiknya materi diberikan dan disusun dari tahap yang paling mudah ke yang paling sukar, sesuai dengan tingkatan kelas dan tingkatan sekolah. Penguasaan materi yang lebih mudah akan menuntun anak untuk menguasai materi selanjutnya yang lebih sukar. Atau dengan kata lain, topic/konsep prasyarat harus dikuasai terlebih dahulu untuk dapat memahami topik atau konsep selanjutnya”. 

Begitu pula menurut Raharjo (2004: 3) menyatakan bahwa ada beberapa tahap dalam menyampaikan bilangan pada anak yaitu: (a) peragaan membilang 1 sampai dengan 5, (b) peragaan mengenal bilangan berdasarkan banyaknya benda dalam satu kumpulan (diawali dengan bilangan 1 sampai 5) untuk pertama kali dilakukan secara urut, kemudian dilakukan secara acak. Apabila dilakukan secara urut sudah lancar dapat dilanjutkan secara acak hingga lancar. Apabila peragaan secara acak sudah lancar berarti penanaman konsep bilangan sudah tercapai. (c) Peragaan mengenal lambang bilangan, yang diawali dengan satu sampai 5. Untuk peragaan awal, dapat dilakukan dengan cara memasangkan antara banyaknya benda dalam kumpulan sebanyak 1 hingga 5 dengan lambang bilangan 1 sampai 5. Selanjutnya baru pada lambangnya saja, pertama dilakukan secara urut kemudian secara acak. Apabila peragaan secara acak sudah lancar, hal ini berarti bilangan 1 sampai 5 sudah tertanam pada pikiran anak. (d) Menulis lambang bilangan. Menulis lambang bilangan dilakukan menulis di udara atau di dinding tanpa goresan dan menulis di buku. Sesudah anak mengenal tulisan bilangan 1 sampai 5 maka dapat dilanjutkan dengan tingkat selanjutnya dengan cara yang sama.

Pada tahapan penanaman konsep, anak memahami berbagai konsep melalui pengalaman bekerja dan bermain dengan benda-benda konkrit, pada tahap transisi guru dapat mengenalkan lambang konsep dengan menghubungkan antara konsep konkrit dengan lambang bilangan dan pada tahap lambang guru dapat mengenalkan berbagai lambang yang ada dalam matematika, Piaget dan Lorton (Sriningsih, 2008: 34).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketika akan memberikan pembelajaran mengenal lambang bilangan pada anak usia dini tidak dapat dilakukan secara asal maupun tergesa-gesa, tetapi harus dilakukan secara bertahap mulai dari yang termudah sampai dengan yang tersulit seperti mulai dari konsep bilangan, menghubungkan konsep ke lambang bilangan dan mengenalkan lambang bilangan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan berbagai macam benda yang menarik yang ada di sekitar lingkungan anak, melalui sebuah permainan untuk mendorong anak memahami lambang bilangan dengan baik. Melalui tahapan yang benar, maka diharapkan anak dapat mengenal bilangan dengan mudah dan benar.

d.   Indikator Mengenal Bilangan di Taman Kanak-Kanak

Menurut Payne, et. al (Copley, 2005: 56) kemampuan-kemampuan yang dikemukakan dalam bilangan dan operasi bilangan diantaranya adalah:

1)   Counting (berhitung)

Counting atau berhitung merupakan untuk menyebutkan angka secara urut mulai dari satu, dua, tiga dan seterusnya sampai anak dapat mengingatnya.

2)   One to One correspondence (hubungan satu kesatuan)

One to One correspondence atau hubungan satu kesatuan merupakan kemampuan yang dimiliki anak dalam mengurutkan, menyesuaikan jumlah angka dengan benda.

3)   Quantity (kuantitas)

Quantity atau kuantitas merupakan kemampuan yang dimiliki anak untuk mengetahui jumlah benda yang ada dihadapannya dengan cara menghitung secara urut benda tersebut.

 

2.   Metode Demonstrasi

a.     Pengertian Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana berjalannya suatu proses pembentukan tertentu pada siswa. Untuk memperjelas pengertian tersebut prakteknya dapat dilakukan oleh guru atau anak didik itu sendiri.

