A.
Hakikat Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD)
1.
Pengertian
Pendidikan Anak Usia Dini
Anak usia dini adalah anak yang berada pada usia 0-6 tahun. Para ahli
memandang masa usia dini adalah masa yang paling fundamental bagi perkembangan
anak selanjutnya. Selain itu masa ini juga dipandang sebagai masa keemasan (golde
age) masa sensitif atau masa peka, masa inisiatif, dan masa pengembangan
diri.
Dimasa peka, kecepatan
pertumbuhan otak anak sangat tinggi artinya golden age merupakan masa
yang sangat teapt untuk menggali segala potensi kecerdasan anak
sebanyak-banyaknya. Pada masa anak usia dini anak memerlukan berbagia
bentuk bantuan orang dewasa dari kebutuhan jasmani dan rohani, mereka memiliki
hal yang sama dengan orang dewasa dalam kehidupan di dunia, misalnya hal untuk
mendapat pendidikan, kesehatan, perlindungan dari kekerasan dan rasa aman.
Perkembangan dan
pertumbuhan pada anak usia dini perlu diarahkan pada peletakan dasar yang tepat
bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia seutuhnya. Dengan demikian anak akan
berkembang secara optimal. Pada masa ini hampir seluruh potensi anak mengalami
masa peka untuk tumbuh dan berkembang secara cepat dan hebat.
Perkembangan setiap anak
tidak sama karena setiap individu memiliki perkembangan yang berbeda. Makanan
yang bergizi dan seimbang serta stimulasi yang intensif sangat dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan perkembangan tersebut. Apabila anak diberikan stimulasi secara
intensif dari lingkungannya, maka anak akan mampu menjalani tugas
perkembangannya dengan baik. Masa kanak-kanak merupakan masa saat anak belum
mampu mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Mereka cenderung senang
bermain pada saat yang bersamaan, ingin menang sendiri dan sering mengubah
aturan main untuk kepentingan diri sendiri.
Dengan demikian,
dibutuhkan upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek
perkembangan, baik perkembangan fisik maupun perkembangan psikis. Sesuai dengan
Permendiknas Nomor 58 tahun 2009 tentang standar PAUD, bahwa perkembangan anak
mencakup 5 aspek yaitu : moral dan nilai-nilai agama, fisik, kognitif, bahasa
dan sosioemosional.
Pada bab I pasal 1 ayat
14 ditegaskan bahwa “ Pendidikan usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan enam tahun yang dilakukan
melalui perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut”.
2.
Tujuan Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD)
Tujuan pendidikan anak
usia dini yang ingin dicapai adalah untuk mengembangkan pengetahuan dan
pemahaman orang tua dan guru serta pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan
dan perkembangan anak usia dini. Secara khusus tujuan yang ingin dicapai
adalah:
a.
Dapat mengidentifikasi
perkembangan fisiologis anak usia dini dan mengaplikasikan hasil identifikasi
tersebut dalam pengembangan fisiologis yang bersangkutan.
b.
Dapat memahami perkembangan
kreativitas anak usia dini dan usaha-usaha yang terkait dengan pengembangannya.
c.
Dapat memahami kecerdasan
jamak dan berkaitannya dengan perkembangan anak usia dini.
d.
Dapat memahami arti bermain
bagi perkembangan anak usia dini.
e.
Dapat memahami pendekatan
pembelajaran dan aplikasinya bagi perkembangan usia dini.
Tujuan anak usia dini secara umum adalah mengembangkan berbagai potensi
anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Secara khusus tujuan pendidikan anak usia dini agar :
a.
Anak mampu melakukan
ibadah, mengenal dan percaya akan ciptaan Tuhan dan mencintai manusia.
b.
Anak mampu mengelola
keterampilan tubuh termasuk gerakan-gerakan yang mengontrol gerakan tubuh,
gerakan halus, dan gerakan kasar, serta menerima rangsangan sensorik (panca
indera)
c.
Anak mampu menggunakan
bahasa untuk pemahaman bahasa pasif dan dapat berkomunikasi secara efektif yang
bermanfaat untuk berpikir dan belajar.
d.
Anak mampu berpikir logis,
kritis, memberikan alasan, memecahkan masalah dan menemukan hubungan sebab
akibat.
e.
Anak mampu mengenal
lingkungan alam, lingkungan sosial, peranan masyarakat, dan menghargai
keagamaan sosial dan budaya, serta mampu mengembangkan konsep diri, sikap
positif terhadap belajar, control diri, dan rasa memiliki.
f.
Anak memiliki kepekaan
terhadap irama, nada, birama, berbagai bunyi, bertepuk tangan, serta menghargai
hasil yang kreatif.
Selain itu,
tujuan pendidikan anak usia dini adalah :
a.
Untuk membentuk anak
Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan
tingkat perkembangan sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki
pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa.
b.
Untuk membantu menyiapkan
anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
c.
Intervensi dini dengan
memberikan rangsangan sehingga dapat menumbuhkan potensi-potensi yang
tersembunyi (hidden potency) yaitu dimensi perkembangan anak (bahasa,
intelektual, emosi, sosial, motorik, konsep diri, minat dan bakat).
d.
Melakukan deteksi dini
terhadap kemungkinan terjadinya gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan
potensi-potensi yang dimiliki anak.
3.
Prinsip – Prinsip
Pendidikan Anak Usia Dini
a.
Berorientasi pada kebutuhan anak
Pada dasarnya setiap
anak memiliki kebutuhan dasar yang sama, seperti kebutuhan fisik, rasa
aman, dihargai, tidak dibeda-bedakan, bersosialisasi, dan kebutuhan untuk
diakui. Anak tidak bisa belajar dengan baik apabila dia lapar, merasa tidak
aman/takut, lingkungan tidak sehat, tidak dihargai, atau diacuhkan oleh
pendidik atau temannya. Oleh karena itu dalam pelaksanaan pendidikan anak usia
dini guru harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut dengan tidak membedakan
anak satu dengan lainnya.
- Sesuai dengan
perkembangan anak
Anak usia dini memiliki
karakteristisk khusus disemua area perkembangannya. Di aspek fisik, anak telah
memiliki kekuatan otot dan koordinasi visual motorik yang semakin matang, di
aspek bahasa, anak telah memiliki kosa kata yang cukup sehingga mampu membangun
komunikasi dengan orang lain. Secara kognitif, anak telah mampu melakukan
hubungan logika sebab akibat dan pemecahan masalah, sedangkan sosial emosional,
anak telah mempunyai kemampuan untuk mengelola perasaannnya sehingga
memungkinkan untuk menjalin interaksi dengan teman dan orang dewasa. Secara
moral dan agama anak mulai dapat membedakan hal – hal yang baik dan buruk. Oleh
karena itu guru harus memahami tahap perkembangan anak dan menyusun kegiatan
yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak untuk mendukung pencapaian tahap
perkembangan yang lebih tinggi.
- Sesuai dengan keunikan
setiap individu
Anak merupakan individu yang
unik, masing – amsing mempunyai gaya belajar yang berbeda. Ada anak yang lebih
mudah belajarnya dengan mendengarkan (auditori), ada anak yang lebih mudah
belajarnya dengan melihat (visual) dan ada anak yang harus belajar dengan
bergerak ( kinestetik ). Anak juga memiliki minat yang berbeda – beda terhadap
alat/bahan yang dipelajari /digunakan, juga mempunyai bahasa yang berbeda,
bakat yang berbeda, cara merespon lingkungan, serta kebiasaan yang berbeda.
