Beranda

Welcome

Selamat Datang di Blog Sarana Informasi ...... Welcome on this blog...benvenuti nel nostro blog..bienvenue sur notre blog...Willkommen in unserem Blog... bienvenido a nuestro blog...... 블로그에 오신 것을 환영합니다 beullogeue osin geos-eul hwan-yeonghabnida....

Wednesday, January 16, 2019

Makalah Upaya Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru Melalui Supervisi Akademik


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sekolah sebagai tempat pelaksanaan proses belajar mengajar perlu dikelola secara baik dan benar. Keberhasilan suatu sekolah mencapai tujuan yang diharapkan sangat tergantung kepada bagaimana model pengelolaan terhadap segala sumber daya yang dimiliki sekolah tersebut. Sumber daya sekolah yang memadai bukan jaminan akan mewujudkan harapan-harapan warga sekolah yang telah dirumuskan menjadi tujuan sekolah tersebut jika kepala sekolah sebagai pimpinan tidak mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dengan baik.
Dunia pendidikan kita terutama jalur pendidikan formal yakni sekolah sampai sampai saat ini belum berhasil membuktikan kualitas (mutu) yang diharapkan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional di berbagai jenjang termasuk di dalamnya jenjang pendidikan dasar. Menurut teori bahwa keberhasilan harus didukung dan ditunjang oleh tiga komponen yakni sekolah termasuk didalamnya pemerintah, orang tua dan lingkungan masyarakat. Dari teori tersebut timbul pertanyaan apakah ketiga unsur tersebut berjalan normal?
Sejauh mana perhatian ketiga komponen tersebui terhadap dunia pendidikan? kiranya tidak bijak apabila rendahnya dunia pendidikan ini mengkambinghitamkan salah satu komponen, intropeksi diri tentang sejauh mana perhatian yang diberikan terhadap kemajuan dunia pendidikan.
Peran kepala sekolah sangat berpengaruh dalam peningkatan dan kemajuan pendidikan. Dalam kesempatan ini penulis mencoba membahas esensi peranan kepala sekolah dalam meningkatkan kemajuan pendidikan di sekolah dasar.
Kepala sekolah adalah pemimpin tertinggi di sekolah walaupun kepemimpinan itu sifatnya situasional, artinya suatu tipe kepemimpinan dapat efektif untuk situasi tertentu dan kurang efektif untuk situasi yang lain.
Kepala sekolah adalah guru yang diserahi tugas tambahan untuk memimpin dan mengelola sekolah dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. Sebagai seorang guru, kepala sekolah sejatinya adalah juga pendidik yang harus mampu membina guru-guru disekolahnya menjadi guru kreatif dan selalu melakukan inovasi dalam pembelajaran. Dengan adanya tugas tambahan tersebut, kepala sekolah tidak hanya dituntut untuk membina guru saja, tetapi lebih dari itu, juga dituntut untuk membina dan mengelola seluruh komponen sekolah lainnya seperti tenaga adminstrasi sekolah, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium dan lain sebagainya. Tuntutan-tuntutan ini adalah merupakan tugas-tugas yang baru bagi seorang guru yang diserahi tugas tambahan kepala sekolah. Disisi lain, tujuan utama sekolah berupa peningkatan mutu pendidikan hanya dapat diraih jika seluruh komponen sekolah dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya masing-masing melalui pembinaan dan pengelolaan seorang kepala sekolah yang profesional.
Karena begitu banyaknya tugas-tugas baru seorang kepala sekolah maka untuk menjadi seorang kepala sekolah yang profesional tentu tidaklah mudah. Diperlukan waktu yang cukup untuk belajar bagaimana melaksanakan tugas-tugas yang baru tersebut. Pelatihan, pembimbingan dan pembinaan bagi calon kepala sekolah merupakan upaya-upaya yang mesti dilakukan oleh pihak terkait dalam rangka melahirkan pemimpin sekolah yang berkualitas yang diharapkan mampu untuk memimpin dan mengelola sekolah dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.
Peraturan menteri pendidikan nasional (permendikas) Republik Indonesia nomor 28 tahun 2010 tentang penugasan guru sebagai kepala sekolah memberikan angin segar bagi peningkatan profesionalisme seorang kepala sekolah ataupun calon kepala sekolah.
Dalam permendiknas tersebut dijelaskan bahwa seorang guru yang telah dinyatakan lulus seleksi calon kepala sekolah diharuskan mengikuti pendidikan dan pelatihan sebagai kegiatan pemberian pengalaman pembelajaran teoretik maupun praktik yang bertujuan untuk menumbuhkembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan pada dimensi-dimensi kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial.
Berdasarkan permendiknas nomor 13 tahun 2007 tentang standar kompetensi kepala sekolah menetapkan dimensi kompetensi manajerial kepala sekolah merupakan dimensi kompetensi yang menuntut 16 kompetensi. Jumlah kompetensi ini merupakan jumlah terbanyak dibandingkan dengan kompetensi pada dimensi kompetensi kepribadian, kewirausahaan, supervisi dan sosial. Tingkat kemampuan kepala sekolah dalam mengarahkan, memberdayakan, menggerakkan, dan mengembangkan sumber daya sekolah dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan di sekolah sangat bergantung kepada kompetensi manajerial seorang kepala sekolah.
Keinginan menjadi kepala sekolah merupakan hal yang positif dan hak bagi setiap guru, sebab tidak mustahil dengan keinginan tersebut akan memotivsi diri untuk melaksanakan tugas dan kewajiiban dengan sebaik baiknya.
Sesungguhnya menduduki jabatan kepala sekolah itu kalau kita kaji secara jujur merupakan beban dan perjuangan yang tidak mudah karena dituntut untuk dapat meningkatkan kualitas pendidikan, oleh karena itu sangat proposional apabila momentum promosi jabatan kepala sekolah tetap berakar pada kerangka peningkatan kualitas pendidikan.
Secara sederhana kepala sekolah adalah orang yang diangkat oleh pihak yang berwenang untuk mengelola suatu sekolah. Karena praktek pengangkatan seperti ini, mungkin kepala sekolah belum cukup untuk mengembang tugas yang rumit ini. Mungkin setelah diangkat, kepala sekolah akan bekerja sambil belajar. Akan dirasakan betapa sulitnya melaksanakan tugas, karena banyak yang harus dipelajari dalam kaitannya dengan sikap, pengetahuan dan keteramplian yang diperlukan untuk mengelola sekolah secara efektif ditambah masih kurangnya kemampuan manajerial
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis mengangkat tema tulisan dengan judul “Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru Melalui Supervisi Akademik