Menurut Muhibbin Syah (2000: 22) “Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan”.

Menurut Roestiyah NK (2001: 81)  “Metode demonstrasi adalah cara mengajar instruktur atau guru menujukkan atau memperlihatkan suatu proses”. Peran metode demonstrasi mampu mengkomunikasikan suatu yang ingin disampaikan oleh pemberi dan penerima. Oleh karena itu dalam merancang proses belajar hendaknya dipilih metode yang benar-benar efektif dan efisien atau merancang metode sendiri sehingga dapat menyampaikan pesan pembelajaran, yang akhirnya terbentuk kompetensi tertentu dari siswa. Metode yang dimaksud dalam penelitian ini adalah metode demonstrasi. Metode demonstrasi mempunyai kemampuan atau potensi mengatasi  kekurangan-kekurangan guru, metode demonstrasi mampu menyampaikan materi secara jelas dan mudah dipahami siswa.

Menurut Syaiful Bahri Djamarah, (2000: 2) “metode demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk memperlihatkan sesuatu proses atau cara kerja untuk memperlihatkan suatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran.”

Dengan demikian penggunaan metode demonstrasi dapat merancang pikiran, perasaan dan kemauan. Dari hal tersebut maka proses belajar akan efektif dan prestasi siswa akan meningkat. Dari definisi-definisi di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa metode demonstrasi adalah cara-cara guru dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi, kejadian urutan melakukan suatu kegiatan atau benda tertentu yang sedang dipelajari baik dalam bentuk yang sebenarnya maupun tiruan melalui penggunaan berbagai macam media yang relevan dengan pokok bahasan untuk mempermudah siswa agar kreatif dalam memahami materi.

b.     Tujuan Metode Demonstrasi

Tujuan pengajaran menggunakan metode demonstrasi adalah untuk memperlihatkan proses terjadinya suatu peristiwa sesuai materi ajar, cara pencapaiannya dan kemudahan untuk dipahami oleh siswa dalam pengajaran kelas. Metode demonstrasi mempunyai kelebihan dan kekurangan.

c.      Manfaat Metode Demonstrasi

Manfaat psikologis dari metode demonstrasi adalah :

1)     Perhatian siswa dapat lebih dipusatkan

2)     Proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari

3)     Pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam diri siswa.

 

d.     Kelebihan Metode Demonstrasi

1)     Perhatian siswa lebih dapat dipusatkan pada pelajaran yang sedang diberikan.

2)     Kesalahan-kesalahan yang terjadi apabila pelajaran diceramahkan dapat diatasi melalui pengamatan dan contoh konkret, dengan menghadirkan obyek sebenarnya.

3)     Konsep yang diterima siswa lebih mendalam sehingga lebih lama dalam jiwanya.

4)     Memberikan motivasi yang kuat pada siswa agar lebih giat belajar karena siswa dilibatkan dengan pelajaran.

5)     Siswa dapat berpartisipasi aktif dan memperoleh pengalaman langsung serta dapat memperoleh kecakapan.

6)     Dapat menjawab semua masalah yang timbul di dalam pikiran setiap siswa karena ikut serta berperan secara langsung.

e.      Kekurangan Metode Demonstrasi

1)     Memerlukan waktu yang cukup banyak

2)     Tidak semua hal dapat didemonstrasikan di kelas

3)     Apabila terjadi kekurangan media, metode demonstrasi menjadi kurang efisien

4)     Memerlukan biaya yang cukup mahal, terutama untuk membeli bahan-bahannya.

5)     Memerlukan tenaga yang tidak sedikit.

6)     Apabila siswa tidak aktif maka metode demonstrasi menjadi tidak efektif.

Dengan metode demonstrasi, proses penerimaan siswa terhadap pelajaran akan lebih berkesan secara mendalam, sehingga membentuk pengertian dengan baik dan sempurna. Juga siswa dapat mengamati dan memperlihatkan apa yang diperlihatkan selama pelajaran berlangsung.