Guru seharusnya mempertimbangkan perbedaan individual anak, dan mengakui
perbedaan tersebut sebagai kelebihan masing – masing anak. Untuk mendukung hal
tersebut sebagai kelebihan masing – masing anak. Untuk mendukung hal tersebut
guru harus menggunakan cara yang beragam dalam membangun pengalaman anak,
menyediakan kesempatan bagi anak untuk belajar dengan cara yang sesuai dengan
kekuatannya, serta menyediakan ragam main yang cukup.
- Kegiatan belajar
dilakukan melalui bermain
Pembelajaran dilakukan dengan
cara yang menyenangkan , sehingga tidak boleh terjadi pemaksaan atau
penekanan. Selama bermain anak mendapatkan pengalaman untuk mengembangkan
aspek – aspek nilai agama dan moral, fisik motorik, kognitif, bahasa dan sosial
emosional. Pembiasaan dan pembentukan karakter yang baik serta tanggung jawab,
kemandirian , sopan santun, dan lainnya ditanamkan melalui kegiatan yang
menyenangkan.
- Pembelajaran berpusat
pada anak.
Pembelajaran di PAUD
hendaknya menempatkan anak sebagai subjek pendidikan. Oleh karena itu guru
harus memberi kesempatan kepada anak – anak untuk menenrukan pilihan,
mengemukakan pendapat, dan aktif melakukan atau mengalami sendiri untuk
membangun pengetahuannya sendiri. Guru bertindak sebagai fasilitator saja,
bukan yang menentukan segala sesuatu yang akan dikerjakan anak.
- Anak sebagai pembelajar
yang aktif
Anak bukanlah sebuah wadah
yang kosong yang perlu diisi guru dengan berbagai pengetahuan, tetapi anak
merupakan subjek/ pelaku kegiatan dan guru merupakan fasilitator
(membantu dan mengarahkan sesuai dengan kebutuhan masing – masing anak). Anak
mempunyai rasa ingin tahu yang besar, mempunyai banyak ide dan tidak bisa
berdiam dalam jangka waktu lama. Ijinkanlah anak untuk membangun pengetahuannya
sendiri melalui pengalaman dengan beraneka bahan dan kegiatan. Oleh karena itu
guru harus menyediakan berbagai bahan dan alat serta memberi kesempatan anak
untuk memainkannya dengan berbagai cara, dan memberikan waktu yang cukup
kepada anak untuk mengenal lingkungannya dengan caranya sendiri. Guru
juga harus memahami dan tidak memaksakan anak untuk duduk diam tanpa aktifitas
yang dilakukannya dalam waktu yang lama.
- Anak belajar dari
konkrit keabstrak, dari sederhana ke yang kompleks, dari gerakan ke
verbal, dan dari sendiri ke sosial
1)
Anak belajar mulai dari hal – hal yang paling konkret yang
dapat dirasakan oleh inderanya (dilihat, diraba, dicium, dicecap, didengar) ke
hal – hal yang bersifat abstrak/ imajinasi.
2)
Anak belajar dari konsep yang paling sederhana ke konsep
yang rumit, misalnya mula – mula anak memahami apel sebagai buah kesukaannya,
kemudian anak memahami apel sebagai buah yang berguna untuk kesehatannya.
3)
Kemampuan komunikasi anak dimulai dengan menggunakan bahasa
tubuh lalu berkembang menggunakan bahasa lisan. Guru harus memahami bahasa
tubuh anak dan membantu mengembangkan kemampuan bahasa anak melalui kegiatan
bermain
4)
Anak memahami lingkungannya dimulai dari hal – hal yang
terkait dengan dirinya sendiri, kemudian ke lingkungan dan orang – orang yang
paling dekat dengan dirinya, sampai kepada lingkungan yang lebih luas. Dengan
demikian guru harus menyediakan alat – alat main dari yang paling konkrit
sampai alat main yang bisa digunakan sebagai pengganti benda yang sesungguhnya.
- Menyediakan lingkungan
yang mendukung proses belajar
Lingkungan merupakan sumber belajar yang sangat bermanfaat
bagi anak. Lingkungan pembelajaran berupa lingkungan fisik dan non fisik.
Lingkungan fisik berupa penataan ruangan, penataan alat main, benda – benda
yang ada disekitar anak, dan lingkungan non fisik berupa kebiasaan orang –
orang sekitar, suasana belajar, dan interaksi guru dan anak yang berkualitas,
karena itu guru perlu menata lingkungan yang menarik, menciptakan suasana
hubungan yang menarik, menciptakan suasana hubunngan yang hangat dengan anak.
- Merangsang munculnya
kreativitas dan inovasi
Pada dasarnya setiap anak memiliki potensi kreativitas yang
sangat tinggi, karena itu berikan anak kesempatan untuk menggunakan bahan
dengan berbagai jenis tekstur ,bentuk dan ukuran dalam kegiatan permainannya,
dan kesempatan untuk belajar tentang berbagai sifat dan bahan – bahan, cara
memainkan, bereksplorasi dan menemukan. Guru perlu menghargai setiap kreasi
anak apapun bentuknya sebagai wujud karya kreatif mereka. Dengan kreativitas,
nantinya anak akan memiliki pribadi yang kreatif sehingga mereka dapat
memecahkan masalah/persoalan kehidupan dengan cara – cara yang kreatif.
- Mengembangkan kecakapan
hidup anak
Kecakapan hidup merupakan suatu ketrampilan dasar yang perlu
dimiliki anak melalui pengembangan karakter, yang berguna bagi kehidupannya
kelak. Karakter yang baik dapat dikembangkan dan dipupuk sehingga menjadi modal
masa depan anak. Kecakapan hidup diarahkan untuk membantu anak menajdi mandiri,
tekun, bekerja keras, disiplin dan jujur, percaya diri, menghargai kerjasama
dan mampu membangun hubungan dengan orang lain
- Menggunakan berbagai
sumber dan media belajar
Sumber dan media belajar anak usia dini tidak terbatas pada
alat dan media hasil pabrikan, tetapi dapat menggunakan berbagai bahan dan alat
yang tersedia di lingkungan belajar sepanjang tidak membahayakan anak.
Air, tanah, pasir, batu – batuan, kerang, botol bekas, karton bekas, baju
bekas, sepatu bekas dan masih banyak lagi benda lainnya yang dapat dijadikan
sebagai media belajar. Dengan menggunakan bahan dan benda yang ada disekitar
anak, maka kepedulian anak terhadap lingkungan terasah untuk ikut serta menjaga
dan melestarikan lingkungan alam sekitarnya. Sumber belajar juga tidak terbatas
pada guru tetapi orang – orang lain yang ada disekitarnya. Misalnya anak
belajar pada petani, polisi, tukang pos, penjual, satpam, dan lainnya
dengan cara mengunjungi tempat kerja mereka atau mendatangkan mereka ke sekolah
PAUD / Taman Kanak – Kanak, untuk menjadi sumber belajar/ pengetahuan
atau inspirasi.
- Anak belajar sesuai
dengan kondisi sosial budayanya
PAUD merupakan wahana untuk tumbuh kembang anak sesuai
dengan potensi dengan berdasarkan sosial budaya yang berlaku di lingkungannya.