B. Rumusan Masalah
Seluk beluk masalah kepemimpinan pada hakikatnya sudah ada sejak manusia hidup berkelompok, setiap organisasi yang bergerak dibidang apa saja membutuhkan seorang pemimpin, sehingga dengan kepemimpinannya diharapkan dapat menghantarkan atau membawa organisasi tersebut kearah keberhasilan pencapaian tujuannya.
Suatu ungkapan mengatakan bahwa pemimpinlah yang bertanggung jawab atas kegagalan pelaksanaan suatu pekerjaan. Hal ini merupakan suatu ungkapan yang menggambarkan betapa pentingnya kedudukan sang pemimpin dalam suatu organisasi. Bahkan ada pula yang melukiskan bahwa pemimpin ibarat seorang pengembala maka setiap pengembala akan diminta pertanggungjawaban atas perilaku pengembalaannya.
Dalam aktiftasnya pimpinan dan staf dihadapkan dalam ragam persoalan. Keputusan yang bijaksana adalah ketepatan dalam memutuskan suatu persoalan. Pengambilan keputusan hendaknya tidak disertai perasaan emosional, karena akan berpengaruh dalam keputusan yang akan diambil. Di sini daya intelegensia yang tinggi dari pimpinan sangat dibutuhkan pada saat-saat darurat untuk pengambilan keputusan yang tepat dan akurat.
Bila kita plikirkan secara mendalam setiap masalah pada hakekatnya kompleks, begitu kompleksnya sehingga tidak mungkin kita kemukakan seluruhnya. Oleh karena itu masalah perlu dibatasi agar lebih jelas dan mudah. Dalam makalah yang penulis beri judul Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru Melalui Supervisi Akademik di TK , membatasi masalah pada:
1.   Bagaimana fungsi kepala sekolah sebagai pemimpin di satuan pendidikan TK  ?
2.   Bagaimana upaya kepala sekolah dalam melakukan supervisi akademik untuk meningkatkan profesionalisme guru ?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.   Memberikan pengetahuan tentang kepala sekolah sebagai pemimpin.
2.   Menambah pengetahuan mengenai upaya kepala sekolah dalam melakukan supervisi akademik untuk meningkatkan profesionalisme guru.


BAB II
KAJIAN TEORI


A. Kepala Sekolah Sebagai Manajer di Sekolah
Antara kepemimpinannya dan manajerial tidak dapat dipisahkan. Kepemimpinan akan menjiwai manajer dalam melaksanakan tugasnya. Tugas kepala sekolah sering dirumuskan sebagai EMASLIM, artinya educator (pendidikan), manager, administrator, supervisor, leader (pemimpin), inovator (pencipta), dan motivator (pendorong). Dalam melaksanakan ketujuh tugas itulah kepemimpinan akan ditetapkan. Dengan kata lain, kepeminpinan harus terpadu dalam pelaksanaan ketujuh tugas tersebut.
Sejalan dengan implementasi konsep MBS, maka semakin penting peran kepala sekolah sebagai manajer (pengelola) Pendidikan disatuan sekolah dalam upaya meningkatkan mutu sekolah. Sebagai seorang manajer aktifitasnya harus melakukan manajemen (mengelola) sekolah yang berorientasi pada pencapaian tujuan pendidikan.
5
 
Dalam pengelolaan sekolah hendaknya melalui berbagai kegiatan (aktivitas), sebagaimana dikemukakan oleh A.Tabrani Rusyan “Pada umumnya kegiatan manajer atau aktivitas manajemen itu adalah : Planing, Organizing, Staffing, Directing dan Controlling”. (1997 : 20). Sedangkan Dadi Permadi Berpendapat "Prinsip Prinsip manajemen yang lama dirumuskan dengan POAC (Planning, Organizing, Actuating dan Controlling). Dalam manajemen yang modern sudah berubah dimana sebelum membuat perencanaan sebaiknya didahului dengan mengkaji informasi informasi yang relevan. Dan kedua pendapat di atas pada prinsipnya mempunyai kesamaan pendapat bahwa dalam rangka pengelolaan sekolah tidak lepas dari perencanaan, pengorganisasian dan pengawasan, yang pada manajemen modern sebelum memulai langkah tersebut perlu mengkaji sumber informasi terutama relevansinya dengan perubahan perubahan (inovasi).
Oleh karena itu, peran kepala sekolah sebagai manajer mempunyai tugas dan kewjiban sebagai berikut
1.     Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia;
2.     Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;
3.     Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, sekolah dan pemerintah tentang mutu sekolah;
4.     Meningkatkan kompetensi yang sehat antar sekolah untuk pencapaian mutu yang diharapkan.