Metode demonstrasi baik digunakan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang hal-hal yang berhubungan dengan proses mengatur sesuatu, proses membuat sesuatu, proses bekerjanya sesuatu proses mengerjakan atau menggunakannya, komponen-komponen yang membentuk sesuatu, membandingkan suatu cara dengan cara lain dan untuk mengetahui atau melihat kebenaran sesuatu.

3.   Media Kartu Angka

a.      Pengertian Media

Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari “medium” yang berarti perantara yang dipakai untuk menunjukkan alat komunikasi. Secara harfiah media diartikan sebagai perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Menurut Briggs (Sumantri dan Permana, 1999: 176) adalah “Segala alat fisik yang bisa menyampaikan pesan serta merangsang peserta didik untuk belajar”.

Kata media berlaku untuk berbagai kegiatan atau usaha, istilah media dalam bidang pengajaran atau pendidikan disebut media pembelajaran, alat bantu atau media tidak hanya dapat memperlancar proses komunikasi akan tetapi dapat merangsang anak untuk merespon dengan baik segala pesan yang disampaikan. Pengertian media menurut Purnawati dan Eldarni (2001: 4), “media merupakan sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan suatu informasi sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat anak sehingga terjadi proses belajar”.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah alat bantu pembelajaran yang digunakan guru sebagai perantara untuk menyampaikan bahan-bahan intruksional dalam proses pembelajaran sehingga memudahkan pencapaian tujuan pembelajaran.

Peran media dalam komunikasi pembelajaran di Taman Kanak Kanak semakin penting artinya mengingat perkembangan anak saat itu berada pada masa konkret. Dengan demikian pembelajaran di TK harus menggunakan sesuatu yang memungkinkan anak dapat belajar secara konkret. Maka perlunya digunakan media sebagai saluran penyampai pesan dari guru kepada peserta didik agar pesan atau informasi tersebut dapat diterima atau diserap oleh anak dengan baik. Dengan demikian, diharapkan terjadi perubahan-perubahan perilaku berupa kemampuan-kemampuan dalam hal pengetahuan, sikap dan keterampilan.

b.     Manfaat Media

Pemanfaatan media pembelajaran di TK

1.       Memungkinkan anak berinteraksi secara langsung dengan lingkungannya.

2.       Memberikan pengalaman belajar yang berbeda dan bervariasi sehingga lebih merangsang minat peserta didik untuk belajar.

3.       Menciptakan situasi belajar yang tidak dapat dilupakan oleh peserta didik.

4.       Memberikan kemudahan kepada peserta didik untuk lebih memahami konsep, prinsip, sikap dan keterampilan tertentu dengan menggunakan media yang paling tepat menurut karakteristik bahan.

5.       Menyajikan pelajaran secara serempak bagi seluruh anak.

6.       Mampu memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap tercapainya kemampuan-kemampuan belajar anak TK yang diharapkan.

c.      Jenis-Jenis Media

Menurut Sanjaya (2006: 170) jenis-jenis media dilihat dari beberapa sudur yaitu :

1)     Dilihat dari sifatnya, media dapat dibagi ke dalam:

a)       Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja, tidak mengandung unsur suara, seperti film slide, foto transparansi, lukisan gambar dan berbagai bahan bentuk yang dicetak seperti media grafis.

b)      Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengar saja, atau media yang hanya memiliki unsur suara, seperti radio dan rekaman suara.

c)       Media audio visual, yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara juga mengandung unsur gambar yang dapat dilihat, seperti rekaman video, berbagai ukuran film, slide suara, dan lain sebagainya

2) Dilihat dari kemampuan jangkauannya, media dapat pula dibagi ke dalam:

a)       Media yang dapat diliput yang luas dan serentak seperti radio dan televisi. Melalui media ini siswa dapat mempelajari hal-hal atau kejadian-kejadian yang aktual secara serentak tanpa harus menggunakan ruangan yang khusus.

b)      Media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang dan waktu, seperti film slide, film video dan lain sebagainya

3) Dilihat dari cara atau teknik pemakaiannya, media dibagi ke dalam:

a)       Media yang diproyeksikan, seperti film, slide, film strip, transparansi dan lain sebagainya.

b)      Media yang tidak dapat diproyeksikan, seperti gambar, foto,lukisan, radio dan lain sebagainya.

