Beranda

Welcome

Selamat Datang di Blog Sarana Informasi ...... Welcome on this blog...benvenuti nel nostro blog..bienvenue sur notre blog...Willkommen in unserem Blog... bienvenido a nuestro blog...... 블로그에 오신 것을 환영합니다 beullogeue osin geos-eul hwan-yeonghabnida....

Wednesday, September 30, 2020

Pengertian Tentang Penemuan Hukum


Penemuan hukum, pada hakekatnya mewujudkan pengembanan hukum secara ilmiah dan secara praktikal dan merupakan sebuah reaksi terhadap situasi-situasi problematikal yang dipaparkan orang dalam peristilahan hukum berkenaan dengan pertanyaan-pertanyaan hukum (rechtsvragen), konflik-konflik hukum atau sengketa-sengketa hukum. Terkait padanya antara lain diajukan pertanyaan-pertanyaan tentang penjelasan (tafsiran) dan penerapan aturan-aturan hukum, dan pertanyaan-pertanyaan tentang makna dari fakta-fakta yang terhadapnya hukum harus diterapkan. Penemuan hukum berkenaan dengan hal menemukan penyelesaian-penyelesaian dan jawaban-jawaban berdasarkan kaidah-kaidah hukum.

Problematik yang berhubungan dengan penemuan hukum ini memang pada umumnya dipusatkan sekitar “hakim”, oleh karena dalam kesehariannya ia senantiasa dihadapkan pada peristiwa konkrit atau konflik untuk diselesaikannya, jadi sifatnya konfliktif. Dan hasil penemuan hukum oleh hakim itu merupakan hukum karena mempunyai kekuatan mengikat sebagai hukum serta dituangkan dalam bentuk putusan. Di samping itu pula hasil penemuan hukum oleh hakim itu merupakan sumber hukum.

Penemuan hukum itu sendiri lazimnya diartikan sebagai proses pembentukan hukum oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainnya yang diberi tugas melaksanakan hukum terhadap peristiwa hukum yang kongkrit. Hal ini merupakan proses kongkretisasi dan individualisasi peraturan hukum yang bersifat umum dengan mengingat peristiwa kongkrit. Atau lebih lanjutnya dapat dikatakan bahwa penemuan hukum adalah proses konkretisasi atau individualisasi peraturan hukum (das sollen) yang bersifat umum dengan mengingat akan peristiwa konkrit (das sein) tertentu.

 Untuk menyelesaikan persoalan ini, maka diberikanlah kewenangan kepada hakim untuk mampu mengembangkan hukum atau melakukan penemuan hukum (rechtsvinding), namun demikian dalam konteks sistem hukum civil law hal ini menjadi suatu persoalan. Hakim pada prinsipnya merupakan corong dari undang-undang, dimana peranan dari kekuasaan kehakimanan hanya sebagai penerap undang-undang (rule adjudication function) yang bukan merupakan kekuasaan pembuat undang-undang (rule making function).

Penemuan hukum termasuk kegiatan sehari-hari para yuris, dan terjadi pada semua bidang hukum, seperti hukum pidana, hukum perdata, hukum pemerintahan dan hukum pajak. Ia adalah aspek penting dalam ilmu hukum dan praktek hukum. Dalam menjalankan profesinya, seorang ahli hukum pada dasarnya harus membuat keputusan-keputusan hukum, berdasarkan hasil analisanya terhadap fakta-fakta yang diajukan sebagai masalah hukum dalam kaitannya dengan kaidah-kaidah hukum positif. Sementara itu, sumber hukum utama yang menjadi acuan dalam proses analisis fakta tersebut adalah peraturan perundangan-undangan.

Dalam situasi seperti ini, seorang ahli hukum tidak dapat begitu saja menolak untuk menyelesaikan perkara tersebut. Seorang ahli hukum harus mampu berperan dalam menetapkan atau menentukan apa yang akan merupakan hukum dan apa yang bukan hukum, walaupun peraturan perundang-undangan yang ada tidak dapat membantunya.

Tindakan seorang ahli hukum dalam situasi semacam itulah yang dimaksudkan dengan pengertian penemuan hukum atau Rechtsvinding. Dalam proses pengambilan keputusan hukum, seorang ahli hukum pada dasarnya dituntut untuk melaksanakan dua tugas atau fungsi utama, yaitu :

1.      Ia senantiasa harus mampu menyesuaikan kaidah-kaidah hukum yang konkrit (perundang-undangan) terhadap tuntutan nyata yang ada di dalam masyarakat, dengan selalu memperhatikan kebiasaan, pandangan-pandangan yang berlaku, cita-cita yang hidup didalam masyarakat, serta perasaan keadilannya sendiri. Hal ini perlu dilakukan oleh seorang ahli hukum karena peraturan perundang-undangan pada dasarnya tidak selalu dapat ditetapkan untuk mengatur semua kejadian yang ada didalam masyarakat. Perundang-undangan hanya dibuat untuk mengatur hal-hal tertentu secara umum saja.

2.      Seorang ahli hukum senantiasa harus dapat memberikan penjelasan, penambahan, atau melengkapi peraturan perundang-undangan yang ada, dikaitkan dengan perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat. Hal ini perlu dijalankan sebab adakalanya pembuat Undang-undang (wetgever) tertinggal oleh perkembangan perkembangan didalam masyarakat.