B. Tuntutan Terhadap Manajer Sekolah
Kepala sekolah adalah penghubung terpenting dalam jaringan itu untuk memastikan efektivitas sekolah. Kepala sekolah adalah guru senior yang dipandang memiliki kualifikasi menduduki jabatan itu. Dalam kenyataannya, banyak diantaranya yang tadinya berkinerja sangat bagus sebagai guru, menjadi tumpul setelah menjadi kepala sekolah. Karenanya, orang-orang seperti ini telah mencapai puncak inkompetensinya dan akan tetap disitu sampai pensiun.
Para kepala sekolah perlu memperoleh persiapan dan pelatihan, untuk mengelola sekolahnya secara efektif dan ini merupakan kebutuhan yang mendesak di negara sedang berkembang seperti di Indonesia ini. Hal ini dimaksudkan untuk membantu kepala sekolah merefleksikan realitas situasi di Indonesia, yang peranannya kepala sekolah semakin rumit, cara ini dirancang untuk lebih menyadarkan kepala sekolah tentang perlunya upaya terus menerus untuk mengembangkan diri agar dapat menjadi kepala sekolah yang efektif. Hal ini perlu ditularkan pada staf sekolah, agar pengembangan diri ini mengelembaga di sekolah yang bersangkutan.

C. Fungsi Kepala Sekolah
1.       Sebagai administrator, mengelola adiministrasi sekolah, dalam hal menyusun program tahunan (RAPBS), serta hal hal yang berkaitan dengan sekolah.
2.       Sebagai komunikator. Kepala sekolah memberikan pengarahan pembinaan para guru.
3.       Sebagai motivator. Kepala sekolah hendaknya dapat membangkitkan dan memelihara kegairahan kerja pada guru, dengan memberikan gagasan gagasan yang baik bagi penyampaian KBM.
4.       Sebagai inovator. Kepala sekolah hendaknya memiliki prakarsa atau gagasan perbaikan dalam pembaharuan pendidikan dan mendorong guru untuk melakukan hal yang berkaitan dengan pelajaran.
5.       Sebagai fasilitator. Kepala sekolah harus mampu mengusahakan pengadaan alat/sarana sekolah, seperti meubelair dan sebagainya.
6.       Sebagai dinamisator. Kepala sekolah harus mampu sebagai pengerak dalam pencapaian tujuan sekolah.
7.       Sebagai transformator. Kepala sekolah sebagai alat penyampai nilai nilai pada gurunya.
8.       Sebagai stimulator. Kepala sekolah harus mampu sebagai perangsang pemicu semangat kerja kepada guru.
9.       Kepala sekolah sebagai pelaksana dan pengemban kurikulum.
10.    Kepala sekolah sebagai pembimbing. Kepala sekolah harus mampu mengembangkan profesi guru.

D. Kepala Sekolah dan Sistem Kerja
Tanggung jawab seorang kepala sekolah adalah tercapai hasil sebaik mungkin dengan mengkoordinasikan sitem kerja pada unit kejanya secara efektif. Suatu sistem, kerja secara sederhana dapat digambarkan dalam hubungan kondisi proses hasil sebagai berikut :
Penjelasan Sistem Kerja Kepala Sekolah
Kondisi: Semua masukan yang diperlukan sebagai kondisi dalam proses seperti faktor lingkungan kerja (baik fisik maupun non fisik), diantaranya SDM, ruangan belajar dan bekerja, peralatan belajar mengajar, struktur organisasi, prosedur, intruksi, kebijakan pemerintah (kurikulum), hubungan antar pribadi dana suasana kerja.
Proses : Semua kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai hasil (keluaran) misalnya bila sekolah ditinjau sebagai suatu sistem, maka proses disini adalah interaksi sernua komponen sekolah dalam pembelajaran.
Hasil : hasil adalah keluaran, yaitu segala sesuatu yang dihasilkan dari proses kerja. Misalnya : barang dan jasa tertentu atau laporan mengenal pelaksanaan pekerjaan. Hasil sekolah sebagai sistem adalah lulusan sekolah.
Balikan formatif : balikan (feedback) formatif adalah informasi yang digunakan untuk mempengaruhi kualitas hasil balikan ini mengharuskan adanya perubahan dalam cara menghasilkan perubahan tertentu, sebagai contoh kepala sekolah meminta agar guru menggunakan tehnik mengajar tertentu dalam mengajar.
Balikan motivatif : informasi yang digunakaan untuk mempengaruhi kualititas hasil / keluaran. Informasi ini untuk meningkatkan kecapatan bekerja misalnya, kepala sekola memuji seorang guru yang bekerja dengan baik dalam menangani keluhan orang tua peserta didik.