Pendidik seharusnya mengenalkan budaya daerah seperti kesenian, bahasa, adat –
istiadat, permainan tradisional, alat musik dan sebagainya untuk menjadi bagian
dari pembelajaran baik secara rutin, mapun pada saat – saat tertentu.
- Melibatkan peran serta
orang tua
Keberhasilan PAUD tidak bisa tercapai secara optimal tanpa
keterlibatan orang tua. Guru sebagai pendidik kedua harus menjalin kerjasama
atau hubungan dengan orang tua untuk mendapatkan informasi tentang anak agar
dapat menumbuh kembangkan semua potensi anak secara optimal. Orang tua harus
dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan program pendidikan di sekolah,
sehingga diharapkan dapat menjamin terjadinya keberlangsungan dan kesinambungan
program antara apa yang dilakukan guru di sekolah dengan orang tua di rumah.
- Stimulasi pendidikan
bersifat menyeluruh yang mencakup semua aspek perkembangan
Setiap anak melakukan sesuatu, sesungguhnya ia sedang
mengembangkan berbagai aspek perkembangan/ kecerdasannya. Sebagai contoh saat
anak makan, ia mengembangkan kemampuan bahasa (kosa kata tentang bahan makanan,
jenis makanan), mengembangkan gerakan motorik halus (memegang sendok, membawa
makanan ke mulut), kemampuan kognitif, membedakan macam – macam rasa, membedakan
jumlah makanan banyak-sedikit, kemampuan sosial emosi ( duduk dengan sopan,
saling berbagi), aspek moral agama (berdoa sebelum dan sesudah makan). Program
pembelajaran dan kegiatan anak yang dikembangkan guru seharusnya ditujukan
untuk mencapai kematangan semua aspek perkembangan.
4.
Karakteristik Anak Usia Dini
Anak usia dini memiliki
karakteristik yang khas, baik secara fisik, sosial, moral dan sebagainya.
Menurut Siti Aisyah, dkk (2010:1.4-1.9) karakteristik anak usia dini antara
lain: a) memiliki rasa ingin tahu yang besar, b) merupakan pribadi yang unik,
c) suka berfantasi dan berimajinasi, d) masa paling potensial untuk belajar, e)
menunjukkan sikap egosentris, f) memiliki rentang daya konsentrasi yang pendek,
g) sebagai bagian dari makhluk sosial, penjelasannya adalah sebagai berikut.
Usia dini merupakan masa emas, masa
ketika anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Pada usia ini
anak paling peka dan potensial untuk mempelajari sesuatu, rasa ingin tahu anak
sangat besar. Hal ini dapat kita lihat dari anak sering bertanya tentang apa
yang mereka lihat. Apabila pertanyaan anak belum terjawab, maka mereka akan
terus bertanya sampai anak mengetahui maksudnya. Di samping itu, setiap anak
memiliki keunikan sendiri-sendiri yang berasal dari faktor genetik atau bisa
juga dari faktor lingkungan. Faktor genetik misalnya dalam hal kecerdasan anak,
sedangkan faktor lingkungan bisa dalam hal gaya belajar anak.
Anak usia dini suka berfantasi dan berimajinasi. Hal ini penting bagi
pengembangan kreativitas dan bahasanya. Anak usia dini suka membayangkan dan
mengembangkan suatu hal melebihi kondisi yang nyata. Salah satu khayalan anak
misalnya kardus, dapat dijadikan anak sebagai mobil-mobilan. Menurut Berg,
rentang perhatian anak usia 5 tahun untuk dapat duduk tenang memperhatikan
sesuatu adalah sekitar 10 menit, kecuali hal-hal yang biasa membuatnya senang.
Anak sering merasa bosan dengan satu kegiatan saja. Bahkan anak mudah sekali
mengalihkan perhatiannya pada kegiatan lain yang dianggapnya lebih menarik.
Anak yang egosentris biasanya lebih banyak berpikir dan berbicara tentang diri
sendiri dan tindakannya yang bertujuan untuk menguntungkan dirinya, misalnya
anak masih suka berebut mainan dan menangis ketika keinginannya tidak dipenuhi.
Anak sering bermain dengan teman-teman di lingkungan sekitarnya. Melalui
bermain ini anak belajar bersosialisasi. Apabila anak belum dapat beradaptasi
dengan teman lingkungannya, maka anak anak akan dijauhi oleh teman-temannya.
Dengan begitu anak akan belajar menyesuaikan diri dan anak akan mengerti bahwa
dia membutuhkan orang lain di sekitarnya.
Pendidik perlu memahami karakteristik anak untuk mengoptimalkan kegiatan
pembelajaran. Pendidik dapat memberikan materi pembelajaran sesuai dengan
perkembangan anak. Pendapat lain tentang karakteristik anak usia dini (Hibama S
Rahman, 2002: 43-44) adalah sebagai berikut.
a.
Usia 0–1 tahun
Perkembangan fisik pada masa bayi
mengalami pertumbuhan yang paling cepat dibanding dengan usia selanjutnya
karena kemampuan dan keterampilan dasar dipelajari pada usia ini. Kemampuan dan
keterampilan dasar tersebut merupakan modal bagi anak untuk proses perkembangan
selanjutnya. Karakteristik anak usia bayi adalah sebagai berikut: 1)
keterampilan motorik antara lain anak mulai berguling, merangkak, duduk,
berdiri dan berjalan, 2) keterampilan menggunakan panca indera yaitu anak
melihat atau mengamati, meraba, mendengar, mencium, dan mengecap dengan
memasukkan setiap benda ke mulut, 3) komunikasi sosial anak yaitu komunikasi
dari orang dewasa akan mendorong dan memperluas respon verbal dan non verbal
bayi.
b.
Anak Usia 2–3 tahun
Usia ini anak masih mengalami pertumbuhan
yang pesat pada perkembangan fisiknya. Karakteristik yang dilalui anak usia 2-3
tahun antara lain: 1) anak sangat aktif untuk mengeksplorasi benda-benda yang
ada di sekitarnya. Eksplorasi yang dilakukan anak terhadap benda yang ditemui
merupakan proses belajar yang sangat efektif, 2) anak mulai belajar
mengembangkan kemampuan berbahasa yaitu dengan berceloteh. Anak belajar
berkomunikasi, memahami pembicaraan orang lain dan belajar mengungkapkan isi
hati dan pikiran, 3) anak belajar mengembangkan emosi yang didasarkan pada
faktor lingkungan karena emosi lebih banyak ditemui pada lingkungan.
c.
Anak usia 4–6 tahun
Anak pada usia ini kebanyakan sudah
memasuki Taman Kanak-kanak. Karakteristik anak 4-6 tahun adalah: 1)
perkembangan fisik, anak sangat aktif dalam berbagai kegiatan sehingga dapat
membantu mengembangkan otot-otot anak, 2) perkembangan bahasa semakin baik anak
mampu memahami pembicaraan orang lain dan mampu mengungkapkan pikirannya, 3)
perkembangan kognitif (daya pikir) sangat pesat ditunjukkan dengan rasa
keingintahuan anak terhadap lingkungan sekitarnya. Anak sering bertanya tentang
apa yang dilihatnya, 4) bentuk permainan anak masih bersifat individu walaupun
dilakukan anak secara bersama-sama.
d.