Media menurut Subana, dkk (2006: 297) yaitu media terdiri atas lima jenis sebagai berikut:

1)     Alat visual, yaitu alat yang dapat memperlihatkan rupa dan bentuk. Seperti gambar, grafik, diagram, peta, poster, slide, model benda asli dan foto.

2)     Alat audio, yaitu alat yang dapat menghasilkan bunyi atau suara. Seperti kaset dan video.

3)     Alat audio visual murni, yaitu alat yang dapat menghasilkan rupa dan suara dalam satu unit seperti film bersuara dan televisi.

4)     Berbagai macam papan: papan tulis, papan planel, papan magnet, dan papan peragaan.

5)     Demonstrasi dan widiawisata

Berdasarkan beberapa pendapat tentang jenis media pembelajaran dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran pada dasarnya terdiri atas media audio, visual, dan audio visual. Media Pembelajaran yang dapat digunakan di Taman Kanak-kanak dapat beragam sesuai dengan tingkat capaian perkembangan anak.

d.       Pengertian Media Kartu Angka

Kartu adalah merupakan kertas persegi panjang yang agak tebal untuk berbagai keperluan. Menurut Soeharto (Dyah, 2005: 27), “Kartu diartikan sebagai salah satu ide untuk menyampaikan pendapat konsep dalam bentuk tertulis.” Menurut William (muji, 2000: 19) “Kartu adalah potongan kertas karton yang berisi tulisan kata-kata angka atau beberapa desain lain”.

Angka adalah sebuah nomor, lambang pengganti bilangan. Menurut Sudaryanti (2006: 1) “Bahwa angka adalah merupakan suatu notasi tertulis dari sebuah bilangan”.

Kartu angka adalah alat-alat atau perlengkapan yang digunakan oleh seseorang guru dalam mengajar yang berupa kartu dengan bertuliskan angka sesuai dengan tema yang diajarkan. Alat peraga kartu adalah alat bantu bagi anak untuk mengingat pelajaran. Alat peraga kartu dapat menimbulkan kesan di hati anak sehingga anak-anak tidak mudah melupakannya. Semakin kecil anak semakin perlu lebih banyak alat peraga yang dapat disentuh, dilihat, dirasakan dan didengarnya secara langsung.

Menurut Depdiknas (2007: 50) “Kartu angka adalah kertas tebah, berbentuk persegi panjang yang ditulis tanda atau lambang sebagai pengganti bilangan”.

Menurut Zaman, dkk. (2005: 6.15) kartu angka ini berisikan tulisan angka dari 1 sampai 10, 1 sampai 50 dan sebagai. Kartu ini terbuat dari kertas tebal atau kertas duplek yang berukuran 5 x 5 cm. biasanya permainan ini dimanfaatkan oleh anak berumur 5 sampai 6 tahun. Tujuan permainan ini adalah agar anak mengenal lambang bilangan dan belajar berhitung.

Media kartu angka termasuk jenis media visual. Sebagaimana halnya dengan media lain media kartu angka berfungsi untuk menyalurkan pesan dari sumber pesan kepada penerima pesan. Saluran yang digunakan menyangkut indra penglihatan. Pesan yang akan disampaikan dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi visual. Permainan kartu angka adalah pembelajaran dalam bentuk pertunjukkan atau permainan angka yang bermakna dan dalam suasana menggembirakan dengan menggunakan media kartu angka. Alat peraga kartu adalah alat untuk menjelaskan segala sesuatu yang sangat efektif, karena dengan alat peraga akan lebih jelas daripada dengan kata-kata saja.

 

 

e.        Keunggulan Media Kartu Angka

Keunggulan media kartu angka sebagai media visual menurut Sadiman, dkk (2006: 29) yaitu sebagai berikut :

1)     Sifatnya konkret, lebih realitstis menunjukkan pokok masalah dibandingkan media verbal semata.

2)     Dapat mengatasi batasan ruang dan waktu. Tidak semua benda, objek atau peristiwa dapat dibawa ke kelas dan tidak selalu bisa anak-anak dibawa ke objek atau peristiwa tersebut. Media kartu angka dapat mengatasi hal tersebut.