E. Profesionalisme Guru
Menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen bahwa yang disebut Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
            Guru sebagai tenaga profesional harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu
(1)     Mempunyai komitmen terhadap siswa dan proses belajarnya;
(2)     Menguasai mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada siswa;
(3)     Bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi, dan
(4)     Mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari dari lingkungan profesinya. (Hasan, 2003:5)


Untuk lebih mendorong tumbuhnya profesionalisme guru selain apa yang telah diutarakan oleh Balitbang Diknas, tentunya “penghargaan yang profesional” terhadap profesi guru masih sangat penting. Seperti yang diundangkan bahwa guru berhak mendapat tunjangan profesi. Realisasi pasal ini tentunya akan sangat penting dalam mendorong tumbuhnya semangat profesionalisme pada diri guru.
Dengan adanya pengembangan profesionalisme guru, maka peranan guru harus lebih ditingkatkan. Guru tidak hanya disanjung, dihormati, disegani, dikagumi, diagungkan, tetapi guru harus lebih mengoptimalkan rasa tanggungjawabnya. Peranan guru sangat penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Upaya meningkatkan profesionalisme guru menurut Gerstner dkk., peranan guru tidak hanya sebagai teacher (pengajar), tapi guru harus berperan sebagai:
1. Pelatih (coach), guru yang profesional yang berperan ibarat pelatih olah raga. Ia lebih banyak membantu siswanya dalam permainan, bedanya permainan itu adalah belajar (game of learning) sebagai pelatih, guru mendorong siswanya untuk menguasai alat belajar, memotivasi siswa untuk bekerja keras dan mencapai prestasi setinggi-tingginya.
2. Konselor, guru akan menjadi sahabat siswa, teladan dalam pribadi yang mengundang rasa hormat dan keakraban dari siswa, menciptakan suasana dimana siswa belajar dalam kelompok kecil di bawah bimbingan guru.
3. Manajer belajar, guru akan bertindak ibarat manajer perusahaan, ia membimbing siswanya belajar, mengambil prakarsa, mengeluarkan ide terbaik yang dimilikinya. Di sisi lain, ia bertindak sebagai bagian dari siswa, ikut belajar bersama mereka sebagai pelajar, guru juga harus belajar dari teman seprofesi. Sosok guru itu diibaratkan segala bisa.
Wujud nyata pemerintah dalam peningkatan kualitas guru salah satunya dengan sertifikasi guru. Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik pada guru. Sertifikat guru adalah sebuah sertifikat yang ditandatangani oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi sebagai bukti bahwa bukti formal pengakuan formalitas guru yang diberikan kepada guru sebagai tenaga profesional. Sertifikat ini diberikan kepada guru yang telah memenuhi standard profesional. Guru profesional merupakan syarat mutlak ut menciptakan sistem dan praktek yang berkualitas. Tujuan utama dalam mengikuti sertifikasi bukan untuk mendapatkan tunjangan profesi melainkan untuk menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah memiliki kompetensi sebagaimana disyaratkan dalam kompetensi guru. Dengan menyadari hal ini, maka guru tidak akan mencari cara lain guna memperoleh sertifikat profesi kecuali mempersiapkan diri dengan belajar yang benar untuk menghadapi sertifikasi. Adapun tujuan dari sertifikasi adalah:
a.    Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
b.   Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan.
c.    Meningkatkan martabat guru.
d.   Meningkatkan profesionalitas guru.

“Guru yang profesional harus selalu kreatif dan produktif dalam melakukan inovasi pendidikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan” (Danumihardja, 2001:39). Namun “untuk menyiapkan guru yang inovatif merupakan kendala yang sangat sulit, jika dikaitkan dengan sistem kesejahteraan bagi tenaga guru di Indonesia yang jauh dari memadai (Surya, 2005:5).
Sagala (2005:210) mengemukakan guru yang profesional harus memiliki sepuluh kompetensi dasar, yaitu :
1)     Menguasai landasan-landasan pendidikan
2)     Menguasai bahan pelajaran
3)     Kemampuan mengelola program belajar mengajar
4)     Kemampuan mengelola kelas
5)     Kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar
6)     Menilai hasil belajar siswa
7)     Kemampuan mengenal dan menterjemahkan kurikulum
8)     Mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan
9)     Memahami prinsip-prinsip dan hasil pengajaran
10) Mengenal dan menyelenggarakan administrasi pendidikan

F. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Profesionalisme Guru
            Profesionalisme guru dipengaruhi oleh beberapa faktor dan merupakan permasalahan, yaitu faktor “kualifikasi standar guru dan relevansi antara bidang keahlian guru dengan tugas mengajar (Taufik, 2002:244). Gibson et al (1985:51-53) mengemukakan bahwa “ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi profesional guru , yaitu pertama variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis individu”.
            Cascio (Sukmadinata, 2004:21) menyatakan bahwa “abilitas dan motivasi merupakan faktor-faktor yang berinteraksi dengan kinerja, profesionalisme berhubungan dengan kinerja.” Faktor-faktor yang tidak langsung mempengaruhi kinerja ialah manusia, modal, metode, produksi, lingkungan organisasi, lingkungan negara, lingkungan regional dan umpan balik.
            Selain faktor-faktor tersebut di atas yang perlu diperhatikan dan dikuasai guru agar profesional dan berkinerja tinggi di era informasi, guru juga perlu menguasai sejumlah standar kompetensi dan penjabaran berbagai sub kompetensi dan pengalaman belajar yang terkandung dalam kompetensi pedagogik, sosial dan kepribadian sesuai rumusan yang dihasilkan oleh Asosiasi LPTKI Indonesia tahun 2006. Masalah kualifikasi juga merupakan faktor yang mempengaruhi profesionalisme dan kinerja guru untuk menunjukkan profilnya sebagai guru berkualitas sesuai dengan tuntutan era informasi dalam era globalisasi. 