Anak usia 7–8 tahun
Karakteristik anak usia 7-8 tahun adalah:
1) dalam perkembangan kognitif, anak mampu berpikir secara analisis dan
sintesis, deduktif dan induktif (mampu berpikir bagian per bagian), 2)
perkembangan sosial, anak mulai ingin melepaskan diri dari orangtuanya. Anak
sering bermain di luar rumah bergaul dengan teman sebayanya, 3) anak mulai
menyukai permainan yang melibatkan banyak orang dengan saling berinteraksi, 4)
perkembangan emosi anak mulai berbentuk dan tampak sebagai bagian dari
kepribadian anak.
Karakteristik anak usia dini merupakan individu yang memiliki tingkat
perkembangan yang relatif cepat merespon (menangkap) segala sesuatu dari
berbagai aspek perkembangan yang ada. Sedangkan karakteristik anak usia dini
menurut Richard D.Kellough (Kuntjojo, 2010) adalah sebagai berikut: a)
egosentris, b) memiliki curiosity yang tinggi, c) makhluk sosial, d) the unique
person, e) kaya dengan fantasi, f) daya konsentrasi yang pendek, g) masa
belajar yang paling potensial.
Egosentris adalah salah satu sifat seorang anak dalam melihat dan
memahami sesuatu cenderung dari sudut pandang dan kepentingan diri sendiri.
Anak mengira bahwa semuanya penuh dengan hal-hal yang menarik dan menakjubkan.
Melalui interaksi dengan orang lain anak membangun konsep diri sehingga anak
dikatakan sebagai makhluk sosial. Anak memiliki daya imajinasi yang berkembang
melebihi apa yang dilihatnya. Anak juga memiliki daya perhatian yang pendek
kecuali terhadap hal-hal yang bersifat menyenangkan bagi anak. Berbagai
perbedaan yang dimiliki anak penanganan yang berbeda mendorong pada setiap
anak. Pada masa belajar yang potensial ini, anak mengalami masa peka untuk
tumbuh dan berkembang dengan cepat.
Anak usia dini merupakan masa peka dalam berbagai aspek perkembangan
yaitu masa awal pengembangan kemampuan fisik motorik, bahasa, sosial emosional,
serta kognitif. Menurut Piaget (Slamet Suyanto, 2003: 56-72), anak memiliki 4
tingkat perkembangan kognitif yaitu tahapan sensori motorik (0-2 tahun), pra
operasional konkrit (2-7 tahun), operasional konkrit (7-11 tahun), dan operasional
formal (11 tahun ke atas).
Dalam tahap sensori motorik (0-2 tahun), anak mengembangkan kemampuannya
untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan dengan gerakan dan tindakan
fisik. Anak lebih banyak menggunakan gerak reflek dan inderanya untuk berinteraksi
dengan lingkungannya. Pada perkembangan pra operasional, proses berpikir anak
mulai lebih jelas dan menyimpulkan sebuah benda atau kejadian walaupun itu
semua berada di luar pandangan, pendengaran, atau jangkauan tangannya. Pada
tahap operasional konkrit, anak sudah dapat memecahkan persoalan-persoalan
sederhana yang bersifat konkrit dan dapat memahami suatu pernyataan,
mengklasifikasikan serta mengurutkan. Pada tahap operasional formal, pikiran
anak tidak lagi terbatas pada benda-benda dan kejadian di depan matanya.
Pikiran anak terbebas dari kejadian langsung.
Dilihat dari perkembangan kognitif, anak usia dini berada pada tahap pra
operasional. Anak mulai proses berpikir yang lebih jelas dan menyimpulkan
sebuah benda atau kejadian walaupun itu semua berada di luar pandangan,
pendengaran, atau jangkauan tangannya. Anak mampu mempertimbangkan tentang
besar, jumlah, bentuk dan benda-benda melalui pengalaman konkrit. Kemampuan
berfikir ini berada saat anak sedang bermain.
B.
Hakikat Matematika
1.
Pengertian Matematika
Untuk Anak Usia Dini
Menurut Sumantri (1992: 190-195) menyebutkan “bahwa
matematika merupakan bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan
yang akan kita sampaikan, matematika merupakan bahasa numerik yang memungkinkan
kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif, matematika merupakan sarana
berfikir deduktif”.
Sementara menurut Reys, et.al (1998: 2) matematika merupakan
ilmu yang mempelajari pola dan hubungan, cara untuk berpikir, seni, bahasa, dan
alat.
Dari pendapat yang dikemukakan di atas, matematika memiliki
makna yang jauh lebih luas dari perhitungan angka karena matematika berfungsi
sebagai cara dan alat untuk berpikir. Matematika mengandung unsur-unsur
keindahan sebagaimana yang terkandung dalam seni. Matematika juga merupakan
bahasa yang bersifat kuantitatif, dan merupakan ilmu yang mempelajari pola-pola
serta hubungan.
2.
Kemampuan Dasar
Matematika Anak Usia Dini
Kemampuan dasar matematika anak usia dini menurut Piaget,
Jean dan Inhelder, Barbel (2010: 111-123) anak yang berada di bangku TK yang
berusia 4-6 tahun yang dalam tahap perkembangan kognitifnya berada pada tahap
pra-operasional, pada umumnya dikenalkan matematika sebagai berikut: a.
bilangan, b. konservasi, c. seriasi, d. klasifikasi, e. jarak, f. waktu dan
kecepatan, g. pola dan h. pengukuran.
3.
Prinsip Pembelajaran
Matematika Anak Usia Dini
Prinsip
pembelajaran matematika pada anak usia dini adalah:
a.
Membangun keinginan dan
kepercayaan diri dalam menyesuaikan berhitung.
b.
Menghargai kesalahan anak
dan jangan menghukumnya, fokus pada apa yang anak capai.
c.
Pelajaran yang mengasyikkan
dengan melakukan aktifitas yang menghubungkan kegiatan berhitung dengan
kehidupan sehari-hari.
d.
Pembelajaran secara
langsung yang dilakukan oleh anak didik melalui bermain dan permainan yang
diberikan secara bertahap dan menyenangkan bagi anak didik.
e.
Tidak memaksakan kehendak
guru dimana anak diberi kebebasan untuk berpartisipasi atau terlibat langsung
menyelesaikan masalah-masalahnya.
C.
Hakikat Bilangan
1.
Kemampuan Mengenal Lambang
Bilangan Pada Anak TK
a.
Pengertian Mengenal
Bilangan di Taman Kanak-Kanak
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2007: 707) “Kemampuan adalah kesanggupan,
kecakapan, kekuatan untuk melakukan sesuatu’. Kemampuan merupakan bagian dari kecerdasan
seorang individu yakni kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan
intelektual adalah untuk menjalankan kegiatan mental sedangkan kemampuan fisik
adalah untuk melakukan kegiatan yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan
bakat-bakat sejenisnya. Setiap individu memiliki kecerdasan logika matematika
atau kemampuan memahami bilangan.
Kemampuan menurut
Munandar (Ahmad, 2011: 97) bahwa kemampuan merupakan
suatu daya untuk melakukan suatu tindakan dari hasil pembawaan atau
latihan. Seseorang dapat melakukan sesuatu karena adanya kemampuan yang
dimilikinya. Dalam pandangan Munandar kemampuan ini adalah potensi seseorang
yang merupakan bawaan sejak lahir serta dikembangkan dengan adanya pembiasaan
dan latihan sehingga ia mampu melakukan sesuatu. Kemampuan mengenal lambang
bilangan pada anak TK sangat penting dikembangkan guna memperoleh kesiapan
dalam mengikuti pembelajaran di tingkat yang lebih tinggi khususnya dalam
penguasaan konsep matematika.