Kegunaan dari penemuan hukum adalah mencari dan menemukan kaidah hukum yang dapat digunakan untuk memberikan keputusan yang tepat atau benar, dan secara tidak langsung memberikan kepastian hukum juga didalam masyarakat. Sementara itu, kenyataan menunjukkan bahwa :

1.      Adakalanya pembuat Undang-undang sengaja atau tidak sengaja menggunakan istilah-istilah atau pengertian pengertian yanga sangat umum sifatnya, sehingga dapat diberi lebih dari satu pengertian atau pemaknaan. 

2.      Adakalanya istilah, kata, pengertian, kalimat yang digunakan di dalam peraturan perundang-undangan tidak jelas arti atau maknanya, atau tidak dapat diwujudkan lagi dalam kenyataan sebagai akibat adanya perkembangan-perkembangan didalam masyarakat.

3.      Adakalanya terjadi suatu masalah yang tidak ada peraturan perudang-undangan yang mengatur masalah tersebut.

Istilah “penemuan hukum” oleh beberapa pakar sering dipermasalahkan, bahwa apakah tidak lebih tepat istilah “pelaksanaan hukum”, “penerapan hukum”, “pembentukan hukum” atau “penciptaan hukum”. Istilah “pelaksanaan hukum” dapat berarti menjalankan hukum tanpa sengketa atau pelanggaran. Namun disamping itu pelaksanaan hukum dapat pula terjadi kalau ada sengketa, yaitu yang dilaksanakan oleh hakim dan hal ini sekaligus pula merupakan penegakan hukum. Adapun istilah “penerapan hukum” tidak lain berarti menerapkan (peraturan) hukum yang abstrak sifatnya pada peristiwanya. Dan istilah “pembentukan hukum” adalah merumuskan peraturan-peraturan yang berlaku umum, bagi setiap orang.

Sedangkan istilah “penciptaan hukum” terasa kurang tepat karena memberikan kesan bahwa hukumnya itu sama sekali tidak ada, kemudian diciptakan (dari tidak ada menjadi ada). Hukum bukanlah selalu berupa kaedah baik tertulis maupun tidak, tetapi dapat juga berupa perilaku atau peristiwa, dan di dalam perilaku itulah terdapat hukumnya yang harus digali serta ditemukan. Dengan demikian, maka kiranya istilah “penemuan hukum”lah yang rasanya lebih tepat untuk digunakan.

Penemuan hukum terutama dilakukan oleh hakim dalam memeriksa dan memutus suatu perkara, penemuan hukum oleh hakim ini dianggap yang mempunyai wibawa. Ilmuan hukum juga dapat mengadakan penemuan hukum, namun hasil dari penemuan hukum oleh ilmuan tersebut bukanlah hukum melainkan ilmu atau doktrin. Walau demikian, sekalipun yang dihasilkan tersebut bukan hukum, akan tetapi dalam hal ini tetap digunakan istilah penemuan hukum juga, oleh karena doktrin tersebut apabila diikuti atau diambil alih oleh hakim dalam putusannya, maka secara otomatis hal itu (ilmu or doktrin) menjadi hukum.

Penemuan hukum lazimnya adalah proses pembentukan hukum oleh hakim atau aparat hukum lainnya yang diberi tugas untuk penerapan peraturan hukum umum pada peristiwa hukum kongkrit. Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa penemuan hukum adalah suatu proses kongkretisasi atau individualisasi peraturan hukum (das sollen) yang bersifat umum dengan mengingat akan peristiwa kongkrit (das sein) tertentu.

Sumber penemuan hukum tidak lain yang dimaksud adalah sumber atau tempat, terutama bagi hakim dalam menemukan hukumnya. Sumber utama penemuan hukum menurut Sudikno Mertokusumo, adalah peraturan perundang-undangan, kemudian hukum kebiasaan (‘urf), yurisprudensi, perjanjian internasional dan doktrin. Jadi menurutnya terdapat tingkatan-tingkatan, hierarki atau kewedaan dalam sumber hukum.

 Dalam ajaran penemuan hukum “undang-undang” diprioritaskan atau didahulukan dari sumber-sumber hukum lainnya. Kalau hendak mencari hukumnya, arti dari sebuah kata maka terlebih dahulu dicari dalam undang-undang, karena undang-undang bersifat otentik dan berbentuk tertulis, yang lebih menjamin kepastian hukum. Undang-undang merupakan sumber hukum yang penting dan utama, namun senantiasa perlu pula diingat bahwa undang-undang dan hukum tidaklah identik. Apabila dalam peraturan perundang-undangan tidak terdapat ketentuannya atau jawabannya, maka barulah mencari dalam hukum kebiasaan (yang tidak tertulis).

Dan kalau hukum kebiasaan ternyata tidak memberi jawaban, maka dicarilah dalam “yurisprudensi”, yang berarti setiap putusan hakim, dapat pula berarti kumpulan putusan hakim yang disusun secara sistematis dari tingkat peradilan pertama sampai pada tingkat kasasi. Dan kadang pula yurisprudensi diartikan pandangan atau pendapat para ahli yang dianut oleh hakim dan dituangkan dalam putusannya.



No comments:

Post a Comment

About

Popular Posts