G. Faktor-faktor  Yang Mempengaruhi Profesionalisme Guru dilihat dari perspektif Input-Proses-Ouput
Dari beberapa faktor yang mempengaruhi profesionalisme guru dapat dibedakan/dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu dari perspektif masukan (input), proses dan perspektif keluaran (output). Yang dimaksud dengan perspektif masukan adalah hal-hal yang terdapat dalam pribadi guru yaitu mencakup kualifikasi atau tingkat pendidikan guru, masa kerja, pengalaman kerja, latihan yang dijalani, penguasaan kompetensi sosial, pedagogik dan keterampilan. Selain itu ada pula faktor input yang berasal dari lingkungan di sekitar guru seperti faktor kepemimpinan kepala sekolah, iklim kerja di sekolah, dukungan dari keluarga, dukungan dari dewan sekolah/komite sekolah, peserta didik dan masyarakat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi profesionalisme guru dilihat dari perspektif proses belajar-mengajar di kelas mencakup faktor-faktor motivasi mengajar dan mendidik yang tinggi pada diri guru, motivasi dan minat belajar yang tinggi pada diri peserta didik untuk belajar di sekolah, ketersediaan media dan sumber belajar di sekolah yang memadai, penguasaan guru dalam aplikasi psikologi pendidikan dalam proses pembelajaran di kelas, penguasaan guru dalam aplikasi pengetahuan tentang perkembangan peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas, penguasaan guru terhadap landasan pendidikan di kelas, penguasaan guru dalam aplikasi berbagai metode, strategi pembelajaran yang inovatif di kelas, penguasaan guru tentang berbagai teori belajar mutakhir yang relevan dalam pembelajaran di kelas, penguasaan guru terhadap aplikasi metode evaluasi proses dan hasil pembelajaran yang inovatif, penguasaan guru terhadap aplikasi teori bimbingan konseling dalam mengatasi kesulitan belajar peserta didik, penguasaan guru dalam aplikasi teori administrasi pendidikan dalam pembelajaran di kelas, kemampuan guru menguasai materi pelajaran dan mengelola PBM secara profesional, kedisiplinan guru dan peserta didik dalam belajar, bekerja dan mengajar di kelas, kemampuan guru dalam mengkaji metodologi keilmuan bidang studi, kemampuan guru dalam menguasai struktur dan materi kurikulum, kemampuan guru mengidentifikasi substansi materi bidang studi sesuai perkembangan dan potensi peserta didik, kemampuan guru memilih substansi, cakupan dan tata urut materi pembelajaran secara konstekstual, kemampuan guru menggunakan teknologi komunikasi dan informasi dalam pembelajaran secara kontekstual, kemampuan guru dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas, kemampuan guru dalam berkomunikasi sosial dengan peserta didik di kelas, dan kemampuan guru dalam mendesain peningkatan mutu pembelajaran sesuai hasil penelitian tindakan kelas.


Faktor-faktor yang mempengaruhi profesionalisme guru dilihat dari perspektif keluaran (output) yaitu mencakup faktor-faktor profesionalitas dan kinerja lulusan sekolah di dunia kerja atau di masyarakat, respon dan penghargaan masyarakat dan dunia kerja terhadap lulusan sekolah, dan perilaku teladan yang ditunjukkan oleh para lulusan sekolah di dunia kerja dan di masyarakat.  




BAB III
PEMBAHASAN


A.    Melaksanakan Supervisi Akademik Terhadap Guru
Supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi pencapaian tujuan pembelajaran Glickman (1981).  Sementara itu,  Daresh (1989) menyebutkan bahwa supervisi akademik merupakan upaya membantu guru-guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran.Dengan demikian,  esensi supervisi akademik itu sama sekali bukan menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, melainkan membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalismenya. Meskipun demikian, supervisi akademik tidak bisa terlepas dari penilaian unjuk kerja guru dalam mengelola pembelajaran.
Apabila di atas dikatakan, bahwa supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran, maka menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa dihindarkan prosesnya (Sergiovanni, 1987). Penilaian unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran sebagai suatu proses pemberian estimasi kualitas unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, merupakan bagian integral dari serangkaian kegiatan supervisi akademik. Apabila dikatakan bahwa supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya, maka dalam pelaksanaannya terlebih dahulu perlu diadakan penilaian kemampuan guru, sehingga bisa ditetapkan aspek yang perlu dikembangkan dan cara mengembangkannya.
14
 