Dengan demikian kemampuan mengenal lambang bilangan
telah ada pada anak dan untuk mengembangkannya maka guru memberikan stimulus
dan rangsangan pada anak agar kemampuan mengenal lambang bilangan dapat
berkembang dengan baik dan optimal.
Perkembangan kognitif dan kemampuan berfikir anak TK
dalam mengenal lambang bilangan termasuk ke dalam kemampuan Number ability,
yaitu kemampuan anak memahami dan memecahkan masalah-masalah matematis yaitu
masalah yang menyangkut dan menggunakan angka-angka atau bilangan-bilangan.
Teori belajar Jean Piaget termasuk pada teori belajar
kognitif yang berpandangan bahwa prose belajar pada manusia melibatkan
pengenalan yang bersifat kognitif. Dimana cara belajar orang dewasa akan
berbeda dengan cara belajar anak. Proses belajar orang dewasa melibatkan
kemampuan kognitif yang lebih tinggi. Proses kognitif tersebut turut ambil
bagian selama proses belajar berlangsung. Oleh karena itu, faktor tahap
perkembangan kognitif individu menjadi pertimbangan utama berlangsungnya proses
pembelajaran. Jean Piaget (Sutardi dan Sudirjo, 2007:13) membagi tahap
perkembangan menjadi a) Tahap sensori motor (0-2), b) periode praoperasional
(2-7), c) periode operasional konkrit (7-11/12), dan d) periode operasional
formal (12-14/15)”.
Pada umumnya anak TK berumur 2-6 tahun, yaitu berada
pada periode praoperasional. Anak yang masih berada pada periode ini untuk
berpikir abstrak masih membutuhkan bantuan manipulasi objek-objek konkrit atau
pengalaman-pengalaman yang langsung dialaminya.
Dalam belajar, menurut Piaget (Pitajeng, 2005:27)
bahwa “Struktur kognitif yang dimiliki seseorang terjadi karena proses
asimilasi dan akomodasi”. Asimilasi adalah proses mendapatkan informasi dan
pengalaman baru yang langsung menyatu dengan struktur mental yang sudah
dimiliki oleh seseorang. Sedangkan akomodasi adalah proses menstruktur kembali
mental sebagai akibat adanya informasi dan pengalaman baru. Jadi, belajar tidak
hanya menerima informasi dan pengalaman lama yang dimiliki siswa untuk
mengakomodasikan informasi pengalaman baru. Oleh karena itu, yang perlu diperhatikan
dalam tahap praoperasional adalah pembelajaran yang didasarkan pada benda-benda
konkrit agar mempermudah siswa memahami lambang bilangan.
Bilangan merupakan bagian tak terpisahkan dari
matematika. Sejarah lahirnya bilangan menunjukkan bahwa bilangan diperlukan
dalam kegiatan sehari-hari, mulai dari perhitungan sederhana di zaman dahulu
sampai perhitungan rumit saat ini untuk keperluan teknologi tinggi.
Menurut Sutawidjaya (1992:20) bahwa “Bilangan
merupakan sebuah lambang dalam menyatakan sebuah konsep banyaknya anggota dalam
sebuah kumpulan atau himpunan”. Sedangkan konsep bilangan mengacu kepada banyak
anggota.
Berdasarkan Kurikulum Taman Kanak-Kanak, Standar
Kompetensi yang harus dikuasai anak dalam aspek kognitid yaitu anak mampu
mengenal berbagai konsep dalam kehidupan sehari-hari. Hasil belajar yang
diharapkan yaitu anak dapat mengenal bilangan. Indikator yang harus dicapai
adalah (1) membilang/menyebutkan urutan bilangan dari 1 sampai 10, (2)
membilangan dengan menunjuk benda (mengenal konsep bilangan dengan benda-benda)
sampai 5, (3) menunjukkan urutan benda untuk bilangan sampai 5, (4)
menghubungkan/memasangkan lambang bilangan dengan benda-benda sampai 5 (anak
tidak disuruh menulis), (5) menunjukkan 2 kumpulan benda yang sama jumlahnya,
yang tidak sama, lebih banyak dan lebih sedikit, (6) menyebutkan kembali
benda-benda yang baru dilihatnya.
Berdasarkan Permendiknas Nomor 146 Tahun 2014 tentang
kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini bahwa indicator pencapaian untuk
mengenal lambang bilangan adalah Menghubungkan benda-benda konkret dengan lambang bilangan 110.
b.
Pentingnya Pembelajaran Bilangan di Taman kanak-Kanak
Pembelajaran bilangan penting diberikan kepada anak
sejak dini karena pada masa ini perkembangan otak mengalami lompatan dan
berjalan demikian pesat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
Osborn (Depdiknas, 2007:5) bahwa “Perkembangan intelektual pada anak berkembang
sangat pesat pada kurun usia 0 sampai pra sekolah.” Pernyataan itu didukung
oleh pendapat Bloom dalam (Depdiknas, 2007:5) bahwa “50% dari potensi
intelektual anak terbentuk di usia 4 tahun kemudian mencapai sekitar 80% pada
usia 8 tahun.
Sejak dini juga anak sudah mulai mengenal dan menggali
berbagai dimensi matematis dari dunia mereka. Mereka membandingkan kuantitas,
menemukan berbagai bentuk, menentukan arah dalam ruang, dan menyelesaikan
berbagai permasalahan nyata seperti menyeimbangkan bangunan balok yang tinggi
atai membagi semangkuk makanan secara adil dengan seorang temannya.
Pemahaman bilangan membantu anak membentuk pemahaman
atas dunia mereka di luar sekolah dan membantu mereka membangun sebuah dasar
yang kokoh untuk kesuksesan di dalam sekolah. Mengingat betapa pentingnya
bilangan dalam kehidupan manusia, maka pembelajaran bilangan perlu
diperkenalkan sedini mungkin. Karena “bilangan merupakan dasar bagi
pengembangan kemampuan matematika” (Depdiknas, 2000:1). Hal ini dipertegas oleh
pendapat Grouws dan Cebulla (Suparlan, 2004:35) yang menyatakan bahwa “Pengertian
bilangan merupakan prasyarat yang paling dasar yang harus dikuasai dengan benar
oleh siswa, dengan cara membangun konstruksi pemahaman yang benar dalam benak
siswa.”
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis dapat
menyimpulkan bahwa pembelajaran bilangan sangat penting ditanamkan kepada anak
usia dini karena pada masa anak-anak perkembangan intelektualnya sangat pesat.
Pengenalan bilangan pada anak-anak juga dapat membantu perkembangan aspek-aspek
lainnya, seperti emosi, fisik, bahasa dan lain-lain. Manfaat mengenal lambang
bilangan untuk anak usia dini adalah untuk mengembangkan aspek perkembangan dan
aspek kecerdasan dengan menstimulasi otak untuk berpikir logis, dapat
beradaptasi dan menyesuaikan dengan lingkungan yang kesehariannya memerlukan kepandaian
berhitung, memiliki apresiasi, konsentrasi, serta ketelitian yang tinggi.
c.
Tahap-tahap Pembelajaran Bilangan di Taman kanak-kanak
Tahap-tahap pembelajarna mengenal lambang bilangan di
TK dapat dilakukan sesuai dengan teori perkembangan mental anak atau teori
tingkat perkembangan berpikir anak menurut Jean Piaget (Subarinah, 2006: 2)
yaitu “tahap sensori motorik (usia kurang dari 2 tahun), tahap praoperasi (usia
2-7 tahun), tahap operasi konkrit (7-11 tahun), tahap operasi formal (11 tahun
ke atas).