3)     Dapat mengatasi keterbasan pengamatan kita.

4)     Harganya murah dan mudah didapatkan atau dibuat tanpa memerlukan peralatan khusus.

Menurut Zaman, dkk (2005: 49) pemanfaatan media pembelajaran memiliki keunggulan sebagai berikut:

1)     Memungkinkan anak berinteraksi secara langsung.

2)     Memungkinkan adanya keseragaman pengamatan pada masing-masing anak.

3)     Membangkitkan motivasi belajar anak.

4)     Menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun disimpan menurut kebutuhan.

5)     Menyajikan pesan atau informasi belajar secara serempak bagi seluruh anak.

6)     Mengatasi keterbatasan waktu dan ruang.

7)     Mengontrol arah dan kecepatan belajar anak.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media kartu angka memiliki keunggulan yang dapat digunakan dalam pembelajaran mengenal bilangan di Taman Kanak-Kanak. Keunggulan tersebut diantaranya mudah dibuat, murah, lebih realistis, mengatasi keterbatasan waktu dan ruang, dan memungkinkan anak berinteraksi dengan kartu angka.

f.        Kelemahan Media Kartu Angka

Media kartu angka mempunyai kelemahan yaitu:

1)     Hanya menekankan persepsi indra mata.

2)     Ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar.

3)     Karena berdimensi dua kartu sulita untuk melukiskan bentuk sebenarnya (yang berdimensi tiga).

4)     Tidak dapat mempelihatkan gerak seperti gerak seperti halnya gambar hidup.

Kelemahan-kelemahan tersebut dapat diatasi jika guru benar-benar merencanakan dan membuat media kartu angka sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ditentukan.

g.       Alat dan Bahan Media Kartu Angka

Alat dan bahan yang digunakan untuk membuat media kartu angka yaitu sebagai berikut:

1)     Kertas dupleks

2)     Kertas warna

3)     Spidol

4)     Gunting

5)     Lem

1

3

5

7

9

10

8

6

4

2

 

 

 

 

 

 


Gambar 2.1 Contoh Media Kartu Bilangan

h.       Langkah-Langkah Penerapan Kartu Angka

Penerapan kartu angka untuk angka TK Kelompok A. contoh penerapan adalah:

1)     Guru terlebih dahulu mengkondisikan anak di dalam/di luar kelas agar dapat mengikuti pembelajaran yaitu pengenalan lambang bilangan.

2)     Guru mengajak anak-anak membilang 1-10 menggunakan benda sesuai tema.

3)     Kemudian benda tersebut dibagi menjadi 10 kumpulan. Pertama berisi 1 buah, kedua 2 buah, ketiga berisi 3 buah dan selanjutnya sampai bilangan sepuluh.

4)     Anak diminta untuk menghitung setiap kumpulan benda yang telah disiapkan oleh guru.

5)     Setelah anak menghitung benda tersebut guru mengenalkan anak dengan lambang bilangan menggunakan kartu angka, guru juga meminta anak untuk menebak angka yang diperintah guru atau dengan menunjuk lambang bilangan yang diminta guru. Kemudian kartu angka tersebut diletakkan pada kumpulan benda yang sesuai dengan jumlahnya.

6)     Setelah anak memahami lambang bilangan tersebut guru membagikan kartu angka pada anak dan meminta anak untuk mengulangai kegiatan tersebut secara mandiri.

7)     Langkah berikutnya anak dibagikan kartu angka (10 kartu) dan diminta untuk mengurutkan kartu tersebut mulai dari 1-10, kemudian anak menuliskan lambang bilangan di bawah gambar pada kartu bergambar dengan diberikan contoh dari guru.

8)     Langkah terakhir anak dibagikan kartu angka dan kemudian anak diminta memasangkan gambar dengan lambng bilangannya dengan cara menempelkan kartu angka di bawah gambar pada kartu bergambar.

9)     Guru memberikan tanggapan positif jika anak keliru bantu dia menghitungnya, setelah itu anak menghitung kembali tanpa dibantu.

 

 

No comments:

Post a Comment

About

Popular Posts