Sergiovanni (1987) menegaskan bahwa refleksi praktis penilaian unjuk kerja guru dalam supervisi akademik adalah melihat realita kondisi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, misalnya:  Apa yang sebenarnya terjadi di dalam kelas? Apa yang sebenarnya dilakukan oleh guru dan murid-murid di dalam kelas? Aktivitas-aktivitas mana dari keseluruhan aktivitas di dalam kelas itu yang berarti bagi guru dan murid?  Apa yang telah dilakukan oleh guru dalam mencapai tujuan akademik? Apa kelebihan dan kekurangan guru dan bagaimana cara mengembangkannya?. Berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini akan diperoleh informasi mengenai kemampuan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran.
Namun satu hal yang perlu ditegaskan di sini, bahwa setelah melakukan penilaian unjuk kerja guru tidak berarti selesailah tugas atau kegiatan supervisi akademik, melainkan harus dilanjutkan dengan perancangan dan pelaksanaan pengembangan kemampuannya. Dengan demikian, melalui supervisi akademik guru akan semakin mampu memfasilitasi belajar bagi murid-muridnya.
Menurut Alfonso, Firth, dan Neville, ada tiga konsep pokok (kunci) dalam pengertian supervisi akademik:
a)   Supervisi akademik harus secara langsung mempengaruhi dan mengembangkan perilaku guru dalam mengelola proses pembelajaran. Inilah karakteristik esensial supervisi akademik. Sehubungan dengan ini, janganlah diasumsikan secara sempit, bahwa hanya ada satu cara terbaik yang bisa diaplikasikan dalam semua kegiatan pengembangan perilaku guru. Tidak ada satupun perilaku supervisi akademik yang baik dan cocok bagi semua guru (Glickman, 1981). Tegasnya, tingkat kemampuan, kebutuhan, minat, dan kematangan profesional serta karakteristik personal guru lainnya harus dijadikan dasar pertimbangan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan program supervisi akademik (Sergiovanni, 1987 dan Daresh, 1989).
b)   Perilaku supervisor dalam membantu guru mengembangkan kemampuannya harus didesain secara ofisial, sehingga jelas waktu mulai dan berakhirnya program pengembangan tersebut. Desain tersebut terwujud dalam bentuk program supervisi akademik yang mengarah pada tujuan tertentu. Oleh karena supervisi akademik merupakan tanggung jawab bersama antara supervisor dan guru, maka alangkah baik jika programnya didesain bersama oleh supervisor dan guru.
c)   Tujuan akhir supervisi akademik adalah agar guru semakin mampu memfasilitasi belajar bagi murid-muridnya.

1. Tujuan Supervisi Akademik
Tujuan supervisi akademik adalah membantu guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran yang dicanangkan bagi murid-muridnya (Glickman, 1981). Melalui supervisi akademik diharapkan kualitas akademik yang dilakukan oleh guru semakin meningkat (Neagley, 1980). Pengembangan kemampuan dalam konteks ini janganlah ditafsirkan secara sempit, semata-mata ditekankan pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan mengajar guru, melainkan juga pada peningkatan komitmen (commitmen) atau kemauan (willingness) atau motivasi (motivation) guru, sebab dengan meningkatkan kemampuan dan motivasi kerja guru, kualitas pembelajaran akan meningkat.
Sedangkan menurut Sergiovanni (1987) ada tiga tujuan supervisi akademik, yaitu:
a)     Supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud membantu guru mengembangkan kemampuannya profesionalnya dalam memahami akademik, kehidupan kelas, mengembangkan keterampilan mengajarnya dan menggunakan kemampuannya melalui teknik-teknik tertentu.
b)     Supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud untuk memonitor kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kegiatan memonitor ini bisa dila-kukan melalui kunjungan kepala sekolah ke kelas-kelas di saat guru sedang mengajar, percakapan pribadi dengan guru, teman sejawatnya, maupun dengan sebagian murid-muridnya.
c)     Supervisi akademik diselenggarakan untuk mendorong guru menerapkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas mengajarnya, mendorong guru mengembangkan kemampuannya sendiri, serta mendorong guru agar ia memiliki perhatian yang sungguh-sungguh (commitment) terhadap tugas dan tanggung jawabnya

B. Kerangka Pemikiran
Para pakar pendidikan telah banyak menegaskan bahwa seseorang akan bekerja secara profesional apabila ia memiliki kompetensi yang memadai.  Seseorang tidak akan bisa bekerja secara profesional apabila ia hanya memenuhi salah satu kompetensi di antara sekian kompetensi yang dipersyaratkan. Kompetensi tersebut merupakan perpaduan antara kemampuan dan motivasi. Betapapun tingginya kemampuan seseorang, ia tidak akan bekerja secara profesional apabila ia tidak memiliki motivasi kerja yang tinggi dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Sebaliknya, betapapun tingginya motivasi kerja seseorang, ia tidak akan bekerja secara profesional apabila ia tidak memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengerjakan tugas-tugasnya.
Supervisi akademik yang baik harus mampu membuat guru semakin kompeten, yaitu guru semakin menguasai kompetensi, baik kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Oleh karena itu, supervisi akademik harus menyentuh pada pengembangan seluruh kompetensi guru.  Menurut Neagley (1980) terdapat dua aspek yang harus menjadi perhatian supervisi akademik baik dalam perencanaannya, pelaksanaannya, maupun penilaiannya.
Pertama, apa yang disebut dengan substantive aspects of professional development (yang selanjutnya akan disebut dengan aspek substantif). Aspek ini menunjuk pada kompetensi guru yang harus dikembangkan melalui supervisi akademik. Aspek ini menunjuk pada kompetensi yang harus dikuasai guru. Penguasaannya merupakan sokongan terhadap keberhasilannya mengelola proses pembelajaran. Ada empat kompetensi guru yang harus dikembangkan melalui supervisi akademik, yaitu kompetensi-kompetensi kepribadian, pedagogik, professional, dan sosial. Aspek substansi pertama dan kedua merepresentasikan nilai, keyakinan, dan teori yang dipegang oleh guru tentang hakikat pengetahuan, bagaimana murid-murid belajar, penciptaan hubungan guru dan murid, dan faktor lainnya. Aspek ketiga berkaitan dengan seberapa luas pengetahuan guru tentang materi atau bahan pelajaran pada bidang studi yang diajarkannya.
Kedua, apa yang disebut dengan professional development competency areas (yang selanjutnya akan disebut dengan aspek kompetensi). Aspek ini menunjuk pada luasnya setiap aspek substansi. Guru tidak berbeda dengan kasus profesional lainnya. Ia harus mengetahui bagaimana mengerjakan (know how to do) tugas-tugasnya. Ia harus memiliki pengetahuan tentang bagaimana merumuskan tujuan akademik, murid-muridnya, materi pelajaran, dan teknik akademik.
Tetapi, mengetahui dan memahami keempat aspek substansi ini belumlah cukup. Seorang guru harus mampu menerapkan pengetahuan dan pemahamannya. Dengan kata lain, ia harus bisa mengerjakan (can do). Selanjutnya, seorang guru harus mau mengerjakan (will do) tugas-tugas berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. Percumalah pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh seorang guru, apabila ia tidak mau mengerjakan tugas-tugasnya dengan sebaik-baiknya. Akhirnya seorang guru harus mau mengembangkan (will grow) kemampuan dirinya sendiri.