Dalam teorinya Jerome S Bruner menekankan proses
belajar menggunakan model mental, setiap individu yang belajar mengalami
sendiri apa yang dipelajarinya agar proses tersebut direkam dalam pikirannya
dengan caranya sendiri. Bruner (Subarinah, 2006: 3) membagi proses dalam 3
tahapan yaitu “tahap kegiatan (enactive), tahap gambar bayangan (iconic), tahap
simbolik (symbolic)”.
Dalam menyampaikan materi pembelajaran tentang
mengenal bilangan pada anak usia dini tidak dapat dilakukan secara
tergesa-gesa, tetapi harus secara bertahap. Menurut Thorndike (Maulana,
2008:65) bahwa : “Sebaiknya materi diberikan dan disusun dari tahap yang paling
mudah ke yang paling sukar, sesuai dengan tingkatan kelas dan tingkatan
sekolah. Penguasaan materi yang lebih mudah akan menuntun anak untuk menguasai
materi selanjutnya yang lebih sukar. Atau dengan kata lain, topic/konsep
prasyarat harus dikuasai terlebih dahulu untuk dapat memahami topik atau konsep
selanjutnya”.
Begitu pula menurut Raharjo (2004: 3) menyatakan bahwa
ada beberapa tahap dalam menyampaikan bilangan pada anak yaitu: (a) peragaan
membilang 1 sampai dengan 5, (b) peragaan mengenal bilangan berdasarkan
banyaknya benda dalam satu kumpulan (diawali dengan bilangan 1 sampai 5) untuk
pertama kali dilakukan secara urut, kemudian dilakukan secara acak. Apabila
dilakukan secara urut sudah lancar dapat dilanjutkan secara acak hingga lancar.
Apabila peragaan secara acak sudah lancar berarti penanaman konsep bilangan
sudah tercapai. (c) Peragaan mengenal lambang bilangan, yang diawali dengan
satu sampai 5. Untuk peragaan awal, dapat dilakukan dengan cara memasangkan
antara banyaknya benda dalam kumpulan sebanyak 1 hingga 5 dengan lambang
bilangan 1 sampai 5. Selanjutnya baru pada lambangnya saja, pertama dilakukan
secara urut kemudian secara acak. Apabila peragaan secara acak sudah lancar,
hal ini berarti bilangan 1 sampai 5 sudah tertanam pada pikiran anak. (d)
Menulis lambang bilangan. Menulis lambang bilangan dilakukan menulis di udara
atau di dinding tanpa goresan dan menulis di buku. Sesudah anak mengenal
tulisan bilangan 1 sampai 5 maka dapat dilanjutkan dengan tingkat selanjutnya
dengan cara yang sama.
Pada tahapan penanaman konsep, anak memahami berbagai
konsep melalui pengalaman bekerja dan bermain dengan benda-benda konkrit, pada
tahap transisi guru dapat mengenalkan lambang konsep dengan menghubungkan
antara konsep konkrit dengan lambang bilangan dan pada tahap lambang guru dapat
mengenalkan berbagai lambang yang ada dalam matematika, Piaget dan Lorton
(Sriningsih, 2008: 34).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketika akan
memberikan pembelajaran mengenal lambang bilangan pada anak usia dini tidak
dapat dilakukan secara asal maupun tergesa-gesa, tetapi harus dilakukan secara
bertahap mulai dari yang termudah sampai dengan yang tersulit seperti mulai
dari konsep bilangan, menghubungkan konsep ke lambang bilangan dan mengenalkan
lambang bilangan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan berbagai macam benda yang
menarik yang ada di sekitar lingkungan anak, melalui sebuah permainan untuk
mendorong anak memahami lambang bilangan dengan baik. Melalui tahapan yang
benar, maka diharapkan anak dapat mengenal bilangan dengan mudah dan benar.
d.
Indikator Mengenal Bilangan di Taman Kanak-Kanak
Menurut Payne, et. al (Copley, 2005: 56) kemampuan-kemampuan
yang dikemukakan dalam bilangan dan operasi bilangan diantaranya adalah:
1)
Counting (berhitung)
Counting atau berhitung merupakan untuk menyebutkan angka
secara urut mulai dari satu, dua, tiga dan seterusnya sampai anak dapat
mengingatnya.
2)
One to One correspondence
(hubungan satu kesatuan)
One
to One correspondence atau hubungan
satu kesatuan merupakan kemampuan yang dimiliki anak dalam mengurutkan,
menyesuaikan jumlah angka dengan benda.
3)
Quantity (kuantitas)
Quantity atau kuantitas merupakan kemampuan yang dimiliki anak
untuk mengetahui jumlah benda yang ada dihadapannya dengan cara menghitung
secara urut benda tersebut.
2.
Metode Demonstrasi
a.
Pengertian Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan
menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk
memperlihatkan bagaimana berjalannya suatu proses pembentukan tertentu pada
siswa. Untuk memperjelas pengertian tersebut prakteknya dapat dilakukan oleh
guru atau anak didik itu sendiri.
Menurut Muhibbin Syah (2000: 22) “Metode demonstrasi
adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan
urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan
media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang
disajikan”.
Menurut Roestiyah NK (2001: 81) “Metode demonstrasi adalah cara mengajar
instruktur atau guru menujukkan atau memperlihatkan suatu proses”. Peran metode
demonstrasi mampu mengkomunikasikan suatu yang ingin disampaikan oleh pemberi
dan penerima. Oleh karena itu dalam merancang proses belajar hendaknya dipilih
metode yang benar-benar efektif dan efisien atau merancang metode sendiri
sehingga dapat menyampaikan pesan pembelajaran, yang akhirnya terbentuk
kompetensi tertentu dari siswa. Metode yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah metode demonstrasi. Metode demonstrasi mempunyai kemampuan atau potensi
mengatasi kekurangan-kekurangan guru,
metode demonstrasi mampu menyampaikan materi secara jelas dan mudah dipahami
siswa.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah, (2000: 2) “metode
demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk memperlihatkan sesuatu proses
atau cara kerja untuk memperlihatkan suatu proses atau cara kerja suatu benda
yang berkenaan dengan bahan pelajaran.”
Dengan demikian penggunaan metode demonstrasi dapat
merancang pikiran, perasaan dan kemauan. Dari hal tersebut maka proses belajar
akan efektif dan prestasi siswa akan meningkat. Dari definisi-definisi di atas,
peneliti dapat menyimpulkan bahwa metode demonstrasi adalah cara-cara guru
dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi,
kejadian urutan melakukan suatu kegiatan atau benda tertentu yang sedang
dipelajari baik dalam bentuk yang sebenarnya maupun tiruan melalui penggunaan
berbagai macam media yang relevan dengan pokok bahasan untuk mempermudah siswa
agar kreatif dalam memahami materi.
b.
Tujuan Metode Demonstrasi
Tujuan pengajaran menggunakan metode demonstrasi
adalah untuk memperlihatkan proses terjadinya suatu peristiwa sesuai materi
ajar, cara pencapaiannya dan kemudahan untuk dipahami oleh siswa dalam
pengajaran kelas. Metode demonstrasi mempunyai kelebihan dan kekurangan.
c.