C. Implementasi Program
1.     Rancangan tindakan siklus 1
Pada tahap rancangan tindakan siklus 1, dilakukan penyusunan atau pengadaan instrumen-instrumen yang akan digunakan pada tahap pelaksanaan tindakan siklus 1. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan antara lain adalah sebagai berikut:
a.      Menyusun instrumen identifikasi kompetensi guru dalam mengelola pembelajaran.
b.     Mengidentifikasi kompetensi guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran melalui pengisian instrumen.
c.      Memilih tenaga pengajar atau guru yang dapat diberdayakan membantu calon kepala sekolah dalam melakukan supervisi.
d.     Menyusun instrumen monitoring dan evaluasi pelaksanaan tindakan siklus 1.
2.     Pelaksanaan tindakan siklus 1
Kegiatan yang dilakukan pada pelaksanaan tindakan siklus 1 yaitu melakukan supervisi guru berdasarkan hasil identifikasi kompetensi yang dianggap rendah atau tidak memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam permendiknas nomor 24 tahun 2008. Supervisi dilakukan bersama-sama dengan guru yang sudah ditentukan sebelumnya. Supervisi dilakukan selama dua minggu dengan jumlah pertemuan minimal 4 kali pertemuan. Pelaksanaan supervisi dilakukan pada saat kegiatan pembelajaran dilakukan. Lama supervisi setiap pertemuan tergantung dari waktu lowong yang dimiliki oleh pembimbing. Kisaran waktu lowong yang dapat digunakan untuk pembimbingan adalah 30 – 90 menit.
3.     Monitoring dan evaluasi (monev) pelaksanaan tindakan siklus 1
Pada tahap monev pelaksanaan tindakan siklus 1, guru yang menjadi peserta supervisi melakukan pengisian instrumen monev pelaksanaan tindakan siklus 1. Sebelum melakukan pengisian instrumen diberikan penjelasan tentang cara pengisian instrumen. Dijelaskan pula bahwa apapun yang diisikan tidak mempengaruhi penilaian kinerja mereka.
4.     Hasil yang di peroleh
Berdasarkan analisis hasil pelaksanaan supervisi yang dilakukan pada pelaksanaan tindakan siklus 1 melalui pengisian instrumen monev 1 diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Rata-rata peningkatan kompetensi tindakan siklus 1
Kompetensi awal
(%)
Kompetensi setelah tindakan 1
(%)
Peningkatan kompetensi
(%)
58
68
10

Tabel 1 memperlihatkan tingkat kompetensi guru dalam mengelola pembelajaran setelah mengikuti supervisi siklus pertama naik dari 58% menjadi 68%. Peningkatan kompetensi sebesar 10% menunjukkan adanya hasil jerih payah calon kepala sekolah sebagai manajer dalam melakukan supervisi dan menjalankan tugasnya mengembangkan kompetensi guru.

5.     Rancangan tindakan siklus 2
Berdasarkan hasil pelaksanaan tindakan siklus 1 diperoleh bahwa guru masih memiliki kompetensi yang rendah pada kompetensi-kompetensi tertentu terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan TIK dalam kegiatan pembelajaran. Untuk itu, pada rancangan kegiatan siklus 2 akan difokuskan pada usaha mengembangkan pada kompetensi-kompetensi tersebut.
Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan tindakan siklus 2 antara lain adalah sebagai berikut:
a.      Meminta kembali kesediaan guru yang memiliki kompetensi lebih untuk diberdayakan membantu calon kepala sekolah dalam melakukan pembimbingan terhadap guru berdasarkan kompetensi yang perlu ditingkatkan.
b.     Menyusun instrumen monitoring dan evaluasi pelaksanaan tindakan siklus 2.
6.     Pelaksanaan tindakan siklus 2
Kegiatan yang dilakukan pada pelaksanaan tindakan siklus 2 yaitu melakukan pembimbingan tenaga administrasi berdasarkan pada kompetensi-kompetensi yang masih kurang atau rendah berdasarkan analisis hasil kegiatan monev 1.  Pembimbingan dilakukan bersama-sama dengan tenaga administasi dan guru yang sudah ditunjuk sebelumnya. Pembimbingan dilakukan paling lama dua minggu dengan jumlah pertemuan minimal 4 kali pertemuan. Pelaksanaan bimbingan dilakukan diwaktu-waktu lowongnya tenaga pembimbing atau saat jam istirahat siswa yang berkisar 30 – 90 menit .
7.     Monitoring dan evaluasi pelaksanaan tindakan siklus 2
Pada tahap monev pelaksanaan tindakan siklus 2, guru yang menjadi peserta pembimbingan melakukan pengisian instrumen monev pelaksanaan tindakan siklus 2. Sebelum melakukan pengisian instrumen diberikan penjelasan tentang cara pengisian instrumen. Dijelaskan pula bahwa apapun yang diisikan pada instrumen tersebut tidak akan mempengaruhi penilaian kinerja mereka.