Manfaat Metode Demonstrasi
Manfaat
psikologis dari metode demonstrasi adalah :
1)
Perhatian siswa dapat lebih dipusatkan
2)
Proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari
3)
Pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam diri
siswa.
d.
Kelebihan Metode Demonstrasi
1)
Perhatian siswa lebih dapat dipusatkan pada pelajaran yang sedang
diberikan.
2)
Kesalahan-kesalahan yang terjadi apabila pelajaran diceramahkan dapat
diatasi melalui pengamatan dan contoh konkret, dengan menghadirkan obyek
sebenarnya.
3)
Konsep yang diterima siswa lebih mendalam sehingga lebih lama dalam
jiwanya.
4)
Memberikan motivasi yang kuat pada siswa agar lebih giat belajar karena
siswa dilibatkan dengan pelajaran.
5)
Siswa dapat berpartisipasi aktif dan memperoleh pengalaman langsung
serta dapat memperoleh kecakapan.
6)
Dapat menjawab semua masalah yang timbul di dalam pikiran setiap siswa
karena ikut serta berperan secara langsung.
e.
Kekurangan Metode Demonstrasi
1)
Memerlukan waktu yang cukup banyak
2)
Tidak semua hal dapat didemonstrasikan di kelas
3)
Apabila terjadi kekurangan media, metode demonstrasi menjadi kurang
efisien
4)
Memerlukan biaya yang cukup mahal, terutama untuk membeli
bahan-bahannya.
5)
Memerlukan tenaga yang tidak sedikit.
6)
Apabila siswa tidak aktif maka metode demonstrasi menjadi tidak efektif.
Dengan metode demonstrasi, proses
penerimaan siswa terhadap pelajaran akan lebih berkesan secara mendalam,
sehingga membentuk pengertian dengan baik dan sempurna. Juga siswa dapat
mengamati dan memperlihatkan apa yang diperlihatkan selama pelajaran
berlangsung.
Metode demonstrasi baik digunakan untuk
mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang hal-hal yang berhubungan dengan
proses mengatur sesuatu, proses membuat sesuatu, proses bekerjanya sesuatu
proses mengerjakan atau menggunakannya, komponen-komponen yang membentuk
sesuatu, membandingkan suatu cara dengan cara lain dan untuk mengetahui atau melihat
kebenaran sesuatu.
3.
Media Kartu Angka
a.
Pengertian Media
Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak
dari “medium” yang berarti perantara yang dipakai untuk menunjukkan alat
komunikasi. Secara harfiah media diartikan sebagai perantara atau pengantar
pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Menurut Briggs (Sumantri dan
Permana, 1999: 176) adalah “Segala alat fisik yang bisa menyampaikan pesan
serta merangsang peserta didik untuk belajar”.
Kata media berlaku untuk berbagai kegiatan atau usaha,
istilah media dalam bidang pengajaran atau pendidikan disebut media
pembelajaran, alat bantu atau media tidak hanya dapat memperlancar proses
komunikasi akan tetapi dapat merangsang anak untuk merespon dengan baik segala
pesan yang disampaikan. Pengertian media menurut Purnawati dan Eldarni (2001:
4), “media merupakan sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan suatu
informasi sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat anak
sehingga terjadi proses belajar”.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
media pembelajaran adalah alat bantu pembelajaran yang digunakan guru sebagai
perantara untuk menyampaikan bahan-bahan intruksional dalam proses pembelajaran
sehingga memudahkan pencapaian tujuan pembelajaran.
Peran media dalam komunikasi pembelajaran di Taman
Kanak Kanak semakin penting artinya mengingat perkembangan anak saat itu berada
pada masa konkret. Dengan demikian pembelajaran di TK harus menggunakan sesuatu
yang memungkinkan anak dapat belajar secara konkret. Maka perlunya digunakan
media sebagai saluran penyampai pesan dari guru kepada peserta didik agar pesan
atau informasi tersebut dapat diterima atau diserap oleh anak dengan baik.
Dengan demikian, diharapkan terjadi perubahan-perubahan perilaku berupa
kemampuan-kemampuan dalam hal pengetahuan, sikap dan keterampilan.
b.
Manfaat Media
Pemanfaatan media
pembelajaran di TK
1.
Memungkinkan anak berinteraksi secara langsung dengan lingkungannya.
2.
Memberikan pengalaman belajar yang berbeda dan bervariasi sehingga lebih
merangsang minat peserta didik untuk belajar.
3.
Menciptakan situasi belajar yang tidak dapat dilupakan oleh peserta
didik.
4.
Memberikan kemudahan kepada peserta didik untuk lebih memahami konsep,
prinsip, sikap dan keterampilan tertentu dengan menggunakan media yang paling
tepat menurut karakteristik bahan.
5.
Menyajikan pelajaran secara serempak bagi seluruh anak.
6.
Mampu memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap tercapainya
kemampuan-kemampuan belajar anak TK yang diharapkan.
c.
Jenis-Jenis Media
Menurut Sanjaya (2006: 170) jenis-jenis media dilihat
dari beberapa sudur yaitu :
1)
Dilihat dari sifatnya,
media dapat dibagi ke dalam:
a)
Media visual, yaitu media
yang hanya dapat dilihat saja, tidak mengandung unsur suara, seperti film
slide, foto transparansi, lukisan gambar dan berbagai bahan bentuk yang dicetak
seperti media grafis.
b)
Media auditif, yaitu media
yang hanya dapat didengar saja, atau media yang hanya memiliki unsur suara,
seperti radio dan rekaman suara.
c)
Media audio visual, yaitu
jenis media yang selain mengandung unsur suara juga mengandung unsur gambar
yang dapat dilihat, seperti rekaman video, berbagai ukuran film, slide suara,
dan lain sebagainya
2) Dilihat dari kemampuan jangkauannya, media dapat
pula dibagi ke dalam:
a)
Media yang dapat diliput
yang luas dan serentak seperti radio dan televisi. Melalui media ini siswa
dapat mempelajari hal-hal atau kejadian-kejadian yang aktual secara serentak
tanpa harus menggunakan ruangan yang khusus.
b)
Media yang mempunyai daya
liput yang terbatas oleh ruang dan waktu, seperti film slide, film video dan
lain sebagainya
3) Dilihat dari cara atau teknik pemakaiannya, media dibagi ke dalam:
a)
Media yang diproyeksikan,
seperti film, slide, film strip, transparansi dan lain sebagainya.
b)
Media yang tidak dapat
diproyeksikan, seperti gambar, foto,lukisan, radio dan lain sebagainya.
Media menurut Subana, dkk (2006: 297) yaitu media terdiri atas lima jenis
sebagai berikut:
1)
Alat visual, yaitu alat
yang dapat memperlihatkan rupa dan bentuk. Seperti gambar, grafik, diagram,
peta, poster, slide, model benda asli dan foto.
2)
Alat audio, yaitu alat yang
dapat menghasilkan bunyi atau suara. Seperti kaset dan video.
3)
Alat audio visual murni,
yaitu alat yang dapat menghasilkan rupa dan suara dalam satu unit seperti film
bersuara dan televisi.
4)
Berbagai macam papan: papan
tulis, papan planel, papan magnet, dan papan peragaan.
5)
Demonstrasi dan widiawisata
Berdasarkan beberapa pendapat tentang jenis media
pembelajaran dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran pada dasarnya terdiri
atas media audio, visual, dan audio visual. Media Pembelajaran yang dapat
digunakan di Taman Kanak-kanak dapat beragam sesuai dengan tingkat capaian
perkembangan anak.
d.