8.     Hasil yang di peroleh
Berdasarkan analisis hasil pelaksanaan pembimbingan yang dilakukan pada pelaksanaan tindakan siklus 2 melalui pengisian instrumen monev 2 diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 2. Rata-rata peningkatan kompetensi tindakan siklus 2
Kompetensi setelah tindakan 1
(%)
Kompetensi setelah tindakan 2
(%)
Peningkatan kompetensi
(%)
68
95
27

Tabel 2 menunjukkan tingkat kompetensi guru dalam mengelola pembelajaran setelah mengikuti pembimbingan yang kedua naik dari 68% menjadi 95%. Kompetensi 95% sudah termasuk kategori kompetensi sangat baik. Peningkatan kompetensi guru sekolah menunjukkan adanya peningkatan yang drastis yaitu sebesar 27%. Peningkatan tersebut merupakan hasil dari usaha pembimbingan yang diberikan kepada guru yang mengelola kegiatan pembelajaran. Pembimbingan tersebut adalah tugas seorang kepala sekolah membina dan mengembangkan kompetensi guru dalam perannya sebagai supervisor di sekolah.












BAB IV
PENUTUP


A. Kesimpulan
Kepala Sekolah haruslah dimulai dengan menggunakan waktu sebaik baiknya dalam memimpin, merencanakan gagasan gagasan baru, dan bekerja lebih dekat dengan para guru dan seluruh yang terlibat didalamnya. Peran kepala sekolah harus dapat merekrut masyarakat untuk terlibat dalam memajukan pendidikan baik yang beperan dengan dana atau dalam mengawasi sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan, karena hasil pendidikan merupakan kepentingan masyarakat. Kepala sekolah harus terbuka dan jelas dalam mengelola keuangan sekolah. Antara kepemimpinanya dan manajerial tidak dapat dipisahkan. Kepemimpinan akan menjiwai manajer dalam melaksanakan tugasnya.
Sebagai salah satu faktor pendukung terhadap keberhasilan pendidikan, para guru harus memperhatikan berbagai faktor yang bersumber pada komponen masukan, proses dan keluaran agar menjadi guru yang profesional dan berkinerja tinggi. Ciri guru seperti inilah yang dibutuhkan dalam era informasi dan globalisasi sebagai cermin guru yang bermutu.
Namun, harus disadari bahwa guru yang profesional dan berkinerja tinggi dalam melakukan proses pendidikan di sekolah, tak lahir jika tidak ada niat yang suci dan tulus dari para guru untuk mengetahui, memahami, memperhatikan, menghayati, dan menerapkan berbagai faktor-faktor tersebut untuk meningkatkan profesionalismenya. 
22
 
            Selain itu, para kepala sekolah, orang tua peserta didik, masyarakat, pemerintah, dan semua pemerhati pendidikan, hendaknya selalu memberikan perhatian, bimbingan dan dorongan kepada guru dalam meningkatkan profesionalismenya. Harus disadari guru sebagai komponen mikro dari sistem pendidikan secara makro, tidak akan dapat meningkatkan profesionalismenya jika tidak ada kerjasama yang sinergis dan harmonis dengan berbagai pihak, misalnya kepala sekolah, staf sekolah, peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, pemerintah, dan dunia kerja sebagai komponen dari sistem pendidikan

B. Saran
Upaya untuk meningkatkan SDM yang berkualitas di Indonesia terus ditingkatkan. Salah seorang yang memikul tugas ini adalah kepala sekolah karena kepala sekolah yang menjadi manajer dalam menentukan segala kebijakan di sekolah. Meskipun hasil data yang diperoleh serta pembahasan yang masih kurang sempurna, maka tidak ada salahnya kalau penulis memberikan saran-saran kepada kepala sekolah atau calon kepala sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah :
1.   Mempunyai visi dan misi jauh ke depan yang mendalam untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
2.   Gaya kepemimpinan yang tepat untuk membudayakan mutu pendidikan.
3.   Meyakinkan kebutuhan peserta didik sebagai pusat perhatian kegiatan/ kebijakan.
4.   Menambah wawasan dengan ikut pelatihan-pelatihan, membaca buku atau bacaan yang berkaitan dengan kepemimpinan dan peran kepala sekolah sebagai manajer di sekolah.


DAFTAR PUSTAKA



Burhanudin. 2004. Analisis Administrasi, manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Cuandi, Ade. 2003. Kepemimpinan Kepala Sekolah, Bandung : Suara Daerah.

Depdikbud. 2009. Panduan Manajemen Sekolah. Jakarta: Dirjen Dikmenum.

Kusmiharjo dan Burhanudin. 2007. Dasar dasar Manajemen Pendidikan II (Kepemimpinan) . Jakarta : Dikmenum.

Mulyasa,E. 2003. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 132 Tahun 2007. Standar Kepala Sekolah / Madrasah. Jakarta

Sudirman. 2005. Peran Kepala Sekoloh Dalam Konsep MBS. Bandung : Suara Daerah.

Sudjana, Nana. 2007. Tuntutan Penyusunan Karya Ilmiah. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Surakhman, S.2000. Metode Penelitian. Bandung : Transito.

Wahjosumidjo. 2003. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.




No comments:

Post a Comment

About

Popular Posts