Pengertian Media Kartu Angka
Kartu adalah merupakan kertas persegi panjang yang
agak tebal untuk berbagai keperluan. Menurut Soeharto (Dyah, 2005: 27), “Kartu
diartikan sebagai salah satu ide untuk menyampaikan pendapat konsep dalam
bentuk tertulis.” Menurut William (muji, 2000: 19) “Kartu adalah potongan
kertas karton yang berisi tulisan kata-kata angka atau beberapa desain lain”.
Angka adalah sebuah nomor, lambang pengganti bilangan.
Menurut Sudaryanti (2006: 1) “Bahwa angka adalah merupakan suatu notasi
tertulis dari sebuah bilangan”.
Kartu angka adalah alat-alat atau perlengkapan yang
digunakan oleh seseorang guru dalam mengajar yang berupa kartu dengan
bertuliskan angka sesuai dengan tema yang diajarkan. Alat peraga kartu adalah
alat bantu bagi anak untuk mengingat pelajaran. Alat peraga kartu dapat
menimbulkan kesan di hati anak sehingga anak-anak tidak mudah melupakannya.
Semakin kecil anak semakin perlu lebih banyak alat peraga yang dapat disentuh,
dilihat, dirasakan dan didengarnya secara langsung.
Menurut Depdiknas (2007: 50) “Kartu angka adalah
kertas tebah, berbentuk persegi panjang yang ditulis tanda atau lambang sebagai
pengganti bilangan”.
Menurut Zaman, dkk. (2005: 6.15) kartu angka ini
berisikan tulisan angka dari 1 sampai 10, 1 sampai 50 dan sebagai. Kartu ini
terbuat dari kertas tebal atau kertas duplek yang berukuran 5 x 5 cm. biasanya
permainan ini dimanfaatkan oleh anak berumur 5 sampai 6 tahun. Tujuan permainan
ini adalah agar anak mengenal lambang bilangan dan belajar berhitung.
Media kartu angka termasuk jenis media visual.
Sebagaimana halnya dengan media lain media kartu angka berfungsi untuk
menyalurkan pesan dari sumber pesan kepada penerima pesan. Saluran yang
digunakan menyangkut indra penglihatan. Pesan yang akan disampaikan dituangkan
ke dalam simbol-simbol komunikasi visual. Permainan kartu angka adalah
pembelajaran dalam bentuk pertunjukkan atau permainan angka yang bermakna dan
dalam suasana menggembirakan dengan menggunakan media kartu angka. Alat peraga
kartu adalah alat untuk menjelaskan segala sesuatu yang sangat efektif, karena
dengan alat peraga akan lebih jelas daripada dengan kata-kata saja.
e.
Keunggulan Media Kartu Angka
Keunggulan
media kartu angka sebagai media visual menurut Sadiman, dkk (2006: 29) yaitu
sebagai berikut :
1)
Sifatnya konkret, lebih realitstis menunjukkan pokok masalah
dibandingkan media verbal semata.
2)
Dapat mengatasi batasan ruang dan waktu. Tidak semua benda, objek atau
peristiwa dapat dibawa ke kelas dan tidak selalu bisa anak-anak dibawa ke objek
atau peristiwa tersebut. Media kartu angka dapat mengatasi hal tersebut.
3)
Dapat mengatasi keterbasan pengamatan kita.
4)
Harganya murah dan mudah didapatkan atau dibuat tanpa memerlukan
peralatan khusus.
Menurut Zaman, dkk (2005: 49) pemanfaatan
media pembelajaran memiliki keunggulan sebagai berikut:
1)
Memungkinkan anak berinteraksi secara langsung.
2)
Memungkinkan adanya keseragaman pengamatan pada masing-masing anak.
3)
Membangkitkan motivasi belajar anak.
4)
Menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun
disimpan menurut kebutuhan.
5)
Menyajikan pesan atau informasi belajar secara serempak bagi seluruh
anak.
6)
Mengatasi keterbatasan waktu dan ruang.
7)
Mengontrol arah dan kecepatan belajar anak.
Dari beberapa pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa media kartu angka memiliki keunggulan yang dapat digunakan
dalam pembelajaran mengenal bilangan di Taman Kanak-Kanak. Keunggulan tersebut
diantaranya mudah dibuat, murah, lebih realistis, mengatasi keterbatasan waktu
dan ruang, dan memungkinkan anak berinteraksi dengan kartu angka.
f.
Kelemahan Media Kartu Angka
Media
kartu angka mempunyai kelemahan yaitu:
1)
Hanya menekankan persepsi indra mata.
2)
Ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar.
3)
Karena berdimensi dua kartu sulita untuk melukiskan bentuk sebenarnya
(yang berdimensi tiga).
4)
Tidak dapat mempelihatkan gerak seperti gerak seperti halnya gambar
hidup.
Kelemahan-kelemahan tersebut dapat diatasi
jika guru benar-benar merencanakan dan membuat media kartu angka sesuai dengan
tujuan pembelajaran yang ditentukan.
g.
Alat dan Bahan Media Kartu Angka
Alat dan bahan yang digunakan untuk membuat media kartu angka yaitu
sebagai berikut:
1)
Kertas dupleks
2)
Kertas warna
3)
Spidol
4)
Gunting
5)
Lem
1 3 5 7 9 10 8 6 4 2
Gambar 2.1 Contoh Media Kartu Bilangan
h.
Langkah-Langkah Penerapan Kartu Angka
Penerapan kartu angka untuk angka TK Kelompok A. contoh penerapan
adalah:
1)
Guru terlebih dahulu mengkondisikan anak di dalam/di luar kelas agar
dapat mengikuti pembelajaran yaitu pengenalan lambang bilangan.
2)
Guru mengajak anak-anak membilang 1-10 menggunakan benda sesuai tema.
3)
Kemudian benda tersebut dibagi menjadi 10 kumpulan. Pertama berisi 1
buah, kedua 2 buah, ketiga berisi 3 buah dan selanjutnya sampai bilangan
sepuluh.
4)
Anak diminta untuk menghitung setiap kumpulan benda yang telah disiapkan
oleh guru.
5)
Setelah anak menghitung benda tersebut guru mengenalkan anak dengan
lambang bilangan menggunakan kartu angka, guru juga meminta anak untuk menebak
angka yang diperintah guru atau dengan menunjuk lambang bilangan yang diminta
guru. Kemudian kartu angka tersebut diletakkan pada kumpulan benda yang sesuai
dengan jumlahnya.
6)
Setelah anak memahami lambang bilangan tersebut guru membagikan kartu
angka pada anak dan meminta anak untuk mengulangai kegiatan tersebut secara
mandiri.
7)
Langkah berikutnya anak dibagikan kartu angka (10 kartu) dan diminta
untuk mengurutkan kartu tersebut mulai dari 1-10, kemudian anak menuliskan
lambang bilangan di bawah gambar pada kartu bergambar dengan diberikan contoh
dari guru.
8)
Langkah terakhir anak dibagikan kartu angka dan kemudian anak diminta
memasangkan gambar dengan lambng bilangannya dengan cara menempelkan kartu
angka di bawah gambar pada kartu bergambar.
9)
Guru memberikan tanggapan positif jika anak keliru bantu dia
menghitungnya, setelah itu anak menghitung kembali tanpa dibantu.
No comments:
Post a Comment